Konsep Keluarga Dalam Islam
Konsep Keluarga Dalam Islam
D
I
S
U
S
U
N
Kelompok :
MINALDI
HABIBURAHIM
TEGUH
Puji dan syukur selalu tercurah limpah kehadirat Allah swt yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, sehingga
pada saat ini kami dapat menyelesaikan tugas dengan lancar.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi akhir
zaman yaitu Nabi Muhammad saw. Kepada keluarganya, para sahabatnya dan
sampai kepada kita selaku umatya yang senantiasa mengikuti ajarannya serta taat
dan patuh kepadanya.
Hasil Tugas Makalah ini dimaksud untuk memenuhi tugas mata “Pendidikan
Agama
Islam” yang berjudul “konsep keluarga dalam islam”. Dalam penulisan kali ini,
kami tidak luput dari berbagai kesulitan. Namun, berkat pertolongan dan rahmat
Allah swt. Serta bimbingan dari semua pihak yang pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan Tugas ini dengan tepat waktu.
Latar Belakang
Islam adalah agama fitrah, dan kehidupan manusia sejatinya haruslah
berjalan di dalam fitrahnya. Sehingga, pola-pola kehidupan manusia dalam
suasana kebaikan dan penuh kesesuaian. Islam agama fitrah terlihat dari fokusnya
agama ini dalam mengatur manusia terhadap dirinya sendiri, manusia terhadap
Allah SWT, yang paling penting dan paling sering dihadapi manusia adalah Islam
mengatur antar sesama manusia, seperti dalam hal muamalah (masalah politik,
sosial, ekonomi/jual beli/keuangan, militer, keamanan, beroganisasi/partai, dan
keluarga) dan uqubat (sanksi pidana).
1
keluarga. Serta, di dalam keluargalah rezeki yang baik dan berkah dari Allah SWT
diberikan.2[2]
٦ وا قُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡ َوَأ ۡهلِي ُكمۡ نَ ٗارا َ ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ
ْ ُين َءا َمن
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka.” (QS. At Tahrim: 6)
Dari ayat ini peran konsep keluarga Islam menjadi sangat penting dibahas,
sebab kita wajib memelihara diri dan keluarga, yaitu istri, anak-anak dan siapa
saja yang disebut keluarga agar tidak masuk neraka. Abdullah bin Abbas r.a
memberikan penafsiran pada ayat tersebut sebagai berikut: “Kamu semua
hendaknya mengajar keluargamu dalam urusan-urusan syariat Allah dan
didiklah mereka dengan akhlak yang sempurna.”3[3]
Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat menegenai konsep keluarga dalam
Islam yang menarik untuk kita ketahui.
1. Konsep dapat didefinisikan sebagai suatu gagasan/ ide yang relatif sempurna dan
bermakna.
2
6
2. Konsep merupakan pengertian tentang suatu objek.
3. Konsep adalah produk subjektif yang bersumber dari cara seseorang membuat
pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya
(setelah melakukan persepsi terhadap objek/ benda).
Sehingga di dalam konsep terdapat suatu cara untuk merancang dari suatu
gagasan/ide/teori menjadi rumusan untuk diartikan dan digunakan sehari-hari oleh
manusia. Sehingga pada awalnya perlu diketahui metode untuk merancang konsep
keluarga dalam Islam tersebut.
Adapun untuk pengertian keluarga, dalam hal ini yang asal katanya berasal
dari Islam maka rujukannya adalah Al Qur’an, sebab jika menginginkan konsep
Islam mengenai keluarga harus dimulai bagaimana Al Qur’an mendudukannya.
a. Ahlu al Rajul: adalah keluarga yang senasab seketurunan, mereka berkumpul
dalam satu tempat tinggal. ‘Ahli’ tersebut adalah istri dan anak-anak serta yang
dikaitkan dengan keduanya. Ditunjukkan Q.S At Tahrim: 6.
Serupa dengan ini adalah ahlu bait, yang artinya keluarga dalam pertalian darah
dan pernikahan.
b. Ahlu al Islam: adalah keluarga yang seagama. Keluarga yang dimaksud ialah
istrinya yang beriman dan anak-anaknya yang beriman, sementara istri/anak yang
kafir tidak termasuk keluarga. Hal ditunjukan dengan Q.S Hud: 40 dan 46, yang
7
8
mengisahkan tenang Nabi Nuh a.s yang akan memasukkan keluarganya keatas
kapal pada saat banjir dahsyat. Allah SWT berfirman:
ٱح ِم ۡل فِيهَا ِمن ُك ٖ ّل ز َۡو َج ۡي ِن ۡٱثن َۡي ِن ۡ ار ٱلتَّنُّو ُر قُ ۡلنَا
َ ََحتَّ ٰ ٓى ِإ َذا َجٓا َء َأمۡ ُرنَا َوف
ٞ ِق َعلَ ۡي ِه ۡٱلقَ ۡو ُل َو َم ۡن َءا َم ۚنَ َو َمٓا َءا َمنَ َم َع ٓۥهُ ِإاَّل قَل
يل َ ََوَأ ۡهلَكَ ِإاَّل َمن َسب
٤٠
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami
berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang
sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah
terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang
beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.”
2. قربى/qurbaa: Shawi9[9] (juz 1, hal : 65) menyebutkan bahwa qurbaa adalah
keluarga yang ada hubungan kekerabatan, baik yang termasuk ahli waris maupun
yang tidak termasuk, yang tidak mendapat warits, tapi termasuk keluarga
kekerabatan seperti pada ayat, an-Nisa: 7,
Dan keluarga kerabat yang bersifat umum, yang ada hubungan kerabat dengan ibu
dan bapak, seperti pada ayat al-Nisa: 36.
9
“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
٢٤ ة ت َۡخ َش ۡونَ َك َسا َدهَاٞ َوَأ ۡز ٰ َو ُج ُكمۡ َو َع ِشي َرتُ ُكمۡ َوَأمۡ ٰ َو ٌل ۡٱقتَ َر ۡفتُ ُموهَا َوتِ ٰ َج َر
24. ... isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, ...”
Jadi, jika kita telaah dari pengertian konsep dan keluarga tersebut dan
dikaitkan dalam Islam, maka pengertian konsep keluarga dalam Islam menurut
kami adalah suatu rancangan ide yang dirumuskan untuk suatu keluarga yang
terikat dalam hubungan pernikahan baik dari segi metodenya, tujuannya, prinsip,
dan fungsinya dari keluarga tersebut berdasarkan ajaran Islam.
10
Islam menekankan pentingnya pernikahan dan keluarga, serta
mejadikannya sebagai amal ibadah dan sunnah para Nabi.11[11] Al Qur’an
menyebutnya sebagai anugerah terbesar dan salah satu tanda kekuasaan Allah
SWT. Sebab, di dalam keluarga tersemai rasa tentram, cinta, kasih sayang dan
kelembutan antara suami dan istri.12[12] Sehingga Islam menganjurkan untuk
mempermudah proses pernikahan dan membantu seorang pemuda untuk menikah
agar dapat terhindarkan dirinya dari maksiat.13[13]
Apabila dilihat dari kaca mata Islam, terbentuknya keluarga bermula dari
terciptanya jalinan antara pria dan wanita melalui pernikahan yang syar’i,
memenuhi rukun dan syarat-syarat yang sah, yang bertujuan untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan dan membina keluarga yang harmonis,
sejahtera serta bahagia di dunia dan akhirat (sakinah, mawadah, wa rahamah).
11
12
13
14
15
Imam Ghazali dalam Ihya’-nya mengembangkan tujuan dari pembentukan
keluarga menjadi lima yaitu:16[16]
c) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. (Q.S
Ar Rum: 21).
e) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas
dasar cinta dan kasih sayang. (Q.S Al A’raf: 189).
Dalam membangun konsep keluarga dalam Islam, yang paling utama dan
menjadi pondasi/mendasar adalah bahwa keluarga muslim dibangun berdasarkan
prinsip tauhid.18[18] Artinya, setiap aktifitas pra nikah, berkeluarga, dan
berketurunan semuanya karena mentauhidkan Allah SWT. Dengan tunduk dan
patuh terhadap batasan syariahNya. Sehingga tujuan keluarga yang sakinah,
mawadah, wa rahmah terwujud.
16
17
18
Jadi, prinsip yang menjadi juga pegangan dalam berkeluarga adalah
melaksanakan syariah Islam dalam rumah tangganya. Mulai dari memilih
pasangan, meminang, akad nikah, mencari nafkah, mengurus rumah tangga,
bergaul dalam keluarga, berpakaian, makanan-minuman, ibadah, pengasuhan
anak, bahkan sampai hal yang sifatnya bathiniyah (akhlak, dan fiqh jima’) semua
dalam batasan syariah.
Fungsi ini terkait dengan penyaluran hasrat biologis manusia yang berbuah
dengan kelahiran anak sebagai penerus keluarga. Fungsi ini membedakan antara
pernikahan manusia dan hewan, sebab fungsi ini di dalam keluarga diatur dalam
pernikahan. ( Q.S An Nahl: 72).
19
cukup penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan rohani
yang bertujuan mengembangkan aspek mental spiritual, moral, intelektual, dan
profesional. (Q.S. At Tahrim: 6; Q.S Asy Syuara: 214).
Keluarga menjadi tempat yang aman dari berbagai gangguan internal maupun
eksternal serta menjadi penangkal segala penggaruh negatif yang masuk
didalamnya. (Q.S. At Tahrim: 6).
Kewajiban untuk memberi bekal kepada anggota keluarga tentang hal hal yang
berhubungan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat. Keluarga
dalam fungsi ini juga berperan sebagai katalisator budaya serta filter nilai yang
masuk ke dalam kehidupan. (Q.S An Nisa: 36).
Hak dan kewajiban suami istri pada dasarnya seimbang, sehingga prinsip
hubungan antara suami dan istri dalam keluarga adalah adanya keseimbangan dan
kesepadanan (attawazub wat-takafu’) antara keduanya.20[20]
Kewajiban Suami
20
1. Suami memiliki tanggung jawab besar, kewajibannya adalah memberikan mahar
pada istri (Q.S an-Nisa’: 4 dan 24) serta memberikan nafkah (kebutuhan-
kebutuhan) sehingga memiliki satu tingkatan dari istrinya. (Q.S Al-Baqarah: 233;
Q.S At Talaq: 7).
2. Kewajiban suami lainnya adalah menggauli istrinya dengan cara yang ma’ruf
(Q.S an-Nisa: 19). Menurut Azar Basyir menggauli istri dengan cara ma’ruf itu
mencakup tiga hal:
3. Kewajiban suami lainnya, adalah menjaga keluarga dari dosa dan maksiat atau
ditimpa oleh sesuatu kesulitan dan marabahaya. (Q.S At Tahrim: 6).
4. Terakhir, suami wajib memberikan rasa tenang kepada istrinya, serta memberikan
cinta dan kasih sayang kepadanya agar tujuan dari pernikahan tersebut dapat
terwujud yaitu kehidupan keluarga yang harmonis (sakinah), mawaddah, dan
rahmah.
Kewajiban Istri
1. Kewajiban istri terhadap suaminya tidak ada yang berbentuk materi secara
langsung, tetapi dalam bentuk nonmateri22[22] seperti, taat dan patuh kepada
suaminya(Q.S an-Nisa ayat 34) dalam batasan syariah Islam.
2. Selain itu istri juga harus mengupayakan untuk melaksanakan fungsi reproduksi
secara baik dan sehat. Adapun penentuan kapan dan jumlah keturunannya
dilkukan dengan musyawaha keduanya (Q.S. Asy-Syuura: 38).23[23]
21
22
23
Hak dan Kewajiban Bersama Suami-Istri
1. Menurut Syafrudin, bentuknya ada tiga: Pertama, bolehnya bergaul dan
bersenang-senang di antara keduanya. Inilah hakekat sebenarnya dari sebuah
perkawinan (Q.S. An Nisa: 19 dan Q.S al-Baqarah: 187). Kedua, timbulnya
hubungan suami dengan keluarga istrinya dan sebaliknya hubungan istri dengan
keluarga suaminya. Ketiga, hubungan saling mewarisi di antara suami istri. Setiap
pihak berhak mewarisi pihak yang lain bila terjadi kematian.24[24]
2. Ditambah, jika telah berketurunan; Pertama, memelihara dan mendidik anak
keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut. Kedua, Memelihara kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Sejak dalam kandungan, menurut para ulama, anak sudah dapat memiliki hak
walaupun belum menerima kewajiban. Hak yang dimiliki anak dalam kandungan
antara lain hak waris, hak wasiat, dan hak memiliki harta benda.25[25]
Orang tua memiliki kewajiban untuk merawat, memelihara dan mendidik anak,
dari mulai persiapan kehamilan, memeriksakan kesehatan janin, melahirkannya
secara aman, merawat, memelihara, dan mengawasi perkembangannya, serta
mendidiknya supaya menjadi anak yang sehat, saleh, dan berilmu pengetahuan
luas (hadhanah).
Sebagai konsekuensi dari hadanah , orang tua (terutama ayah) mempunyai
kewajiban untuk memberi nafkah kepada anaknya.
Kewajiban Anak
24
25
merawat anak, mulai dari sebelum lahir sampai menjadi dewasa. (Q.S, Al-Israa: 23),
(Q.S, Al-Ahqaf: 15).
Sebagai perwujudannya, anak memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepada orang
tua, apabila memang orang tuanya membutuhkan. Karena harta milik anak pada dasarnya
adalah milik orang tuanya juga.
Berbuat baik kepada orang tua pada dasarnya dalam segala hal, tidak ada
batasnya, yang membatasi adalah adanya hak anak itu sendiri. Sehinga masing-
masing anak dan orang tua dalam keuarga memiliki hak dan tanggung jawab.
Apabila terjadi perbedaan pendapat, maka harus dimusyawarahkan dan
dibicarakan dengan baik, tentunya dengan selalu dilandasi oleh rasa kasih sayang
dan saling memiliki.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, M. Saeful dan Tali Tulab. Tauhid: Prinsip Keluarga dalam Islam (Problem
Keluarga di Barat). Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam:
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ua.
An Nawawi, Muhammad bin Umar. 2002. Buku Terjemah Kitab: Syarh uqud Al
Lujjain Fii Bayani Huquq Az Zaujaini, Penerjemah: Abu Sofia dan
Lukman Lubis. Surabaya: Ampel Mulia.
Faqih, Aunur Rahim. 2001. Bimbingan Dan Konseling dalam Islam. Jogjakarta:
UII press.