Revisi Uas Estetika - Nofansyah
Revisi Uas Estetika - Nofansyah
Revisi Uas Estetika - Nofansyah
OLEH:
NOFANSYAH
13010219410004
MAGISTER SUSASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
Pengantar
2
karena sekali membacanya. berdasarkan latar belakang Sutan Syahrir, karya
puisinya menggambarkan pada zaman itu indonesia masih ada penjajahan. Sosok
Sutan Syahrir tak asing di telinga masyarakat Indonesia. Tokoh pergerakan
nasional Indonesia ini terkenal gigih dalam perjuangannya mewujudkan
kemerdekaan Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang,
hingga membangun Indonesia pasca-kemerdekaan. Perdana menteri yang terkenal
cerdas ini mengalami banyak sekali hal pahit dalam hidupnya. Bahkan, Syahrir
wafat dalam kondisi menjadi tahanan perang. Maka, dalam setiap karya Sutan
Syahrir, ia mengajak dan memberikan motivasi anak muda untuk semangat
berjuang dalam hidup ini, karena hidup di dunia ini hanya sekali, maka lakukan
sesuatu yang bermanfaat bagi sesama manusia agar ada hal-hal yang
baik ,bermakna untuk dikenang sepanjang masa. Perbanyaklah berbuat baik,
karena kelak balasan yang diterima dan dicatat oleh Tuhan untuk kita sebagai
manusia yang senantiasa berdoa kepada-Nya, maka akan menerima balasan
kebaikan juga.
3
ISI
4
Sejati setelah Sunat ternyata membangkitkan pertanyaan-pertanyaan tentang
esensi hidup.
Yuri Lotman (1977:9; Noth, 1990:309) memandang seni (sastra) sebagai
secondary modeling system dan dibangun di atas model bahasa (secondary
modelling system, like all semiotic system, are constructed on model of language).
Bagi Lotman, sastra merupakan bahasa tersendiri sebagaimana bahasa kimia,
fisika, atau matematika, akan tetapi karena sastra tersebut menggunakan bahasa
yang dipakai sehari-hari pada suatu lokasi, maka ia akan menjadi model
kehidupan dalam tataran aktivitas semiotiknya.
Seni pada dasarnya adalah usaha menghadirkan apa dunia pengalaman,
apa yang partikular, konkrit. Ia terikat pada yang inderawi, yang perseptual. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan apabila produk-produk seni tari, seni drama,
seni lukis, maupun seni patung amatlah dekat dengan objek-objek konkret yang
ada dalam dunia pengalaman. Semuanya cenderung mimetik dan ikonik, dalam
arti mempunyai kedekatan dan hubungan persamaan dengan objekobjek dari
dunia pengalaman itu (Faruk, 2000:179).
Menurut Lotman (1990:16), in the history of art this is especially common,
since every innovatory work of art is sui genaris a work in a language that is
unknowon to the audience and which has to be reconstructed and mastered by its
addressees, di dalam sejarah seni telah diketahui secara umum, bahwa setiap
karya seni terobosan merupakan hal yang unik dan berharga dalam bahasa yang
dikenal oleh audiensinya dan harus direkonstruksi dan direka ulang oleh (apa
yang diistilahkan oleh Lotman sebagai) addressee-nya, penulisnya, karena
semiotik bekerja atas tanda-tanda, upaya familiarisasi dianggap dapat membantu
memahami puisi atau karya sastra sebagai sebuah mekanisme semiotik.
Tugas utama penelitian semiotik adalah to find a series of thinking object,
compare them, and to deduce the invariant feature of intelligence (Lotman,
1990:2); untuk menemukan rangkaian-rangkaian pemikiran tentang obyek,
membandingkan diantaranya, dan kemudian menarik kesimpulan variasi-variasi
yang ada. Lotman tidak menjelaskan apa yang dimaksudnya dengan intelegensia,
tetapi kemudian mereduksinya ke dalam fungsi-fungsi berikut:
5
1. the transmission of available information (that is, of text): transmisi dari
informasi yang dikehendaki);
2. the creation of new information, that is, of texts which are not simply
deducible according to set algorithms from already existing information, but
which are to some degree unpredictable : kreasi informasi baru, yakni kreasi
makna teks;
3. memory, that is, the capacity to preserve and reproduce information
(texts); memori, yaitu kapasitas untuk menyimpan dan mereproduksi
informasi.
6
menyebutnya dengan defamiliarisasi (Selden, 1996:5). Ada tanda-tanda yang tidak
umum diketahui oleh awam, yang membutuhkan beberapa wawasan tertentu
untuk memecahkan beberapa masalah.
7
Ricoeur). Interaksi teks pembaca sesungguhnya mensyaratkan sebuah situasi
pengertian dalam sebuah situasi ketidakpedulian; anything could be changed
(Lotman, 1990:79), segalanya bisa berubah, sehingga kemungkinan pergeseran
teks dan makna akan menyebabkn proses (saling) pengaruh mempengaruhi antara
kedua situasi lalu menumbuhkan informasi yang nyaris baru.
Dengan menyebut adanya aktivasi mutual, maka Lotman mengisyaratkan
adanya proses resepsi sebagaimana dimaksud Iser. Kajian respon estetik yang
dikemukakan Iser berpusat pada pertanyaan mendasar menyangkut proses
pemaknaan teks yang dihasilkan melalui hubungan teks dengan pembacanya. Iser
(1987: x) mempertanyakan: bagaimana dan dalam kondisi apa sehingga sebuah
teks bermakna bagi pembacanya. Pertanyaan mendasar tersebut setidaknya
mengimplikasikan dua hal penting menyangkut (1) cara atau tindakan pembacaan
dan (2) interaksi antara teks dan pembaca yang diwujudkan melalui potensi
pembacaan.
8
Jangan tanggung jangan kepalang
Punah
Punahlah engkau segala yang lesu
Aku hendak melihat
api hidup dahsyat bernyala,
menyadar membakar segala jiwa.
Aku hendak mendengar
jerit perjuangan garang menyerang
langit terbentang hendak diserang.
Aku hendak mengalami
bumi berguncang orang berperang
Urat seregang mata menantang.
9
sebenarnya yang biasa digunakan dalam sehari-hari. Bahasa yang disebutkan
Lotman sebagai secondary modelling system.
Pada baris ke 3 ini, penjelasan melalui teori Lotman, yaitu berada pada
pemilihan model kata yang menggambarkan makna implisit sebenarnya yang
diungkapkan melalui perasaan yang memunculkan estetika tersendiri saat
menggunakan diksi tersebut. Pada dasarnya, estetika juga muncul saat sebuah
karya itu indah dan memunculkan imajinasi yang indah bagi para penikmatnya.
Makna tersebut juga bisa menggambarkan sebuah kisah tragis yang digambarkan
oleh puisi Sutan Syahrir pada masa perjuangan saat masih terjadi penjajahan pada
zaman itu.
Baris ke 4 “seluruh buana tempat mengembara” dalam arti denotasi
memberi gambaran bahwa didunia ini semua tempat dapat disinggahi. Pemilihan
kata “buana” memberikan kesan puitis yang dalam terhadap “dunia”. Kalimat
pada baris ke 4 dipertegas dengan pernyataan mengenai gambaran duia. Kalimat
“Ria gembira mengejar berlari” pada kalimat ini ali menggambarkan bahwa
didunia terdapat kebahagiaan ketika kita mengejar apa yang kita inginkan. Baris
ke 5 dan ke 6 “anak air di gunung tinggi membuu ke laut sejauh dapat” dalam
kalimat tersebut mengandung denotasi air ditempat kecil dari jarak jauh yang ada
di pegunungan juga berjalan menuju lautan yang lebih luas. Kalimat terakhir bada
baris ke 7, 8 dan 9 “Lihat api merah bersorak naik membumbung girang marak
mengutus asap ke langit tinggi” mengandung denotasi semangat yang berkobar-
kobar untuk mencapai tujuan.
Pada baris ke 4 ini, dianalisis melalui teori semiotika Lotman ini
merupakan penerapan “kreasi informasi baru, yakni kreasi makna teks” ,
disebutkan demikian karena pemilihan kalimat diksi memunculkan sebuah kreasi
makna teks yang digambarkan. Jadi, pengungkapan puisi tersebut menyita
perhatian pembaca untuk membayangkan dan mengimajinasikan sebuah tempat
dan perasaan sebagai sebuah makna semangat untuk mengapai cita-cita yang
sudah dikreasikan sejak masa kecil, dengan membayangkan pula keindahan Alam
untuk mencapai ketenangan dalam diri. Membayangkan betapa sejuknya jika
berada di gunung, dan melihat pemandangan dasar lautan. Hal ini juga
10
menggambarkan, boleh mencintai dan memiliki cita-cita setinggi langit, namun
juga tak lupa untuk saling menjaga perasaan sesama manusia, karena dalamnya
lautan bisa diukur, sedangkan dalamnya hati seorang manusia tidak ada yang tahu.
Paragraf ke dua pada baris ke 3,4 dan 5 “Hidup di dunia hanya sekali
Jangkaukan tangan sampai ke langit Masuk menyelam ke lubuk samudra” pada
kalimat ini mengandung denotasi kehidupan yang kita jajani hanya sekali
sehingga kita harus berusaha keras sejauh mungkin dengan memaksimalkan
kemampuan kita. Kata “Langit” dan “samudra” memiliki diksi “jauh atau sangat
jauh” atau sangat tinggi. Kalimat selanjutnya “oyak gunung sampai bergetar”
pada kalimat ini mengandung denotasi usaha besar yang dilakukan. Pada paragraf
ini penulis memberikan tekanan-tekanan semangat berkobar-kobar secara terus
menerus yang di gambarkan melalui kebesaran alam yang ada dapat memporak-
porandakan dunia. Denotasi dari kalimat ini adalah kerja keras yang dilakukan
terus menerus dalam skala besar dapat memberikan hasil yang besar juga.
Dalam penerapan teori semiotika Lotman, pemilihan diksi dan frasa dalam
bait tersebut terlihat bahwa pengungkapan makna yang disampaikan secara
implisit oleh Sutan Syahrir, Sebenarnya bagi sebagian para pembaca yang belum
pernah membaca puisi ini, atau hanya membacanya sekali, makna ini mungkin
akan sulit terungkap karena simbol yang digunakan untuk mengungkapkan
motivasi masih tidak nampajika dibaca pertama kali oleh pembaca, unsur estetika
adalah yang pertama kali muncul dalam benak pembaca saat membaca beberapa
kalimat tersebut. Makna tersirat yang pertama kali muncul adalah berpetualang
menjelajah keindahan alam. Namun, jika dilihat dari sisi pesan yang disampaikan
adalah merupakan perjuangan, gapailah dengan usaha besar, maka yang diperoleh
juga besar.
Paragraf ketiga memberikan motivasi dari hasil yang di dapat ketika telah
berusaha keras. Dimana semua hal yang memberikan kesedihan dapat
diselesaikan sehingga setiap orang tidak perlu lagi merasa sedih. Sementara pargaf
terakhir berisi ajakan untuk bersama-sama berjuang dan mewujudkan mimpi.
Dalam puisi ini Sutan Syahrir banyak mengibaratkan penggunaan kata yang
berhubungan dengan alam seperti anak air, gunung, asap, langit, samudra dan
11
lain-lain untuk menegaskan apa yang ingin ia sampaikan. Sesuai dengan analisis
semiotika Lotman dimana penggunaan kata ganti yang menggunakan kata alam
mengajak pembaca agar lebih banyak berpikir.
Melalui semiotika Lotman yang menggunakan kata-kata kiasan
membutuhkan tingkat intelegensi tertentu untuk dapat memahami puisi Sutan
Syahrir ini. Puisi Hidup di Dunia Hanya Sekali kental terasa aroma perjuangan
dari setiap baitnya. Pada bait pertama digambarkan api merah bersorak
menggambarkan semangat perjuangan dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Pada bait kedua ajakan Sutan Syahrir untuk berdoa dalam menyikapi suasana
peperangan tercantum pada baris Jangkaukan tangan sampai ke langit.
Setiap karya puisi tentu dipengaruhi oleh kondisi saat puisi tersebut
diciptakan, Sutan Syahrir yang merupakan penulis puisi era perjuangan, banyak
menyiratkan pesan-pesan khusus pada puisinya termasuk puisi ini. Sutan Syahrir
mengharapkan adanya doa dan ketiadaan penyesalan dalam melakukan
perjuangan. Melalui puisi yang dipaparkan, Sutan Syahrir mengobarkan semangat
para pembaca dalam kondisi peperangan yang termasuk juga bagi para korban
perang. Ia senantiasa menyampaikan pesan kekhawatirannya atas hidup yang
tidak berguna. Menurutnya, hanya ada satu yang pasti, Merdeka atau Mati.
Puisi ini merupakan puisi yang memiliki unsur penggugah asa paling
besar. Dari bait pertama hingga bait terakhir berisikan motivasi, semangat, dan
harapan yang berkobar-kobar. Pada bait pertama, penulis seakan-akan mengajak
pembaca untuk ikut bergembira, menjelajah, dan mengembara. Pada bait kedua
penulis mengajak agar pembaca memiliki mimpi yang besar dan berusaha
mewujudkannya, tidak diam saja tanpa melakukan apa-apa. Pada bait ketiga
penulis mengajak pembaca untuk bangkit dari kemalasan atau kesedihan, dan
mengajak bekerja atau berjuang bersama. Pada bait terakhir, penulis menegaskan
kembali untuk mengajak berjuang bersama, dengan semangat yang lebih besar
dari sebelumnya. Ia ingin semua rakyat bangkit dan melawan penjajah,
menghancurkan segala yang mengekang dan menuju kebebasan serta
kemenangan.
12
13
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis semiotika Lotman yang telah dilakukan pada puisi berjudul
“Hidup di Dunia Hanya Sekali” karya Sutan Syahrir dapat disimpulkan bahwa di
dalam puisi tersebut terdapat unsur-unsur alam yang digunakan sebagai kiasan
kata. Sutan Syahrir menyampaikan pesan mendalam dalam bulatan prosa dan kata
yang dibaluti oleh semangat juang para pejuang di masanya. Puisi tersebut
membuat para pembacanya kembali mengingat apa yang sedang mereka
perjuangkan saat ini. Pesan yang ingin disampaikan oleh Sutan Syahrir cukup
mudah untuk dipahami oleh masyarakat Indonesia yang mengalami masa-masa
perjuangan, agar tiada penyesalan dalam setiap langkah mereka. Do’a harus
dijadikan pegangan, apakah yang menjadi tujuan dari perjuangan mereka tersebut
merupakan tujuan sebenar-benarnya hidup.
14
REFERENSI
Chandler, Daniel (2007). Semiotics The Basics. Perancis: Taylor & Francis e-
Library
Faruk (1999). Hilangnya Pesona Dunia. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia
Iser, Wolfgang (1987). The Act of Reading: a Theory of Aesthetic Response. The
John Hopkins University Press: Baltimore London.
Lotman, Yuri M (1977). The Structure of The Artistic Text. Michigan: University
of Michigan;
------------------- (1990). Universe of The Mind: A Semiotic Theory of Culture.
London: I.B. Tauris & Co. Ltd
Maier, H (1982). The Failure of A Hero. An Analysis of Pramudya Ananta Turs
Short Story Sunat. In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 138
(1982), no: 2/3, Leiden, 317-345
Pradopo, Rachmat Djoko (2012). Beberapa Teori Sastra Teori Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Selden, Raman., Peter Widdowson, & Peter Brooker (2005). A reader’s Guide to
Contemporary Literary Theory. UK: Pearson Education Limited
Wibowo, Indiwan (2013). Semiotika Komunikasi - Aplikasi Praktis Bagi
Penelitian Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Penerbit Mitra Wacana
Media
15