Anda di halaman 1dari 15

Cinta Sepasang Insan Mulia (Ali dan Fatimah)

Elazizy 07/05/14 | 14:04 Kisah Ada 10 komentar 62.874 Hits


Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau
pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ilustrasi. (inet)
dakwatuna.com – Ali adalah anak dari paman Nabi Muhammad Rasulullah Saw, yaitu Abi Thalib. Sebut
saja, Ali adalah sepupu Rasul. Abi Thalib sangat sayang kepada Rasul. Sepeninggal orang tua Rasul, Abi
Thaliblah yang merawat Rasul bahkan selalu membela Rasul dalam memperjuangkan dakwah Islam
walaupun pada ajalnya Abi Thalib wafat bukan sebagai muslim. Rasul sangat sedih mengenai hal itu.
Ali sejak kecil tinggal bersama Rasul, kalau tidak salah semenjak umur Ali tujuh tahun. Ali merupakan
satu dari orang-orang yang pertama masuk Islam dan ia adalah yang paling muda di antara yang lain. Ia
termasuk tokoh Islam atau sahabat Rasul yang sangat berpengaruh dan berjasa. Ali adalah pemuda
yang gagah, tampan, kuat dan cerdas. Bahkan Rasul pernah berkata jikalau Rasul adalah sebuah
gudang ilmu maka Alilah gerbang untuk memasuki gudang tersebut.

Setelah sepeninggal Rasul, Islam dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin, Ali menjadi Khulafaur


Rasyidin setelah Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan.
Sedangkan Fatimah az-Zahra adalah putri kesayangan Rasul dari pernikahan beliau dengan Siti Khadijah
binti Khuwailid. Khadijah adalah istri pertama Rasul. Seorang saudagar kaya yang cantik dan berakhlak
mulia. Menurut berbagai riwayat, Khadijah adalah orang yang paling pertama masuk Islam. Khadijah
sangat setia dan rela berkorban apapun demi Rasul dan Islam. Rasul pun sangat sayang kepada
Khadijah. Selama Rasul menjadi suami Khadijah, Rasul tidak memadu Khadijah dengan perempuan lain.
Ketika Khadijah meninggal, Rasul sangat sedih, begitu pula dengan Fatimah.

Fatimah adalah perempuan yang tegar, cantik, baik dan lembut. Sebagai anak yang berbakti pada
ayahnya, Fatimahlah yang mengurus Rasul sejak Khadijah meninggal sampai Rasul menikah lagi.
Sampai suatu ketika, saat Rasul menjelang wafat, Fatimahlah orang yang sangat sedih jika Rasul
meninggalkannya tapi Fatimah juga adalah yang paling bahagia karena kata Rasul setelah sepeninggal
Rasul, Fatimahlah yang pertama kali akan menyusul Rasul ke surga.

Sejak Ali ikut tinggal bersama Rasul dan keluarganya, otomatis Ali tinggal bersama Fatimah. Mereka
berdua tinggal dan melewati hari-hari bersama sejak kecil. Hingga menjelang remaja, tumbuhlah rasa
cinta Ali kepada Fatimah. Hatinya dipenuhi keinginan untuk selalu berada di samping Fatimah. Tapi Ali
tidak bodoh. Ia adalah pemuda yang beriman. Ali berusaha untuk selalu menjaga hatinya. Ia pendam
rasa cinta itu bertahun-tahun. Ia simpan rasa itu jauh di dalam lubuk hatinya bahkan si Fatimah pun tidak
pernah tahu bahwa Ali menyimpan lama rasa cinta yang luar biasa untuknya.

Hingga ketika Ali telah dewasa dan telah siap untuk menikah, maka Ali pun berniat menghadap Rasul
dengan tujuan ingin melamar putri Rasul yang tak lain adalah Fatimah, seorang perempuan yang sudah
lama Ali kagumi. Tapi sayang, niat Ali telah didahului oleh Abu Bakar yang sudah duluan melamar
Fatimah. Ali pun harus ikhlas bahwa cintanya selama ini berakhir pupus. Apalagi Abu Bakar adalah
sahabat setia Rasul yang sangat shalih dan begitu sayang kepada Rasul, dan rasul pun menyayanginya.
Sedangkan Ali merasa dirinya hanyalah seorang  pemuda yang miskin. Sungguh jauh bila dibandingkan
dengan seorang mulia seperti Abu Bakar, pikirnya.

Rencana Allah memang sulit ditebak oleh manusia, ternyata Rasul hanya diam ketika Abu Bakar
melamar putri beliau. Maksudnya, Rasul menolak secara halus lamaran Abu Bakar. Ali pun senang.
Karena masih merasa memiliki kesempatan melamar Fatimah. Maka Ali pun bergegas ingin segera
melamar Fatimah sebelum didahului lagi.

Namun sungguh sayang sekali, lagi-lagi Ali didahului oleh Umar. Lagi-lagi, hati Ali tersayat. Ali sangat
bersedih. Sama seperti dengan Abu Bakar, Ali merasa tak ada harapan lagi. Lagipula, apakah cukup
dengan cinta ia akan melamar Fatimah? Karena ia hanyalah seorang pemuda biasa yang mengharapkan
seorang putri Rasul yang luar biasa. Berbeda bila dibandingkan dengan Umar seorang keturunan
bangsawan yang gagah dan berkharisma. Dan, Ali yakin Fatimah pasti akan bahagia bersama Umar.

Maka Ali pun hanya bisa bertawakal kepada Allah, semoga dikuatkan dengan derita cinta yang sedang
dialaminya. Kali ini, Ali harus benar-benar ikhlas dan tegar menghadapi kenyataan itu. Namun Ali adalah
pemuda yang shalih. Ia pun yakin bahwa Allah MahaAdil. Pasti Allah sudah mempersiapkan pendamping
hidup baginya. Derita cinta memang menyakitkan. “Aku mengutamakan kebahagiaan Fatimah diatas
cintaku,” bisik Ali dalam hati.

Disaat Ali merasakan derita cintanya,  tak disangka-sangka, datanglah Abu Bakar dengan senyum
indahnya. Dan memberitahu Ali untuk segera bertemu dengan Rasul karena ada yang ingin beliau
sampaikan. Pikir Ali, pasti ini tentang pernikahan Umar dengan Fatimah. Sepertinya Rasul meminta Ali
untuk membantu persiapan pernikahan mereka. Maka Ali pun menyemangati dirinya sendiri agar kuat
dan tegar. Walaupun sebenarnya, hatinya sangat perih teriris-iris. Apalagi harus membantu
mempersiapkan dan menyaksikan pujaan hatinya menikah dengan orang lain.

Sungguh rencana Allah memang yang paling indah. Setelah Ali bertemu Rasul, tak disangka, lamaran
Umar bernasib sama dengan lamaran Abu Bakar. Bahkan Rasul menginginkan Ali untuk menjadi suami
Fatimah. Karena Rasul sudah lama tahu bahwa Ali telah lama memendam rasa cinta kepada putrinya. Ali
pun sangat bahagia dan bersyukur. Ia pun langsung melamar Fatimah melalui Rasul. Tapi, Ali malu
kepada Rasul karena ia tak memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar. Apalagi ia selama ini dihidupi oleh
Rasul sejak kecil.

Namun, sungguh mulia akhlak Rasul. Beliau tidak membebankan Ali. Rasul berkata bahwa nikahilah
Fatimah walaupun hanya bermahar cincin besi. Akhirnya, Ali menyerahkan baju perangnya untuk
melamar Fatimah. Rasul pun menerima lamaran itu. Fatimah pun mematuhi ayahnya serta siap menikah
dengan Ali. Akhirnya Ali pun menikah dengan Fatimah, perempuan yang telah lama ia cintai.

Sekarang, Fatimah telah menjadi istri Ali. Mereka telah halal satu sama lain. Beberapa saat setelah
menikah dan siap melewati awal kehidupan bersama, yaitu malam pertama yang indah hingga menjalani
hari-hari selanjutnya bersama, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai suamiku Ali, aku telah halal
bagimu. Aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang tampan,
shalih, cerdas dan baik sepertimu.”

Ali pun menjawab, “Aku pun begitu, wahai Fatimahku sayang. Aku sangat bersyukur kepada Allah,
akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci
pernikahanku denganmu.”.

Fatimah pun berkata lagi dengan lembut, “Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? Karena
aku ingin terjalin komunikasi yang baik diantara kita dan kelanjutan rumah tangga kita.”

Kata Ali, “ Tentu saja istriku, silahkan. Aku akan mendengarkanmu.”

Fatimah pun berkata, “Wahai Ali suamiku, maafkan aku. Tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum
aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang
pemuda. Aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya, ayahku
menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu. Kau adalah imamku, maka aku pun ikhlas
melayani, mendampingi, mematuhi dan menaatimu. Marilah kita berdua bersama-sama membangun
keluarga yang diridhai Allah.”

Sungguh bahagianya Ali mendengar pernyataan Fatimah yang siap mengarungi bahtera kehidupan
bersama. Suatu pernyataan yang sangat jujur dan tulus dari hati perempuan shalihah. Tapi, Ali juga
terkejut dan sedih ketika mengetahui bahwa sebelum menikah dengannya, ternyata Fatimah telah
memendam perasaan kepada seorang pemuda. Ali merasa bersalah karena sepertinya Fatimah menikah
dengannya karena permintaan Rasul yang tak lain adalah ayahnya Fatimah. Ali kagum dengan Fatimah
yang mau merelakan perasaannya demi taat dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Rasul dan mau
menjadi istri Ali dengan ikhlas.

Namun Ali memang pemuda yang sangat baik hati. Ia memang sangat bahagia sekali telah menjadi
suami Fatimah. Tapi karena rasa cintanya karena Allah yang sangat tulus kepada Fatimah, hati Ali pun
merasa tidak tega jika hati Fatimah terluka. Karena Ali sangat tahu bagaimana rasanya menderita karena
cinta. Dan sekarang, Fatimah sedang merasakannya. Ali bingung ingin berkata apa, perasaan di dalam
hatinya bercampur aduk. Di satu sisi ia sangat bahagia telah menikah dengan Fatimah, dan Fatimah pun
telah ikhlas menjadi istrinya. Tapi di sisi lain, Ali tahu bahwa hati Fatimah sedang terluka. Ali pun terdiam
sejenak. Ia tak menanggapi pernyataan Fatimah.

Fatimah pun lalu berkata, “Wahai Ali, suamiku sayang. Astagfirullah, maafkan aku. Aku tak ada maksud
ingin menyakitimu. Demi Allah, aku hanya ingin jujur padamu.”
Ali masih saja terdiam. Bahkan Ali mengalihkan pandangannya dari wajah Fatimah yang cantik itu.
Melihat sikap Ali, Fatimah pun berkata sambil merayu Ali, “Wahai suamiku Ali, tak usahlah kau pikirkan
kata-kataku itu.”

Ali tetap saja terdiam dan tidak terlalu menghiraukan rayuan Fatimah, tiba-tiba Ali pun berkata, “Fatimah,
kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Kau pun tahu betapa aku berjuang memendam rasa cintaku
demi untuk ikatan suci bersamamu. Kau pun juga tahu betapa bahagianya kau telah menjadi istriku. Tapi
Fatimah, tahukah engkau saat ini aku juga sedih karena mengetahui hatimu sedang terluka. Sungguh,
aku tak ingin orang yang kucintai tersakiti. Aku begitu merasa bersalah jika seandainya kau menikahiku
bukan karena kau sungguh-sungguh cinta kepadaku. Walupun aku tahu lambat laun pasti kau akan
sangat sungguh-sungguh mencintaiku. Tapi aku tak ingin melihatmu sakit sampai akhirnya kau
mencintaiku.”

Fatimah pun tersenyum haru mendengar kata-kata Ali. Ali diam sesaat sambil merenung. Tak terasa,
mata Ali pun mulai keluar airmata. Lalu dengan sangat tulus, Ali berkata, “Wahai Fatimah, aku sudah
menikahimu tapi aku belum menyentuh sedikitpun dari dirimu. Kau masih suci. Aku rela agar kau bisa
menikah dengan pemuda yang kau cintai itu. Aku akan ikhlas, lagipula pemuda itu juga mencintaimu.
Jadi, aku tak akan khawatir ia akan menyakitimu. Karena ia pasti akan membahagiakanmu. Aku tak ingin
cintaku padamu hanya bertepuk sebelah tangan. Sungguh aku sangat mencintaimu. Demi Allah, aku tak
ingin kau terluka.”

Dan Fatimah juga meneteskan airmata sambil tersenyum menatap Ali. Fatimah sangat kagum dengan
ketulusan cinta Ali kepadanya. Cinta yang dilandaskan keimanan yang begitu kuat. Ketika itu juga,
Fatimah ingin berkata kepada Ali, tapi Ali memotong dan berkata, “Tapi Fatimah, bolehkah aku tahu siapa
pemuda yang kau pendam rasa cintanya itu? Aku berjanji tak akan meminta apapun lagi darimu. Namun
ijinkanlah aku mengetahui nama pemuda itu.”

Airmata Fatimah mengalir semakin deras. Fatimah tak kuat lagi membendung rasa bahagianya dan
Fatimah langsung memeluk Ali dengan erat. Lalu Fatimah pun berkata dengan tersedu-sedu, “Wahai Ali,
demi Allah aku sangat mencintaimu. Sungguh aku sangat mencintaimu karena Allah.” Berkali-kali
Fatimah mengulang kata-katanya.

Setelah emosinya bisa terkontrol, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai Ali, awalnya aku ingin tertawa
dan menahan tawa sejak melihat sikapmu setelah aku mengatakan bahwa sebenarnya aku memendam
rasa cinta kepada seorang pemuda sebelum menikah denganmu. Aku hanya ingin menggodamu. Sudah
lama aku ingin bisa bercanda mesra bersamamu. Tapi kau malah membuatku menangis bahagia.
Apakah kau tahu sebenarnya pemuda itu sudah menikah.”

Ali menjadi bingung, Ali pun berkata dengan selembut mungkin, walaupun ia kesal dengan ulah Fatimah
kepadanya, ”Apa maksudmu wahai Fatimah? Kau bilang padaku bahwa kau memendam rasa cinta
kepada seorang pemuda, tapi kau malah kau bilang sangat mencintaiku, dan kau juga bilang ingin
tertawa melihat sikapku, apakah kau ingin mempermainkan aku Fatimah? Tolong sebut siapa nama
pemuda itu? Mengapa kau mengharapkannya walaupun dia sudah menikah?”

Fatimah lalu memeluk mesra lagi, lalu menjawab pertanyaan Ali dengan manja, “Ali sayang, kau benar
seperti yang kukatakan bahwa aku memang telah memendam rasa cintaku itu. Aku memendamnya
bertahun-tahun. Sudah sejak lama aku ingin mengungkapkannya. Tapi aku terlalu takut. Aku tak ingin
menodai anugerah cinta yang Allah berikan ini. Aku pun tahu bagaimana beratnya memendam rasa cinta
apalagi dahulu aku sering bertemu dengannya. Hatiku bergetar bila kubertemu dengannya. Kau juga
benar wahai Ali cintaku. Ia memang sudah menikah. Tapi tahukah engkau wahai sayangku? Pada malam
pertama pernikahannya ia malah dibuat menangis dan kesal oleh perempuan yang baru dinikahinya.”

Ali pun masih agak bingung, tapi Fatimah segera melanjutkan kata-katanya dengan nada yang semakin
menggoda Ali, ”Kau ingin tahu siapa pemuda itu? Baiklah akan kuberi tahu. Sekarang ia berada disisiku.
Aku sedang memeluk mesra pemuda itu. Tapi dia hanya diam saja. Padahal aku memeluknya sangat
erat dan berkata-kata manja padanya. Aku sangat mencintainya dan aku pun sangat bahagia ternyata
memang dugaanku benar. Ia juga sangat mencintaiku.”

Ali berkata kepada Fatimah, “Jadi maksudmu?”

Fatimah pun berkata, “Ya wahai cintaku, kau benar, pemuda itu bernama Ali bin Abi Thalib sang pujaan
hatiku.”
Berubahlah mimik wajah Ali menjadi sangat bahagia dan membalas pelukan Fatimah dengan dekapan
yang lebih mesra. Mereka masih agak malu-malu. Saling bertatapan lalu tersenyum dan tertawa
cekikikan karena tak habis pikir dengan ulah masing-masing. Mereka bercerita tentang kenangan-
kenangan masa lalu dan berbagai hal. Malam itu pun mereka habiskan bersama dengan indah dalam
dekapan Mahabbah-Nya yang suci. Subhanallah.
Ali dan Fatimah pun menjalani rumah tangga mereka dengan suka maupun duka. Buah cinta dari
pernikahan Ali dan Fatimah adalah putra tampan bernama Hasan dan Husain. Mereka berdua adalah
anak yang sangat disayangi orangtuanya dan disayangi Rasul, kakek mereka. Juga disayangi keluarga
Rasul yang lain tentunya. Mereka berdua nantinya juga menjadi tokoh dan pejuang Islam yang luar biasa.

Selama berumah tangga, Ali sangat setia dengan Fatimah, ia tak memadu Fatimah. Cintanya Ali
memang untuk Fatimah, begitupun cinta Fatimah memang untuk Ali, mereka juga bersama-sama hidup
mulia memperjuangkan Islam. Hingga hari itu pun tiba, semua yang hidup pasti akan kembali ke sisi-Nya.
Ali, Hasan dan Husin dilanda kesedihan. Fatimah terlebih dahulu wafat, meninggalkan suami, anak-anak
dan orang-orang yang mencintai dan dicintainya.

Itulah kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad. Subhanallah. Allah memang
Mahaadil. Rencana dan skenario-Nya sangat indah. Ada beberapa hikmah dari kisah cinta mereka.
Ketika Ali merasa belum siap untuk melangkah lebih jauh dengan Fatimah, maka Ali mencintai Fatimah
dengan diam.  Karena diam adalah satu bukti cinta pada seseorang. Diam memuliakan kesucian diri dan
hati sendiri dan orang yang dicintai. Sebab jika suatu cinta diungkapkan namun belum siap untuk
mengikatnya dengan ikatan yang suci, bisa saja dalam interaksinya akan tergoda lalu terjerumus
kedalam maksiat. Naudzubillah. Biarlah cinta dalam diam menjadi hal indah yang bersemayam di sudut
hati dan menjadi rahasia antara hati sendiri dan Allah Sang Maha Penguasa Hati. Yakinlah Allah
Mahatahu para hamba yang menjaga hatinya. Allah juga telah mempersiapkan imbalan bagi para
penjaga hati. Imbalan itu tak lain adalah hati yang terjaga.
Semoga kisah ini bermanfaat bagi para insan yang merindukan cinta suci karena-Nya, yang sedang
berikhtiar sekuat hatinya, dan yang saat ini menanti dengan sabar demi menyambut jalan cinta yang
diridhai-Nya. Mohon maaf apabila ada esensi kisah yang kurang pas dengan aslinya. Mohon diluruskan
jika ada redaksi kisah yang salah dari saya. Sesungguhnya kebenaran berasal dari Allah dan segala
khilaf maupun salah berasal dari manusia seperti saya. Wallahu’alam bishshawwab.

Sumber: https://www.dakwatuna.com/2014/05/07/50901/cinta-sepasang-insan-mulia-ali-dan-
fatimah/#ixzz4ygYwJ4Dw 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Teladan : Kasih Ali dan Fatimah, Kisah Cinta Suci Sepanjang Masa

HIJABERSWORLD.COM----Kisah cinta manakah yang paling romantis? Sebagian orang mungkin akan
menjawab Romeo dan Juliet yang berakhir tragis. Kicah cinta Romeo dan Juliet memang sudah
menjadi icon cinta paling romantis di dunia. Ada juga yang menyukai kisah cinta Laila Majnun yang
melegenda  khususnya di negara Timur Tengah. Di Indonesia kita juga punya kisah cinta Habibie
Ainun yang juga mampu mengundang rasa haru di hati masyarakat.

Pasangan muslim.Photo : productivemuslim.com

Tapi tahukan Sobat dalam Islam ada suatu kisah cinta suci yang sangat menyentuh. Kisah  yang
mengalahkan seluruh kisah cinta di dunia. Sebuah kisah cinta suci mengharukan yang  mampu
mengingatkan kita bagaimana menjaga suatu perasaan indah bernama cinta yang diberikan Allah.
Menyadarkan kita bahwa sebelum menikah di dunia, Allah "sudah menikahkan kita di langit". Kisah
itu adalah kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra.

Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui, Ali bin Abi Thalib adalah keponakan Rasulullah yang
juga merupakan salah satu Khalifah Ar-Rasyidin sedangkan Fatimah Az-Zahra adalah putri
Rasulullah. Sebagai seorang putri Rasulullah yang terhormat, Fatimah menjadi seorang wanita yang
sangat diidamkan sebagai seorang istri. Hal itu jugalah yang dirasakan oleh Ali.

Namun, Ali tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya apalagi melamar Fatimah
kepada Rasulullah. Hal itu disebabkan karena Ali merasa tidak mempunyai apa-apa sehingga tidak
akan mampu membahagiakan Fatimah. Ali bertekad  bekerja dan memahami agama lebih baik agar
pantas menjadi seorang menantu Rasulullah.

Ketika Ali sedang berusaha memantaskan diri, Fatimah dilamar oleh seorang pria yang tak lain adalah
Abu Bakar Shiddiq yang juga merupakan sahabat paling dekat Rasullullah. Hal ini sempat
menyurutkan semangat Ali. Di bandingkan Abu Bakar yang merupakan sahabat Rasulullah yang
paling dekat, Ali merasa dia bukan siapa-siapa baik dalam segi agama maupun harta. Abu Bakar
tertunya akan bisa membahagiakan Fatimah.

Ali iklhas jika itu demi kabahagiaan wanita yang dicintainya. Tapi ternyata lamaran Abu Bakar
ditolak. Hal itu membuat Ali kembali bersemangat, dia semakin giat untuk bisa memantaskan dirinya.
Tapi sekali lagi Fatimah dilamar seorang yang dekat dengan  Rasulullah yang tak lain adalah Umar
bin Khattbab. Seperti halnya Abu Bakar, Umar juga punya peluang untuk diterima karena harta, ilmu
dan kedekatannya dengan Rasulullah.

Maka Ali pun hanya bisa bertawakal kepada Allah. Kali ini, Ali harus benar-benar ikhlas dan tegar
jika memang Umar lah yang menjadi jodoh Fatimah. Ali mengutamakan kebahagiaan Fatimah. Tapi
ternyata Allah berkehendak lain. Lamaran Umar bin Khattab ternyata juga ditolak Rasulullah.

Sungguh rencana Allah memang yang paling indah. Suatu hari saat Ali menemui Rasulullah,
Rasulullah malah meminta Ali untuk menikahi putrinya. Rasulullah sudah lama tahu bahwa Ali
memendam rasa cinta kepada putrinya. Ali sangat bahagia dan bersyukur. Ia pun langsung melamar
Fatimah melalui Rasul. Akan tetapi, Ali malu kepada Rasul karena ia tak memiliki sesuatu untuk
dijadikan mahar. Apalagi ia selama ini dihidupi oleh Rasul sejak kecil.

Namun, sungguh mulia akhlak Rasul. Beliau tidak membebankan Ali. Rasul berkata bahwa nikahilah
Fatimah walaupun hanya bermahar cincin besi. Akhirnya, Ali menggadaikan baju perangnya untuk
melamar Fatimah. Ali pun menikah dengan Fatimah, perempuan yang telah lama ia cinta.

Setelah menikah, Fatimah mengungkapkan suatu rahasia yang menambah bahagia hati Ali. Fatimah
ternyata juga sudah lama memendam cintanya kepada Ali. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa
suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali :

"Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta
kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya."

Ali pun bertanya siapa dia dan mengapa Fatimah tak mau menikah dengan laki-laki itu. Apakah
Fatimah menyesal telah

menikah dengan dirinya. Sambil tersenyum Fatimah Az-Zahra menjawab, "pemuda itu adalah dirimu."
Pasangan muslim. Photo : onislam.net

Subhanallah. Begitu banyak yang terharu bahkan sampai meneteskan air mata setelah membaca kisah
cinta Fatimah dan Ali. Dari kisah cinta Ali dan Fatimah tersebut banyak sekali pelajaran yang bisa kita
dapatkan :

Mencintai Dalam Diam


Fatimah dan Ali sudah saling mencintai sejak lama. Namun mereka memendam karena belum halal
satu sama lain. Mereka saling mencintai sejak lama tapi tidak seorang pun yang tahu. Mereka juga tak
pernah mengutarakannya satu sama lain seperti anak-anak muda sekarang yang mudah sekali
mengumbar perasaan. Bahkan ada yang dengan bangganya membiarkan dunia tahu dengan media
sosial siapa orang yang dia cintai padahal belum halal.

Ali dan Fatimah saling mencintai dalam diam dan berharap Allah akan menyatukan mereka. Mereka
menjaga perasaannya dan hanya Allah yang tahu. Bagi mereka berdua diam adalah satu bukti cinta
pada seseorang.

Diam memuliakan kesucian diri dan hati. Biarlah cinta dalam diam menjadi hal indah yang
bersemayam di sudut hati dan menjadi rahasia antara hati sendiri dan Allah Sang Maha Penguasa Hati.
Allah Maha tahu para hamba yang menjaga hatinya dan memberikan yang terbaik bagi mereka yang
menjaga hati. Sedangkan jika kamu mengumbar, akan banyak fitnah, zina hati bahkan cemooh yang
didapatkan.

Belajar Memantaskan Diri


Banyak orang yang menetapkan kriteria tertentu sebagai pasangan hidupnya. Di antaranya sholeh,
berilmu, baik dan bahkan kaya. Boleh-boleh saja memasang kriteria  tapi tetaplah ingat siapa diri kita.
Ali bin Abi thalib saja yang sudah merupakan orang yang disayang Rasululullah tetap belajar
memantaskan dirinya agar bisa bersanding dengan putri Rasulullah  yang sempurna di matanya.

Pelajaran bagi kita adalah jika menginginkan jodoh yang baik, maka kita harus menjadi baik terlebih
dahulu. Tidak perlu ucapan-ucapan gombal dan rayuan untuk mendapatkan hati seseorang.
Berusahalah memperbaiki  dan memantaskan diri dahulu agar kita pantas mendapatkan jodoh yang
kita inginkan. Bukankah Allah telah berjanji orang yang baik hanyalah untuk orang yang baik pula.

Begitulah kisah cinta suci dalam Islam dan pelajaran yang bisa kita dapatkan darinya. Perasaan
datangnya dari Allah. Dititipkan dalam hati kita dan kita harus menjaganya sampai pada waktu yang
diperbolehkan untuk mengutarakannya.

Tak perlu diumbar. Karena Allah tahu kemana hati seharusnya bermuara. Semoga kita bisa
mengambil hikmah tentang kisah Fatimah dan Ali. Nah sekarang, kisah cinta mana yang Sobat sukai?
Masih Romeo dan Juliet?[]
Wanita-wanita Langit
17 Juni 2014   07:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:25  342  2 0

Wanita-wanita Langit

Ringkasan Kajian Majelis Malam Ahad

Oleh Ustadz Bendry Jaisyurrahman di AQL

Sabtu, 14 Juni 2014

Wanita-wanita langit adalah wanita yang dibukakan jalan oleh Allah menuju ke surga.
Berdasarkan hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Hibban cara mudah wanita masuk surgaada
4, yaitu menjaga shalat lima waktu, shaum pd bulan ramadhan, menjaga diri dari zina dan benar-
benar taat kepada suami. Keempat hal di atas bermuara pada 1 hal penting yaitu menahan diri
dari nafsu dan syahwat. Misal shalat mencegah perbuatan keji dan munkar. Bagi wanita karena
tidak disunnahkan shalat di masjid maka perjuangkan shalat tepat pada waktunya. Keberhasilan
shaum sejatinya terlihat ketika berbuka puasa. Seliar apakah seorang wanita di meja makan?
Apakah ia makan semua makanan yg tersedia di meja makan atau makan sekedar utk
menghilangkan lapar? Begitupula saat kita pergi kondangan. Saat belanja misalnya, apakah
wanita mampu menahan diri dari belanja hal-hal yang tidak perlu?. Pada hakikatnya wanita-
wanita langit yang mampu menahan syahwat dan hawa nafsunya HANYA AKAN MENCARI
DAN MENGAMBIL APA YANG DIA BUTUHKAN. Muara dari melakukan 4 amalan wanita-
wanita langit adalah wanita yang pandai bersyukur.

Perempuan hebat pandai menahan nafsu. Saat ia jatuh cinta cukup Allah yang tahu. Meskipun
nanti lelaki yang disukai ini menikah -wanita yang pandai menahan nafsunya ketika ia jatuh
cinta- telah menang di mata Allah. Karena ia mampu menjaga diri dan kehormatannya. Menjaga
diri dan kehormatan termasuk di dalamnya tidak memberikan signal maupun tanda apapun.
Tidak sekalipun memberi isyarat pada lelaki yang ia sukai. Seperti yang dilakukan Fathimah r.a.
terhadap Ali Ibn Abi Thalib. Suatu malam ketika mereka sudah menikah Fathimah berkata Ali,
“Wahai Ali dahulu sebelum aku menikah denganmu aku pernah mencintai seseorang.” Siapakah
dia?” Tanya Ali gusar. Dialah engkau suamiku. Ali terkejut karena Fathimah tidak pernah
menunjukkan tanda apapun sebelum mereka menikah. See J!

Bagaimana dengan kita, wanita zaman sekarang?

Berikut satu kutipan doa yang saya catat. Sekiranya suatu saat godaan menerpa beristighfarlah
dan berdoa, “Ya Allah tenangkanlah logikaku dan menangkanlah syariatmu”. Syariat utk
menahan diri dari nafsu dan syahwat untuk menunjukkan rasa cinta kepada org yang kita suka.

Terkait menahan nafsu, bagi para wanita ternyata jumlah hadits terkait pentingnya menahan diri
dan mengontrol emosi lebih banyak daripada jumlah hadits yang memerintahkan wanita utk
melakukan amalan tertentu. Hal yang sebaliknya berlaku bagi para pria. Pria dituntut
memperbanyak amalan sementara wanita cukup dengan 4 amalan utama wanita langit yang telah
disebutkan di atas sudah diperbolehkan masuk surge dari pintu manapun yang ia suka.

Apakah kita puas dengan menjadi wanita langit? Wanita yang dibukakan jalan menuju surga
oleh Allah? Apakah cukup sampai di situ? Bagaimanakah caranya menjadi wanita terbaik di
antara yang terbaik?

Adalah 4 wanita berikut ini yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an dan telah dijamin masuk
surga. Maryam binti Imran, Khadidjah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, dan Asiyah
binti Muzahim. Apa sih keistimewaan mereka?

Ciri unggul wanita terbaik :


1.Menjaga diri dari pengaruh buruk lingkungan

Khadidjah meskipun janda dijuluki Ath Thahirah yang berarti wanita yang suci. Khadidjah
meskipun janda pandai menjaga kehormatannya. Saat ia hendak menyampaikan keinginannya
untuk melamar Muhammad SAW ia mengutus seorang wanita yang sangat dipercaya dan tidak
membeberkan kepada siapapun keinginannya tersebut kecuali pada Muhammad SAW. Perlu
digarisbawahi juga bahwa kesucian berbeda dengan keperawanan. Keperawanan dalam bahasa
arab disebut dengan bahirah yakni rusaknya atau robeknya selaput dara. Meskipun khadidjah
sudah janda yang berarti dia sudah tidak perawan, ia tetap suci karena pandai menjaga
kehormatannnya. Di sisi lain seorang gadis yang berpacaran meskipun ia tidak berhubungan
seksual-yang berarti masih perawan-, telah bercumbu dan lain sebagainya dikatakan sudah tidak
suci. Karena ia tidak menjaga dirinya dari pengaruh buruk lingkungan. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa kesucian mengacu pada sikap terhadap lingkungan sementara keperawanan
terkait keadaan rusaknya selaput dara.

Dalam surah Maryam, salah satu ciri wanita suci adalah tidak pernah disentuh oleh lelaki
manapun. Wanita suci berani mengatakan tidak pada godaan laki-laki. “Maaf saya risih dengan
kode-kodean Anda”. “Kalau berani sentuh tangan ayah saya saat ijab qabul”. J

2.Mendukung kenabian di zamannya

Jika diperhatikan Maryam mendukung kenabian Isa AS, Khadidjah dan

Fathimah mendukung Muhammad SAW, dan Asiyah mendukung Musa AS. Maryam
mendukung anaknya, Khadidjah dan Fathimah mendukung suami dan ayahnya, sementara
Aisyah mendukung orang lain yang sama sekali tidak ada hubungan darah dan perkawinan
dengannya. Hal yang perlu ditelaah dan dimaknai dengan sungguh-sungguh adalah tugas wanita
adalah sebagai pencetak generasi terbaik, mulai dari anak, ayah, suami, dan orang lain. Tugas
wanita BUKAN sebagai pemeran utama.
Zaman sekarang tidak ada nabi, lalu bagaimana cara wanita mendukung kenabian pada zaman
skrg? Zaman skrg nabi memang tidak ada, namun ternyata karakter kenabian dapat dibentuk.
Ada 2 karakter kenabian dalam diri seseorang yaitu seseorang yang AHLI ILMU dan memiliki
JIWA IQOMATUDDIN.

Ahli ilmu adalah seorang laki-laki hebat yang ahli di bidangnya


BUKAN multitalented. Terkadang orang yang ahli di bidangnya tidak ahli di bidang lain.
Misalnya Khalid bin Walid sangat ahli dalam teknik dan strategi perang. Namun pada suatu
riwayat diketahui bahwa ia hanya hafal surah al ikhlas, jd dalam 1 rakaat tahajjudnya ia
membaca surah al ikhlas sebanyak 78 kali. Sahabat lainnya misalnya, Amr bin Ash dalam 1
rakaat shalat witirnya ia mampu khatam 30 juz. Imam Ahmad ibn Hanbal misalnya, saat
dipenjara dan kakinya sakit ia bersedih karena menjadi hanya mampu melakukan shalat malam
sebanyak 360 rakaat. Jadi yang benar itu lama berdirinya bukan sujudnya. Maka dari itu disebut
Qiyamul lail bukan sujudul layl. J

Adapula Abdullah ibn Mas’ud hafal al qur’an namun tidak pernah berperang. Atau Hasan Ibn
Tsabit sahabat yang berjihad dengan membuat syair untuk menentang kaum kafir pada
zamannya, Abdurrahman ibn Auf Ahli Dagang, dan Huzaifah Ibn Yaman ahli intellijen.

Karakater kedua, jiwa Iqomatuddin. Iqomatuddin berarti menegakkan agama Islam. Laki-laki
yang memiliki karakter kenabian adalah laki-laki yang menegakkan agama, menegakkan hukum-
hukum Allah dan mampu menyatukan umat. Misalnya seorang pengusaha laki-laki yang kaya
raya belum dapat dikatakan berkarakter iqomatuddin jika belum berjihad atas hartanya.

Intinya wanita langit bukan pemeran utama. Wanita langit adalah pencetak anak, ayah, suami,
dan lelaki lain untuk nantinya dapat memiliki karakter kenabian. Wanita-wanita langit adalah
wanita yang mendukung perjuangan anak, suami, ayah, dan lelaki lainnya dalam menegakkan
hukum Allah. Dengan demikian kesimpulan kajian Majelis Malam Ahad kali ini yaitu Tugas
Wanita Langit adalah menjaga kemaluan, menjaga kesucian, dan mencetak lelaki hebat J.

Anda mungkin juga menyukai