Anda di halaman 1dari 11

“IJARAH”

MAKALAH
DI JAUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS DALAM MATA KULIAH
FIQIH MUAMALAH

DOSEN PENGAMPU : HJ. HENDRA PERTAMINAWATI. MA.

Disusun Oleh:
M. MUKHLIS MAHSAN
NIM/NIMKO: 132010209/6414010113013
Program studi: Ahwal Syakhsiyah
Semester VIII

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM INDONESIA


JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Alhmdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Yang telah menurunkan Al-Qur’an
sebagai kitab manual bagi manusia untuk menjalani kehidupannya di dunia agar
mendapat keselamatan, keteraturan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan ke atas Nabi Muhammad SAW.
pelita yang menerangi jalan manusia menuju jalan Allah SWT. Juga untuk kelurganyah,
para sahabat Nabi, dan pengikut mereka hingga hari kiamat nanti.
Terima kasih kepada ibu Hj. Hendara Pertaminawati atas kesempatan yang
diberikan kepada saya untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini bukan
sekedar menjadi tugas belaka, namun menjadi pembelajaran bagi saya sendiri selaku
pemakalah, bagaimana menjadi pemakalah yang baik dalam menyusun dan
mempresentasikan makalah ini.
Oleh karena itu pemakalah berharap kritik dari ibu dosen dan rekan satu kelas
dalam penyusunan makalah ini.
Semoga bermanfaat dan menjadikan pemakalah dan pembaca makalah ini
memperoleh ilmu yang bermanfaat yang bisa digunakan di masa depan kelak. Amin.
.

1
FIQIH MUAMALAH
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah............................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
A. Pengertian Ijarah........................................................................................4
B. Rukun dan Syarat Ijarah............................................................................5
C. Dasar Hukum Ijarah...................................................................................6
D. Macam-macam Ijarah................................................................................7
E. Hikmah Ijarah............................................................................................8
F. Berakhirnya akad Ijarah.............................................................................9

BAB III PENUTUP.............................................................................................10


KESIMPULAN..................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................10

2
FIQIH MUAMALAH
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muamalah merupakan bagian dari rukun islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah salah satunya
adalah ijarah.
Ijarah merupakan menjual manfaat yang dilakukan oleh seseorang dengan orang
lain dengan menggunakan ketentuan syari’at islam. Kegiatan ijarah ini tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik dilingkungan kelurga maupun masyarakat
sekitar kita.
Oleh sebab itu kita harus mengetahui apa pengertian dari ijarah yang sebenarnya,
rukun dan syarat ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah.
Karena begitu pentingnya masalah tersebut maka permasalahan ini akan
dijelaskan dalam pembahsan makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ijarah?
2. Apa rukun dan syarat ijarah?
3. Apa dasar hukum ijarah?
4. Bagaimanakah macam-macam ijarah?
5. Bagaimanakah hikmah ijarah?

3
FIQIH MUAMALAH
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijarah
Ijarah menurut bahasa merupakan isim (nama) bagi sewaan, sedangkan menurut
syara’ ialah memiliki suatu manfaat (jasa) dengan imbalan (pembayaran) berdasrkan
persyaratan.
Menurut etimologi, ijarah adalah ‫املنفع ةبيع‬ (menjual manfaat). Demikian pula

artinya menurut terminologi syara’ untuk lebih jelasnya dibawah ini dikemukakan
beberapa definisi ijarah menurut pendapat beberapa ulama’ fiqih:

a. Ulama Hanafiyah
‫عقد عيل املنفع بعوض‬

Artinya: akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.

b. Ulama Syafi’iyah
‫عقد عيل منفعة مقصودة معلومة مباحة قابةل للبذل واألابحة بعوض معلوم‬

Artinya: akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan
mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah
‫متليك مننافع يشء مباحة مدة معلومة بعوض‬

Artinya: menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu
dengan pengganti.
Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang
boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang
menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk
diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.1

1
Ibnu Abidin, Radd Al-Mukhtar Ala Dur Al-Mukhtar, juz IV, hal. 110
4
FIQIH MUAMALAH
Menanggapi pendapat di atas, Wahab Al-Juhaili mengutip pendapat Ibnu Qayyim
dan I’lam Al-Muwaqi’in bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan
ulama fiqih adalah asal fasid (rusak) sebab tidak ada landasannya, baik dari Al-qur’an,
As-sunnah, ijma maupun qiyas yang sahih.2

B. Rukun dan syarat Ijarah


1. Rukun Ijarah
a. Mu’jir
Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan, atau mu’jir
adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan
suatu pekerjaan tertentu.
b. Musta’jir
Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu atau
musta’jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya atau orang yang menjadi
tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menrima upah dari pekerjaan itu.
c. Objek transaksi (manfaat)
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan bojek kerja harus memiliki manfaat
yang jelas, seperti mengerjakan proyek, membajak sawah dan sebagainya.
d. Sighat (ijab dan qobul)
Sighat meruapakn suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak untuk
melakukan ijarah, ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu’jir) untuk
menyewakan barang atau jasa. Sedangkan qobul adalah jawaban persetujuan dari
pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu’jir.
e. Imbalan atau Upah
Upah sebagaimana terdapat dalam kamus umum bahasa indonesia adalah uang
dan sebagian yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar
tenaga yang sudah dikelurkan untuk mengerjakan sesuatu.

2. Syarat Ijarah

2
Ibnu Qoyyim, I’lam Al-Muaqi’in, juz II, hal. 15
5
FIQIH MUAMALAH
a. Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal.
b. Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijrah.
c. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna.
d. Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak
bercacat.
e. Manfaat dari objek yang di ijarahkan harus yang dibolehkan agama, maka tidak
boleh ijarah terhadap maksiat. Seperti mempekerjakan seseorang untuk
mengerjakan ilmu sihir atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.
f. Upah/sewa dalam akad harus jelas dan sesuatu yang berharga atau dapat dihargai
dengan uang sesuai dengan adat kebiasaan setempat.
C. Dasar Hukum Ijarah
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ijarah disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, As-
Sunnah, dan Ijma’.
1. Al-Qur’an

َ ‫فَ ِإ ْن َأ ْر ضَ ْع َن لَ مُك ْ فَ آتُو ُه َّن ُأ ُج‬


  ‫ور ُه َّن‬
Artinya: “jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah mereka
upahnya.” (QS. Thalaq: 6).

‫قَ الَ ْت ْح دَ ا مُه َ ا اَي َأ ب َ ِت ْاس َت ْأجِ ْر ُه ۖ َّن َخ رْي َ َم ِن ْاس َت ْأ َج ْر َت الْ َق ِو ُّي ا َأْل ِم ُني‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫قَ َال يِّن ُأ ِر يدُ َأ ْن ُأ ْن ِك َح َك ْح دَ ى ابْ ن َيَت َّ َه اتَ نْي ِ عَ ىَل ٰ َأ ْن تَ ْأ ُج َر يِن ثَ َم ا يِن َ ِح َج ٍج ۖ فَ ْن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َأ ت َْم ْم َت َع رْش ً ا فَ ِم ْن ِع ْن ِد كَ ۖ َو َم ا ُأ ِر يدُ َأ ْن َأ ُش َّق عَ لَ ْي َك ۚ َس َت جِ دُ يِن ْن َش َاء ا هَّلل ُ ِم َن‬
‫ِإ‬
‫الص ِال ِح َني‬
َّ

Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “ya ayahku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya. “berkatalah dia (syu’aib), “sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
6
FIQIH MUAMALAH
denganku delapan tahun, dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka ini
adalah(suatu kebaikan) dari kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik". (QS. Al-Qashash: 26-27).

2. As-Sunnah
)‫ (رواه ابن ماجه عن ابن معر‬.‫اعطواالاجري اجره قبل ان جيف عرقه‬
Artinya: “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah
dari Ibnu Umar).
)‫ (رواه عبد الرزاق عن ايب هريرة‬.‫من استأجر اجريا فليعمل اجره‬
Artinya: barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, maka beritahukanlah
upahnya.” (HR. Abd Razaq dari Abu Hurairah).
3. Ijma’
Umat islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan sebab
bermanfaat bagi manusia.
D. Macam-macam Ijarah
Ijarah terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa-menyewa rumah, toko,
kendaraan, pakaian dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang
dibolehkan syara’ untuk dipergunakan maka para ulama sepakat menyatakan boleh
dijadikan objek sewa-menyewa, jadi penyewaan barang-barang tersebut tergantung
pada manfaatnya.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan (jasa) ialah dengan cara mempekerjakan seseorang
untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut para ulama ijarah ini hukumnya boleh
apabila pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, tukang
sepatu dan lain-lain. Ijarah ini ada yang sifat pribadi seperti menggaji pembantu
rumah tangga, dan ada yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang
yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti tukan sepatu, tukan
jahir, dan lain-lain. Kedua bentuk ijarah ini menurut para ulama fiqih hukumnya
boleh.

7
FIQIH MUAMALAH
E. Hikmah ijarah
hikmah disyariatkannya ijarah dalam bentuk pekerjaan atau upah mengupah
adalah karena dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Tujuan dibolehkannya ijarah pada
dasarnya adalah untuk mendapatkan keuntungan materil. Namun itu bukanlah tujuan
akhir karena usaha yang dilakukan atau upah yang diterima merupakan sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapaun hikmah diadakannya ijarah antra lain:
1. Membina ketentraman dan kebahagiaan dengan adanya ijarah akan mampu
membina kerja sama antra mu’jir dan musta’jir sehingga akan menciptakan
kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang yang memakai
jasa maka yang memberi jasa dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apabila
kebutuhan hidup terpenuhi maka musta’jir tidak lagi resah ketika hendak
beribadah kepada Allah SWT. Dengan trasnsaksi ijarah dapat berdampak positif
terhadap masyarakat terutama di bidang ekonomi karena masyarakat dapat
mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi bila masing-masing individu dalam satu
masyarakat itu lebih dapat memenuhi kebutuhannya maka masyarakat itu akan
tentram dan aman.
2. Memenuhi nafkah keluarga salah satu kewajiban seseorang muslim adalah
memberikan nafkah kepada keluarganya yang meliputi istri, anak-anak dan
tanggung jawab lainnya. Dengan adanya upah yang diterima musta’jir maka
kewajiban tersebut dapat dipenuhi
3. Memenuhi hajat hidup masyarakat dengan adanya transaksi ijarah khususnya
tentang pemakaian jasa maka akan mampu memenuhi hajat hidup masyarakat,
baik yang ikut bekerja maupun yang menikmati hasil proyek tersebut. Maka ijarah
meruapakan akad yang mempunyai usur tolong menolong antar sesama.
F. Berakhirnya Akad Ijarah
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijarah akan berakhir apabila:
a. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah berakhir
b. Menurut ulama hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad karena akad ijarah, meurut
mereka tidak bisa diwariskan. Sedangkan jumhur ulama akad ijarah tidak batal
dengan wafatnya salah seorang berakad, karena manfaat menurut mereka boleh

8
FIQIH MUAMALAH
diwariskan dan ijarah sama dengan jual beli yaitu mengikat kedua belah pihak yang
berakad.
c. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar
d. Menurut ulama hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak seperti rumah yang
disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah batal.
Unzur-unzur yang dapat membatalkan akad ijarah itu, menurut ulama hanafiyah
adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan berpindah tempatnya, misalnya seorang
digaji untuk menggali sumur disuatu desa, sebelum sumur itu selesai penduduk desa
itu pindah kedesa lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama uzur yang boleh
membatalkan akad ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau
manfaatnya yang dituju dalam akad itu hilang seperti kebakaran dan dilanda banjir.

9
FIQIH MUAMALAH
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
ijarah ialah pengambilan manfaat terhadap benda atau jasa sesuai dengan jangka
waktu yang ditentukan dan adanya imbalan atau upah, serta tanpa adanya kepemindahan
kepemilikan.
Rukun ijarah ada 5, yaitu: mu’jir, musta’jir, objek transaksi, shigat, dan manfaat.
Syarat ijarah ada 6, yaitu: kedua yang berakat harus balig dan berakal, menyatakan
kerelaannya melakukan akad ijarah, manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui
secara sempurna, objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan
tidak bercacat, manfaat dari objek yang dijadikan harus yang dibolehkan agama, maka
tidak boleh ijarah terhadap maksiat. Seperti mempekerjakan seseorang untuk
mengerjakan ilmu sihir atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdillah, Syamsuddin, Terjemah FATHUL QARIB, Surabaya: CM Grafika, 2010.


Djuwaini, Dimyauddin, pengantar FIQIH MUAMALAH, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
Hasbi Ash Shiddieqi, Tengku Muhammad, Hukum-hukum Fiqih Islam, Yogyakarta: PT.
Pustaka Rizki Putra.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

10
FIQIH MUAMALAH

Anda mungkin juga menyukai