Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit penyebab kematian

paling utama di dunia. Hipertensi dapat membebani jantung dan

pembuluh darah secara berlebihan sehingga mempercepat

penyumbatan pembuluh arteri. Hipertensi yang terjadi terus-menerus

menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, penyakit jantung,

gagal jantung, dan gagal ginjal (Myra Puspitorini, 2009).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan kejadian

hipertensi pada tahun 2017 menyerang 22% penduduk dunia, dan

mencapai 36% angka kejadian di Asia Tenggara.Penelitian WHO-

Comunity Study of the Elderly. Central Java menemukan bahwa

tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit

kedua terbanyak yang diderita lansia setelah artritis, yaitu sebesar

15,2%.

Prevalensi Hipertensi yang tinggi tidak hanya terjadi di negara

maju tetapi juga negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit

hipertensi menjadipenyebab kematian dengan angka 23,7% dari total

1,7 juta kematian di Indonesia tahun 2018 (Adam, 2019)Hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 juga menunjukkan angka


prevalensi hipertensi, hasil pengukuran mencapai 34,1% meningkat

tajam dari 25,8% pada tahun 2013, dengan angka prevalensi tertinggi

di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 44,1% dan terendah di

Provinsi Papua sebesar 22,2%.

Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 juga menunjukkan bahwa

penderita hipertensi di Indonesia berdasarkan kelompok usia 45-54

tahun sebanyak 45,3%, usia 55-64 tahun sebanyak 55,2%, usia 65-74

tahun sebanyak 63,2% dan pada usia ≥ 75 tahun sebanyak 69,5%.

Berdasarkan data-data yang diperoleh menunjukkan prevalensi

hipertensi di Indonesia menempati urutan pertama jenis penyakit

kronis tidak menular yang dialami pada kelompok usia dewasa, yaitu

sebesar 26,5%. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi

NTB (2017), dari 2.981.909 penduduk usia 18 tahun ke atas, sebanyak

100.114 jiwa (24,90%) mengalami hipertensi.

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat

(NTB) tahun 2019 menunjukkan penyakit yang menempati peringkat

kedua terbanyak di Provinsi NTB adalah hipertensi. Tercatat penderita

hipertensi yang berusia ≥15 tahun di Provinsi NTB sebanyak 758.051

jiwa dan mendapatkan pelayanan sebesar 321.388 (42,40%).

Prevalensi hipertensi di Provinsi NTB dengan tingkat kejadian tertinggi

di Kabupaten Sumbawa sebanyak 321.216 jiwa diikuti oleh Kabupaten

Lombok Tengah sebanyak 137.852 jiwa, Lombok Timur 88.903 jiwa,


Bima 72.760 jiwa, Lombok Barat 51.909 jiwa, Kota Bima 29.909 jiwa,

Lombok Utara 21.642 jiwa, Dompu 17.519 jiwa, Sumbawa Barat

11.076 dan Kota Mataram sebanyak 5.265 jiwa (Profil Kesehatan NTB,

2019).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Lombok barat dari 10

penyakit terbanyak yang ada di Lombok barat tahun 2020, Puskesmas

sigerongan termasuk puskesmas dengan nomor urut ke 3 terbanyak di

Lombok Barat dengan jumlah kasus 2045 jiwa.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh

peneliti pada sabtu, 30 Oktober 2021 pukul 09.00 WITA di Posbindu

Lingkungan Sigerongan di Wilayah Kerja Puskesmas Sigerongan

didapatkan hasil bahwa sebanyak 10 orang dari 30 responden tidak

mengunjungi layanan kesehatan, dikarenakan kondisi pandemi Covid-

19. Responden mengatakan berada dirumah lebih aman dan dapat

mengurangi resiko terpapar covid-19. Dari 30 responden 5 diantaranya

mengatakan kurang patuh mengkomsumsi obat penurunan tekanan

darah dikarenakan kesibukan sehari-hari sehingga lupa untuk minum

obat.

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan

komplikasi bahkan kematian. Kurangnya berolahraga, stress yang

tidak teratur, komsumsi lemak dan garam berlebihan merupakan

faktor-faktor penyebab yang berbahaya bagi penderita hipertensi.


Penyempitan pembuluh darah akibat hipertensi dapat

menyebabkan berkurangnya suplai darah dan oksigen ke jaringan

yang akan mengakibatkan mikroinfark pada jaringan. Komplikasi berat

hipertensi adalah kematian karena obstruksi dan rupturnya pembuluh

darah otak (Price & Wilson, 2009).

Hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan,

akan tetapi penaganan yang tepat dapat mengurangi resiko berbahaya

yang diakibatkan oleh hipertensi yang tidak terkontrol atau ditangani

dengan benar. Penanganan pada penderita hipertensi dapat dilakukan

dengan cara farmakologi dan non farmakologi.

Pada umumnya hipertensi dapat ditangani dengan cara

farmakologi dan non farmakologi. Penangan hipertensi lebih sering

menggunakan cara farmakologi dengan obat-obatan. Namun karena

kondisi saat ini penderita takut berkunjung ke layanan kesehatan untuk

mendapatkan pengobatan, sehingga peneliti memberikan intervensi

non farmakologi seperti pola makan dengan diet seimbang, berhenti

merokok, berhenti merokok, berenti mengonsumsi alkohol,

mengendalikan stress, terapi herbal, terapi pijat, senam yoga,

olahraga atau aktivitas fisik, dan Self Regulated Learning.

Salah satu cara yang dapat di lakukan adalah dengan

menggunakan Self Regulated Learning. Self Regulated Learning

merupakan suatu konsep yang penting dalam teori latihan dan belajar
kognitif yang mendasarkan pada banyak prinsip-prinsip belajar

perilakuan tetapi memberi perhatian besar pada dampak tanda-tanda

terhadap perilaku dan pada proses mental internal serta menekankan

dampak pikiran terhadap tindakan. (Slavin,2019).

Secara internal Self Regulated Learning mensyaratkan

sejumlah proses internal dasar seperti memori, perhatian, kapasitas

untuk mengatasi gangguan terhadap apa yang sedang dilakukan, dan

kemampuan untuk memonitor keberhasilan dan atau kegagalan terkait

dengan apa yang sedang dilakukan. (Bukatko & Daehler, 2018).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Self

Regulated Learning Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien

Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sigerongan”

B. Rumusan Masalah

“Apaah Ada Pengaruh Self Regulated Learning Terhadap Kepatuhan

Minum Obat Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Sigerongan ?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh Self Regulated Learning Terhadap

Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Sigerongan”
2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan

diastolic sebelum diberikan senam hipertensi terhadap pasien

hipertensi

b. Mengidentifikasi nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan

diastolic sesudah diberikan senam hipertensi terhadap pasien

hipertensi

c. Menganalisis pengaruh Self Regulated Learning Terhadap

Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan perawat, serta sebagai bahan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan penelitian khususnya dalam bidang keperawatan .

2. Manfaat praktis

a. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan yang

bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dalam upaya

penanganan hipertensi secara mandiri.

b. Bagi Tempat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi

pihak puskesmas untuk dijadikan agenda promkes untuk


penderita hipertensi.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap peneliti seputar senam hipertensiyang berhubungan

dengan perubahan tekanan darah lansia. Semoga dengan

penelitian ini dapat memperkaya penelitian ilmiah tentang senam

hipertensi di Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Konsep Tekanan Darah

a. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang dikeluarkan oleh darah

pada dinding pembuluh darah, dan biasanya berkenaan dengan

tekanan di dalam arteri saat ventrikel kiri memompa daerah ke aorta.

Tekanan dihasilkan saat menemui tahanan (Brooker, 2013).

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik

yang sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan

darah menggambarkan situasi hemodinamik seseorang saat itu.

Hemodinamik adalah suatu keadaan dimana tekanan dan aliran

darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan

(Muttaqin, 2012).

Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah

terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Bila seseorang

mengatakan bahwa tekanan dalam pembuluh adalah 100 mmHg hal

itu berarti bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong

kolom air raksa melawan gravitasi sampai setinggi 100 mm (Guyton

& Hall, 2008).


Pengukuran tekanan darah, mengukur bagaimana kondisi

jantung dalam memompa darah. Ada dua hasil yang kita temui, yaitu

sistolik dan diastolik. Tekanan tertinggi terjadi selama ejeksi jantung

dan disebut tekanan sistolik (Normalnya 120 mmHg), yaitu saat

ventrikel kontraksi. Titik terendah dalam siklus ini disebut diastolik

yaitu saat ventrikel relaksasi (Normalnya 80 mmHg). Selisih tekanan

sistolik dan tekanan diastolik disebut Pulse Pressure (tekanan nadi)

dan akan terus berubah sesuai dengan pertambahan usia. Hasil

pengukuran (sistolik dan diastolik), maka perlu mencari tekanan arteri

yang sebenarnya, yang disebut Mean Arterial Pressure (MAP) yaitu

Tekanan darah arteri rata-rata, yang bisa didapatkan dengan sebuah

rumus yaitu:

MAP = ( S + 2D )/3
Keterangan:

MAP = Mean Arterial Pressure/tekanan arteri rata-rata

S = Tekanan darah sistolik

D = Tekanan darah diastolik

b. Fisiologi Tekanan Darah

Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung,

tekanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan

elastisitas arteri. Pengetahuan perawat tentang variabel hemodinamik


membantu dalam pengkajian perubahan tekanan darah (Myra

Puspitorini, 2009).

1) Curah jantung

Curah jantung seseorang adalah jumlah volume darah yang

dipomp oleh ventrikel kiri jantung selama 1 menit. Saat

dipompakan, darah membawa oksigen dan nutrisi untuk sel tubuh

dan membawa sampah metabolisme seperti karbon dioksida. Jika

curah jantung meningkat, darah yang dipompakan terhadap

dinding arteri lebih banyak sehingga menyebabkan tekanan darah

naik. Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari

peningkatan frekuensi jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari

otot jantung, atau peningkatan volume darah. Perubahan frekuensi

jantung dapat terjadi lebih cepat daripada perubahan kontraktilitas

otot atau volume darah. Peningkatan frekuensi jantung tanpa

perubahan kontraktilitas atau volume darah, mengakibatkan

penurunan tekanan darah.

2) Tahanan Perifer

Sirkulasi darah melalui jalur arteri, arteriol, kapiler, venula dan

vena. Arteri dan arteriol dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi

atau relaks untuk mengubah ukuran lumen. Ukuran arteri dan

arteriol berubah untuk mengatur aliran darah bagi kebutuhan

jaringan lokal. Tekanan darah perifer adalah tahanan terhadap


aliran darah yang ditentukan oleh tonus otot vaskuler dan diameter

pembuluh darah. Semakin kecil lumen pembuluh darah, semakin

besar tahanan vesikular terhadap aliran darah. Dengan naiknya

tahanan, tekanan darah arteri juga naik. Pada dilatasi pembuluh

darah dan tahanan turun, maka tekanan darah juga turun.

3) Volume Darah

Volume sirkulasi darah dalam system vaskuler mempengaruhi

tekanan darah. Pada kebanyakan orang dewasa, volume sirkulasi

darahnya adalah 500 ml. Normalnya volume darah tetap konstan.

Bagaimanapun juga volume meningkat, tekanan terhadap dinding

arteri menjadi lebih besar. Bila sirkulasi darah menurun seperti

pada kasus hemoragi atau dehidrasi, tekanan darah akan

menurun.

4) Viskositas

Viskositas darah adalah ukuran resistensi dari darah mengalir.

Viskositas atau kekentalan sebenarnya merupakan gaya gesekan

internal antara molekul-molekul dan partikel-partikel yang

menyusun suatu fluida dalam pembuluh darah yang berbentuk

silinder. Kekentalan atau viskositas darah mempengaruhi

kemudahan aliran darah melewati pembuluh yang kecil.

Hematokrit atau persentase sel darah merah dalam darah

menentukan viskositas darah. Apabila hematokrit meningkat dan


aliran darah lambat, maka tekanan darah arteri naik. Jantung

harus berkontraksi kuat lagi untuk mengalirkan darah yang kental

melewati system sirkulasi.

5) Elastisitas

Normalnya dinding darah arteri elastis dan mudah berdistensi. Jika

tekanan dalam arteri meningkat, diameter dinding pembuluh

meningkat untuk mengakomodasi perubahan tekanan.

Kemampuan distensi arteri untuk mencegah pelebaran fluktuasi

tekanan darah. Bagaimanapun juga pada penyakit tertentu seperti

arteriosklerosis, dinding pembuluh darah kehilangan elastisitasnya

dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat meregang

dengan baik. Dengan menurunnya elastisitas terhadap tahanan

yang lebih besar pada aliran darah, akibatnya bila ventrikel kiri

menginjeki volume secukupnya, pembuluh tidak lagi memberi

tekanan. Malahan volume darah yang diberikan melewati dinding

arteri yang kaku dan tekanan sistemik meningkat. Kenaikan

tekanan darah sistolik lebih signifikan daripada tekanan diastolik

sebagai akibat dari penurunan elastisitas arteri (Myra Puspitorini,

2009).

c. Alat Ukur dan Cara Mengukur Tekanan Darah

Tekanan darah arteri dapat diukur baik secara langsung maupun

tidak langsung. Metode langsung menggunakan insersi kateter arteri


dan metode tidak langsung paling umum menggunakan

sphigmomanometer dan stetoskop ((Myra Puspitorini, 2009).

Sphigmomanometer adalah alat pengukur tekanan darah yang

terdiri dari manometer tekanan, manset oklusif yang menutup

kantung karet yang dapat mengembang dan balon tekanan yang

memiliki katup pelepas untuk menggembungkan manset. Terdapat

beberapa jenis sphigmomanometer yaitu manometer aneroid dan

manometer air raksa. Manometer air raksa lebih akurat dibandingkan

manometer aneroid karena tidak perlu melakukan pengulangan

kalibrasi, tetapi kerugian dari manometer air raksa yaitu berpotensi

terhadap pecah dan keluarnya air raksa yang dapat mengancam

kesehatan.

Selain jenis shigmomanometer diatas terdapat juga alat tekanan

darah atau tensimeter digital yang dapat digunakan untuk mengukur

tekanan darah. Cara penggunaannya cukup mudah dan praktis

karena cukup menaruh manset di lengan pasien kemudian

memprogram alat tersebut dan munculah hasil dari pengukuran

tekanan darah. Namun kekurangan tensimeter digital yang termasuk

golongan alat elektronik ini biasanya lebih sensitive terhadap

gangguan dari luar dan rentan terhadap kesalahan karena

menggunakan baterai agar dapat digunakan ((Myra Puspitorini,

2009).
Adapun prosedur pengukuran tekanan darah adalah sebagai

berikut (Kusyati, 2017) :

1) Dekatkan peralatan ke tempat tidur klien.

2) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya.

3) Cuci tangan.

4) Atur posisi klien, baik duduk ataupun berbaring dengan dan

sangga lengan klien setinggi jantung dengan telapak tangan

menghadap ke atas.

5) Buka pakaian klien yang menutupi lengan atas.

6) Palpasi arteri brakialis dan pasang manset 2,5 cm di atas denyut

arteri brakialis.

7) Pastikan spigmomanometer sejajar sejajar dengan mata, dan

anda berdiri kurang dari satu meter dari spigmomanometer.

8) Palpasi arteri brakialis sambil memompa manset hingga 30

mmHg di atas titik arteri brakialis tidak teraba lagi, kemudian

perlahan buka katup pada manset. Perhatikan titik ketika denyut

kembali teraba (sistolik palpasi).

9) Kempiskan manset sepenuhnya dan tunggu selama 3 menit.

10) Pasang stetoskop di telinga anda.

11) Palpasi kembali arteri brakialis dan letakkan diafragma stetoskop

di atasnya.
12) Tutup katup pada manset searah jarum jam hingga rapat.

13) Pompa manset hingga mencapai 30 mmHg di atas titik sistolik

palpasi klien.

14) Buka katup secara perlahan hingga memungkinkan raksa turun

rata-rata 2-3 mmHg per detik.

15) Perhatikan titik pada spigmomanometer ketika denyut terdengar

pertama kali.

16) Lanjut membuka katup secara perlahan dan perhatikan titik

17) ketika denyut tidak terdengar lagi.

18) Kempiskan manset dengan cepat dan tuntas.

19) Jika prosedur diulang, tunggu hingga 30 detik.

20) Buka manset dan lipat serta simpan dengan baik.

21) Tutup lengan atas, bantu klien memperoleh posisi yang

diinginkan.

22) Bersihkan bagian telinga dan diafragma stetoskop dengan kapas

alcohol.

23) Cuci tangan.

24) Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan keperawatan.

2. Konsep Hipertensi

a. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan

abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-

menerus, baik tekanan systolic dan atau diastolic. Menurut WHO,

batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90

mmHg, sedangkan tekanan darah yang ≥140/90 mmHg dinyatakan

sebagai Hipertensi

b. Etiologi

Hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat

mempengaruhi satu sama lain, kondisi masing-masing orang tidak

sama sehingga faktor penyebab hipertensi pada setiap orang sangat

berlainan.

Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi

secara umum (Susilo, 2010):

1) Faktor resiko tidak terkendali

a) Faktor Genetik

Adanya faktor genetic pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga tersebut mempunyai risiko menderita

hipertensi. Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai

resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada

individu yang tidak mempunyai keluarga dengan hipertensi.

b) Umur
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring

dengan

bertambahnya umur seseorang. Individu yang berumur diatas

60 tahun, 50 - 60% mempunyai tekanan darah lebih besar dari

140/90 mmhg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang

terjadi pada orang yang bertambah usianya.

c) Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin memiliki struktur organ dan hormon yang

berbeda. Demikian juga pada perempuan dan laki-laki.

Berkaitan dengan hipertensi, laki-laki mempunyai risiko lebih

tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Laki-laki juga

mempunyai risiko yang lebih besar terhadap morbiditas dan

mortalitas kardivaskuler. Sedangkan pada perempuan biasa

lebih rentan terhadap hipertensi ketika mereka sudah berumur

diatas 50 tahun.

d) Etnis

Setiap etnis memiliki kekhasan masing-masing yang

menyebabkan ciri khas dan pembeda satu dengan yang

lainnya. Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit

hitam daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti

penyebabnya, tetapi pada orang kulit hitam ditemukan kadar


renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin

yang lebih besar.

2) Faktor resiko terkendali

a) Stress

Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh perifer dan

curah jantung sehingga akan menstimulus aktivitas saraf

simpatik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan

pekerjaan, kelas social, ekonomi, dan karakteristik personal.

Stress yang dialami seseorang akan membangkitkan saraf

simpatis yang akan memicu kerja jantung dan menyebabkan

peningkatan tekanan darah.

b) Obesitas

Kegemukan (obesitas) juga merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit berat, salah

satunya hipertensi. Penelitian epidomologi menyebutkan

adanya hubungan berat badan dengan tekanan darah baik pada

pasien hipertensi maupun normotensi.

c) Nutrisi

Sodium adalah penyebab penting terjadinya hipertensi

primer.Asupan garam tinggi akan menyebabkan pengeluaran

berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung

akan meningkatkan tekanan darah. Asupan garam tinggi dapat


menimbulkan perubahan tekanan darah yang dapat terdeteksi

yaitu lebih dari 14 gram per hari atau jika di konversi ke dalam

takaran sendok makan adalah lebih dari 2 sendok makan.

d) Merokok

Penelitian terbaru menyatakan bahwa merokok menjadi salah

satu

faktor risiko hipertensi yang dapat dimodikasi. Merokok

merupakan faktor risiko yang potensial untuk ditiadakan dalam

upaya melawan arus peningkatan hipertensi khususnya dan

penyakitnya kardiovaskuler secara umum di Indonesia.

e) Alkohol

Penggunaan alkohol secara berlebihan juga akan memicu

tekanan darah seseorang. Selain tidak bagus bagi tekanan

darah, alkohol juga membuat kita kecanduan yang akan

sangat menyulitkan

untuk lepas.

f) Kafein

Kandungan kafein selain tidak baik pada tekanan darah dalam

jangka panjang, pada orang-orang tertentu juga menimbulkan

efek yang tidak baik seperti tidak bisa tidur, jangan berdebar-

debar, sesak nafas, dan lain-lain.


g) Kurang olahraga

Karena banyak kesibukan yang luarbiasa, manusia pun merasa

tidakpunya waktu lagi untuk berolahraga. Akibatnya, kita

menjadi kurang gerak dan kurang olahraga. Kondisi inilah yang

memicu kolesterol tinggi dan juga adanya tekanan darah yang

terus menguat sehingga memunculkan hipertensi.

c. Klasifikasi Hipertensi

Para ahli memberikan klasifikasi tekanan darah yang berbeda –

beda, namunpada dasarnya seseorang dikatakan menderita tekanan

darah tinggi jika tensinya diatas 140/90 mmHg. Menurut WHO,

tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg,

dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan diantara nilai

tersebut digolongkan normal tinggi.

Seventh Report of the Joint National Committee VII (JNC V11)

on Prevention, Detection, Evaluation and Treathmet of High Blood

Pressure memberikan klasifikasi tekanan darah bagi dewasa usia 18

tahun ke atas yang tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah

tinggi dan tidak menderita penyakit serius dalam jangka waktu

tertentu (Myra Puspitorini, 2009).

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VII


Tekanan Darah
KategoriQA
d. Sistolik Diastolik
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi ≥140 ≥90
Stadium 1 140-159 90-99
Stadium 2 160-≥180 100-≥110

Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jarak saraf sympatis yang berlanjut ke bawah

ke korda spinalis ke ganglia sympati di thoraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatys ke ganglisa

sympatis (Stanley, 2012).

Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin yang

akan merangsang serabut syaraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperi kecemasan dan ketakutan

dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriktor (Stanley, 2012).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,


kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor

pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan

aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin (Stanley, 2012).

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler (Stanley, 2012) .

e. Manifestasi Klinis

1) Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh

dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arrterial

tidakakan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2) Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala yang menyertai hipertensi meliputi

nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari


pertolongan medis. Beberapa pasien yang menderita hipertensi

yaitu :

a) Mengeluh sakit kepala, pusing.

b) Lemas, kelelahan, gelisah

c) Sesak nafas.

d) Mual.

e) Muntah.

f) Epistaksis.

g) Kesadaran menurun

Nurarif Huda, A. (2015).

f. Penatalaksanaan hipertensi

Secara umum pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu tanpa obat-obatan (pengobatan secara non

farmakologi) dan dengan obat-obatan (pengobatan secara

farmakologi) (Nurarif Huda, 2015).

1) Pengobatan Secara Nonfarmakologi

Pengobatan secara non farmakologi atau lebih dikenal dengan

pengobatan tanpa obat-obatan, pada dasarnya merupakan

tindakan yang bersifat pribadi atau perseorangan. Artinya ada

tindakan yang bagi sebagian penderita hipertensi tidak

menimbulkan pengaruh yang berarti. Namun, bagi penderita lain

tindakan itu cukup signifikan dalam mengendalikan tekanan darah.


seseorang yang terbukti menderita hipertensi sulit untuk sembuh,

tetapi ia dapat berusaha mengendalikan tekanan darahnya agar

tidak terlalu berdampak pada kesehatannya. Pada dasarnya

pengobatan hipertensi tanpa obat-obatan lebih menekankan pada

perubahan pola makan dan gaya hidup.

a) Mengurangi Konsumsi Garam

Garam dapur mengandung 40% natrium. Oleh karena itu,

tindakan mengurangi garam juga merupakan usaha mencegah

sedikit mungkin natrium masuk ke dalam tubuh.

b) Mengendalikan Berat Badan

Mengendalikan berat badan dapat dilakukan dengan berbagai

cara. Misalnya mengurangi porsi makanan yang masuk dalam

tubuh atau mengimbangi dengan melakukan banyak aktivitas.

Seorang Kepala Klinik Hipertensi pada Veteran Administrator

Center di Washington DC menyatakan, perlindungan terbaik

terhadap hipertensi adalah pertama jangan sampai

kegemukan. Terdapat bukti yang nyata bahwa setiap

penurunan 1 kg berat badan, tekanan darah mengalami

penurunan 1 mmHg. Kalaupun susah untuk menurunkan berat

badan, paling tidak penderita dapat mengendalikan berat

badan agar tekanan darahnya tidak terus naik.

c) Mengendalikan Minum (Kopi dan Alkohol)


Beberapa referensi kesehatan menyatakan kopi tidak baik

bagi penderita tekanan darah tinggi. Senyawa kafein terdapat

pada kopi dapat memacu meningkatkan denyut jantung yang

berdampak pada peningkatan tekanan darah. Tentang

minuman beralkohol, terdapat bukti yang kuat dapat

menyebabkan naiknya tekanan darah. Selain itu, konsumsi

alkohol yang berlebih dapat mengakibatkan kerusakan organ

hati dan sistem saraf.

d) Membatasi Konsumsi Lemak

Konsumsi lemak berkaitan dengan kadar kolesterol dalam

darah. Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi dapat

mengakibatkan penebalan pembuluh darah. Jika endapan itu

semakin banyak, dinding pembuluh darah makin kaku atau

berkurang kelenturannya. Kondisi ini akan memperparah

jantung karena jantung bekerja semakin berat saat memompa

darah sehingga memperparah penderita hipertensi.

e) Berolahraga Secara Teratur

Olahraga yang efektif dalam menurunkan tekanan darah

padapasien hipertensi adalah olahraga dinamis sedang.

Olahraga seperti senam, jalan cepat, berenang dapat

menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. (Arcole

Margatan, 2009) menyatakan berolahraga secara teratur dapat


menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol pada

dinding pembuluh darah.

f) Menghindari Stres

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Cornell Medical Collage

menyatakan bahwa seseorang yang mengalami tekanan jiwa

(stres) selama bertahun-tahun ditempat kerja dapat mengalami

hipertensi sebanyak tiga kali lebih besar. Sebaliknya orang-

orang yang berpikiran positif dan optimis mempunyai peluang

lebih kecil terkena hipertensi. Namun, demikian jika tidak

mungkin keluar dari bidang kerja yang selalu mengalami

tekanan, perlu dilakukan perubahan pola berpikir agar tekanan

darahnya stabil. Beberapa cara dapat dilakukan untuk

menghindari stres, diantaranya dengan melakukan relaksasi

atau meditasi serta berusaha dan membina hidup yang positif.

Relaksasi dapat dilakukan dengan mengencangkan otot dan

mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu

yang damai.

g) Terapi Komplementer

Terapi komplementer merupakan usaha pengobatan hipertensi

untuk menunjang penyembuhan hipertensi yang telah

dilakukan secara kedokteran. Jadi, terapi ini bukan untuk

mengganti pengobatan konvensional (kedokteran), melainkan


sebagai pelengkap untuk mempercepat penyembuhan.

Beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan, yaitu terapi herbal,

terapi nutrisi, relaksasi otot progresif, meditasi atau yoga.

2) Pengobatan Secara Farmakologi

Saat ini terdapat banyak pilihan jenis obat anti hipertensi. Obat-

obat itu terbukti menurunkan hipertensi, termasuk penyakit akibat

hipertensi seperti stroke dan gagal jantung. Namun demikian,

pemakaian obat-obatan antihipertensi itu memerlukan

pengawasan dokter.
3. Konsep SRL (Self Regulated Learning)

a. Pengertian SRL (Self Regulated Learning)

SRL merupakan suatu konsep yang penting dalam teori belajar,

kognitif sosial yang mendasarkan pada banyak prinsip-prinsip belajar

perilakuan tetapi memberi perhatian besar pada dampak tanda-

tanda pada perilaku dan pada proses mental internal serta

menekankan dampak pikiran terhadap tindakan dan tindakan

terhadap yang terbukti paling penting dalam menyumbang pikiran

(Slavin, 2003).

b. Komponen-komponen Self-Regulated Learning (SRL)

Dari banyak definisi mengenai SRL, terdapat komponen-

komponen performansi siswa di kelas, yaitu (Pintrich & De Groot,

1990; Zimmerman, 1986), yaitu :

1) Komponen metakognitif

Secara umum metakognisi dipandang sebagai pengetahuan

tentang apa yang diketahui seseorang. Dalam hubungannya

dengan belajar, metakognisi diartikan sebagai kemampuan

untuk memantau seberapa baik seseorang memahami sesuatu

dan kemampuan untuk meregulasi aktivitas belajar (Flavell,

1979). Pengetahuan metakognitif siswa memiliki pengaruh

penting dalam mencapai prestasi. Inti dari metakognitif adalah

pengelolaan diri dalam belajar (Marzano & Kendall, 2007).


Metakognitif merupakan kesadaran siswa tentang kelebihan dan

kelemahannya dalam bidang akademik secara umum dan

sumber-sumber kognitif yang dapat diterapkan ketika

berhadapan dengan tuntutan tugas tertentu. Metakognitif juga

diartikan sebagai pengetahuan dan keterampilan siswa

mengenai bagaimana meregulasi keterlibatannya dalam suatu

tugas untuk mengoptimalkan proses dan hasil belajar (Winne &

Perry, 2000). Komponen ini berfungsi untuk merencanakan,

memonitor. memodifikasi, dan mengevaluasi cara berpikir.

Komponen metakognitif meliputi merencanakan, menetapkan

tujuan, mengorganisir, memonitor diri, dan mengevaluasi diri.

Komponen ini memungkinkan siswa menyadari kondisi diri,

menyadari pengetahuan yang dimiliki, dan mampu menentukan

pendekatan belajar sendiri.

2) Komponen motivasional

Komponen motivasional disebut juga dengan variabel afektif.

Dalam SRL, tidak cukup hanya mengetahui strategi yang efektif,

tetapi siswa juga perlu memiliki motivasi untuk

menggunakannya. Komponen motivasi dalam SRL meliputi

efikasi diri dan minat intrinsik terhadap tugas, Motivasi, yaitu

keinginan atau dorongan siswa untuk terlibat dan berusaha


komit untuk menyelesaikan tugas, merupakan komponen yang

penting untuk meregulasi diri dalam pembelajaran di kelas.

Motivasi siswa nampak dari pilihan siswa untuk terlibat dalam

aktivitas tertentu dan intensitas dari usaha dan ketekunannya

terhadap aktivitas tersebut (Pintrich & Schrauben, 1992).

3) Komponen Strategi Kognitif

Komponen strategi kognitif merupakan tindakan nyata yang

digunakan siswa untuk belajar, mengingat, dan memahami

materi. Beberapa strategi kognitif seperti rehearsal, elaboration,

dan organizational telah terbukti meningkatkan komitmen kognitif

dalam belajar dan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi

(McKeachie, Pintrich, Lin & Smith, 1986; Pintrich, 1989; Pintrich

& De Groot, 1990). Strategi-strategi tersebut dapat diterapkan

pada tugas-tugas mengingat sederhana maupun tugas tugas

yang lebih kompleks yang mensyaratkan pemahaman informasi

(Weinstein, Mayer, & Wittrack, 1986).

4) Komponen Kelola Sumber Daya

Komponen kelola sumber daya meliputi menyeleksi, mengatur,

dan mengendalikan lingkungan untuk mengoptimalkan belajar.

Komponen ini juga meliputi mencari bantuan ahli, informasi, dan

tempat yang paling ideal untuk belajar, menginstruksikan diri

sendiri saat belajar, serta memberikan penguatan diri. Contoh


dari kegiatan yang dilakukan dalam komponen ini adalah

mengelola dan mengontrol waktu, usaha, lingkungan belajar,

dan juga orang-orang lain di sekitarnya, termasuk guru dan

teman-teman, serta menggunakan strategi mencari bantuan

(Corno, 1989; Ryan & Pintrich, 1998; Zimmerman & Pons, 1986,

1988). Strategi ini membantu siswa untuk beradaptasi dengan

lingkungan mereka dengan mengubah lingkungan sesuai tujuan

dan kebutuhan belajar mereka.

c. Teori-teori Self-Regulated Learning (SRL)

SRL memiliki konsep teoritis yang beragam. Dalam buku ini

dibahas lima teori utama dalam SRL yaitu teori perilakuan operan,

teori kognitif sosial, teori kognitif-pengolahan informasi, teori

perkembangan, dan teori sosiokultural.

1) Teori Perilakuan Operan

Secara umum, teori operan berbicara tentang bagaimana suatu

perilaku terjadi tergantung pada konsekuensi yang dihasilkan

dari lingkungan, yaitu adanya hadiah atau hukuman. Dari teori

operan yang ditemukan oleh Skinner (1953), seseorang

memutuskan perilaku yang akan diregulasi, menetapkan stimuli,

mengevaluasi performansi sesuai standar, dan mengatur

penguat yang akan diberikan jika suatu hadiah diperoleh.

Regulasi diri dalam teori operan terkait dengan pengalaman


pengalaman seperti komitmen, kontrol diri, atau impulsivitas.

Ketika siswa atau guru terlibat dalam regulasi diri, mereka

memilih di antara berbagai alternatif perilaku.

2) Social Cognitive Theory

Dalam kerangka teoritis kognitif sosial, regulasi diri diterangkan

sebagai hal yang khusus dalam situasi tertentu, yaitu,

pembelajar tidak diharapkan untuk memiliki regulasi diri yang

seimbang dalam semua domain. Menurut Bandura (1986),

keberfungsian manusia mencakup interaksi resiprokal antara

perilaku, variabel lingkungan, serta kognis.


d. Strategi-strategi dalam Self-Regulated Learning (SRL)

Di dalam SRL terdapat strategi-strategi yang dilakukan ketika siswa

berhadapan dengan tugas tertentu. Zimmerman (1989)

mendeskripsikan strategi - strategi dalam SRL sebagai berikut:

1) organizing and transforming, yaitu inisiatif untuk

mengorganisasikan materi pelajaran. Ketika menerima materi,

siswa dengan SRL tinggi akan membuat klasifikasi materi

terlebih dahulu. Hal ini akan membantunya dalam mempelajari

materi.

2) goal-setting and planning, yaitu penetapan tujuan belajar beserta

perencanaan terkait konsekuensi, waktu, dan penyelesaian

aktivitas yang terkait tujuan yang telah ditetapkan. Sebelum

proses belajar dimulai, perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan

beserta target target untuk mencapainya.

3) seeking information, yaitu usaha untuk mencari informasi lebih

lanjut terkait dengan tugas-tugas belajarnya melalui sumber-

sumber non sosial. Pencarian informasi ini dilakukan dengan

asumsi siswa sudah

mempelajari materi tertentu dan membutuhkan pendalaman

terhadap materi tertentu atau penjelasan terhadap materi yang

belum dipahami. Berbagai sumber dapat digunakan, seperti

buku, internet, dan sebagainya.


4) keeping records and monitoring, yaitu usaha untuk mencatat

kejadian kejadian dan hasil-hasil belajar. Proses belajar pada

siswa dengan SRL tinggi tidak lepas dari pantauan. Siswa

mencatat setiap kejadian yang muncul sehingga kemajuan

belajar dapat diketahui.

5) environmental structuring, yaitu usaha untuk mengatur

lingkungan secara fisik supaya proses belajar menjadi lebih

mudah. Lingkungan belajar merupakan hal yang penting dalam

memengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan yang

kondusif akan mendukung proses belajar, dan ini dapat

diciptakan oleh siswa sendiri.

6) self-consequating, yaitu upaya menyusun atau membayangkan

hadiah dan hukuman atas keberhasilan dan kegagalan yang

dialami dalam belajar. Supaya menjadi pengalaman

mengesankan sehingga terus dapat diingat, setiap hasil belajar

perlu diberi konsekuensi. Pemberian konsekuensi ini akan

memudahkan siswa mengingat apa yang sudah baik dalam

dirinya dan apa yang masih perlu diperbaiki.

7) rehearsing and memorizing, yaitu usaha untuk mengingat materi

dengan mempraktekkan, baik dalam bentuk perilaku terbuka

maupun tertutup. Agar dapat dipanggil kembali jika diperlukan,

materi pelajaran
perlu disimpan baik-baik dalam ingatan siswa. Terdapat banyak

sekali metode mengingat materi, dan siswa dapat mengenali

metode manakah yang paling sesuai untuk pelajaran tertentu

dan sesuai dengan karakteristik pribadinya.

8) seeking social assistance, yaitu usaha untuk mendapatkan

bantuan dari teman sebaya, guru, atau orang dewasa lainnya.

Bertanya merupakan hal yang tidak pantang dilakukan oleh

siswa dengan SRL tinggi. Jika mengalami kesulitan, siswa tidak

sungkan mencari bantuan dari orang-orang di sekitarnya.

9) reviewing records, yaitu usaha untuk membaca kembali catatan,

hasil hasil ujian, atau textbook untuk menyiapkan ujian

berikutnya.
B. Kerangka Konsep

HIPERTENSI Peningkatan tekanan Self regulated


darah penderita learning
hipertensi

Memonitor atau berfikir


kognisinya sendiri
Faktor yang mempengaruhi
tekanan darah :
Tidak dapat dikendalikan :
1. Keturunan Penekanan pada regulasi
2. usia
perilaku dan emosi
Dapat dikendalikan :
1. obesitas
2. kolestrol
3. kafein Motivasi atau kesadaran
4. kurang olahraga/aktivitas
muncul sebagai area
5.konsumsi alcohol
6.pola makan sehat regulasi

Keterangan :
Kepatuhan minum
: Diteliti
obat
: Tidak Diteliti

Gambar 1 : kerangka konsep pengaruh hubungan self regulated learning

terhadap kepatuhan meminum obat pad apasien hipertensi

diwilayah kerja puskesmas sigerongan tahun 2022


C. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Hipotesis (H0)

Tidak ada pengaruh pemberian self regulated learning terhadap

kepatuhan meminum obat pada pasien hipertensi

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh pemberian self regulated learning terhadap kepatuhan

meminum obat pada pasien hipertensi

Anda mungkin juga menyukai