Studi Kasus
Studi Kasus
DISUSUN OLEH:
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Pada Tanggal...............................
Disusun Oleh
NIM : P07124021043
Menyetujui,
Pembimbing Lahan
2
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh
Mengetahui,
Pembimbing Lahan
3
(Dr. Sudarmi, SST.,M.Biomed)
NIP.198012282001122001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus
dengan judul “Asuhan Kebidanan Neonatus pada Bayi Ny.’S’ dengan Ikterus
Neonatorum di Rumah Sakit Awet Muda Narmada“ dapat terselesaikan.
4
10. Semua dosen Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Mataram yang banyak memberikan bekal pengetahuan dan wawasan
kepada penulis.
11. Orangtua dan saudara tercinta yang selalu memberikan dukungan moril,
dan doa demi kelancaran penelitian ini.
12. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan studi kasus ini.
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat
membangun dan semoga Laporan Studi Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
5
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I...........................................................................................................................................
PENDAHULUAN..........................................................................................................................
1.1 Latar Belakang..............................................................................................7
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................9
1.3 Tujuan........................................................................................................... 9
1.4 Manfaat.......................................................................................................10
BAB II........................................................................................................................................
TINJAUAN TEORI.....................................................................................................................
2.1 Teori Neonatus............................................................................................11
2.2 Konsep Dasar dan Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum..........................13
2.3 Teori Manajemen Asuhan Kebidanan.........................................................30
BAB III.......................................................................................................................................
TINJAUAN KASUS....................................................................................................................
3.1 Kunjungan I.................................................................................................38
3.2 Kunjungan II................................................................................................44
3.3 Kunjungan III...............................................................................................46
3.4 Kunjungan IV..............................................................................................49
BAB IV.......................................................................................................................................
PEMBAHASAN..........................................................................................................................
BAB V........................................................................................................................................
PENUTUP.................................................................................................................................
5.1 Kesimpulan.................................................................................................61
5.2 Saran..........................................................................................................62
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi NTB tahun 2021 di
Kabupaten Lombok Barat ditemukan 46 kasus kematian bayi. Menurut
data tahunan RSAM Narmada pada tahun 2021 ditemukan kasus Ikterus
Neonatorum sebanyak 18 kasus dan pada tahun 2022 sebanyak 23 kasus.
Jaundice/ikterus neonatorum atau biasa dikenal dengan bayi
kuning, adalah suatu kondisi dimana terjadinya warna kuning kulit dan
sklera pada bayi baru lahir, akibat penumpukan bilirubin pada kulit dan
membrane mukosa. Hal ini berhubungan dengan peningkatan level
bilirubin pada sirkulasi, atau suatu kondisi yang dikenal dengan nama
hiperbilirubinemia (National Institute for Health and Clinical
Excellence, 2010).
Sebanyak 30-50% bayi baru lahir mengalami ikterus neonatorum.
Ikterus neonatorum terjadi 3-5 hari setelah kelahiran. Ikterus neonatorum
pada bayi saat lahir biasa terjadi 25-50% neonator yang sudah cukup
bulan dan sangat meninggi lagi untuk neonates belum bulan. Kejadian
ikterus neonatorum di Indonesia mencapai 50% bayi cukup bulan dan
kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan mencapai 58%. Bayi
meninggal kurang dari 28 hari. Mayoritas bayi meninggal dikarekan bayi
mengalami komplikasi atau gangguan kesehatan yang serius seperti bayi
mengalami kejadian ikterus neonatorum (Puspita, 2018).
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera,
selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Ikterus
atau Ikterik, yang disebut juga hiperbilirubinemia adalah meningkatnya
kadar bilirubin didalam jaringan ekstra vaskuler sehingga kulit konjutiva,
mukosa dan area tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus di bagi menjadi
fisiologis dan patologis. Hiperbilirubin dianggap patolgis, apabila waktu
muncul, lama, atau kadar bilirubin serum yang di tentukan berbeda secara
bermakna dari ikterus fisiologis peningkatan darah khususnya bilirubin
indirek yang bersifat toksit bisa disebabkan oleh produksi yang meningkat
dan ekskresinya melalui hati menjadi ternganggu. Beberapa faktor resiko
yang merupakan penyebab dari hiperbilirubenemia biasa dari faktor ibu
maupun factor bayi (Anggraini, 2020).
Adapun faktor risiko terjadinya ikterus terdiri dari faktor dari ibu
yaitu ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunanai),
8
komplikasi kehamilan (DM, Inkompatibilitas ABO dan Rh), penggunaan
infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI. Faktor persalinan yaitu trauma
lahir, infeksi (bakteri, virus,). Faktor dari bayi yaitu prematuritas, faktor
genetik, obat-obatan, rendahnya asupan ASI, kurangnya albumin,. Faktor-
faktor lain yang berperan dalam kejadian ikterus adalah berat badan lahir,
usia kehamilan, jenis persalinan, waktu penjepitan tali pusat dan penyakit
hati.Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada
sebagian lagi bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan
menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu bayi dengan ikterus
harus mendapat perhatian, terutama apabila ikterus di temukan dalam 24
jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dl
dalam 24 jam (Melinda, 2016).
Hiperbilirubinemia merupakan istilah lain yang dipakai untuk ikterus
neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan
peningkatan kadar bilirubin. Ikterik sendiri adalah peningkatan bilirubin
lebih dari 5mg/dl. Secara fisiologis, kadar bilirubin akan meningkat setelah
lahir, lalu menetap dan selanjutnya menurun setelah usia 7 hari. Meskipun
demikian, sebanyak 3%-5% neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia
merupakan proses patologis yang berisiko tinggi terhadap terjadinya kern
ikterus. (Nizam, Muhammad Abdullah, 2020).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan studi
kasus tentang Asuhan Kebidanan Neonatus pada bayi Ny ‘S’ dengan
Iketrus Neonatorum di Ruang NICU RSAM Narmada.
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Melakukan asuhan kebidanan neonatus pada bayi Ny”S” dengan
Ikterus Neonatorum.
B. Tujuan Khusus
9
1. Mampu melakukan pengumpulan data subjektif dan objektif Pada
Bayi Ny. “S” dengan Ikterus Neonatorum di RSAM Narmada.
2. Mampu menyusun analisa masalah dengan menentukan diagnosa,
masalah, dan kebutuhan Pada Bayi Ny. “S” dengan Ikterus
Neonatorum.
3. Mampu melakukan rencana asuhan Pada Bayi Ny “S” dengan
Ikterus Neonatorum.
4. Mampu melakukan implementasi/pelaksanaan asuhan Pada Bayi
Ny.“S” dengan Ikterus Neonatorum.
5. Mampu melakukan evaluasi teori dan praktik Pada Bayi Ny.“S”
dengan Ikterus Neonatorum.
6. Mampu membuat pencatatan Asuhan Kebidanan dengan metode
SOAP Pada Bayi Ny. “S” dengan Ikterus Neonatorum.
7. Mahasiswa diharapkan mampu membuat pembahasan Pada Bayi
Ny. “S” dengan Ikterus Neonatorum.
1.4 Manfaat
A. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan kasus komprehensif ini dapat dijadikan sebagai
referensi bagi ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan bayi
yang mengalami Ikterus Neonatorum.
B. Manfaat praktis
1. Bagi Lahan Praktek Laporan studi kasus ini dapat dijadikan
gambaran informasi serta bahan untuk meningkatkan manajemen
kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktek mengenai asuhan
kebidanan neonatus dengan kasus Ikterus Neonatorum.
2. Bagi institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Mataram sebagai
sarana belajar, bahan referensi dan untuk pengembangan bagi
mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan melalui
asuhan kebidanan pada neonatus dengan Ikterus Neonatorum.
3. Bagi profesi kebidanan menjadi informasi dalam upaya
meningkatkan pelayanan kebidanan pada neonatus, terutama
dalam memberikan pengetahuan, pengawasan dan pelayanan
dengan kasus Ikterus Neonatorum.
10
4. Bagi ibu/klien dapat menambah informasi tentang Neonatus
dengan Ikterus Neonatorum.
BAB II
TINJAUAN TEORI
11
Menurut Dewi (2011), masalah bayi baru lahir yang perlu tindakan
segera dalam 1 jam pertama :
12
dari 32 minggu) sering mengalami masalah berat sepertisukar
bernafas, sukar menghisap, ikterus berat, infeksi, rentan
hipotermi. Segera rujuk bila bayi mengalami kondisi-kondisi
tersebut.
4. Letargi Tonus otot rendah dan tidak ada gerakan sehingga
sangat mungkin bayi sedang sakit berat. Jika ditemukan kondisi
demikian maka segera rujuk.
5. Hipotermi Bayi mengalami hipotermi berat jika suhu aksila
kurang 35ºC. Untuk mengatasi kondisi ini tindakan yang dilakukan
menggunakan alat dan incubator, radian heater, kamar hangat atau
tempat tidur hangat, merujuk ke pelayanan kesehatan yang
mempunyai Neonatal Instentif Care Unit (NICU).
6. Neonatus resiko tinggi Berikut ini kondisi-kondisi yang
menjadikan neonatus beresiko tinggi:
a) Asfiksia neonaturum Suatu keadaan bayi yang gagal bernafas
spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak
dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat
asam arang dalam tubuhnya.
b) Perdarahan tali pusat Perdarahan yang terjadi pada tali pusat
bisa timbul karena trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik
atau kegagalan proses pembentukan thrombus normal.
c) Kejang neonatus Kejang dalam neonatus bukan suatu penyakit,
namun merupakan suatu gejala adanya penyakit lain sebagai
penyebab kejang atau ada kelainan susunan saraf pusat.
Penyebab utama terjadinya kejang adalah kelainan bawaan pada
otak, sedangkan penyebab sekunder adalah gangguan metabolik
atau penyakit lain seperti penyakit infeksi
13
Menurut Vivian Nanny (2011), ikterus ialah warna kuning yang dapat
terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat
penumpukan bilirubin. Keadaan ini merupakan penyakit darah. Bilirubin
merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah.
Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh
tubuh badan manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari.
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabollisme heme melalui
proses reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial
(Kosim, 2014). Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah
merah. Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus
sebagai empedu atau cairan yang berfungsi untuk membantu
pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).
Ikterus neonatorum adalah peningktan konsentrasi bilirubin serum,
<12mg/dl pada hari ke -3. Kadar bilirubin serum total biasanya mencapai
puncak pada hari ke 3 -5 kehidupan dengan kadar 5 – 6 mg.dL,
kemudian menurun kembali dalam 1 minggu setelah lahir, kadang dapat
muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dl dengan bilirubin
terkonyugasi <2 mg/dL (Didien Ika, 2019).
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jeringan
lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin
terbentuk sebagai akibat pemecahan, biasanya sebagai akibat
metabolisme sel darah merah. Kata icterus (jaudice) berasal dari kata
Perancis janne yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah
cahaya siang hari dengan melihat sklera mata (Sutjahjo, 2015).
b. Klasifikasi Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan iktrerus patologi.
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologi, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi
kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
(Maulida, 2018).
14
Adapun tanda dan gejala icterus fisiologis, ikterus fisiologi ini
biasanya dimulai pada usia dua sampai tiga hari (3-5 hari pada bayi
yang disusui). Ikterus dapat terlihat di wajah bayi ketika kadar dalam
serum mencapai sekitar 5 mg/dl, kemudian berkurang jika kadar
bilirubin meningkat. Ikterus ini juga bisa terlihat pada abdomen
tengah jika kadar bilirubin kurang lebih 15 mg/dl, dan di tumit kaki jika
kadarnya 20 mg/dl. Pada hari kelima hingga ketujuh, kadarnya
berkurang menjadi sekitar 2 mg/dl.
Ikterus fisiologi ini memiliki tanda-tanda berikut:
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b) Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per
hari.
d) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%.
e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2. Ikterus Patologis
Ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya
kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva,
kulit dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga
berpotensi besar terjadi icterus yaitu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak.
Bayi yang mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut :
adanya ikterus pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi
bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 11 jam, konsentrasi bilirubin
serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg%
pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses
hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat
badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-
lain.
15
Adapun tanda dan gejala ikterus patologi sebagai berikut :
a) Ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama.
b) Kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan melebihi 12,5 mg % pada neonatus yang kurang bulan.
c) Terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e) Kadar bilirubin direklebih dari 1 mg%.
Tanda/gejala Klasifikasi
1. Timbul kuning pada hari Ikterus Berat
pertama (<24 jam) setelah
lahir.
2. Kuning ditemukan pada
umur lebih dari 14 hari.
3. Kuning sampai telapak
tangan/telapak kaki.
4. Tinja berwarna pucat.
Timbul kuning pada umur ≤ 14 Ikterus
hari dan tidak sampai telapak
tangan/telapak kaki.
Tidak ada kuning Tidak ada Ikterus
c. Etiologi Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti
menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat
kombinasi antara darah janin (fetal blood ) dan darah dewasa (adult
blood ) yang mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO2
melalui paru-paru.
16
Penghancuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadinya
icterus yang bersifat fisiologis. Sebagai gambaran dapat
dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar
15 mg% sedangkan bayi belum cukup bulan 10 mg%. diatas angka
tersebut disebut sebagai hiperbilirubinemia, yang dapat menimbulkan
kern icterus (Vivian, 2011).
Selain itu ikterus juga dapat disebabkan oleh kurangnya asupan ASI
pada awal-awal proses menyusui, pemberian air susu ibu (breast
feeding jaundice), kolostrum merupakan laksati alami yang
membantu meningkatkan pengeluaran mekonium. Konsekuensinya,
pemberian air susu ibu yang sering dan dini akan meningkatkan
ekskresi mekonium dan menurunkan kadar bilirubin. Oleh sebab itu,
bayi baru lahir harus disusui minimal 8 kali atau lebih dalam sehari
dan ibu dianjurkan menyusui secara teratur dalam 24 jam.
Breast milk jaundice adalah peningkatan kadar bilirubin indirek
setelah minggu pertama kehidupan bayi yang disebabkam oleh
hormone pregnandiol dalam air susu ibu yang menghambat
pengeluaran bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis atau ikterik
neonatal merupakan kondisi yang normal pada 50% bayi cukup bulan
dan 80% bayi premature (Maulida, 2018).
2. Ikterus Patologis
Bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat masuk ke dalam lumen usus
halus sehingga tetap berada di dalam usus, kemudian didekonjugasi
dan diresorbsi ke dalam aliran darah.
Sedangkan bilirubin yang tidak terkonjugasi (indirek), suatu zat larut
lemak memiliki afinitas untuk jaringan ekstravaskular. Disini bilirubin
disimpan jika ada kelebihan bilirubin di dalam darah. Bilirubin yang
disimpan di dalam kulit dan sclera menyebabkan ikterus. Jika kadar
bilirubin yang disimpan di otak menjadi cukup tinggi dapat
menyebabkan letargi, ikterus menjadi patologis.
Selain itu ikterus ini terjadi karena produksi yang berlebihan misalnya
pada proses hemolisis, gangguan transportasi misalnya
hipoalbuminemia pada bayi kurang bulan, gangguan pengelolahan
oleh hepar, gangguan fungsui hepar atau imaturitas, dan gangguan
17
ekskresi atau obstruksi. Ada beberapa factor yang dapat
menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai berikut :
18
Keterangan:
a. Kramer 1 : warna kuning pada daerah kepala dan leher,
b. Kramer 2 : warna kuning sampai dengan bagian badan
(dari pusar ke atas),
c. Kramer 3 : warna kuning pada badan bagian bawah
hingga lutut atau siku,
d. Kramer 4 : warna kuning dari pergegelangan dan kaki,
e. Kramer 5: warna kuning pada daerah tangan dan kaki
(Setyarini & Suprapti, 2016)
d. Komplikasi
Jenis atau macam komplikasi dan beratnya tergantung dari
penyebab ikterus. Sebagian pasien tidak mengalami komplikasi dan
akan sembuh sempurna. Sebagian yang lain bisa mengalami komplikasi
dari ringan sampai berbahaya, antara lain:
1) Gangguan elektrolit
2) Ganguan faal hati
19
3) Perdarahan
4) Gagal Hati
5) Anemia
6) Gagal ginjal
7) Infeksi
8) Kern icterus
9) Sepsis
10) Ensefalopati hepatic
11) Kematian
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu
kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus
merah, dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Gambaran klinis dari
kern ikerus adalah:
1) Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar – putar
2) Letargi, lemas tidak mau menghisap
3) Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
4) Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
5) Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
(Riezkhyamalia, 2014)
e. Faktor Resiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus antara lain :
1) Faktor Maternal.
a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, native American, Yunani)
Glukosa 6 fosfat dehydrogenase adalah enzim yang normalnya
melindungi sel darah merah dan sel-sel lain dari perlukaan oksidatif dan
hemolisis. Glucose 6 phosphate dehydrogenase deficiency (G6PD)
adalah gangguan yang terkait X resesif sehingga terutama disertai bayi-
bayi laki-laki, meskipun bayi- bayi perempuan menderita penyakit yang
kurang parah. Penyakit ini diderita oleh lebih dari 100 juta orang
diseluruh dunia dan dapat menyebabkan sakit kuning neonatal pada
bangsa Afro Ameika, Cina dan mereka dengan varien genetik dari
Mediterania atau Timur Tengah atau Timur Jauh). Orangtua dari bayi-
20
bayi yang sakit harus diberi nasihat untuk menghindari pengobatan
tertentu yang dapat diberikan melalui air susu ibu atau langsung
diberikan kepada bayi (beberapa antibiotik, aspirin dan parasetamol)
ketika bayi mengalami infeksi karena keadaan tersebut dapat memicu
hemolisis yang menyebabkan terjadinya sakit kuning.
b) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
(1) Diabetes Mellitus (DM).
Kehamilan ditandai oleh beberapa faktor yang
menghasilkan status diabetikogenetik sehingga insulin dan
metabolisme karbohidrat berubah dalam rangka membuat glukosa
lebih siap pakai bagai janin. Peningkatan kadar estrogen,
progesteron, dan prolaktin menyebabkan hyperplasia progresif
pada sel beta pancreas yang mengakibatkan disekresikannya
insulin lebih dari 50% (hiperinsulinemia) pada trimester ketiga
kehamilan. Namun demikian, progesteron, laktogen plasenta
manusia, dan kortisol merupakan antagonis insulin dan akan
mengurangi efektivitas insulin. Keadaan ini disebut dengan
‘mekanisme hemat glukosa’ yang memungkinkan glukosa dalam
jumlah besar diambil oleh sirkulasi maternal dan dialirkan ke janin
melalui plasenta dengan proses yang disebut dengan ‘difusi
terfasilitasi’. Setelah kelahiran plasenta, resistensi dan kebutuhan
insulin menurun dengan cepat serta sensitivitas prakehamilan
terhadapinsulin kembali membaik.
Diabetes gestasional paling sering terjadi pada trimester
ketiga kehamilan ketika peningkatan tuntutan ekstra terhadap sel
beta pankreatik mencetuskan terjadinya intoleransi glukosa. Ibu
yang menderita DM tidak memiliki kemampuan untuk
meningkatkan sekresi insulin sebagai respon terhadap perubahan
metabolisme karbohidrat pada kehamilan sehingga glukosa
berakumulasi di sistem peredaran maternal dan janin
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Terjadinya komplikasi pada neonatus berkaitan dengan DM
adalah hiperglikemia maternal selama kehamilan yang
menyebabkan terjadinya hyperinsulinemia janin. Hal ini
21
menyebabkan terjadinya berbagai kondisi yang salah satunya
dapat menyebabkan terjadinya ikterus yaitu polisitemia. Dimana,
hiperinsulin janin selama kehamilan juga menyebabkan
peningkatan produksi sel darah merah yang mengakibatkan
terjadinya polisetemia (hematokritvena >65%). Pemecahan yang
cepat sel darah merah yang berlebihan disertai dengan imaturitas
relatif hati pada bayi baru lahir akan menyebabkan terjadinya
ikterus pada bayi. Keadaan ini semakin memburuk jika terdapat
memar akibat trauma kelahiran.
(2) Inkompatibilitas ABO dan Rh
Ketidaksesuaian ABO terjadi pada 10-15 persen kehamilan
tetapi jumlah yang mengakibatkan hemolisis signifikannya hanya
sedikit Ketika golongan darah ibu adalah O dan golongan darah
bayi A atau B, antihemolisis IgG melewati plasenta dan
menyebabkan hemolisis sel darah merah pada bayi, dimana sakit
kuning hemolitik terjadi dala 24 jam pertama kelahiran Menurut
Maulida, 2017. Ikterus yang muncul pada hari pertama atau kedua
dari kehidupan bayi bahkan lebih serius dan membutuhkan
perawatan intensif Ikterus dini ini dapat disebabkan oleh infeksi
atau ketidakcocokan Rh atau ketidakcocokan ABO.
Ketidakcocokan Rh dapat terjadi jika resus darah ibu negatif
sementara resus darah bayi positif. Ketidakcocokan ABO terjadi
jika jenis darah ibu O sementara ayah A, B, atau AB. Fototerapi
dapat digunakan untuk keadaan ini, tetapi pada keadaan yang
langkah yaitu jika kadar bilirubin sangat tinggi, mungkin perlu
dilakukan transfusi penggantian darah. Darah bayi akan diganti
dengan darah baru untuk menurunkan kadar bilirubin ke kadar
yang aman, mencegah kemungkinan terjadinya kehilangan
pendengaran atau kerusakan saraf yang lebih parah.
(3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotoni
Selama minggu pertama kehidupan, banyak bayi yang
mengalami ikterus. Sebagian besar bayi ini tidak sakit, hanya satu
dari seratus bayi yang memang sakit, biasanya ada masalah pada
hati atau ketidakcocokan golongan darah. Janin tidak bernapas
22
sendiri, sehingga ia membutuhkan tambahan sel darah merah
untuk mendapatkan oksigen yang diperlukannya. Setelah lahir,
bayi bernapas sendiri dan sel-sel darah merah tambahan tidak
diperlukan lagi. Saat sel-sel darah merah dipecah oleh hati,
terbentuk bilirubin pigmen yang menyebabkan warna kuning pada
kulit bayi (ikterus). Hati bayi masih belum sempurna, sehingga
tidak cukup cepat dalam membuang bilirubin. Diperlukan tiga
sampai lima hari bagi hati untuk mmematangkan diri, dan
sementara itu bilirubin menumpuk dan menimbulkan ikterus.
Ikterus lebih parah jika ada lebam pada saat lahir, atau akibat
pengaruh obat-obatan yang diberikan kepada wanita selama
kehamilan atau persalinan misalnya oksitosin atau bius epidural.
(4) ASI
Pemberian ASI ekslusif harus merupakan norma fisiologis
yang terorganisasi, bidan perlu mempertanyakan apa peran
normalitas yang terkait dengan fisiologi sakit kuning jika ibu
memilih untuk memeberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya.
istilah "ekslusif" berarti bahwa bayi hanya diberi ASI dan tidak
mendapat susu formula sama sekali. Selama 30 tahun terakhir
atau lebih, banyak dugaan yang terkait dengan pola-pola fisiologi
sakit kuning terpengaruh oleh pemberian susu formula yang
sering atau ASI yang dicampur susu formula. Tampak bahwa bayi
yang diberi ASI secara ekslusif kurang terwakili dengan baik pada
populasi wanita yang menyusui tetapi dalam memeriksa
kecenderungan sakit kuning lebih dapat diterima bahwa bayi-bayi
yang diberi ASI mempunyai bilirubin serum yang memuncak di
akhir minggu pertama dan tidak dapat sembuh pada akhir minggu
kedua. sampai sepertiga bayi tetap berada dalam keadaan sakit
kuning secara klinis setelah usai dua minggu dan keadaan ini
memerlukan screening untuk mengesampingkan penyebab
patologi karena pola sakit kuningnya dirasa berlangsung lama.
Ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI) disebut dengan
breast milk jaundice. Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-
4%. Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-
23
4, tetapi pada breat milk jaundice, bilirubin terus naik, bahkan
dapat mencapai 20-30 mg/dl pada usia 14 hari. Bila ASI
dihentikan bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila
ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali naik namun
tidak setinggi sebelumnya. Bayi menunjukan peningkatan berat
badan, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis.
Mekanisme yang sesungguhnya yang menyebabkan breast milk
jaundice belum diketahui, tetapi diduga timbul akibat
terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acid glucuronyl
transferase (UDGPA) oleh hasil metabolism progesterone, yaitu
pregnane-3-alpha 2-beta-diol yang ada didalam ASI sebagian ibu
(Pediatric, 2014).
2) Faktor Persalinan
a) Trauma Persalinan
Trauma lahir adalah suatu tanda yang timbul akibat proses
persalinan. Trauma lahir yang sering terjadi pada umumnya tidak
memerlukan tindakan khusus Hanya beberapa jenis kasus yang
memerlukan tindakan lebih lanjut. Sefalhematom merupakan
perdarahan di bawah lapisan tulang tengkorak terluar akibat benturan
kepala bayi dengan panggul ibu.Paling umum terlihat pada sisi
samping kepala, tetapi kadang dapat terjadi pada bagian belakang
kepala. Ukurannya bertambah sejalan dengan waktu, kemudian
menghilang dalam waktu 2-8 minggu Hanya sekitar 5-18% bayi
dengan sefalhematom memerlukan foto rontgen kepala dan
menimbulkan komplikasi seperti ikterus (kuning) dan anemia (pucat)
(Maulida 2018).
b) Infeksi
Mikroorganisme jarang berhasil melewati plasenta atau menembus
amnion yang intak (utuh) Dampak dari infeksi janin tergantung dari
sifat organisme dan masa kehamilan. Infeksi yang terjadi sangat dini
dapat menyebabkan kematian janin, aborsi atau malformasi berat
salah satunya adalah virus rubela menyebabkan malformasi jika
infeksi terjadi pada usia kehamilan dini. Bayi yang terinfeksi juga dapat
terlahir dengan menunjukan gejala viremia aktif seperti ikterus,
24
hepatosplenomegali, purpura, dan sesekali lesi pada tulang dan paru
Hal ini dapat mengikuti infeksi yang terjadi kemudian pada kehamilan
dan tidak berlanjut menjadi malformasi (Vivian, 2011). Menurut
Draikeron (2018), ikterus terjadi dalam 24 jam dari saat kelahiran
dikarenakan infeksi kongenital, dimana bayi yang terkena mungkin
memiliki hiperbilrubinemis terkonjugasi yang ringan.
3) Faktor Neonatus
a) Prematuritas
Konsentrasi molekuler albumim serum harus lebih besar
daripada konsentrasi molekuler bilirubin agar terjadi pengikatan
Pada bayi imatur, albumin dan bilirubin juga tidak berikatan dengan
efektif. Pada bayi yang tidak cukup bulan ada peningkatan potensi
menderita efek-efek hipoksia, asidosis, hipoglikemia dan sepsis,
selain itu karena pengobatan yang diberikan dapat juga
berkompetensi untuk daerah yang mengikat albumin sedangkan
sakit kuning pada bayi lahir cukup bulan kadar bilirubin tak
terkonjugari cukup tinggi untuk menyebabkan gangguan
pendengaran sementara dan kerusakan neurologi permanen yang
jarang terjadi.
b) Faktor Genetik
Salah satu yang berhubungan dengan faktor genetik adalah
penyakit spherocytosisherediter yaitu penyakit genetik dominan
autosomal yang menyebabkan sel darah merah berbentuk bulat
dan bukan bicincave (cekung ganda), yang dapat mengakibatkan
hemolisis parah dan sakit kuning yang dapat terjadi dengan tiba-
tiba ketika sistem imun mengenali sel-sel yang abnormal Biasanya
terdapat riwayat keluarga yang positif kuat.
c) Obat-obatan
Pengaruh hormon atau obat yang mengurangi kesanggupan hepar
untuk mengadakan konjugari bilirubin, ini bermula pada hari
keempat hingga hari ketujuh dan menghilang selepas hari ke 3
hingga 10 minggu, dimana gangguan dalam transportasi bilirubin
dalam darah terikat oleh albumin ini dapat dipengaruhi adanya
obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan albumin misalnya
25
sulfafurazole, salisilat dan heparin. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
26
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam
liver. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi alam hepar atau
diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.
f. Penatalaksanaan Ikterus
1) Ikterus fisiologis.
a) Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya.
b) Lakukan perawatan bayi sehari-hari seperti: Memandikan,
Melakukan perawatan tali pusat, Membersihkan jalan napas,
Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi kurang lebih 30
menit.
c) Ajarkan ibu cara: Memandikan bayi, Melakukan perawatan tali
pusat, Menjaga agar bayi tidak hipotermi, Menjemur bayi di
bawah sinar matahari pagi kurang lebih 30 menit.
d) Jelaskan pentingnya hal-hal seperti: Memberikan ASI sedini dan
sesering mungkin, Menjemur bayi dibawah sinar matahari dengan
kondisi telanjang selama 30 menit, 15 menit dalam posisi
telentang, dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap,
Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu,
Menganjurkan ibu dan pasangan untuk ber-KB sesegera
mungkin, Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu, Apabila ada
tanda- tanda ikterus lebih parah (misalnya feses berwarna putih
keabu-abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera
membawa bayinya ke Puskesmas, Anjurkan ibu untuk kontrol
setelah 2 hari.
Bayi dengan ikterus fisiologis sebenarnya tidak memerlukan
penanganan khusus karena ikterus tersebut akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10. Pemberian minum secara
mencukupi sangat diperlukan pada bayi karena dapat membantu
hati untuk mengekskresi bilirubin. Oleh karena itu hindari puasa
panjang pada bayi baru lahir.
2) Ikterus Patologis
27
Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi
maka bayi harus segera mendapatkan terapi. bentuk terapi ini
macam-macam disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.
1) Terapi sinar (fototerapi)
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari
10 mg beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan
Fototerapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi
dan Berat Bada Lahir Rendah.
Cara kerjanya terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau
setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang
batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat
dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah
dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar
bilirubin agar tidak terus meningkat sehinggat menimbulkan risiko
yang lebih fatal. Sinar yang dgunakan pada fototerapi berasal dari
sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu
yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel.
Dibagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass
yang berfungsi menigkatkan energi sinar sehingga ontensitasnya
lebih efektif.
3) Hal-hal yang harus perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar
adalah:
(a) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam
(b) Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sbeelum digunakan
cek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapo
sinar, penggunaan yang ke berapa ada bayi itu untuk mengetahui
kapan mencapai 500 jam pengunaan.
(c) Pasang lebel, kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi
(d) Pada saat dilakukan fototerapi,posisi tubuh bayi akan diubah-
ubah, telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata.
3) Komplikasi fototerapi
(a) Terjadinya dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan insensible wter loss (IWL) ( penguapan
28
cairan ). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih
besar.
(b) Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.
(c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkenan sinar
(berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang setelah terapi selesai.
(d) Gangguan retina bila mata tidak ditutup
(e) Kenaikan suhuh akibat sinar lampu
4) Memberitahu orang tua bayi dengan ikterus sebelum dipulangkan:
(a) Follow up rutin dan hanya pemberian jika keadaan klinis baik
(b) Masa gestasi>37 minggu
(c) Bayi tidak mempunyai kecenderungan terjadi inkompabilitas ABO
pada riwayat keluarga
Jika secara klinis tampak iterus yang signifkan pada bayi yang
sehat dan cukup bulan, periksa kadar bilirubin.
29
5) Menyusui bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan
feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti
diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetatpi, pemberian
ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa
kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk
jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat
mempengaruhi kadar bilirubinnya.
6) Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi
tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat dirumah
sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi
yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang,
miasalnya seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan ketika
matahari mulai terbit sekitar jam 07:00 sampai 09:00 pagi inilah
waktu dimana sinar surya efektif mengurangu kadar bilirubin. Hindari
posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena
dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi disekeliling,
keadaan udara harus bersih. (Riezkhyamalia, 2014)
30
Proses manajemen kebidanan merupakan proses berfikir logis
sistematis dalam memberi asuhan kebidanan agar menguntungkan
kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan. Oleh karena
itu,manajemen kebidanan merupakan alur berfikir bagi seorang bidan
dalam memberikan arah /kerangka dalam menangani kasus yang
menjadi tanggung jawabnya. Menurut Hellen Varney Langkah -
Langkah Manajemen Kebidanan.
a. Langkah 1 (Pertama) : Pengumpulan Data Dasar.
Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah
berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimbau informasi
tentang klien atau orang yang meminta asuhan. Memilih informasi
data yang tepat diperlukan analisa situasi yang menyangkut manusia
yang rumit karena sifat manusia yang komplek. Kegiatan
pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara
terus menerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung.
Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber
yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh
secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien dalam sumber
informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer,
sumber data alternative atau sumber data sekunder adalah data
yang yang sudah ada praktikan kesehatan lainnya, anggota
keluarga.
Pengkajian adalah langkah awal yang dipakai dalam
penerapan asuhan kebidanan pada pasien yang terdiri dari data
subjektif dan data objektif.
1) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapat dari pasien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
31
data diri pasien
(3) Jenis kelamin : untuk mengisi data diri pasien
(4) Usia : untuk menentukan waktu kelahiran pasien
(5) Anak ke : untuk mengetahui jumlah anak
Identitas orang tua :
(1) Nama : untuk mengidentifikasi pasien
(2) Pekerjaan : untuk menentukan jenis pengobatan
yang akan diberikan
(3) Umur ibu : untuk menentukan prognosa
(4) Agama : untuk menentukan jenis bimbingan doa
sesuai dengan agama dan kepercayaan pasien
tersebut
(5) Pendidikan : untuk mengetahui latar belakang
pendidikan pasien
(6) Alamat : sebagai data untuk bidan melakukan
kunjungan rumah
1) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu Untuk mengetahui
penyakit yang pernah di derita ibu,yang dapat
memperburuk keadaan bayi.
(2) Riwayat kesehatan sekarang Untuk mengetahui
penyakit penyakit yang di derita saat ini.
(3) Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui
penyakit penyakit yang di derita keluarga
b) Riwayat Kehamilan
Untuk mengetahui riwayat kesehatan kehamilan ibu
pada trimester 1,trimester II hingga trimester III dan berapa
kali ibu memeriksakan kehamilannya (ANC)
c) Riwayat Persalinan
Untuk mengetahui riwayat persalinan ibu dalam
batas normal :
Lamanya persalinan : 30 menit
Kala 1 : 10 – 15 jam
Kala II : 25 – 30 Menit
32
Kala III : 5 – 10 menit
Kala IV : 2 Jam
Keadaan air ketuban : jernih/keruh
Jenis persalinan : spontan/normal
Episiotomy : tidak dilakukan
2) Data Obyektif
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. TTV N : 110-160 x/menit
S : 36,5-37,5 C
P : 40-60x/menit
d. Antropemetri PB : 48-52 cm
BB : 2500 – 4000 gr
LD : 30-38 cm
LK : 33-35 cm
e. APGAR Score : NORMAL
Tanda Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Apperence Pucat/Biru Tubuh Merah Seluruh tubuh
(Warna Kulit) seluruh badan Ekstreitas Biru kemerahan
Pulse (Denyut Tidak Ada <100 <100
Jantung)
Grimance Tidak Ada Ekstremitas Gerakan Aktif
(Tonus Otot) sedikit fleksi
Activity Tidak Ada Sedikit gerak Langsung
(Aktifitas) Menangis
Respiration Tidak Ada Lemah/tidak Menangis
(Respirasi) beraturan
33
pembengkakan, tidak ada kelainan.
2) Mata : Simetris, tidak ada oedema, kemerah
merahan, tidak ada bercak hitam pada mata.
3) Hidung : Simetris, tidak ada pernapasan cuping
hidung dan pengeluaran.
4) Mulut : Bibir merah muda, bibir tidak sumbing, langit
langit tidak terbelah, reflex rooting (+), reflex
sucking (+).
5) Telinga : Simetris, tidak ada pengeluaran, tidak ada
kelainan.
6) Dada : Pernafasan teratur, tidak ada retraksi
dada, tidak ada kelainan.
7) Abdomen : Tidak ada kelainan, tidak ada benjolan
dan tidak ada perdarahan tali pusat.
8) Punggung : fleksibilitas tulang punggungnya
baik, tidak ada kelainan pada tulang
punggung, tidak ada benjolan yang
abnormal.
9) Genetalia : Labia mayora menutupi labia
minora, klitoris menonjol (pada bayi
perempuan), testis telah turun ke
skrotum (pada bayi laki laki).
10) Anus : Terdapat lubang anus
11) Ekstermitas : Atas : simetris, jari jari
lengkap,pergerakan tangan aktif,
refleks moro (+), refleks grasping (+)
(Normal). Bawah : simetris, jari jari
lengkap,pergerakan tangan aktif,
reflek moro (+), refleks grasping (+)
b. Langkah 2 (Kedua) : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi dari data menjadi
masalah atau diagnosa yang teridentifikasi secara spesifik. Kata
masalah dan diagnosa keduanya digunakan seperti halnya beberapa
masalah tidak dapat diidentifikasi sebagai diagnosis tetapi dibutuhkan
34
sebagai pertimbangan dalam mengembangkan rencana perawatan
yang komprehensif kepada pasien.
1) Diagnosa Kebidanan Adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan
dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
diagnosa kebidanan (Mufdlilah, 2012) Diagnosa kebidanan pada
kasus ini yaitu ― Neonatus Dini usia 1-7 hari.
2) Masalah Adalah pernyataan yang menggambarkan masalah
spesifik yang berkaitan dengan keadaan kesehatan seseorang dan
didasarkan pada penilaian asuhan kebidanan Masalah kebidanan
pada kasus ini yaitu ―Perawatan Tali Pusat.
3) Kebutuhan Hal yang dibutuhkan pasien dan belum teridentifikasi
dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan analisis data
(Mufdlilah, 2012)
Kebutuhan neonatus dini pada yaitu :
a) Menjaga suhu tubuh bayi
b) Memandikan bayi setelah 6 jam
c) Melakukan perawatan tali pusat
d) Menjaga keamanan bayi
e) Menjemur bayi
f) Melakukan pemeriksaan fisik
g) Konseling tentang menyusui bayi terhadap ibu
h) Konseling tentang PENKES tanda bahaya bayi baru lahir.
c. Langkah 3 (Ketiga) : Identifikasi Data dan Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan seperangkat masalah dan diagnosa terbaru adalah
suatu hal untuk antisipasi, pencegahan jika mungkin, penantian dan
pengawasan penuh, dan persiapan untuk kejadian apapun.
d. Langkah 4 (Keempat) : Identifikasi Kebutuhan Yang Membutuhkan
Penanganan Segera
Mengevaluasi kebutuhan segera dari bidan atau dokter
serta untuk konsultasi atau manajemen kolaboratif dengan anggota
tim kesehatan lain. Seperti yang didasarkan pada kondisi pasien.
e. Langkah 5 (Kelima) : Perencanaan atau Intervensi
Pada langkah ini yaitu mengembangkan suatu rencana
35
perawatan komprehensif yang didukung oleh penjelasan yang
rasional dan valid sebagai dasar atas pengambilan keputusan serta
didasarkan pada langkah langkah sebelumnya.
f. Langkah 6 (Keenam) : Pelaksanaan atau Implementasi
Pada langkah ini bidan mengatur atau melaksanakan rencana
perawatan secara efisien dan amanah. Hal ini biasa dilakukan
seluruhnya oleh bidan, sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, dia
bertanggung jawab atas pengarahan pelaksanaannya, misalnya
mengamati bahwa hal ini telah dilaksanakan. “Implementasi
dilakukan sesuai intervensi/ perencanaan yang dibuat”
g. Langkah 7 (Ketujuh) : Evaluasi
Yang dilakukan adalah mengevaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah.
S = Subjektif
Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan
yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
O = Objektif
36
Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi
yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien. Catatan medik dan
informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data
objektif ini sebagai data penunjang. Data ini akan memberikan bukti
gejala klinis pasien dan data fakta yang berhubungan dengan
diagnosis.
A = Analisis/Asasment
Analisis assesment merupakan merupakan pendokumentasian
hasil analisis dan interprestasi (kesimpulan) dari data subjektif dan
objektif. Karena keadaan pasien yang setiap saat mengalami
perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif
atau objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat
dinamis. Analisis data adalah melakukan interpretasi data yang telah
dikumpulkan, mencangkup diagnosis / masalah kebidanan, diagnosis
/ masalah potensial serta perlunya antisipasi diagnosis / masalah
potensial dan tindakan segera.
P = Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun
dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien.
Penatalaksanaan tindakan harus disetujui pasien, kecuali bila
tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan
pasien.
37
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kunjungan I
Hari/ tanggal pengkajian Senin, 31 Agustus 2023
Waktu 13.00 WITA
Tempat Ruang NICU RSAM Narmada
A. Data Subyektif
Identitas :
1. Identitas Bayi
2. Identitas
Nama Orang Tua/Wali
By Ny “S”
Umur 6 Hari
Istri Suami
Nama
Tanggal lahir Ny S 25 Agustus 2023Tn H
Umur 26 tahun 25 tahun
Agama Islam Islam
Suku/Bangsa Sasak Sasak
38
3. Keluhan Utama : ibu mengatakan kulit bayinya menguning
sejak tanggal 29 Juli 2023, dan mengatakan berat badan bayi
lahir 2000 gram, bayi juga kurang menyusu.
4. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Bayi lahir spontan di RSAM Narmada pada tanggal 25 Juli
2023 dengan indikasi KPD. Ibu bayi mengatakan kulit bayi
mulai menguning sejak baru lahir, namun di bawa pulang
pada hari kedua setelah lahir. Pada tanggal 29 Juli 2023
tubuh bayi menguning Kembali dan bayi dibawa ke RS pada
tanggal 31 Juli 2023, bayi transfer dari IGD pukul 12.30 WITA.
5. Riwayat Kehamilan/persalinan dan nifas yang lalu :
Riwayat Anak
Hamil UK Temp Penolong Jenis Penyulit Ket
ke- (bulan) at H P N BB Umur
(gram)
Ini - - - - - - - - - -
Frekuensi ANC : 10x di posyandu, puskesmas
dan dr SPOG
Imunisasi TT : TT4
Tinggi Badan : 142,8 cm
Berat badan saat ini : 55 kg
BB sebelum hamil : 46 kg
Kenaikan BB Hamil : 9 kg
Lila : 24 cm
IMT : 23 cm
39
Penyakit Lain : Tidak ada
7. Kebiasaan waktu hamil
Nutrisi : Baik
Obat-Obatan/Jamu : Tablet Fe
Merokok : Tidak pernah
Lain-Lain : Tidak pernah
8. Riwayat persalinan
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Alert
40
Tonus otot : Bergerak Aktif
Tanda-tanda vital
Denyut Jantung : 131x/menit
Respirasi : 40x/menit
Suhu : 36,1C
SPO2 : 98%
Panjang Badan : 48 cm
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar dada : 33 cm
Lingkar lengan : 11 cm
3. Pemeriksaan Fisik :
41
f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada bendungan
vena jugularis.
g. Dada : Simetris, aerola menonjol
h. Abdomen : Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
perdarahan tali pusat, tidak ada tanda infeksi atau
kelainan.
i. Tangan : Simetris, pergerakan aktif, kedua tangan
jumlah jari masing-masing 5.
j. Kaki : Simetris, pergerakan aktif , kedua kaki jumlah
jari masing-masing 5
k. Kulit : Warna kulit kekuningan kremer IV-V.
l. Punggung : Tidak ada benjolan dan cekungan pada
tulang punggung
m. Genetalia : Jenis kelamin laki-laki, Testis sudah turun
ke dalam skrotum
n. Anus : Terdapat lubang anus
o. Reflek :
- Moro : Telah dilakukan
- Babinski : Telah dilakukan
- Rooting : Telah dilakukan
- Sucking : Telah dilakukan
- Swallowing : Telah dilakukan
- Grasping : Telah dilakukan
3. Pola Eliminasi
42
BAK : 1 x berwarna jernih
4. Pemeriksaan Penunjang
C. Analisa
43
distensi abdomen.
D. Penatalaksanaan
3.2 Kunjungan II
Hari/ tanggal pengkajian Selasa, 01 Agustus 2023
Waktu 08.00 WITA
Tempat Ruang NICU RSAM Narmada
A. Data Subjektif
Keluarga mengatakan keadaan umum bayi belum membaik.
B. Data Objektif
44
1. Keadaan umum
Reflek
3. Eliminasi
45
BAB : 2x berwarna kuning pucat
konsistensi lunak
BAK : 3x berwarna jernih
C. Analisa
46
6. Memberitahu keluarga untuk tetap mencuci tangan sebelum
dan sesudah menyentuh bayi.
A. Data Subjektif
Keluarga mengatakan keadaan umum bayi membaik.
B. Data Objektif
1. Keadaan umum
Reflek :
47
Rooting : Telah dilakukan
Sucking : Telah dilakukan
Swallowing : Telah dilakukan
Pemeriksaan penunjang
48
- Foto therapy 2x24 jam dimulai sejak tanggal 31 Juli 2023
pukul 13.00 WITA dan dihentikan pada tanggal 02
Agustus 2023 pukul 13.00 WITA.
- ASI/SF on demand.
3. Mengganti popok bayi apabila bayi BAB atau BAK.
4. Memberitahu keluarga untuk tetap berjaga di luar ruangan
agar mudah untuk membesuk bayinya.
5. Memberitahu keluarga untuk tetap mencuci tangan sebelum
dan sesudah menyentuh bayi.
3.4 Kunjungan IV
Hari/ tanggal pengkajian Rabu, 02 Agustus 2023
Waktu 14.00 WITA
Tempat Ruang NICU RSAM Narmada
49
A. Data Subjektif
Ibu mengatakan keadaan bayi semakin membaik.
B. Data Objektif
1. Keadaan umum
Reflek :
50
C. Analisa
D. Penatalaksanaan
Hari/tanggal : Rabu, 02 Agustus 2023
Waktu : 14.10 WITA
1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital terhadap pasien,
dan didapatkan hasil yaitu keadaan umum bayi baik, warna
kuning pada kulit memudar, suhu 36,7◦C, laju Jantung
145x/menit, Laju Nafas 40x/menit.
2. Advice dokter:
BPL
terapi pulang, Asam ursodeoksikolal 2x30 mg selama 10
hari
control poli anak pada tanggal 14 Agustus 2023.
3. Mengganti popok bayi bila bayi BAB atau BAK.
4. Menganjurkan ibu untuk menjemur bayi saat di rumah
selama 15-30 menit pada jam delapan pagi agar kulit bayi
tidak menguning.
5. Mengajarkan kepada ibu tentang ASI Eksklusif dan teknik
menyusui yang baik dan benar, yaitu dengan cara saat
menyusui perut bayi dan ibu menempel, tangan ibu salah
satu dibokong bayi dan salah satu bisa dibiarkan, kemudian
usaha agar saat menyusui bagian hitam disekitaran
payudara masuk kedalam mulut bayi dan pastikan tidak
timbul bunyi sehingga dapat dipastikan ibu menyusui
51
dengan benar, kemudian menyusui secara bergantian
antara payudara yang satu dengan yang satunya. kemudian
selalu gunakan payudara yang pas dan dapat menyongkong
payudara ibu. Ibu mengerti dengan penjelasan yang
diberikan dan bersedia untuk melakukan instruksi yang
diberikan oleh bidan.
6. Mengajarkan ibu cara mencegah hipotermi pada bayi
dirumah yaitu dengan cara menutup kepala bayi dengan
topi, memakaikan pakaian yang kering, menyelimuti bayi,
ruangan yang hangat, tidak menempatkan bayi di arah
hembusan angin dari jendela/pintu/pendingin ruangan, dan
memandikan bayi dengan air hangat.
7. Mengingatkan kepada ibu untuk segera fasilitas kesehatan
terdekat jika terjadi sesuatu terhadap bayi nya dirumah. Ibu
mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang pengaruh
asuhan kebidanan yang telah diberikan. Pada bab ini juga penulis akan
menguraikan tentang ada atau tidaknya kesenjangan antara teori dan hasil
studi penatalaksanaan dan penerapan asuhan kebidanan pada bayi Ny S
52
dengan Ikterus Neonatorum. Adapun hasil setiap kunjungan yang
dilakukan antara lain sebagai berikut:
53
Berat Bayi Lahir Normal (BBLN) merupakan salah satu indikator
kesehatan bayi baru lahir. Bayi berat lahir cukup adalah bayi dengan
berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR adalah bayi yang lahir dengan
berat kurang dari 2500 gram terlepas dari masa kehamilan. BBLR juga
dapat disebabkan karena bayi yang dilahirkan dengan small for
gestational age sebagai akibat terhambatnya pertumbuhan intrauterin
atau kelahiran prematur." Komplikasi langsung yang terjadi pada bayi
berat lahir rendah antara lain: Hypotermia, hypoglikemia, gangguan
cairan dan elektrolit, hiperbilirubinemia (ikterus), sindrom gawat nafas,
paten duktus arteriosus, infeksi, perdarahan intravaskuler. Apnea of
prematury, anemia.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu dari ibu dan
janin sendiri. Seorang ibu yang memiliki kelainan pada fungsi organ
dan sistem peredaran darah akan menyebabkan sirkulasi ibu ke janin
terganggu sehingga akan mengakibatkan pasokan nutrisi, volume
darah dan cairan dari ibu ke janin akan sangat minim. Hal tersebut
akan mengakibatkan pertumbuhan janin dalam rahim akan terganggu
54
dan berat badan bayi kurang dari normal. Faktor janin sangat
mempengaruhi kemungkinan berat badan lahir bayi dimana jika ada
gangguan pada fungsi plasenta, liquor amni, tali pusat dan fungsi
organ tubuh janin akan mengakibatkan penerimaan terhadap
kebutuhan yang diperoleh dari ibu tidak optimal sehingga
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan organ menjadi
terhambat yang akan mengakibatkan bayi lahir dengan
berat badan rendah.
55
Menurut Dewi, 2016 Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik. Salah satu kondisi klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir adalah hiperbilirubinemia.
Sekitar 25-50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu
pertama. Hiperbilirubinemia pada bayi kurang bulan angka
kejadiannya lebih tinggi. Dimana terjadi 60% pada bayi cukup
bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 80%.
56
36,5oC, dan SPO2 98%,
pemeriksaan fisik baik,
sklera berwarna kuning,
telinga membalik lembut,
areola muncul sedikit
tonjolan 1-2 mm, kulit
kekuningan dari wajah,
leher, dada, perut hingga
ekstremitas. Ekstremitas
atas dan bawah jumlah jari
masing-masing 5, Reflek
moro ada, reflek glabella
ada, reflek babinski ada,
reflek rooting ada, reflek
sucking ada, reflek
swallowing ada, dan reflek
grasping ada.
Pemeriksaan Penunjang:
Bilirubin Direk : 1.03 mg/dL
Bilirubin Indirek : 26.43
mg/dL
Bilirubin Total : 27.46 mg/dL
II 7 hari Keadaan Denyut jantung 140x/menit,
umum respirasi 45x/menit, suhu
bayi 36,5oC, dan SPO2 98%.
sedang Sklera masih menguning,
Reflek moro ada, reflek
glabella ada, reflek babinski
ada, reflek rooting ada ,
reflek sucking ada, reflek
swallowing ada , dan reflek
grasping ada. Kulit tampak
kekuningan mulai dari
57
wajah, leher, sampai badan
bawah (di bawah umbilicus)
hingga tungkai atas ( di atas
lutut).
III 8 hari Keadaan Denyut jantung 37x/menit,
Umum respirasi 20x/menit, suhu
bayi 31,3oC, dan SPO2 96%.
membaik Reflek moro ada, reflek
glabella ada, reflek babinski
ada, reflek rooting ada ,
reflek sucking ada, reflek
swallowing ada, dan reflek
grasping ada. Sklera masih
menguning, kuning pada
kulit memudar. Kulit
kekuningan mulai dari
wajah, leher dan badan
atas ( di atas umbilical).
Pemeriksaan Penunjang:
Bilirubin Direk : 1.75 mg/dL
Bilirubin Indirek : 11.56
mg/dL
Bilirubin Total : 13.31 mg/Dl
IV 8 hari Keadaan Denyut jantung 145x/menit,
umum respirasi 40x/menit, suhu
bayi baik 36,5oC, dan SPO2 98%.
Reflek moro ada, reflek
glabella ada, reflek babinski
ada, reflek rooting ada,
reflek sucking ada, reflek
swallowing ada, dan reflek
grasping ada. Sklera masih
menguning, kulit
58
kekuningan di bagian wajah
saja.
59
i) Penatalaksanaan (P)
Menurut Purmaningrum, 2012, penatalaksanaan ikterus
neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Ikterus fisiologis
a) Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus,
kecuali pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah
cairan dan kalori yang cukup. Pemberian minum sedini
mungkin menyebabkan bakteri dintroduksi ke usus. Bakteri
dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak
dapat diabsorbsi kembali. sehingga kadar bilirubin serum
akan turun.
b) Orangtua harus diajari menjemur bayi di bawah sinar
matahari selama 15-20 menit setiap hari pada rentang pukul
06.30 WIB sampai 08.00 WIB.
c) Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan
dapat dirawat jalan dengan nasehat untuk kunjungan ulang
setelah tujuh hari. Jika bayi tetap kuning maka lakukan
penilaian lengkap. Apabila ikterus makin meningkat
intensitasnya, harus segera dicatat dan dilaporkan karena
mungkin diperlukan penanganan khusus.
2. Ikterus Patologis
a) Tujuan primer penanganan hiperbilirubin adalah mencegah
ensefalopi bilirubin.
b) Fototerapi
Dilakukan sesuai anjuran dokter, diberikan pada neonatus
dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg%. Fototerapi
adalah terapi untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada
neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak sampai moderat.
Dengan fototerapi maka akan terjadi isomerisasi bilirubin
indirek yang mudah larut dalam plasma dan lebih mudah
diekskresikan oleh hati dalam saluran empedu. Foto bilirubin
yang meningkat di dalam empedu ke dalam usus sehingga
peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat
meninggalkan usus. Energi dari sinar fototerapi akan
60
mengubah senyawa bilirubin menjadi senyawa bilirubin yang
bentuk isomernya mudah larut dalam air.
c) Transfusi tukar
Digunakan untuk mengurangi kadar bilirubin indirek.
mengganti eritrosit yang dapat di hemolisis, membuang
antibodi yang menyebabkan hemolisis dan mengoreksi
anemia. Transfusi tukar adalah penggantian darah sirkulasi
neonatus dengan darah darah dari donor dengan cara
mengeluarkan darah neonatus dan memasukkan darah
donor secara berulang dan diganti sama dengan yang
dikeluarkan. Penggantian darah ini dapat mencapai 75-85%
dari jumlah darah neonatus.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan kebidanan yang telah diberikan dengan
menggunakan metode SOAP. Evaluasi tindakan umum Ikterus
61
Neonatorum karena factor BBLR dan asupan nutrisi yang kurang, evaluasi
pengetahuan ibu mengenai icterus neonatorum, dan evaluasi pasca
tindakan terhadap bayi dengan icterus neonatorum, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Data Subyektif (S)
3. Analisa (A)
4. Penatalaksanaan (P)
62
yaitu keadaan bayi semakin membaik sampai bisa di pulangkan,
tanda-tanda vital dalam batas normal, kuning pada kulit memudar
namun pada sklera masih berwarna kekuningan, menjaga kebersihan
tali pusat bayi untuk mencegah infeksi, tali pusat putus pada hari
kedua kunjungan, menjaga kehangatan bayi.
5.2 Saran
1. Instansi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan pelayanan kesehatan dari hasil studi kasus ini
dapat dimanfaatkan sebagai masukkan dalam memberikan suhan
pada bayi dengan Ikterus Neonatorum.
2. Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Annisa Fitri, and Endah Marianingsih Theresia. Rasio Prevalensi Berat
Badan Lahir Rendah Terhadap Ikterus Neonatorum Dini Di Rsud
63
Wates Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017. Diss. Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta, 2020.
Dewi AKS, Kardana IM, Suarta K. Efektivitas fototerapi terhadap Penurunan Kadar
Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal di RSUP sanglah.
Sari Pediatri.2016
Hidayati, E. & Rahmaswari, M. 2016. Hubungan Faktor Ibu dan Faktor Bayi
dengan Kejadian Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru
Lahir di RSUD Koja.
Lestari, Susi, and Endah Marianingsih Theresia. Hubungan Berat Badan Lahir
Bayi dan Usia Kehamilan dengan Kejadian Ikterus Neonatorum di
RSUD Sleman Tahun 2017. Diss. Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta, 2018.
Olusanya, B.O. Osibonjo, F.B. Slusher, T.N. (2015). Risk Factors for Severe
Neonatal Hyperbilirubinemia in Low and Middle Income Countries:
A Systematic Review and Meta Analysis. PLOS ONE│DOI:
10.1371/journal.pone.0117229.
Profil Dinkes 2022. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat 2022.
64
Purnamaningrum YE. Penyakit Pada Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya; 2012.
Rukiyah, dkk, 2013. Asuhan Neonatus bayi dan anak balita. Jakarta : Trans Info
Media.
65