Anda di halaman 1dari 35

Lasya Aulia (120304190002)

Bisnis Internasional
Mata Kuliah Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan Ilmiah
Pengaruh Kualitas Harga, Produk dan Layanan Pada Pembelian Produk
Fast Fashion Terhadap Kepuasan Generasi Z di Bandung.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa era globalisasi yang semakin maju dan berkembangnya zaman.
Di era ini juga membuat perdagangan semakin bebas dan bahkan memberi
kesempatan kepada setiap sector industri. Salah satu yang berkembang pesat
di era saat ini yaitu sector industri fashion. Fashion merupakan bagian yang
dinilai penting dalam gaya berpakaian masyarakat di era globalisasi ini
menjadi salah satu alasan mengapa sector industri fashion menjadi yang paling
berkembang pesat dan banyak diminati dikarenakan fashion sendiri ini sudah
termasuk ke dalam habit atau kebiasaan dari kehidupan sehari-hari
masyarakat. Dalam berpakaian setiap orang memiliki caranya masing-masing
dalam mengikuti tren fashion nya, sehingga dapat dikatakan dalam hal ini
fashion sudah termasuk ke dalam lifestyle dalam setiap individu. Produk
fashion sendiri tidak hanya digunakan sebagai pelindung tubuh, tetapi juga
saat ini digunakan sebagai tanda seseorang menilai status sosial individu lain.
Hal ini memperkuat salah satu alasan yang menyebabkan orang tidak ingin
ketinggalan zaman dan ingin selalu tampil trendi. Ini juga menjadikan salah
satu alasan untuk Masyarakat di Indonesia dan terumata di Kota Bandung
untuk terus memiliki perilaku konsumsi yang juga ditunjang oleh
meningkatnya daya beli dan gaya hidup masyarakat yang berujung pada
modernisasi dan brand awareness.
Fashion biasanya berkaitan dengan pakaian yang kita kenakan, baik untuk
perlindungan tubuh kita maupun untuk penampilan kita. Fashion biasanya
merupakan ekspresi diri untuk mengungkapkan kepribadian seseorang yang
berbeda dari orang lain. Dari perspektif yang lebih luas, perubahan gaya
pakaian akan lebih cepat daripada perubahan budaya. Fashion tidak terlepas
dari pakaian yang kita kenakan, dan selera merupakan faktor utama yang
menentukan fashion seperti apa yang dikenakan seseorang dan setiap orang
akan memiliki fashion atau gaya berpakaian yang berbeda.
Industri fashion yang saat ini berkembang pesat memiliki tujuan pastinya
untuk memenuhi dan diminati selera masyarakat. Oleh karena itu munculah
suatu strategi bisnis yaitu Fast-fashion. Dari sekian banyak Industri Fashion
yang saat ini berkembang, hampir seluruhnya menganut system strategi bisnis
shortened life cycle yang paling cocok untuk era saat ini. Fast-fashion
merupakan salah satu bentuk strategi bisnis yang memberikan sarana untuk
trend masa kini dapat sampai kepada masarakat dengan harga yang
terjangkau. Dalam artian, Fast-fashion dalam prosesnya bertujuan untuk
memberikan suatu barang yang menguntungkan bagi masyarakat dengan
harga yang murah namun tetap up-to-date dengan tren fashion yang ada pada
masanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi bisnis fast-fashion ini
menirukan tren atau gaya fashion dari brand ternama yang langsung di design
oleh para designer terkemuka dunia namun dengan harga yang jauh lebih
terjangkau sehingga dapat dikonsumsi oleh seluruh golongan masyarakat yang
menekankan ke dalam kecepatan, kuantitas dan ukuran dalam mendorong
suatu budaya konsumsi masyarakat yang dirancang secara cepat dengan arah
tujuan mengikuti perubahan tren di setiap musim, salah satunya dalam
memenuhi konsumsi masyarakat di Bandung.
Membeli produk fashion dengan harga terjangkau sudah menjadi hal yang
lumrah dikalangan masyarakat modern, khususnya kaum generasi Z sebagai
bagian dari upaya eksistensi diri, sehingga masyarakat menghasilkan perilaku
konsumtif. Sumartono (2002: 117) mengatakan perilaku konsumtif adalah
kecenderungan individu sebagai konsumen yang tidak mempertimbangkan
atas
tindakan dalam membeli suatu barang, sehingga mengakibatkan pemborosan,
hanya keinginan atau kebahagiaan yang diutamakan tanpa mempertimbangkan
keinginan konsumen, kebutuhan atau manfaatnya, bahkan hanya ingin
mendapatkan pengakuan sosial dan mengikuti trend terkini, kepuasan pribadi
dan kenyamanan fisik. Sehingga perilaku konsumtif ini lah masyarakat yang
selalu up to date dalam bidang fashion di dunia.
Secara khusus generasi Z ini merupakan salah satu dari perkembangan
fast- fashion yang tidak terlepas dari teknologi dan informasi. Generasi Z
adalah generasi muda dan tidak pernah mengalami hidup tanpa adanya
teknologi, dan lahir pada tahun 1995-2010. Generasi Z disebut iGeneration
atau generasi Internet (Yuni Kadek, 2021). Sekilas Gen Z hampir mirip
dengan Milenial, namun Gen Z bisa menangani banyak tugas atau aktivitas
dalam waktu yang bersamaan atau disebut dengan multi-tasking.
Dibandingkan dengan generasi milenial, generasi Z juga lebih menyukai
kegiatan sosial, dan generasi ini juga berani mengungkapkan pendapat secara
langsung maupun melalui media sosial. Berdasarkan gambar 1.1 dibawah ini
hasil sensus penduduk tahun 2020 menunjukkan bahwa penduduk diJawa
Barat berjumlah 48,2 juta jiwa pada bulan september. Sensus Penduduk 2020
berdasarkan di gambar 1.2 ini Jawa Barat didominasi oleh Generasi Z, dengan
jumlah populasi penduduk sebanyak 27,88% atau merupakan 13,37 juta dari
total penduduk di Jawa Barat. Generasi Z saat ini diperkirakan berusia 8
hingga 23 tahun. Tidak semua usia Gen Z produktif, namun setelah sekitar
tujuh tahun, semua Gen Z akan memasuki usia produktif.
Gambar 1.1

Gambar 1.2

Pada perkembangan saat ini fast-fashion di dunia sangat cepat berubah dan
berganti, terutama ini berpengaruh pada generasi Z di kota Bandung yang
setiap individu dari Generasi Z ini tidak ingin tertinggal dan selalu menunggu
dan langsung membeli produk-produk terbaru dari fast-fashion. Lalu para
perusahaan dari brand fast-fashion ini mulai memahami para konsumennya
dan
mulai mengerti dan beradaptasi dengan cepat mengembangkan dan membuat
inovasi baru dengan menambahkan tren terbaru. Sehingga daya beli dari para
konsumen ini meningkat tinggi dan sangat pesat terutama bagi Generasi Z. Di
Kota Bandung, pembelian dari produk fast-fashion ini sangat tinggi dengan
didukungnya dari perilaku masyarakat yang sangat konsumtif sehingga
mereka selalu membeli produk tersebut.
Pada perkembangan saat ini tren fashion juga berubah sangat cepat karena
jadi setiap individu salah satunya di Generasi Z tidak ingin tertinggal dan
selalu menunggu produk-produk terbaru dari berbagai brand di Indonesia dan
terumata di Kota Bandung yang sedang berkembang pesat. Akibat dampak
Covid-19 juga sedikit berpengaruh terhadap para Generasi Z ini karena
berpengaruh juga terhadap keadaan finansial. Sehingga beberapa department
store fast-fashion ini sempat tutup dan memikirkan bagaimana caranya agar
Generasi Z tetap membeli produk-produk dari para brand fast-fashion.
Sehingga para brand fast-fashion ini melakukan strategi pemasaran melalui
teknologi digital seperti social media dan dari web para brand-brand tersebut.
Lalu dengan mengadakan sale Up To 70% setelah memasuki era New Normal
para department store brand fast-fashion ini mulai dibuka Kembali. Sehingga
para Generasi Z juga tetap berminat untuk membeli produk-produknya dengan
cepat karena sale ini dilakukan dalam beberapa bulan sekali saja. Jadi dampak
pembelian dari produk fast-fashion ini sangat berpengaruh terhadap Generasi
Z di Kota Bandung. Para perusahaan dari produk-produk fast-fashion ini lebih
cepat memahami dan beradaptasi dengan mode dan tren terbaru para
pelanggan yang membeli produk fast-fashion. Sebenarnya tidak hanya saat
keadaan dari akibat Covid-19 perusahaan fast-fashion ini mengadakan sale
besar-besaran tetapi saat pergantian musim dan pergantian tahun selalu
mengadakan Sale Up To 70%. Salah satu brand fast-fashion yang terkenal di
Kota Bandung yaitu, H&M, dan Zara. Brand fast-fashion ini memasuki
Indonesia dan terutama di Kota besar seperti Bandung ini yang mempunyai
pasar yang luas.
Fungsi dalam kepuasan ini sangat penting agar kita dapat mengetahui
keluhan dan feedback dalam memakai produk-produk dari brand fast-fashion.
Munculnya banyak brand fast-fashion memungkinkan perusahaan fast-fashion
untuk bersaing memperebutkan pangsa pasar yang lebih besar, salah satunya
dengan menerapkan berbagai strategi untuk menciptakan keunggulan
bersaing. Salah satu strategi yang dirumuskan oleh perusahaan adalah
menjaga konsistensi mutu dan kualitas produk, serta melakukan proses inovasi
dan pengembangan produk untuk meningkatkan produk dan menjaga kualitas
produk itu sendiri.
Kotler dan Keller (2009 : 173) menyatakan kepuasan adalah persepsi dan
kesan terhadap kinerja dan hasil produk, serta perasaan senang dan kecewa
yang muncul setelah membandingkannya. Kepuasan konsumen bepengaruh
jangka panjang bagi perusahaan, karena konsumen merasa puas, hubungan
yang harmonis antara perusahaan dengan konsumen ini dengan dasar yang
baik untuk pembelian berulang karena loyalitas konsumen dari mulut ke mulut
merekomendasi produk tersebut dan ini menguntungkan bagi perusahaan.
Dengan demikian, perusahaan harus menempatkan orientasi pada kepuasan
konsumen sebagai tujuan utama kepuasan sebagai penentu keberhasilan
kinerja perusahaan. Keduanya telah berpengaruh besar dalam mengukur
kepuasan konsumen tersebut, kepuasan konsumen juga bisa tidak ada
wujudnya salah satunya dengan mempunyai rasa senang dan bahagia karena
mempunyai produk tersebut karena sesuai dengan kualitas produk yang
diharapkan dan juga harganya.
Peter dan Olson (2016: 184) menunjukkan bahwa kepuasan konsumen
adalah konsep yang paling menentukan dalam pemasaran dan dalam penelitian
konsumen. Secara teori, konsumen yang puas dengan produk, layanan atau
merek, mungkin akan terus membelinya dan memberi tahu orang lain. Jika
tidak puas, kemungkinan konsumen akan mengubah produk atau merek dan
mengeluh kepada produsen barang, pengecer, dan konsumen lainnya. Menurut
Reichheld (1996), yang dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh
Dapkevicius dan Melnikas (2009), mengatakan bahwa “customer who are
satisfied with a purchased product will by the same product again”, hal ini
berarti kepuasan konsumen dapat juga ditentukan oleh variabel harga,
karena jika konsumen
merasa puas terhadap harga tersebut, maka akan melakukan pembelian produk
yang sama nantinya. Lalu generasi Z ini lah yang mempunyai pengaruh besar
dalam membeli produk-produk dari fast-fashion. Dari faktor lingkungan,
teman-teman, serta banyak berpengaruh dari influencer dan artis di social
media seperti instagram. Menurut dari penelitian sebelumnya (Yuni Kadek,
2021) mengatakan generasi Z ini mempunyai karakteristik sangat ekspresif
dan salah satunya dengan mengkonsumsi produk fast-fashion untuk
melihatkan ekspresif dalam dirinya. Mengkonsumsi produk fast-fashion paling
populer menunjukkan kebanggaan, kepuasan, dan bentuk citra diri. Generasi Z
yang mengkonsumsi produk fast-fashion sambil mempertimbangkan tren,
ingin menciptakan pandangan dirinya sebagai fashionable, yaitu image orang
yang tertarik dengan tren fashion terkini.
Dampak dari banyaknya brand fast-fashion ke Indonesia dan berada di
Kota Bandung ini banyaknya department store dari fast-fashion sehingga
banyak digemari oleh semua masyarakat dan terutama memikat para Generasi
Z. Dampak dari fast-fashion ini juga dari mulainya peluncuran produk-produk
setiap musimnya yang secara cepat, sangat mempengaruhi pembelian produk
fast-fashion ini generasi Z ini juga cepat dalam melihat tren-tren terbaru dalam
fashion melalui internet salah satunya di social media. Dampak ini juga
berpengaruh pada sikap dari individu Generasi Z dalam membeli produk fast-
fashion, maka dari itu para retailer produk fast-fashion ini juga dengan mudah
cepat menanggapi dan beradaptasi dalam setiap pergantian musimnya.
Secara singkat, dari berbagai hal yang telah di sampaikan peneliti tertarik
dalam meneliti kedua merek dari brand fast-fashion yaitu Zara dan H&M
karena brand dari merek tersebut memiliki toko di berbagai kota di Indonesia
dan terutama di Kota Bandung. Dilihat dari website wikipedia zara di
Indonesia terdapat 16 toko, lalu 2 toko diantaranya ada di Kota Bandung.
Sedangkan H&M terdapat 54 toko yang tersebar di Indonesia dan 3 toko
diantaranya berada di Kota Bandung jika dilihat dari website resmi H&M.
Lalu kedua merek tersebut mempunyai keunikan dan keunggulan dari masing-
masing produk fashionnya untuk menarik para konsumen agar selalu membeli
produk tersebut.
Sehingga ini bisa dibuktikan dengan banyaknya Generasi Z yang banyak
membeli produk dari Zara dan H&M. Dengan itu dalam memberikan produk
yang berkualitas lahir lah kepuasan konsumen terhadap produk-produk yang
telah ia beli. Tidak hanya produk yang berkualitas tetapi harga juga
menentukan konsumen akan puas atau tidaknya dengan produk tersebut. Serta
kualitas pelayanan juga berperan penting dalam mempengaruhi kepuasan
konsumen. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Kualitas Harga, Produk dan Layanan Pada Pembelian Produk Fast
Fashion Terhadap Kepuasan Generasi Z di Bandung.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalah penelitian sebagai berikut :
a. Apakah Variabel harga berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan?
b. Apakah Variabel kualitas produk berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan?
c. Apakah Variabel kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan?

1.3 Tujuan Penelitian


Dengan adanya rumusan masalah, berikut tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis dan mengukur apakah variabel harga
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.
b. Untuk menganalisis dan mengukur apakah Variabel kualitas produk
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.
c. Untuk menganalisis dan mengukur apakah variabel kualitas layanan
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak diantaranya :
1) Penulis
Bagi penulis, saya berharap dapat memperdalam ilmu pemasaran melalui
penelitian di bidang ini, khususnya pengetahuan tentang kepuasan konsumen.
2) Penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi untuk pengembangan
penelitian selanjutnya khususnya penelitian yang berkaitan dengan kepuasan
konsumen terhadap produk fashion.
3) Pihak lain
Bagi produsen fast-fashion, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
untuk mengevaluasi kepuasan konsumennya, agar dapat menarik konsumen
untuk lebih puas terhadap produk-produk dari fast-fashion.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis


2.1.1 Pemasaran
Kemudian, produk yang diproduksi oleh produsen didistribusikan
kepada konsumen untuk dijual dan dibeli. Jumlah produk yang dijual
terkadang menjadi indikator keberhasilan pemasar. Oleh karena itu
penjualan dan periklanan sering dianggap sebagai kegiatan pemasaran.
Pada saat yang sama, Kotler dan Armstrong (2001: 7) melaporkan bahwa
kegiatan penjualan dan periklanan hanya bagian dari marketing mix.
Bauran pemasaran (marketing mix) itu sendiri digunakan dengan
perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran secara khusus. Di dunia
bisnis, penting bahwa manajer pemasaran dapat melakukan analisis pasar,
seperti apa yang dibutuhkan konsumen saat ini, dan kemudian berencana
untuk kedepannya membuat produk atau layanan yang dibutuhkan dan
diinginkan, kemudian melakukan rencana, kemudian memantau rencana
untuk mengawasi rencana tersebut bahwa rencana itu dapat dicapai,
dilaksanakan dengan sesuai dan sehingga dapat mencapai tujuan
perusahaan.

2.1.2 Manajemen Pemasaran


Manajemen pemasaran adalah proses menganalisis, merencanakan,
menerapkan, dan mengendalikan rencana untuk membuat, menetapkan,
dan memelihara komunikasi yang menguntungkan dengan pembeli sasaran
untuk mencapai tujuan perusahaan ini menurut Amstrong (2001:18).
Tujuan pemasaran tentu dilakukan untuk mengenali dan memahami
konsumen sehingga produk yang dijual sesuai sesuai dengan keinginan
konsumen, pemasaran juga untuk menarik perhatian dari para konsumen
tersebut, menciptakan citra merek, sehingga ini juga menunjukkan untuk
meningkatkan upaya dalam kepuasan konsumen.
2.1.3 Fast-Fashion
2.1.3.1 Definisi Fast Fashion
Pada masa kini yang semakin meningkat yaitu perdagangan
dari sector industry dan jasa yang bermunculan di Indonesia.Tetapi
perkembangan industry fashion di dunia semakin meningkat.
Secara etimologi, fashion berasal dari Bahasa Latin “factio”, yang
berarti “melakukan”. Dalam perkembangannya, kata yang berasal
dari Bahasa Latin tersebut diserap kedalam Bahasa Inggris menjadi
“fashion” yang kemudian secara sederhana diartikan sebagai gaya
pakaian yang populer dalam suatu budaya. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, fashion memiliki pengertian ragam cara atau
bentuk (gaya busana, potongan rambut, corak, dan sebagainya)
terbaru dalam kurun waktu tertentu. Jadi, fashion dapat berganti
dan berubah dengan cepat seiring berjalannya waktu. Fashion ini
sudah termasuk kedalam kehidupan sehari-hari. Dalam berpakaian
setiap orang punya caranya masing-masing dalam mengikuti tren
fashion nya, jadi ini sudah termasuk lifestyle dalam setiap individu.
Produk fashion tidak hanya digunakan sebagai pelindung tubuh,
tetapi juga digunakan sebagai tanda status sosial. Hal ini
menyebabkan orang tidak ingin ketinggalan zaman dan ingin selalu
tampil trendi.
Fast fashion sendiri adalah proses industri fashion yang
menirukan trend atau gaya fashion dari desainer yang sudah
sangat terkenal difashion industry. Salah satu produk fashion yang
dirancang cepat untuk mengikuti perubahan tren di setiap
musimnya adalah produk fast-fashion. Produk fast-fashion
diproduksi oleh retailer dengan sistem produksi massal. Fast-
fashion awalnya adalah sebuah tren yang muncul selama tahun
1980 – 1990 di United Kingdom (Muthu, 2019). Sejarah fast-
fashion ini berawal dari zaman revolusi industry yang munculnya
teknologi mesin jahit untuk mempercepat produksi fast-fashion di
tahun 1980. Karena
fast-fashion ini berawal dari Luar Negeri sehingga industry fashion
(fast-fashion) banyak di impor ke Negara Berkembang, salah
satunya Indonesia. Salah satunya dengan adanya fast-fashion yang
berkembang pesat di Indonesia dan terutama di Kota Bandung.
Permintaan masyarakat akan fashion terus berubah dengan tren
yang sangat cepat. Salah satunya muncul Internet telah
memudahkan orang untuk melihat tren mode terbaru.
Para konsumen yang selalu mengikutin perubahan dalam
fashion dan mengikuti tren biasanya ingin terlihat dan dianggap di
depan orang lain. Salah satunya dengan mengikuti tren pakaian
yang sedang booming, mereka akan terlihat update terhadap
berkembang dalam bidang fashion. Fast-fashion sendiri ini
sebenarnya adalah istilah dalam industry fashion, fast-fashion
mempunyai berbagai desain pakaian yang dapat berganti dalam
kurun waktu yang sangat cepat dan bisa dalam setiap musim semi,
gugur, dingin dan musim panas. Menurut Barnes (dalam yang
dikembangkan oleh Very, 2018) menyatakan bahwa fast-fashion
memberikan trend mode terbaru dengan respon terbaik terhadap
permintaan konsumen melalui harga. Dalam industri fashion di
era global saat ini, trend fast-fashion menjadi sebuah pangsa
pasar yang menjanjikan. Tetapi produk dari fast-fashion sendiri ini
berkualitas yang kurang bagus dan tidak bertahan lama.

2.1.3.2 Perkembangan Fast-Fashion


Produk fast-fashion mendapat perhatian luas dari
masyarakat internasional, pada tahun 2014 rata-rata orang memiliki
60% lebih banyak produk pakaian dibandingkan konsumen biasa
pada tahun 2000 (Boggon, 2019). Menurut Barnes (dikembangkan
oleh Very, 2018), fast-fashion memberikan tren fashion terkini dan
menjawab kebutuhan konsumen melalui harga. Dalam industri
mode global saat ini, trend ini berganti sangat cepat telah menjadi
pangsa pasar
dengan potensi besar. Teknologi juga sangat berpengaruh dalam
fast-fashion ini dikarenakan dapat lebih cepat dan canggih dalam
memproduksi pakaian jadinya. Teknologi smartphone dalam social
media seperti Instagram, dan internet ini memudahkan para
konsumen untuk membeli barang fast-fashion. Retailer para
perusahaan besar ini mampu memproduksi produk pakaian jadi
dalam sekejap saja, sehingga merk-merk besar dari luar negeri ini
meningkat pesat di dunia dan salah satunya berkembang pesat di
Indonesia dan terutama di Kota Bandung. Zara dan H&M juga ikut
berkembang pesat dalam fast-fashion ini yang sangat mendominasi
dalam industry pakaian jadi.
Di Kota Bandung, pembelian produk-produk brand fast-
fashion ini sangat tinggi, perkembangan fast-fashion ini di Kota
Bandung didukung juga oleh gaya hidup masyarakat yang
mengikuti modernisasi dan perilaku yang konsumtif sehingga
mereka membeli produk-produk tersebut. Salah satunya fast-
fashion ini lebih mementingkan bagaimana caranya agar para
produk tersebut lebih cepat ke tangan konsumen dengan desain
yang terbaru. Dan kebanyakan dalam konsumen yang membeli
produk fast-fashion ini mementingkan keinginan dari pada
kebutuhannya. Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto
angka Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) ini meningkat pada
level 49,07% yang artinya para masyarakat di Indonesia ini mampu
dalam konteks untuk membeli kebutuhannya juga hak dan
kewajibannya sebagai konsumen. Di Indonesia juga memilki fast-
fashion strategy agar para masyarakat Indonesia tetap membeli
produk-produk dari fast-fashion tersebut. Jumlah yang sangat
banyak pada konsumen ini termasuk didalam Generasi Z karena
didukung dengan harga produk yang terjangkau hinga dari sector
industry fashion ini akan menjadi salah satu sector unggulan di
Kota Bandung.
2.1.4 Generasi Z
Generasi Z adalah generasi yang percaya dengan informasi mereka
peroleh dari dunia maya dan media massa, terlepas dari keaslian informasi
tersebut. Generasi Z merupakan generasi yang lebih mudah menerima,
menerima, dan toleran terhadap masuknya budaya asing (Putri, Amirudin,
& Purnomo, 2019). Generasi Z termasuk orang yang lahir pada tahun
1995- 2010. Mereka lahir di masa transisi perkembangan teknologi.
Adanya teknologi yang sepenuhnya mengedepankan aktivitas membuat
Generasi Z menyukai hal-hal yang instan dalam proses pekerjaan. Hal ini
akan mempengaruhi pikiran dan gaya dalam cara kerja mereka. Generasi Z
tumbuh dengan berbagai inovasi teknologi seperti smartphone dan media
sosial. Kehidupan Generasi Z menjadi sangat bergantung pada teknologi
ini. Mereka sering menilai popularitas media sosial dengan melakukan hal-
hal yang sedang popular saat ini. Sehingga pemikiran Generasi Z
seringkali lebih mau menerima perubahan dan inovasi untuk
mengembangkan hal-hal baru (Wijoyo, 2020:37).
Menurut (Wijoyo, 2020:1) mengatakan bahwa generasi Z
mempunyai karakteristik yang beda dengan generasi sebelumnya,
diantaranya:
1. Fasih Teknologi, yang berarti mereka paham dengan teknologi terkini
dan disebut dengan generasi digital.
2. Sosial, generasi Z ini selalu berinteraksi dengan siapapun melalui
sosial media, melalui twitter dan instagram salah satunya.
3. Ekspresif, yang berarti generasi Z ini bisa dengan mudah memahami
perbedaan culture satu sama lain dan peduli dengan lingkungan.
4. Multitasking, generasi Z bisa melakukan berbagai aktivitas dalam
waktu yang bersamaan. Contohnya mereka bisa masak dengan
menonton dalam waktu yang bersamaan.
5. Generasi Z juga dalam melakukan pekerjaan/pemikiran dengan mudah
mereka cepat berpindah ke pekrjaan/pemikiran lainnya (fast switcher).
2.1.5 Perilaku Konsumtif
Menurut Gumulya & Widiastuti (2013), perilaku dalam membeli
barang atas pertimbangan emosional atau biasa diketahui dengan perilaku
konsumtif ini akan lebih didominasi oleh keinginan selain kebutuhan dan
hanya akan dipakai untuk memuaskan keinginan. Sedangkan menurut
Lubis (Sumartono, 2002), perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak
lagi didasarkan pada pertimbangan rasional, akan tetapi karena keinginan
tidak lagi mencapai tingkat irasional. Jika seseorang membeli di luar
kebutuhan rasional, perilaku konsumen akan bergantung pada seseorang,
dan pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah
didasarkan pada faktor keinginan. Maka dapat di simpulkan bahwa
perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi didasarkan
pertimbangan rasional, dan hanya memikirkan untuk memuaskan
keinginannya. Lalu ada indikator perilaku konsumtif menurut Lina &
Rosyid (1997), diantaranya ada impulsive buying (pembelian secara
impulsive), non rational buying (pembelian tidak rasional), dan wasteful
buying (pemborosan).

2.1.6 Kepuasan Konsumen

Kotler dan Keller (2014:150) mengatakan kepuasan konsumen


adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang terhadap yang ia pakai
dan gunakan, ini terjadi setelah konsumen membandingkan kinerja suatu
produk yang dipikirkan kinerja yang diharapkan (hasil). Jika kinerja di
bawah harapan, konsumen merasa tidak puas. Jika kinerja melebihi
harapan, konsumen akan puas. Jika kinerja melebihi harapan, konsumen
akan sangat puas terhadap hasil dari produk tersebut. Menurut Zeithaml,
Parasuraman dan Berry yang dikutip dalam (Lovelock at el. 2004),
dimensi kepuasan konsumen dapat dibagi menjadi beberapa jenis
diantaranya:
1. Harapan (expectations). Kemampuan perusahaan dengan penyesuaian
untuk konsumen untuk suatu produk atau layanan yang diinginkan
konsumen.
2. Presentasi produk atau layanan (perceived delivery product or service).
Kapasitas layanan kepada konsumen pada saat penjualan produk atau
layanan.
3. Konfirmasi atau diskon (confirmation or disconfirmation).
Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen
dengan tujuan konsumen tidak kecewa dan merasa puas dengan
produk atau layanan yang sesuai dengan janji temu perusahaan atau
sebaliknya.
4. Perilaku mengeluh (complaining behavior). Kemampuan perusahaan
untuk menjelaskan umpan balik dari negatif kepada konsumen menjadi
positif.
2.1.6.1 Indikator Kepuasan Konsumen
Salah satu indikator untuk mengukur kepuasan konsumen
menurut teori Kotler (1996) dalam Suwardi (2011), diantaranya
yaitu:
1. Membeli kembali (Re-purchase), dimana para
konsumen akan melakukan pembelian ulang
kepada perusahaan.
2. Menciptakan Word Of Mouth, pada hal ini
konsumen akan mengatakan dari mulut ke mulut
bahwa produk tersebut bagus kepada orang lain.
3. Menciptakan keputusan pembelian di
perusahaan yang sama, maka konsumen akan
tetap membeli produk lainnya di perusahaan
yang sama.

2.1.7 Kualitas Pelayanan


2.1.7.1 Definisi Kualitas Pelayanan
Menurut Kasmir (2017:47), pelayanan adalah tindakan
yang dilakukan oleh individu atau organisasi untuk mendapatka
kepuasan
konsumen, lalu rekan kerja, dan pimpinan. Oleh karena itu, definisi
kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen serta menyeimbangkan
ketepatan penyampaian yang diharapkan konsumen (Tjiptono,
2007). Kualitas pelayanan dapat ditentukan dengan
membandingkan persepsi konsumen terhadap pelayanan yang
sebenarnya mereka terima dengan persepsi mereka terhadap
indikator pelayanan perusahaan. Jika pelayanan yang diterima atau
dirasakan memenuhi harapan, maka kualitas pelayanan dianggap
baik dan memuaskan, jika pelayanan yang diterima melebihi
harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dianggap sangat baik
dan bermutu tinggi. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih
rendah dari yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dianggap
buruk.

2.1.7.2 Indikator Kualitas Pelayanan

Menurut Kotler dan Keller (2009) salah satu indikator untuk


mengukur kualitas pelayanan diantaranya:

1. Tangibles ini termasuk fasilitas fisik, peralatan, karyawan dan


sarana komunikasi.
2. Reliability adalah kemampuan untuk menyediakan layanan
yang dijanjikan dengan cepat, sesuai dan memuaskan.
3. Responsiveness, kecepatan tanggapan dalam para staff
karyawan dalam membantu konsumen.
4. Assurance ini termasuk dari pengetahuan, kesopanan dan
kepercayaan yang dipegang oleh staff agar tidak terjadinya
bahaya dan keraguan.
5. Emphaty mencakup kenyamanan dalam hubungan, adanya
komunikasi, dan lebih memahami kebutuhan konsumen.

2.1.8 Kualitas Produk


2.1.8.1 Definisi Kualitas Produk
Menurut Kotler dan Amstrong (2012:248) produk adalah
segala sesuatu yang dapat diberikan kepada pasar untuk menarik
perhatian, pembelian, penggunaan, atau konsumsi untuk memenuhi
permintaan. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:283), kualitas
produk adalah kemampuan suatu produk untuk menjalankan
fungsinya, termasuk daya tahan, keandalan, akurasi, kenyamanan,
pengoperasian dan pemeliharaan, dan lainnya. Maka dapat
disimpulkan bahwa kualitas produk merupakan kemampuan dalam
memberi kepuasan keinginan atau permintaan konsumen melalui
berbagai indikator dan karakteristik produk.

2.1.8.2 Indikator Kualitas Produk


Indikator kualitas produk adalah menurut Menurut Kotler
dan Armstrong (2013:272):
1. Performance (Kinerja) terkait dengan karakteristik operasi
dasar produk.
2. Durability mengacu pada durasi atau masa pakai produk yang
bersangkutan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin
sering konsumen menggunakan produk, maka semakin tinggi
daya tahan produk tersebut.
3. Conformance to Specifications, yaitu sejauh mana karakteristik
pengoperasian dasar produk memenuhi sesuai standar produk
atau tidak adanya cacat dalam suatu produk.
4. Features adalah fitur produk yang dirancang untuk
meningkatkan fungsi produk atau meningkatkan minat
konsumen terhadap produk.
5. Reability ini mengacu pada probabilitas bahwa suatu produk
dapat memuaskan atau tidak berfungsi dalam jangka waktu
tertentu. Semakin kecil kemungkinan kerusakan, semakin dapat
diandalkan produk tersebut.
6. Aesthetics (estetika), mengacu pada cara melihat penampilan
produk dari penampilan dan bentuknya.
7. Perceived quality (kesan kualitas) biasanya dianggap sebagai
hasil dari pengukuran tidak langsung, karena konsumen
mungkin tidak mengetahui atau kekurangan informasi tentang
produk. Oleh karena itu, persepsi konsumen terhadap produk
diperoleh dari harga, merek, iklan, ketenaran produk tersebut
dan dari mana produk ini dibuat.

2.1.9 Harga
2.1.9.1 Definisi Harga
Menurut Kotler & Armstrong (2008:345), harga adalah
jumlah yang dibebankan pada suatu produk atau jasa, atau
keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau
jasa dan nilai yang diperdagangkan oleh pelanggan. Sedangkan
menurut Andi (2015: 128), harga merupakan faktor utama yang
dapat mempengaruhi keputusan pembelian seorang pembeli, dan
harga berperan penting dalam pengambilan keputusan pembelian
konsumen yang dinilai sangat menguntungkan. Dapat disimpulkan
bahwa harga merupakan faktor yang paling pertama dapat
memperngaruhi keputusan dalam seorang membeli produk atau
jasa.

2.1.9.2 Indikator Harga


Untuk memenuhi kepuasan konsumen ini salah satu
indikator harga menurut Kotler dan Amstrong (2012:314) di
antara lain:
1. Keterjangkauan harga ini yang dimaksud konsumen bisa
memilih dan menjangkau harga yang terjangkau dan ditetapkan
oleh perusahaan dalam suatu produk. Dengan ini konsumen
banyak memilih harga yang terjangkau yang telah ditetapkan
dan membeli produk tersebut.
2. Harga sesuai kemampuan atau daya saing harga. Kemampuan
konsumen inilah yang akan membandingkan harga suatu
produk dengan produk lain. Dalam hal ini, harga yang
terjangkau dan mahal dari produk tersebut sangat
dipertimbangkan oleh konsumen ketika mereka membeli
produk.
3. Kesesuaian harga dengan kualitas produk, harga akan dijadikan
sebagai patokan bagaimana kualitas produk tersebut. Ketika
mereka membeli dua produk, maka konsumen akan
beranggapan ketika harga tinggi pasti kualitas produk akan
lebih baik.
4. Kesesuaian harga dengan manfaat, konsumen dapat membeli
suatu produk akan berdasarkan pemikirannya, jika produk yang
akan ia beli ada manfaatnya maka konsumen akan membelinya.
Ketika konsumen juga memikirkan sebaliknya maka konsumen
akan memikirkannya kembali, untuk membeli produk tersebut.

2.1.10 Hubungan Harga terhadap Kepuasan Pelanggan


Kotler (Paris dkk, 2020) mendefinisikan harga produk yang
memiliki indicator yang dapat berperan untuk mempengaruhi daya beli
pelanggan, yang meliputi kualitas barang atau jasa, keterjangkauan harga
serta kesesuaian tingkat harga. Harga barang atau jasa yang relative lebih
terjangkau akan memberikan dorongan tingkat permintaan barang atau jasa
yang ditawarkan, begitupun sebaliknya harga barang atau jasa yang lebih
mahal akan menurunkan tingkat permintaan barang atau jasa. Walaupun
harga barang atau jasa masih terlampau mahal namun didukung dengan
kualitas yang diberikan barang atau jasa, makan akan memberikan tingkat
kepuasan pada pelanggan itu sendiri. Kepuasan pelanggan yang timbul dari
dalam diri konsumen ialah berupa perasaan kecewa atau senang akibat apa
yang diinginkan sesuai dengan apa yang diberikan.
2.1.11 Hubungan Kualitas Produk terhadap Kepuasan Pelanggan
Kotler dan Amstrong (Gunawan dan Azhar, 2020) menjelaskan
bahwa produk didefinisikan sebagai barang atau jasa yang ditawarkan pada
pasar agar dapat mendapatkan perhatian, pembelian, penggunaan yang
mampu memenugi setiap kebutuhan dan keinginan pelanggan. Produk yang
memiliki kualitas yang baik akan dapat memberikan kepuasan pada
pelanggan, sebaliknya apabila produk yang ditawarkan memiliki kualitas
yang buruk akan menimbulkan rasa kecewa yang mengakibatkan timbulnya
rasa ketidak puasan dalam diri pelanggan. Sehingga semakin tinggi tingkat
kualitas produk yang ditawarkan akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

2.1.12 Hubungan Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan


Adhikarini (Marnovita, 2020) menjelaskan bahwa kualitas
pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pelanggan akan berdampak pada kerugian atau
keuntungan yang akan dialami perusahaan. Kesesuaian kualitas pelayanan
yang dengan harapan dan keinginan pelanggan akan menimbulkan kepuasan
pelanggan yang maksimal.
2.2 Penelitian Terlebih Dahulu

Jurnal
Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
Pengaruh harga, citra X1 = Harga Metode yang digunakan Variabel X1, X3 dan Y Perbedaannya terletak di Hasil peneliatian
merek dan kualitas X2 = Citra merek yaitu metode kuantitatif sama dengan penelitian penggunaan variabel X2 menunjukan bahwa
pelayanan terhadap X3 = Kualitas pelayanan dengan analisis data ini yaitu variabel X yaitu citra merek dan variabel harga
kepuasan pelanggan Y = Kepuasan regresi linier berganda. tetang harga dan juga teori yang berpengaruh signifikasn
dari “Brand Zoya” pelanggan Sedangkan untuk menguji kualitas layanan dan digunakan. terhadap kepuasan
datanya menggunakan uji variabel Y tentang pelanggan; variabel citra
Putri Fendi Ayu normalitas, uji kepuasa merek berpengaruh
Sundari & Khuzaini multikolinearitas, uji pelanggan. Metode yang signifikasn terhadap
(2021) autokorelasi dan uji digunakan juga sama kepuasan pelanggan;
heterokedastisitas. Data yaitu metode kuantitatif variabel kualitas
diperoleh melalui sebaran pelayanan berpengaruh
kuesioner ke 100 signifikasn terhadap
pelanggan brand zoya kepuasan pelanggan.
sebagai sampel yang
populasinya tidak
diketahui oleh peneliti.
Pengaruh Fast X1 = Fast Fashion Metode penelitian yang Sama-sama membahas Perbedaannya terletak di Hasil penelitian
Fashion Terhadap Y1 = Budaya digunakan yaitu metode dampak fast fashion dan metode yang digunakan, menunjukan bahwa
Budaya Konsumerisme kualitatif analitif dengan pengaruhnya terhadap penelitian Ajriah masyarakat Indonesia
Konsumerisme Dan Y2 = Kerusakan menggunakan teknik budaya konsumerisme di menggunakan metode sangat konsumtif
Kerusakan Lingkungan kepustakaan. Teknik Inonesia kualitatif sedangkan terhadap produk dari
Lingkungan Di pengumpulan datanya penelitian ini perusahan fast fashion
Indonesia dikumpulkan melalui menggunakan metode dilihat dari banyaknya
studi lapangan, studi kuantitatif. Variabel brand
Ajriah Muazimah & pustaka, dokumen dan yang diteliti juga multinasional yang
Faisyal Rani wawancara secara primer berbeda. melakukan proses
(2020) maupun sekunder. produksinya di Indonesia
Teori dan dan juga globalisasi yang
perspektif yang digunakan memiliki peran penting
adalah konstruktivisme dalam pembentukan
dengan tingkat analisa sistem kerja industri fast
sistem internasional. fashion tersebut. Dalam
hal kerusakan lingkungan,
dilihat adanya degradasi
lingkungan. Kerusakan
alam juga dilihat dari
adanya pencemaran
lingkungan, eksploitasi
sumber daya alam,
pembuangan limbah
industri.
Fast Fashion Sebagai X = Fast Fashion Metode yang digunakan Sama-sama membahas Perbedaannya terletak di Hasil penelitian
Lifestyle Generasi Z Y = Lifestyle Generasi Z yaitu metode kuantitatif tentang fast fashion dan penggunaan variabel Y menunjukan bahwa fast
Di Denpasar deskriptif. Data diperoleh generasi Z. Metode yaitu Lifestyle Generasi fashion sangat diminati
melalui sebaran kuesioner yang digunakan juga Z dan juga teori yang oleh generasi Z di
ke 50 responden sebagai sama yaitu metode digunakan. Denpasar yang dapat
Ni Kadek sampel dengan rentang kuantitatif. dilihat dari frekuensi
Yuni Diantari usia 16-22thn di pembelian produk fast
(2021) Denpasar. fashion yang cukup
sering disetiap musimnya
dan hal tersebut
mempengaruhi jumlah
kepemilikan produk fast
fashion yang rata-rata
lebih dari 10 item.
Pengaruh Kualitas X1 = Kualitas produk Metode yang digunakan Variabel X1, X2 dan Y Perbedaannya terletak di Hasil penelitian
Produk Dan Kualitas X2 = Kualitas pelayanan yaitu metode kuantitatif sama dengan penelitian penggunaan variabel X, menunjukan bahwa
Pelayanan Terhadap Y = Kepuasan dengan analisis data ini yaitu variabel X dimana penelitian ini berdasarkan koefisien
Kepuasan Pelanggan pelanggan regresi linier berganda. tetang kualitas produk menggunakan variabel determinasi kualitas
Sedangkan untuk menguji dan kualitas layanan dan lain yaitu variabel produk dan kualitas
datanya menggunakan uji variabel Y tentang harga. pelanggan mempengaruhi
hipotesis, uji-t, uji-F, tingkat kepuasan kepuasan pelanggan
koefisien determinasi. pelanggan. Metode yang sebesar 52,8% sedangkan
Data diperoleh melalui digunakan juga sama sisanya sebesar 47,2%
sebaran kuesioner ke 50 yaitu metode kuantitatif dipengaruhi oleh faktor
responden dengan kriteria lain.
yang bertempat tinggal di
daerah sekitar kantor
MNC Vision.. Teknik
sampling yang digunakan
yaitu purposive sampling.
Generation Z Buying X = perilaku belanja Metode penelitian yang Persamaannya terletak Perbedaannya terletak di Hasil penelitian
Behaviour In Generasi Z digunakan yaitu metode di pembahasan perilaku penggunaan variabel menunjukan bahwa para
Indonesia: Y = Kesempatan bisnis kualitatif dengan belanja generasi Z, sama yang digunakan yaitu pelanggan yang berasal
Opportunities For retail menggunakan teknik dengan penelitian ini variabel perilaku belanja dari generasi Z di
Retail Businesses wawancara mendalam yang akan membahas generasi Z (X) dan Indonesia memiliki
kepada 23 responden. mengenai perilaku variabel kesempatan kecenderungan kuat
Eliot Simangunsong belanja generasi Z yang bisnis (Y) dan metode untuk berbelanja
(2018) nantinya berujung penelitian yang pakaian,
kepada tingkat kepuasan digunakan. makanan dan minuman
generasi Z selain itu keuntungan
demografi yang dimiliki
Indonesia sejak tahun
2012 juag menyoroti
pentingnya generasi ini di
dalam lingkungan bisnis
di Indonesia.

Skripsi
Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
Hubungan Antara X1 = Ethnosentrisme Metode yang digunakan Sama-sama membahas Perbedaannya terletak pada Hasil peneliatian
Ethnosentrisme Konsumen yaitu metode kuantitatif mengenai produk Fashion metode yang digunakan, berdasarkan uji korelasi
Konsumen Dan X2 = Kecenderungan dengan teknik korelasi dan kecenderungan walaupun sama-sama mendapatkan hasil korelasi
Kecenderungan Pembelian Impulsif Spearman’s Rho. pembelian impulsif. metode kuantitatif tetapi antara ethnosentrisme
Pembelian Impulsif Y = Produk Fashion Sedangkan untuk menguji cara uji data dan dengan kecenderungan
Terhadap Produk Impor datanya menggunakan uji analisisnya berbeda. Teori pembelian impulsif sebesar
Fashion Impor Pada normalitas, uji linearitas, yang digunakanpun juga -0,576 dengan p=0,000
Remaja uji hipotesis. Data berbeda. (p<0,05) yang artinya
diperoleh melalui sebaran terdapat hubungan negatif
Katharina Ariesza Y kuesioner ke 212 dan signifikan antara
(2016) responden dengan kriteria ethnosentrisme dengan
remaja berusia 12-22thn. kecenderungan pembelian
impulsif.
Pengaruh Teknologi X= Teknologi Digital Metode yang digunakan Persamaannya terletak Perbedaannya terletak pada Hasil penelitian
Digital Terhadap Y = Perilaku Belanja yaitu metode kuantitatif pada pembahasan, yaitu variabel yang digunakan, berdasarkan analisis faktor
Perilaku Belanja Gen Z Generasi Z dengan metode estimasi. sama-sama membahas dimana penelitian tersebut konfirmatori menunjukan
Analisis yang dilakukan mengenai perliaku belanja menggunakan variabel bahwa variabel
Cici Efrisdayani yaitu analisis deskriptif, generasi Z. teknologi digital (X) dan kebudayaan, sosial, pribadi
Nasution analisis faktor variabel perilaku belanja dan psikologis
(2019) konfirmatori, dan analisis generasi Z (Y), metode dan terkonfirmasi sebagai
uji beda. Sedangkan untuk cara pengujian data serta variabel yang membentuk
menguji datanya analisisnya pun berbeda. perilaku belanja.
menggunakan uji Sampel yang digunakan Selanjtnya hasil uji beda
normalitas, uji chi-square. juga berbeda. menunjukan bahwa
Data diperoleh melalui perilaku belanja gen Z
sebaran kuesioner ke 100 berbeda dengan perilaku
orang dari Gen Z dan 100 berbelanja Gen Y.
orang dari Gen Y dengan
pengambilan sample secara
acak dan berdomisili di
Kota Medan.
2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Harga menurut Kotler dan


Amstrong (2012:314):

1. Keterjangkau
an harga
2. Daya saing harga
3. Kesesuaian harga
dengan kualitas
pelayanan
4. Harga
sesuai

Kualitas Produk Menurut Kotler dan Armstrong (2013:272):


Performance
Durability Kepuasan Konsumen
Conformance to Spesifications Menurut teori Kotler
Features (1996) dalam Suwardi
H2 (2011):
Reability
Aesthetics 1. Re-purchase
Perceived quality 2. Word-of-Mouth
3. Menciptakan
keputusan
pembelian pada
perusahaan yang
sama

Kualitas Pelayanan Menurut Kotler dan Keller (2009)

Tangibles
Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka penelitian diatas maka peneliti memutuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Variabel harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
pelanggan.
2. Variabel kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pelanggan.
3. Variabel kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan terhdap
kepuasan pelanggan.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian dengan


pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif menurut Sugiyono
(2017:8) ini merupakan metode penelitian berdasarkan filosofi positivisme,
digunakan untuk memeriksa populasi atau sampel tertentu, menggunakan alat
penelitian untuk mengumpulkan data, analisis data kuantitatif atau statistik,
tujuannya adalah untuk menguji hipotesis yang ditetapkan. Maka dapat
disimpulkan bahwa metode penelitian kuantitatif ini jenis penelitian yang
sistematis dan juga terstruktur rapih.

3.2 Batasan Konsep dan Definisi Operasional Variabel


3.2.1 Definisi Operasional Variabel
Operasional variabel Menurut Sugiyono (2015:38) adalah peneliti
menggunakan segala bentuk apa saja untuk melakukan penelitian guna
memperoleh informasi tersebut, dan kemudian menarik kesimpulan.
Dari definisi diatas maka operasional variabel ini akan menentukan
jenis, indikator, dan skala dari variabel yang terkait dalam penelitian
ini, maka dibawah ini variabel yang terkait sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Keterangan Penjelasan
Variabel Bebas 1. Harga (X1), Menurut Kotler & Armstrong
(Independent) (2008:345), harga adalah jumlah yang
dibebankan pada suatu produk atau jasa,
atau keuntungan dari memiliki atau
menggunakan suatu produk atau jasa dan
nilai yang diperdagangkan oleh
pelanggan. Adapun indicator yang
digunakan (Kotler dan Amstrong,
2012:314) di antara lain:
1) Keterjangkauan harga.
2) Harga sesuai kemampuan atau daya
saing harga.
3) Kesesuaian harga dengan kualitas
produk.
4) Kesesuaian harga dengan manfaat
2. Kualitas Produk (X2), Menurut Kotler
dan Armstrong (2012:283), kualitas
produk adalah kemampuan suatu produk
untuk menjalankan fungsinya, termasuk
daya tahan, keandalan, akurasi,
kenyamanan, pengoperasian dan
pemeliharaan, dan lainnya. Adapun
indicator yang digunakan (Kotler dan
Armstrong, 2013:272) diantara lain:
1) Performance (Kinerja)
2) Durability
3) Conformance to Specifications,
4) Features
5) Reability.
6) Aesthetics
7) Perceived quality (kesan kualitas)
3. Kualitas Pelayanan (X3), kualitas
pelayanan dapat diartikan sebagai upaya
memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen serta menyeimbangkan
ketepatan penyampaian yang diharapkan
konsumen (Tjiptono, 2007). Adapun
indicator yang digunakan Kotler dan
Keller (2009) diantara lain:
1) Tangibles
2) Reliability
3) Responsiveness.
4) Assurance.
5) Emphaty.
Variabel Terikat 1. Kepuasan Pelanggan (Y), Kotler dan
(Dependen Keller (2014:150) mengatakan kepuasan
konsumen adalah perasaan senang atau
kecewa dari seseorang terhadap yang ia
pakai dan gunakan, ini terjadi setelah
konsumen membandingkan kinerja suatu
produk yang dipikirkan kinerja yang
diharapkan (hasil). Jika kinerja di bawah
harapan, konsumen merasa tidak puas.
Jika kinerja melebihi harapan, konsumen
akan puas. Jika kinerja melebihi harapan,
konsumen akan sangat puas terhadap
hasil dari produk tersebut. Adapun
indicator yang digunakan Kotler (1996)
dalam Suwardi (2011), diantaranya yaitu:
1) Membeli kembali (Re-purchase),
2) Menciptakan Word Of Mouth.
3) Menciptakan keputusan pembelian

3.3 Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Menurut Ovan dan Saputra (2020) instrument penelitian ialah suatu
pedoman yang tertulis mengenai wawancara, pengamatan, dan pertanyaan
atau pernyataan yang telah dipersiapkan agar dapat memperoleh informasi.
Pengujian instrument pada penelitian ini menggunakan aplikasi seperti SPSS,
AMOS, Lisrell dan lain sebagainya. Menurut wahyudi (Ovan dan Saputra,
2020) validitas berasal dari validity yang artinya sejauh mana ketepatan dan
kecermatan alat ukur dalam menjalankan fungsinya. Validitas instrument
untuk mempermasalahkan sejauh mana pengukuran yang tepat dalm
mengukur variable pada suatu penelitian, instrument dapat dikatakan valid
apabila mampu mengungkap data dari variable secara tepat tanpa menyimpang
dari kondisi yang sebenarnya. Menurut Hidayat (2021) dalam uji validitas,
indicator pada setiap variable dapat dikatakan valid apabila r hitung > r table
(uji dua sisi dengan signifikansi 0,05). Menurut arikunto wahyudi (Ovan dan
Saputra, 2020) reliabilitas dapat diartikan sebagai suatu istila yang dgunakan
untuk menunjukkan sejauh mana hasil dari pengukuran relative bersifat
konsisten jika pengukuran diulang dua kali atau lebih. Instrument dapat
dikatan relibel jika dapat menjelaskan data yang bias dipercaya. Uji
Reliabilitas (Darma, 2021) dapat dilakukan dengan membandingkan nilai
Cronbach’s alpha dengan taraf signifikansi yang digunakan yaitu 0,6.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengambilan data
(Rukajat, 2018) sebagai berikut:
1. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara secara langsung pada beberapa responden
yang menurut pengamatan dapat mewakili populasi yang ada.
2. Kuisioner
Dengan menggunakan kuisioner peneliti dapat memperoleh data primer
yaitu data yang didapatkan langsung dari obyek penelitian yang meliputi
sampel penelitian (data hasil sebaran kuisioner). pertanyaan atau
pernyataan yang disusun dalam kuisioner diberikan bobot sesuai dengan
tingkat kepentingan model skala likert. Menurut Hidayat (2021) skala
likert ialah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang mengenai gejala atau permasalahan yang sedang
dialami, adapun
pembobotan dalam setiap pertanyaan atau pernyataan dengan
menggunakan skala likert, diantaranya:

Keterangan Simbol Bobot


Sangat Setuju SS 4
Setuju S 3
Tidak Setuju TS 2
Sangat Tidak Setuju STS 1

3.5 Populasi,Sampel dan Teknik Pengambilan


Menurut Sugiyono (Rukajat, 2018) populasi ialah generalisasi atas obyek
atau subyek yang memiliki kualitas serta karakteristik tertentu yang ditetapkan
pada penelitian agar dapat dipelajari serta kemudian ditarik kesimpulan. Pada
penelitian ini konsumen Zara dan H&M didaerah Bandung, Jawa Barat.
Sampel (Pelupessy, 2018) sampel ialah bagian dari populasi. Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel dimana tidak semua anggota populasi pada posisi
yang sama mendapat kesempatan untuk dipilih sebagai sampel. Metode
pengambilan sampel menggunakan accidental sampling, yang merupakan
bentuk pengambilan berdasarkan peluang, yaitu siapa pun yang kebetulan
bertemu peneliti dan memenuhi juga sesuai sebagai sumber data akan
dijadikan sampel dalam penelitian ini (Sugiyono, 2004). Menurut Rao Purba
(Pelupessy, 2018) dalam menentukan besarnya sampel yang jumlah
populasinya tidak diketahui secara pasti jumlahnya, maka dapat menggunakan
rumus berikut ini:
2
N= 𝑍

4(𝑀𝑜𝑒)2

Keterangan:
N =besarnya sampel
Z = Tingkat keyakinan yang dibutuhkan pada penelitian
Moe = Margin of eror, atau kesalahan maksimum yang dapat ditolelir
Sehingga dapat diketahui tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen
atau Z = 1,96 dan Moe = 10 persen (0,1) maka diperoleh perhitungan sebagai
berikut:
2
N= (1,96) = 96,04
4(0,1)2

Sehingga dari perhitungan diatas, jumlah sampel minimum yang diteliti


sebesar 96,04 responden. Sehingga peneliti menentukan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebesar 100 responden.
Menurut Rukajat (2018) teknik pengambilan data ialah proses penelitian yang
dimana data yang terkumpul ialah untuk menguji hipotesis pada penelitian.
Terdapat dua jenis sumber data, diantaranya:
1. Data Primer, ialah data yang langsung diperoleh langsung dari obyek
penelitian serta kemudian dioleh oleh penulis untuk penelitian. Penelitian
yang dilakukan ialah agar dapat menguji hipotesis terhadap data primer
dari penelitian yang berupa jawaban dari pertanyaan atau pernyataan yang
melalui sebaran kuisioner.
2. Data sekunder, ialah data yang dikumpulkan dari catatan atau pihak ketiga
agar dapat memperoleh data untuk melengkapi dan mendukung data
primer yang dibutuhkan dalam penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data bertujuan untuk menginterprestasikan serta menarik
kesimpulan dari jumlah data yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan
metode analisis kuantitatif, dengan menggunakan program SPSS (statistical
product and service solution).
3.6.1 Analisis Regresi Linier Berganda
Menurut Kurniawan dan Yuniarti (2016) regresi linier berganda
ialah untuk mengukur variabel bebas terhadap variabel terikat.
Adapun persamaan model analisis regresi linier berganda, sebagai
berikut:
Y = β0 + β1X1i + β1X2i + β1X3i + e
Keterangan :
Y= Kepuasan Pelanggan
β0 = Intercept dari model
X1= Harga
X2= Kualitas Produk
X3= Kualitas Pelayanan
e = eror term
3.6.2 Uji Hipotesis
3.6.2.1 Uji Simultan (Uji F)
Menurut Malhotra Uji F digunakan dalam pengujian
hipotesis dengan menggukur seluruh variabel bebas secara
bersama-sama dengan varabel terikat. Uji F juga berfungsi untuk
menguji hipotesis nol koefisien detrminasi majemuk pada populasi,
R2, sama dengan nol. Statistic uji tersebut memiliki derajat
kebebasan k dan (n-k-1) (Sutrisni, 2010).

3.6.2.2 Uji Parsial (Uji T)


Menurut Ghozali (Sutrisni, 2010) uji t menunjukkan
pengaruh satu variabel bebas secara sendiri-sendiri dalam
menjelaskan variasi variabel terikat. Langkah-langkah uji
hipotesis untuk koefisien regresi ialah sebagai berikut:
1.
Perumusan H0 dan Hipotesis alternative Ha
H0 : β0 = 0
Maka dapat dinyatakan tidak adanya pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas Harga (X1), Kualitas
Produk (X2) dan Kualitas Pelayanan (X3) terhadap
Kepuasan Pelanggan (Y). H0 : β0 ≠ 0
Maka dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan
antara variabel bebas Harga (X1), Kualitas Produk (X2) dan
Kualitas Pelayanan (X3) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y).
2.
Penentuan t tabel berdasarkan taraf signifikansi dan taraf
derajat kebebasan.
a. Taraf signifikanso = 5% atau 0,05
b. Derajat Kebebasan = n-1-k

3.6.2.3 Koefisien Determinasi (R2)


Menurut ghozali (Sutrisni, 2010) koefisien determinasi
ialah untuk mengukur kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel bebasnya. Nilai koefisien determinasi yaitu antara
0-1. Nilai R2 yang kecil menandakan bahwa kemampuan variabel
bebsa dalam menjelaskan variasi variabel terikat sangat terbatas.
Sedangkan nilai R2 yang mendekati 1 menandakan bahwa variabel
bebas dapat memberikan hamper seluruh informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikatnya.

Anda mungkin juga menyukai