Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

A.          LATAR BELAKANG


Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik
agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3
kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia
dan faali. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir
(Mansjoer,2009).

Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas


fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang
bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan,
denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan
mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan
umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada
beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit
sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
B.            TUJUAN PENULISAN
1.    Tujuan Umum
Adapun tujuan dari peulisan yang ingin kami capai secara umum saat
menyusun makalah ini adalah agar mahasiswa mampu membuat asuhan
keperawatan  pada klien dengan masalah  asfiksia neonatorum.

2.    Tujuan Khusus


a.  Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan masalah  asfiksia
neonatorum.
b.  Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah
asfiksia neonatorum.
c.   Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
d.  Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.

C.           MANFAAT PENULISAN


Dengan adanya makalah yang membahas mengenai materi asfiksia
diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui penyebab asfiksia dan
pencegahannya agar  terhindar dari asfiksia  baik untuk dirinya sendiri maupun
keluarga. Begitupula dengan instisusi, diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi
referensi untuk mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia yang
dapat menyebabkan kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP ASFIKSIA
1.  Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera atau beberapa saat setelah lahir. Secara klinik ditandai dengan sianosis,
bradikardi, hipotonia, dan tidak ada respon terhadap rangsangan, yang secara
objektif dapat dinilai dengan skor APGAR. Keadaan ini disertai hipoksia,
hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama
terjadi pada bayi dengan asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat dengan kriteria
menurut WHO tahun 2008 didapatkan adanya gangguan neurologis berupa
Hypoxic Ischaemic Enchepalopaty (HIE), akan tetapi kelainan ini tidak dapat
diketahui dengan segera. (Kosim, 1998; Hasan, 1985; dan Depkes RI, 2005)
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam
kehamilan dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat
bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma.
Sementara itu, asfiksia dalam persalinan disebabkan oleh partus yang lama, ruptura
uteri, tekanan terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat
bius yang terlalu banyak dan pada saat yang tidak tepat, plasenta previa, solusia
plasenta, serta plasenta tua (serotinus) (Nurarif, 2013).

2.  Etiologi
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).
a.  Faktor Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan dapat
menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia. Berikut merupakan
keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir (Depkes
RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1)  Preeklamsia dan eklamsia
2)  Demam selama persalinan
3)  Kehamilan postmatur
4)  Hipoksia ibu
5)  Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
a)  gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
b)  hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c)   hipertensi pada penyakit toksemia
6)  Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini

b.  Faktor Plasenta


Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali
pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia (Depkes RI, 2005 dan
Nurarif, 2013):
1)  Abruptio plasenta
2)  Solutio plasenta
3)  Plasenta previa

c.   Faktor Fetus


Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului
tanda gawat janin (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1)  Air ketuban bercampur dengan mekonium
2)  Lilitan tali pusat
3)  Tali pusat pendek atau layu
4)  Prolapsus tali pusat

d.  Faktor Persalinan


Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu (Nurarif, 2013):
1)  Persalinan kala II lama
2)  Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan sehingga
menyebabkan depresi pernapasan pada bayi

e.  Faktor Neonatus


Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia (Nurarif,
2013):
1)  Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm
2)  Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
forsep)
3)  Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernapasan, hipoplasi paru, dll.
4)  Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

3.  Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Asfiksia


Asfiksia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu asfiksia pallida dan asfiksia
livida dengan masing-masing manifestasi klinis sebagai berikut (Nurarif, 2013):
Tabel 1. Karakteristik Asfiksia Pallida dan Asfiksia Livida
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna Kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus Otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi Negatif Positif
Rangsangan
Bunyi Jantung Tidak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik

Klasifikasi asfiksia dapat ditentukan berdasarkan nilai APGAR (Nurarif,


2013).
Tabel 2. APGAR score
Nilai
Tanda
0 1 2
A : Appearance Biru/ Tubuh Tubuh dan
(color/warna pucat kemerahan, ekstremitas
kulit) ekstremitas biru kemerahan
P : Pulse (heart Tidak ada < 100x per >1100x per
rate/denyut menit menit
nadi)
G : Grimance Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
(reflek)
R : Respiration Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat
(usaha
bernapas)

Bayi akan dikatakan mengalami asfiksia berat jika APGAR score berada pada
rentang 0-3, asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6, dan bayi normal atau
dengan sedikit asfiksia jika APGAR score berada pada rentang 7-10 (Nurarif,
2013).
4.  Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor
maternal, plasenta-tali pusat, dan fetus atau neonatus :
a.  Kelainan maternal, dapat meliputi hipertensi, peyakit vaskular, diabetes, drug
abuse, penyakit jantung, paru, gangguan susunan saraf pusat, hipotensi, ruptura
uteri, tetani uteri, panggul sempit.
b.  Kelainan plasenta dan tali pusat, meliputi infark dan fibrosis plasenta, prolaps atau
kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah umbilikus.
c.   Kelainan fetus atau neonatus meliputi anemia, hidrops, infeksi, pertumbuhan janin
terhambat, serotinus.
Selain itu, kurangnya kesadaran calon ibu untuk melakukan ANC, status
nutrisi yang rendah, perdarahan saat melahirkan, dan infeksi saat kehamilan juga
merupakan faktor resiko terjadinya asfiksia. Ditambah lagi dengan letak bayi
sungsang dan kelahiran dengan berat bayi kurang dari 2500 gram, maka akan
memperburuk keadaan dan meningkatkan resiko asfiksia (Majeed, 2007 dan
Pitsawong, 2011). Namun sayangnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Ogunlesi dkk (2013) dinyatakan bahwa dari 354 orang responden yang diteliti,
hampir seluruhnya tidak mengetahui faktor resiko terjadinya asfiksia
(Ongunlesi,2013).

Anda mungkin juga menyukai