Anda di halaman 1dari 2

Barisan Tani Indonesia (BTI) merupakan organisasi massa yang digandrungi oleh sebagian

kaum tani belum sempat memperoleh tempat yang baik dalam khazanah penulisan sejarah
gerakan kiri.

Padahal, semenjak berhubungan erat dengan PKI, BTI telah berhasil memainkan peranan
besar pada tahun 1960-an di dalam kancah politik nasional. Sebagai sebuah organisasi massa
kaum tani, BTI didirikan di Yogyakarta sekitar 3 bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI.

Memang, setelah itu bermunculan pula beberapa organisasi kaum tani seperti Sarekat Kaum
Tani Indonesia (Sakti), Rukun Tani Indonesia (RTI), dll. Melalui rekomendasi PKI, pada
1951 RTI, BTI dan SAKTI membentuk Front Persatuan Tani (FPT). Sejak tahun 1951, BTI
telah menjalin ikatan yang kuat dengan PKI dan mengikuti garis-garis politik partai tersebut.
BTI semakin menggembung jumlah anggotanya setelah terjadi fusi RTI dengan BTI.

Basis BTI yang terkonsentrasi di pedesaan baru mengemuka sebelum tahun 1955, dimana
organisasi ini telah berperan besar dalam menarik dukungan kaum tani di pedesaan terhadap
PKI. Era baru kepemimpinan PKI di bawah Aidit, dkk. sejak 1951 terbukti telah memberikan
perhatian lebih besar sebagai bentuk lanjutan dari proyeksi 1948 untuk bekerja lebih baik
dalam menggaet dukungan massa kaum tani di pedesaan.

Kekuatan BTI menjadi semakin besar setelah SAKTI juga memutuskan untuk bergabung ke
dalam BTI pada tahun 1955. Sejak tahun 1955, BTI telah eksis sebagai organisasi massa
kaum tani dengan kekuatan paling besar.
Seperti diungkap oleh Pelzer, “Pada bulan Maret 1954, BTI mengklaim bahwa jumlah
anggotanya 800.000 orang dan sekitar 2.000.000 orang pada bulan April 1955. Pada waktu
pemilihan umum yang diselenggarakan akhir tahun 1955, sekretarian BTI melaporkan bahwa
jumlah anggotanya 3.300.000 orang.

Pertambahan yang mengagumkan ini disebabkan oleh kampanye yang dilakukan golongan
komunis secara gencar sebelum pemilihan umum. Dalam sepuluh tahun berikutnya, BTI
mengalami pertambahan keanggoaan yang sangat pesat dan pada tahun 1965 mengklaim
bahwa jumlah anggotanya tak kurang dari 8.500.000 orang… Tahun 1965, cabang BTI dapat
ditemukan praktis di seluruh kabupaten dan di lebih dari 80 persen kecamatan yang ada di
Indonesia”.

Tentu saja jumlah anggota BTI yang diungkap Pelzer berangkat dari sumber dokumen
internal BTI maupun PKI memang berhak diragukan. Namun, peningkatan jumlah anggota
BTI yang signifikan pada waktu itu juga sulit untuk dibantah. Hal ini sedikitnya
menunjukkan posisi dan kekuatan politik BTI maupun PKI di kalangan kaum tani yang
meningkat seiring dengan perubahan orientasi program partai sejak Kongres V.
Berhenti untuk melihat BTI dari segi jumlah anggota yang tergabung tidaklah cukup tanpa
melihat segi kualitas gerakan ini. Bagaimana pencapaian gerakan ini yang secara kualitatif
telah meluluhkan hati banyak kaum tani untuk bersepakat dengan ide-ide dan program
gerakan dan menarik massa dalam jumlah besar.

Beberapa pencapaian ini juga menjadi penting sebagai bahan evaluasi atas gerakan tani hari
ini yang masih sangat terfragmentasi dan kehilangan napak tilas, setelah Orde Baru betul-
betul berhasil memberangus ingatan akan organisasi tani yang pernah begitu aktif dan
dinamis di zamannya.
BTI sebagai organisasi yang menaungi petani sadar betul betapa rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat pedesaan, khususnya kaum tani. Banyak di antara mereka bahkan
masih buta huruf. Di saat yang sama, kelompok yang punya privilese untuk mengakses
pendidikan pada umumnya adalah kelas-kelas sosial yang diuntungkan oleh struktur agraria
yang timpang dan menikmati hasil eksploitasi surplus pertanian. Karenanya, BTI memberi
perhatian besar bagi pendidikan kaum tani dan keluarganya, terutama karena hal ini berkaitan
langsung dengan kualitas organisasi.

Selain untuk meningkatkan kapasitas kaum tani dan kualitas organisasi, pendidikan juga
diperlukan untuk mendongkrak kepercayaan diri para petani, yang selama ratusan tahun
dikondisikan untuk hidup dengan mental jajahan.

Anda mungkin juga menyukai