Anda di halaman 1dari 9

120 Hari BErsamamu

Oleh: Tharina Firanty Rafiani

Di pagi hari yang normal, cahaya matahari mulai mengendap masuk melewati
celah-celah jendela kamar Finaya. Mata Finaya terbuka sedikit, merasa terganggu
akan cahaya tersebut. Setelah sepenuhnya sadar, barulah ia mengambil handuk dan
berjalan menuju kamar mandi. Setelah membersihkan tubuh, kemudian Finaya
berjalan menuju ruang makan. Langsung saja ia duduk dan menyantap sarapan
paginya. Tak heran bagi Finaya jika ia melihat kondisi rumah yang begitu sepi.
Ibunya sibuk mengurus kebun kesayangannya dan ayahnya sedang bertugas di luar
kota selama beberapa hari, lalu kakaknya pergi latihan voli bersama teman-temannya.
Sejujurnya, Finaya belum terbiasa tinggal di rumah barunya ini. Keluarga William
baru saja pindah sebulan yang lalu karena pekerjaan ayah mereka. Bukan berarti ia
tidak suka dengan perkotaan, tetapi Finaya merasa kebersamaan di daerah pedesaan
lebih kuat daripada di perkotaan. Lagi-lagi perasaan rindu menerpa hatinya. Ia
tersenyum tipis, lalu duduk di sofa ruang keluarga dan memutuskan untuk
menghabiskan waktu dengan menonton film-film kesukaannya.

Keesokan harinya, Finaya kembali menjalani hari-hari seperti biasa. Jujur


saja, gadis itu sangat membenci semua hari kecuali sabtu dan minggu. Dengan malas
ia segera mandi dan bersiap untuk segera berangkat ke sekolah. Selama diperjalanan,
Finaya memasang muka masam, memikirkan betapa sulitnya pelajaran fisika nanti.
Saat telah sampai, ia menggigit kecil bibir bawahnya, lalu berusaha untuk tetap
tersenyum. “Ina! Sinii!” Finaya tersenyum malu. Pasalnya, Nauren memanggil
namanya dengan begitu kencang, sehingga siswa siswi yang lain pun sontak menatap
mereka berdua. Finaya lalu mempercepat langkahnya, tak mau menjadi pusat
perhatian. Ia menghiraukan teriakkan Nauren dan dengan cepat menarik tangan
temannya tersebut untuk memasuki kelas mereka.

“Gede banget suara kamu, Ren. Malu tau,” ucap Finaya.


Nauren terkekeh, mengelus kepala bagian belakangnya. “Hehe, ya maaf, Na.
Habisnya, aku kangen tau sama temen aku yang lucu ini.”

Finaya bergidik ngeri, lalu berkata, “Serem, jangan gitu.” Di sela-sela percakapan
mereka berdua, tiba-tiba seseorang datang dan menepuk pundak Finaya. Lelaki itu
mengambil posisi duduk di sebelah Finaya dan menopang dagunya menatapi gadis
tersebut. Finaya berusaha untuk acuh, tetapi sepertinya kedua pipinya tak bisa
berbohong. Nauren dan lelaki itu menertawakan Finaya yang sedang menutupi muka
dengan tangannya sendiri.

“Cie, ada yang salting tuh, hahhahaha. Tanggung jawab lo, Ar. Anak orang lo bikin
salting.” Finaya yang semakin malu karena ditertawakan akhirnya memukul pelan
lengan Arzan. Ya, nama lelaki itu adalah Arzan, lelaki yang akhir-akhir ini berhasil
membuat perasaan Finaya tak karuan. Untungnya, lonceng sudah berbunyi dan bu
guru pun masuk ke kelas. Meskipun Finaya tak menyukai fisika, ia merasa bersyukur
guru fisika tersebut telah menyelamatkannya dari godaan maut Nauren dan Arzan.

Nauren dan Arzan adalah dua orang teman yang sejauh ini paling dekat
dengan Finaya. Bahkan, sebenarnya Nauren dan Arzan merupakan dua dari belasan
orang yang bisa dikatakan cukup famous di SMA Permata Indah. Banyak orang
mengatakan bahwa Finaya hanya dimanfaatkan oleh Nauren dan Arzan. Rumor-
rumor bahwa Arzan dan Nauren adalah sepasang kekasih pun tak kalah banyak.
Tetapi, sejauh ini Finaya tak pernah merasa bahwa dirinya hanya dimanfaatkan. Hari
ini, Arzan memberikan makan siang yang lucu untuk Finaya. Kupu-kupu bertebaran
di perut Finaya, rasanya ia ingin memberitahu semua orang bahwa orang yang ia suka
memberikan makanan kepadanya. Setelah memakan semuanya, Finaya berniat
membelikan Arzan coklat sebagai rasa terima kasih, lalu mencari Arzan. Disaat ia
melewati taman belakang sekolah, Finaya melihat siluet seorang lelaki yang sangat
mirip dengan Arzan, tampaknya lelaki itu tengah berbicara dengan seorang gadis.
Langsung saja ia mengendap-endap dibalik tembok, mengintip sedikit, ternyata Arzan
sedang bersama Nauren. Finaya mengurungkan niatnya untuk menemui Arzan, dan
memilih untuk mendengar percakapan kedua temannya itu.
“Hahaha iya, mana tadi pipinya pake merah segala, sok cantik banget. Awas, nanti
kamu beneran suka lagi,” ucap perempuan itu.

“Suka? Ya ga mungkin lah sama cewe cupu gitu, jelas-jelas kamu lebih cantik.”
Arzan tersenyum sembari mengelus rambut Nauren.

Finaya terdiam, dadanya sesak, matanya memerah, tak sanggup lagi menahan
air matanya yang mengalir lumayan deras. Kesal, sedih, kecewa, semuanya menjadi
satu. “Oh, jadi gini kelakukan kalian berdua?! Ternyata bener kata orang-orang kalo
gue cuma jadi mainan kalian?! Emang sampah kalian!” teriak Finaya. Arzan dan
Nauren sempat terkejut, tetapi Nauren langsung tersenyum miring.

“Emangnya lo ngeharapin apa sih, Na? Lo kira dengan penampilan lo yang jelek gitu
bisa dapetin cowo seganteng Arzan? Cewe kaya lo, sama sekali ga pantes buat Arzan!
Ngaca dong!” Nauren lalu mendorong kuat bahu Finaya, membuat Finaya tersungkur
ke tanah. Arzan terpaku, masih terkejut dengan kehadiran Finaya.

Finaya berdiri dan mengusap kasar air mata nya , ia lalu mengeluarkan sebatang
coklat yang ia beli di kantin tadi, dan melempar benda tersebut ke arah Arzan.
“Makasih buat makanannya!” ucap Finaya ketus. Gadis itu dengan segera
meninggalkan taman dan menuju ruang kelasnya. Ketika Finaya berusaha keras untuk
menghentikan tangisannya, ia tak sengaja menabrak seseorang, sontak ia menatap
tajam orang tersebut.

“Permisi, saya anak baru, pindahan dari SMA Harapan Tinggi, kalau boleh tanya,
ruang kepala sekolah dimana ya?” tanya lelaki tersebut dengan sopan.

“Ah berisik lo, minggir!” sahut Finaya ketus. Ia mendorong kuat tubuh lelaki itu,
kepalanya begitu pusing untuk melayani pertanyaan orang lain. Sedangkan lelaki
tersebut hanya membuat ekspresi bingung sembari menatap kepergian Finaya.

Setelah kejadian itu, Finaya menajuhi Nauren dan Arzan. Bahkan, mereka
berdua sekarang telah memperlihatkan sisi asli nya, sombong, angkuh, suka menindas
dan lain sebagainya. Finaya merasa sangat bodoh karena telah percaya kepada dua
orang tersebut. Dua minggu kemudian, Finaya mempunyai teman baru, seorang lelaki
baik hati, tampan dan cerdas. Finaya sendiri tak percaya ada orang yang hampir
mendekati sempurna untuk kriteria yang dia inginkan. Namun, hatinya masih belum
bisa terbuka lagi, ia takut untuk percaya kepada laki-laki.

“Na! Kamu ngelamun mulu daritadi, kenapa si?” tanya Marvin.

“E-eh, engga, gapapa ko,” sahut Finaya.

Marvin mengikuti arah pandangan mata Finaya, lalu memutar kedua bola matanya
dan berdecak kesal. “Ngapain sih ngeliatin dia lagi? Yang ada nanti kamu ga bisa
move on! Udah deh mending kita pergi.” Marvin menarik tangan Finaya menjauhi
lapangan futsal. Tanpa mereka sadari, ada orang yang menahan kekesalannya melihat
Marvin menggandeng tangan Finaya.

Hari demi hari Finaya jalani, tak terasa sudah hampir satu bulan ia menjauhi
Nauren dan Arzan. Kemarin, anak-anak sempat dihebohkan dengan menyebarnya
rumor bahwa Arzan ternyata menyukai gadis lain, dan Nauren mengetahui hal itu.
Keduanya bertengkar hebat, yang lebih parahnya, ada yang mengatakan bahwa Arzan
telah menyukai gadis tersebut selama dua minggu. Tetapi, entah mengapa, ada
perasaan yang aneh di dalam hatinya saat mendengar Arzan menyukai gadis lain.
Finaya belum sepenuhnya melupakan Arzan, saat mendengar kabar itu, ia berpikir,
“Mungkin aja cewe itu aku, kan?”. Marvin menyadari bahwa Finaya masih
menyimpan rasa kepada Arzan. Berbagai cara ia lakukan agar Finaya tak
menghiraukan Arzan lagi, tetapi sejauh ini usahanya sia-sia, ia merasa kesal.
Bagaimanapun ia harus bisa membuat Finaya melupakan dan jauh dari Arzan.

Sekarang sudah genap dua bulan Finaya bersekolah di sekolah barunya.


Adaptasinya pun sudah semakin membaik, Finaya mulai mendapatkan teman-teman
baru. Ia mencoba menjadi siswa yang aktif melalui organisasi dan ekstrakurikuler.
Tak tanggung-tanggung, ia juga mengikuti les diluar sekolah. Alhasil, Finaya menjadi
sangat sibuk dari sebelumnya. Terlebih lagi, ia memegang jabatan yang begitu
penting di organisasi, membuat Finaya terkadang pulang cukup malam. Ia bertekad
menjadi anak yang baik dan tidak terlalu mementingkan percintaan. Suatu malam,
Finaya sedang berjalan pulang menuju rumahnya. Waktu telah menunjukkan pukul
09.30 PM, jalanan tampak begitu sepi. Malam itu, ia pulang sedikit terlambat
dikarenakan adanya jam tambahan les. Finaya merasa senang, rumahnya hanya
menyisakan jarak beberapa meter saja. Mata Finaya kadang sesekali menutup, begitu
sulit menahan rasa kantuk tersebut. Saat hendak menyebrang, tanpa Finaya sadari
sebuah mobil tengah menuju ke arahnya dengan melaju kencang, menabraknya dan
membuat tubuhnya terlempar kuat. Darah mengucur dengan deras di jalanan,
pandangan Finaya kabur, hanya satu kata yang ia ucapkan, “to-tolong….” Lalu
semuanya menjadi gelap.

Seorang wanita melenguh kecil, kepalanya pusing, tubuhnya terasa sangat


sakit, dengan pelan ia mendudukkan tubuhnya, bersandar di kepala kasur. Ia memijat
pelan dahinya, lalu mengusap mata. Ada dimana ia sekarang? Kenapa ia berada di
rumah yang begitu besar dan mewah? Wanita itu mengambil bingkai foto yang ada di
meja sebelah kasur. “Hah? I-ini, a-aku?” gumamnya heran. Aneh, di bingkai itu
terdapat foto dirinya dan satu lelaki yang ia tak kenal. Bahkan, foto tersebut terlihat
seperti foto pernikahan. Wanita itu beranjak dari kasur, dan berjalan mengelilingi
kamar yang besar tersebut. Banyak sekali barang-barang yang bukan miliknya. Ia lalu
menatap ke arah jendela, luar biasa. Rumah-rumah besar dan megah berjejer tersusun
rapi.

“Ina, ada apa? Memangnya ada sesuatu di luar?” Tiba-tiba pintu terbuka, suara lelaki
itu terdengar sangat lembut dan perhatian. Ia menoleh ke belakang. Finaya tersentak
kaget, lelaki itu telah berada tepat di belakangnya lalu memegang pinggang Finaya.
Dengan cepat Finaya menepis tangan lelaki itu.

“Apa-apaan pegang-pegang?! Dasar cowo ga bener!” Finaya berjalan ke belakang,


menjauhi lelaki itu dengan takut. Sedangkan yang dituduh hanya memasang tampang
bingung.
“Ini aku, sayang. Kendrick, suami kamu, masa lupa,” jawab Kendrick dengan tertawa
kecil. “Ada-ada aja kamu, efek semalam sakit tuh, makanya jadi lupa ingatan. Ayo ke
bawah, sarapannya udah siap.” Finaya tercengang, kemudian mengikuti ajakan dari
sang ‘suami’. Finaya tak banyak bicara, ia masih berusaha mencerna semua ini.
Sungguh, ia tak tahu apa-apa. Mungkin memang seharusnya ia bertanya pada
Kendrick.

“Ken, sebenarnya kamu siapa? Kenapa kita nikah? Terus kenapa tiba-tiba aku jadi
istri kamu? Dan kenapa aku ga bisa ingat apa-apa sebelumnya? Terus kam-” tanya
Finaya.

“Sayang aku mau kerja dulu, nanti malam aja, ya?” Kendrick mencium kening Finaya
dan bergegas pergi meninggalkan rumah. Finaya kembali mengelus pelipis dahinya,
setiap kali ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya, kepala nya selalu
sakit. Finaya memutuskan untuk melanjutkan berkeliling. “Mungkin dengan
berkeliling, pertanyaan-pertanyaan itu bakal terjawab,” pikirnya.

Finaya sangat penasaran dengan sosok sebenarnya dari Kendrick, bagaimana


bisa seseorang mempunyai rumah yang sangat besar, peralatannya pun mahal-mahal.
Bahkan kendaraan yang Kendrick punya lumayan banyak, belum lagi makanan yang
dihidangkan pun termasuk makanan dengan bahan yang mahal. Ketika Finaya sedang
berkeliling, ia menemukan sebuah ruangan yang berisi banyak foto tentang dirinya
dan Kendrick, mulai dari mereka sedang berlibur, memasak, berkebun dan banyak
lagi. Disana juga terdapat satu bingkai besar dimana Kendrick melamar Finaya,
tertulis ‘17th August 2022, To the Path of Happiness with You, Finaya Adhista
William’. Meskipun Finaya tak mengingat apa yang terjadi kepadanya sebelumnya,
perasaan bahwa ia aman bersama Kendrick terasa begitu melekat di hatinya, seolah-
olah bahwa ia benar-benar telah menjadi bagian hidup dari lelaki itu.

Malam ini Finaya merasa gugup, sedari tadi keringatnya bercucuran.


Bagaimana tidak, tidur disamping lelaki yang bahkan tidak Finaya kenal membuat
pergerakkannya kaku. Ia akui Kendrick memang tampan, dengan postur tubuh yang
sesuai dan bahunya yang bidang membuat lelaki itu semakin unggul untuk fisiknya.
Kendrick menyadari ketidaknyamanan Finaya, kemudian ia duduk dan mengelus
rambut wanita itu. Kendrick mengelap keringat Finaya, lalu berkata, “Kenapa, Na?
Kamu daritadi keliatan ga nyaman. Masih sakit kepala nya?” Finaya menggelengkan
kepalanya, lalu menarik Kendrick dan langsung memeluknya. Jantung nya berdegup
lebih cepat, aroma khas dari tubuh Kendrick menusuk hidungnya. Finaya
mengeratkan pelukan, seakan-akan tak mau lelaki nya pergi. Finaya tak peduli,
selama ia merasakan kehangatan ini, maka ia mau bersama Kendrick. Kendrick
tersenyum, ia sangat menyukai sisi manja dari Finaya. Kendrick mendekap Finaya
erat, mengelus punggungnya, lalu berbisik, “Empat bulan, cuma empat bulan, Na.”

Esoknya, Kendrick berencana akan mengajak Finaya jalan ke Danau Thucyan.


Ternyata, semua barang yang mereka perlukan telah disiapkan Kendrick dari
semalam. Finaya yang melihat betapa semangatnya Kendrick, hanya terkekeh kecil.
“Ayo pergi, jangan kelamaan siap-siap nya,” ucap Finaya. Kendrick menanggapinya
dengan anggukkan dan senyuman manis lalu menarik tangan Finaya menuju mobil.
Sepanjang perjalanan, Kendrick berulang kali memegang tangan Finaya. Tanpa
Kendrick ketahui, wanitanya itu sedang menutupi kedua pipinya yang memerah.
Mereka menghabiskan waktu dengan begitu bahagia di Danau Thucyan, perlakuan
Kendrick yang benar-benar manis membuat Finaya merasa mulai jatuh hati kepada
lelaki tampan itu.

Sudah hampir empat bulan berlalu, hubungan Finaya dan Kendrick kini
semakin dekat. Bahkan Finaya sudah tak peduli dengan dirinya di masa lalu. Sampai
sekarang pun, keluarga Kendrick tak pernah berkunjung, Finaya sempat heran, tetapi
lagi-lagi rasa bingung itu ditutupi oleh kasih sayang Kendrick yang membuat Finaya
hanya fokus kepadanya. Hari ini, seharusnya jadwal Kendrick pergi bekerja, tetapi ia
malah memutuskan untuk dirumah, Finaya bingung, bahkan suaminya itu sedang
memeluk erat dirinya. “Mau nemenin kamu aja hari ini,” ucap Kendrick. Finaya
tersenyum kecil, melanjutkan mengelus punggung Kendrick. Tak terasa waktu telah
menunjukkan pukul 08.00 PM, Finaya terlelap di dekapan Kendrick.
“Tujuh…enam…lima….” Finaya terbangun, ia merasa terganggu akan suara tersebut.
Ia menyadari dirinya sedang berdiri dan berpelukan dengan Kendrick, namun
anehnya semua terlihat berwarna putih terang, hanya mereka berdua yang terlihat
oleh pandangan Finaya.

“Empat…tiga…dua…satu….” Finaya tersentak, kemudian melepaskan pelukannya,


ia melihat sobekan tubuh Kendrick yang terbang satu persatu layaknya sebuah kertas.
“Waktuku habis, Na. Makasih udah buat empat bulan aku berharga disini.” Kendrick
tersenyum manis, manis sekali, dengan pipi yang telah basah oleh air matanya.
Finaya terduduk lemas, air mata mulai mempengaruhi pandangannya, ia hanya bisa
menatapi kepergian Kendrick. Tiba-tiba, sakit kepala mulai menyerang Finaya lagi,
kali ini benar-benar tak bisa ia tahan, lagi-lagi pandangannya menjadi gelap.

Finaya terbangun, badannya terasa kaku dan dilengkapi dengan peralatan


medis. Ia melihat dokter sedang memegang alat pacu jantung. Ia juga melihat kedua
orang tuanya yang berpelukkan sembari menangis. Dengan kondisinya yang
sekarang, Finaya harus dirawat khusus selama beberapa hari di rumah sakit dengan
didampingi oleh orang tuanya. Tiga minggu kemudian, Finaya telah dibolehkan
pulang ke rumah. Arzan sempat menjenguknya dan meminta maaf. Arzan
menjelaskan semuanya bahwa yang membuat Finaya koma adalah Marvin, teman
dekat Finaya sendiri. Marvin sengaja menabrak Finaya di malam hari itu karena
perintah dari Nauren. Mengenai Arzan yang menyukai gadis lain, ternyata benar
gadis tersebut adalah Finaya, mulanya Arzan memang berniat mempermainkan
Finaya, tertapi ternyata ia malah masuk perangkapnya sendiri. Nauren yang
menemukan foto-foto Finaya di handphone Arzan pun marah besar kepada Arzan.
Karena keiriannya kepada Finaya, Nauren memanfaatkan Marvin yang waktu itu
menyukai Nauren untuk mendekati Finaya dan berpura-pura menjadi teman Finaya
lalu mencelakainya. Marvin tak bisa menolak, karena ia dibutakan cintanya kepada
Nauren. Tetapi sekarang kasus tersebut sudah selesai, Marvin dan Nauren juga telah
ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
Peristiwa tersebut sangat membuat kedua orang tua Finaya khawatir. Mereka
memutuskan untuk menyuruh Finaya homeschooling sampai Finaya benar-benar
pulih kembali. Finaya menerima itu, ia telah memaafkan semuanya, tak ada gunanya
untuk marah kepada siapapun. Finaya melamun, hanya satu sekarang yang ia
pikirkan, Kendrick. Anehnya, Finaya masih sangat mengingat kejadian saat ia koma.
Ia sadar bahwa Kendrick hanya lah karakter khayalan yang menemaninya selama ia
tak sadarkan diri. Tetapi, semua kasih sayang dari lelaki itu terasa sangat nyata bagi
Finaya. Finaya menggelengkan kepalanya, lalu melanjutkan menulis catatan di buku
harian miliknya. Ia membuat beberapa halaman spesial yang berisi tentang Kendrick,
tertulis ‘17th December 2022, Let’s Meet in the Future, Kendrick Alwattson’. Finaya
menutup buku hariannya, lalu mematikan lampu kamar dan segera tidur, berharap
seorang Kendrick akan menghampirinya di alam mimpi.

Anda mungkin juga menyukai