Anda di halaman 1dari 2

BATU GOLOG

Pada suatu masa, di daerah Padamara, dekat Sungai Sawing, Nusa Tenggara Barat, hidup
sepasang suami istri yang sangat miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain, sedangkan
suaminya bernama Amaq Lembain.

Setiap hari mereka pergi ke rumah-rumah penduduk yang juga bekerja sebagai petani untuk
mencari pekerjaan. Bahkan suami istri tersebut harus pergi dari satu desa ke desa lainnya
sambil membawa kedua anak mereka.

Ketika mereka tiba di sebuah rumah penduduk yang tampak sibuk menumbuk padi, Inaq
Lembain menghampirinya. “Maaf Bu, adakah pekerjaan untuk saya? Saya bisa membantu
ibu menumbuk padi,” tanya Inaq Lembain.

“Sebenarnya kami tidak memerlukan tenaga tambahan,” ucap ibu pemilik rumah.

“Tolonglah saya. Berilah saya pekerjaan agar anak saya bisa makan hari ini,” ucap Inaq
Lembain memelas.

Karena iba melihat Inaq Lembain, ibu pemilik padi itu memberinya pekerjaan. Inaq Lembain
disuruhnya membantu menumbuk padi. Ketika menumbuk padi, kedua anak Inaq Lembain
diletakkan di sebuah batu ceper yang tidak jauh dari tempatnya menumbuk padi. Batu itu
bernama batu golog.

“Tunggu di sini, Nak. Ibu akan bekerja. Kalian jangan nakal ya,” pesan Inaq Lembain kepada
kedua anaknya.

Kemudian, Inaq Lembain bekerja menumbuk padi. Tidak berapa lama, kedua anak Inaq
Lembain berteriak-teriak memanggilnya.

“Ibu…ibu…!” teriak kedua anak Inaq Lembain.


Ternyata keanehan terjadi pada batu yang diduduki oleh kedua anak Inaq Lembain. Batu itu
bergerak naik dan makin tinggi.

“Tunggulah kalian di situ sebentar! Ibu sedang bekerja,” ucap Inaq Lembain tanpa
menggubris teriakan kedua anaknya.

Kedua anak itu pun kembali berteriak, ”Ibu…, batu ini semakin lama semakin tinggi,” teriak
anaknya.

Karena dipikirnya sang anak sedang bercanda saja atau merengek meminta sesuatu, Inaq
Lembain tidak menanggapinya. Batu itu pun semakin lama semakin tinggi tanpa
disadarinya. Tingginya sudah melebihi pohon kelapa, sang anak pun berteriak-teriak
semakin keras.

“Ibu…ibu…tolong!” teriak anaknya sekali lagi.

“Tunggu, ibu sedang bekerja,” ucap Inaq Lembain.

Akhirnya, teriakan anak-anaknya terdengar makin sayup. Inaq Lembain tetap tidak
menggubris teriakan anaknya. Karena semakin lama, suara mereka makin tak terdengar, ia
berpikir bahwa sang anak tentulah sudah lelap tertidur.

Ia sama sekali tak menyadari kalau batu golog yang semakin tinggi itu kini telah sampai
menembus awan. Ketika ia melihat ke arah anaknya ditinggalkan tadi, ia tak menemukan
mereka lagi. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa anak-anaknya telah terbawa
batu golog di ketinggian hingga hampir tak terlihat lagi.

Inaq Lembain sangat bingung untuk menyelamatkan kedua anaknya. Ia menangis dan
memohon kepada Dewata untuk bisa mengambil anaknya yang dibawa naik batu golog
hingga sampai ke atas awan. Doa Inaq Lembain pun terkabul. Ia diberi kekuatan gaib oleh
Dewata. Dengan sabuknya ia bisa memenggal batu golog dengan hanya sekali tebasan
saja.

Batu golog itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian-bagian batu golog yang terpenggal itu
terlempar sangat jauh. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang menyebabkan tanah
bergetar. Tempat jatuhnya batu itu menjadi sebuah desa yang kemudian berubah nama
menjadi sebuah desa yang kemudian diberi nama Desa Gembong. Bagian kedua batu golog
jatuh di suatu tempat yang kemudian tempat itu diberi nama Dasan Batu. Nama ini diberikan
karena ada seseorang yang melihat batu tersebut jatuh.

Sedangkan, bagian ketiga batu golog jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama
Montong Teker. Nama ini diberikan karena bagian terakhir dari batu golog yang terjatuh ini
menimbulkan suara gemuruh.

Meskipun batu golog sudah terpecah menjadi tiga bagian, Inaq Lembain tetap tidak bisa
mendapatkan anaknya lagi. Anak-anaknya tidak jatuh ke bumi, tapi berubah menjadi dua
ekor burung. Sang kakak telah berubah menjadi burung Kekuwo, sedangkan sang adik telah
berubah menjadi burung Kelik. Karena kedua burung tersebut berasal dari manusia, maka
keduanya tidak bisa mengerami telurnya sendiri. Inaq Lembain begitu menyesal karena
terlalu sibuk bekerja dan tidak memperhatikan teriakan anak-anaknya.

Anda mungkin juga menyukai