Anda di halaman 1dari 34

PANDUAN MANAJEMEN RISIKO

PUSKESMAS SRANDAKAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL


UPT PUSKESMAS SRANDAKAN
Jalan Raya Srandakan no 96 Trimurti Srandakan Bantul DIY 
Telp. (0274) 6464815  e-mail: pusk.srandakan@bantulkab.go.id 

TAHUN 2018
DAFTAR ISI

BAB  I 2
PENDAHULUAAN 2
A. LATAR BELAKANG 2
B. TUJUAN 2
C. BATASAN OPERASIONAL 2
BAB II 4
RUANG LINGKUP 4
A. RUANG LINGKUP MANAJEMEN RESIKO 4
B. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN RESIKO 4
BAB III 6
TATA LAKSANA 6
A. TETAPKAN KONTEKS 6
B. IDENTIFIKASI RESIKO 7
C. ANALISIS RISIKO 16
D. EVALUASI RISIKO 16
E. KELOLA RESIKO 17
BAB IV 32
PELAPORAN 32
A. MEKANISME  PELAPORAN 32
B. BENTUK PELAPORAN 32
BAB V 33
PENUTUP 33
BAB  I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien (safety) telah menjadi isu global termasuk keselamatan pasien di
Puskesmas. Ada lima isu  penting yang terkait dengan keselamatan pasien di Puskesmas yaitu
keselamatan pasien itu sendiri, keselamatan petugas kesehatannya, keselamatan  bangunan dan
peralatan Puskesmas yang bisa berdampak kepada keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan yang berdampak kepada pencemaran lingkungan,  serta Keselamatan
keberlangsungan kemajuan Puskesmas itu sendiri. Kelima aspek inilah yang nantinya menjadi
penentu dalam peningkatan mutu Puskesmas khususnya dalam penanganan manajemen risiko
di Puskesmas.

B. TUJUAN
1. Memberikan panduan sistem manajemen risiko yang berlaku di Puskesmas Srandakan
2. Memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses indentifikasi,
analisa dan pengelolaan  risiko dapat memberi manfaat bagi peningkatan mutu dan
keselamatan pasein di Puskesmas Srandakan .
3. Membangun sistem monitoring dan komunikasi  yang efektif diantara petugas sehingga
pencapaian tujuan  dan penerapannya berjalan berkesinambungan.

C. BATASAN OPERASIONAL
1. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO),      yang akan
berdampakmerugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Puskesmas adalah  upaya mengidentifikasi dan
mengelompokkanrisiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut baik
secara proaktif risiko yangmungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah
terjadi agar memberikan dampak negative seminimal mungkin bagi keselamatan pasien
dan mutu di Puskesmas.
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yangmengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP terdiri dari
KejadianTidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera
(KTC), danKejadian Potensial Cedera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada
pasien.
5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cidera pada
pasientapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cidera pada
pasien.
6. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan cidera
padapasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap ternyata tidak menimbulkan cidera
pada pasien.
7. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkancidera, tetapi belum terjadi.
8. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah
mengakibatkankematian atau cidera fisik / psikologis serius, atau kecacatan pada
pasien.Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang tidak dapat
diantisipasi dan tidakberhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau
kondisi medis dasar pasien; bunuhdiri, kehilangan permanen dari sebagian besar fungsi
tubuh yang tidak berhubungan denganpenyakit dasar pasien; pembedahan yang salah
lokasi / salah prosedur / salah pasien; penculikanbayi atau bayi yang dibawa pulang
oleh orang tua yang salah.
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien  adalah suatu sistim untuk mendokumentasikan
laporaninsiden keselamatan pasien, menganalisa dan mengantisipasi / mengelola /
mengendalikan insidensecara berkesinambungan.
10. Risiko Sisa  adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya
pengendalian /tindakan dilakukan.
11. Penilaian Risiko  adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi terjadi
dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan klasifikasi dan derajat
(grading) kerugianyang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko tersebut.
12. Penilai Risiko adalah anggota dari staf (manager atau yang lain) yang telah
menghadiripelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen untuk
memastikan bahwatiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilai risiko yang terlatih.

.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP MANAJEMEN RESIKO


Paduan ini mencakup seluruh manajemen resiko yang ada di Puskesmas Srandakan yang
meliputi: 
1. Manajemen resiko lingkungan:
 Keamanan lingkungan fisik(bangunan):
 Pemantauan keamanan aliran air
 Pemantauan keamanan aliran listrik
 Pemantauan keamanan gas oksigen dan gas elpiji
 Pemantauan keamanan jendela dan pintu
 Indentifikasi risiko lingkungan yang berdampak pada pasein, petugas dan
lingkungan sekitar Puskesmas:
 Pemantauan keamanan pembuangan limbah
2. Manajemen resiko layanan klinis:
 Resiko yang berhubungan dengan pasein / pengunjung Puskesmas
 Resiko yang berhubungan dengan petugas kesehatan
 Resiko yang berhubungan dengan staf Puskesmas lainnya
 Resiko yang berhubungan dengan  peralatan atau metode yang digunakan
dalam memberikan pelayanan klinis
3. Manajemen resiko program  kesehatan masyarakat:
 Resiko pelaksanaan program terhadap masyarakat sasaran
 Resiko pelaksanaan program terhadap lingkungan
 Resiko pelaksanaan program terhadap petugas pelaksana program

B. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN RESIKO


Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan resiko,  Puskesmas
Srandakan mengatur kewenangan dan  tanggung jawab manajemen Puskesmas:
1. Tingkat Puskesmas oleh Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasein di Puskesmas.
2. Tingkat unit / poli oleh penanggung jawab masing-masing unit / poli/ program

Uraian tanggung jawab manajemen resiko:

a. Tanggung jawab Kepala Puskesmas:


 Menetapakan kebijakan mengenai  manajemen resiko di Puskesmas
 Menetapkan dan membentuk Tim PMKP
 Mengawasi danmemeastikan sistem manajemen resiko berjalan dengan baik
dan berkembang
 Menerima laporan dan merekomendasikan penggelolaan pengendalian resiko
sertamenindak lanjuti sesuai arahan dan kebijakan Puskesmas termasuk
pendanaan
 Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan insiden keselamatan pasein sesuai
tingkat resiko.
b. Tanggung jawab Manajemen Resiko (Tim.PMKP)
 Membuat rencana kerja manajemen resiko di Puskesmas
 Membentuk Tim Penilai Resiko
 Menerima daftar resiko yang diberikan oleh penanngung jawab unit / poli,
menganalisa, evaluasi serta menindak lanjutinya
 Menerima serta menganalisa temuan resiko yang berasal dari luar (external)
 Memantau serta mendorong semua petugas untuk melaksanakan manajemen
resiko
 Melaporkan hasil temuan kepada Pimpinan Puskesmas dan melakukan diskusi
serta menindak lanjuti hasil diskusi
c. Tanggung jawab penanngung jawab unit / poli
 Menerima laporan temuan – temuaan resiko di ada di unit / poli
 Membuat daftar dan penilaian resiko
 Menganalisa sesuai tingkat kejadian apakah cukup diselesaikan di tingkat unit
 Mendorong  rekan – rekan kerja untuk melakukan manjemen resiko
 Melaporkan semua daftar resiko, resiko yang sudah diselesaikan di tingkat unit /
poli serta melakukan diskusi kepada Tim manajemen resiko untuk langkah –
langkah ke depannnya
d. Tanggung jawab petugas pemberi layanan klinis
 Memberikan informasi kepada penangunggung jawab unit/ poli setiap bahaya,
resiko serta kejadian yang ada di unit/ poli
 Melaksanakan panduan manajemen resiko yang telah ditetapkan
 Mencatat dan mendokumentasi apabila terjadi insiden resiko klinis
 Ikut serta dalam mengupayakan langkah-langkah pengendalian resiko
BAB III
TATA LAKSANA

Manajemen resiko adalah proses berkesinambungan dan berkelanjutan. Resiko mungkin


terpapar kepada pasein, staf, pengunjung dan organisasi yang terus-menerus berubah dan harus
diidentifikasi.
Program manjemen resiko menggunakan 5 tahapan proses yaitu:
1. Tetapkan konteks
2. Identifikasi resiko
3. Analisi resiko
4. Evaluasi resiko
5. Kelola resiko
A. TETAPKAN KONTEKS
Tujuan, sasaran, strategi,ruang lingkup,kegiatan pada tahap ini harus disusun dalam bentuk
pedoman manjemen resiko Puskesmas.

B. IDENTIFIKASI RESIKO
Risiko pontensial dapat diidentifikasi dari berbagai sumber, misalnya:
 Informasi dari internal yang didapat dari laporan masing-masing unit/poli
 Informasi external yang didapat dari pedoman pemerintah, organisai atau lembaga
penelitian
 Pemeriksaan atau audit eksternal

Berikut contoh daftar resiko berdasarkan ruang lingkupnya:

1. Area lingkungan

N RESIKO
O

1 Sarana  Kerusakan bangunan atau sarana dan prasaran


 Fasilitas sanitasi seperti wastafel buntu, air tidak lancar, sampah
medis tidak tersedia, toilet rusak

2 Keamanan  Tersengat listrik


lingkungan  Terpapar dengan bahan berbahaya
 Tertimpa benda jatuh
 Tersiram air panas
 Terpeleset
 Pencurian
 Terjadi bencana gempa bumi
 Terjadi kebakaran

3 Limbah  Sistem pembuangan limbah yang belum standar


 Paparan limbah pada lingkungan

2. Area layanan klinis


Area layanan klinis terdiri dari unit / poli yang ada di Puskesmas dan jejaring Puskesmas
seperti Poskesdes dan Pustu.

No Unit / Poli Resiko

1 Loket Pendaftaran dan  Pasien menunggu lama


Rekam Medis  Kesalahan pemberian identitas rekam medis
 Kesalahan pengambialan rekam medis
 Kegagalan memperoleh inform concent
 Kesalahan pelabelan rekam medis
 Kebocoran informasi rekam medis
 Ketidak lengkapan catatan dalam rekam medis
 Kehilangan / kesalhan penyimpanan rekam medik

2 PELAYANAN MTBS  Kesalahan mengidentifikasi pasien / salah orang


 Kesalahan dalam melakukan pengkajian /anamnesa
 Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
 Kesalahan diagnosis

3 BP UMUM  Kesalahan mengidentifikasi pasein


 Kesalahan dalam diagnosis
 Kesalahan dalam pemberian resep
 Kesalahan dalam terapi
 Kesalahan dalam edukasi
 Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri

4 UGD  Kesalahan dalam mengdentifikasi pasein


 Kesalahan tindakan yang menimbulkan perlukaan
 Menggunakan alat yang tidak steril
 Tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri
 Insiden tertusuk jarum
 Limbah medis berceceran
 Paparan dengan luka terbuka atau cairan tubuh pasien
 Kesalahan pemberian obat / injeksi
 Monitoring tindakan yang kurang baik

5 PELAYANAN IMUNISASI  Kesalahan dalam mengdentifikasi pasein


 Kesalahan dalam pengkajian (tanda –tanda vital)
 Kesalahan cara pemberian imunisasi
 Kesalahan jenis dan dosis vaksin
 Menggunakan alat yang tidak steril
 Tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri
 Insiden petugas  tertusuk jarum
 Limbah medis berceceran
 Insiden kegagalan pemberian imunisasi
 Insiden efek samping imunisasi
 Kesalahan dalam penyimpanan vaksin

6 POLI  KONSULTASI GIZI  Kesalahan dalam pengkajian status gizi


 Kesalahan dalam pemberian diet
 Paket makanan tambahan tertukar
 PMT yang kadarluarsa 
 Penyimpanan PMT yang tidak baik dimakan tikus atau kena
rayap

7 FARMASI  Penulisan resep yang tidak baik


 Riwayat alergi obat yang tidak teridentifikasi
 Kesalahan identifikasi pasein dalam pemberian obat
 Kegagalan memantau efek samping obat
 Kesalahan dosis / formula obat
 Kesal;ahan edukasi cara minum obat

8 LABORATORIUM  Kegagalan  pengambialn sampel sehingga menimbulkan


perlukaan
 Kesalahan pengambillan sampel
 Kesalahan pemberian label sampel laboratorium
 Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan laboratorium
 Hasil pemeriksaan hilang atau tertukar
 Sampel rusak atau hilang
 Tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri
 Tertelan bahan infeksius
 Tertusuk jarum

9 KIA-KB  Kesalahan dalam mengdentifikasi pasein


 Kesalahan tindakan yang menimbulkan perlukaan
 Menggunakan alat yang tidak steril
 Tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri
 Insiden tertusuk jarum
 Limbah medis berceceran
 Paparan dengan luka terbuka atau cairan tubuh pasein
 Kesalahan menulis resep dan dosis obat
 Kesalahan diagnosa

10 POLI GIGI  Kesalahan tindakan yang menimbulkan perlukaan


 Menggunakan alat yang tidak steril
 Tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri
 Insiden tertusuk jarum
 Limbah medis berceceran
 Tergigit pasein
 Kesalahan menulis resep dan dosis obat
 Kesalahan diagnosa
 Kesalahan mengidentifikasi pasein
  Alat kompresor  tiba-tiba rusak sehingga  tindakan ditunda

POLI FISIOTERAPI  Kesalahan dalam mengdentifikasi pasien


 Kesalahan dalam pengoperasian alat sehingga menimbulkan
perlukaan
 Penggunaan diatermi yang terlalu lama/ terlalu panas
sehingga menimbulkan luka bakar

RAWAT INAP  Kesalahan dalam mengidentifikasi pasein


 Kesalahan tindakan yang menimbulkan perlukaan
 Menggunakan alat yang tidak steril
 Tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri
 Insiden tertusuk jarum
 Pasien jatuh dari bed
 Pasien pulangtanpa sepengetahuan petugas
 Phlebitis
 Tetesan infus yangtidak sesuai

VK dan rawat gabung  Kesalahan dalam mengidentifikasi pasein


 Kesalahan tindakan yang menimbulkan perlukaan
 Menggunakan alat yang tidak steril
 Tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri
 Insiden tertusuk jarum
 Pasien jatuh dari bed
 Bayi tertukar

Poli Batuk  Terpapar dengan pasein yang dikunjungi


 Salah diagnosa
 Salah memberikan terapi
 Tidak menggunakan APD
 Kesalahan dosis dalam pemberian FDC
 Kesalahan dosis saat memberikan inj. Streptomycin

3. Area pelaksanaan program


Area pelaksanaan program adalah  upaya kesehatan masyarakat essensial dan upaya
kesehatan masyarakat pengembangan. Tempat pelaksanaannya  bisa  di dalam gedung
Puskesmas induk, Posyandu Balita, Pos Penimbangan, Pos UKK, POSYANDU REMAJA,
POSBINDU,UKS /UKGS, dan kelompok sasaran lainnya.

1. Upaya Kesehatan Masyarakat Essensial

No Jenis Kegiatan Resiko

1 Pelayanan promosi  Kecelakaan lalu lintas saat petugas melakukan kunjungan


kesehatan (UKS /UKGS)  Tergigit saat melakukan pemeriksaan gigi anak sekolah
 Cedera mulut pada anak sekolah karena memberontak saat
dilakukan tindakan pemeriksaan
 Tertusuk jarum saat kegiatan BIAS
 Salah memberikan vaksin saat kegiatan BIAS

2 Pelayanan kesehatan  Kecelakaan lalu lintas saat petugas melakukan kunjungan


lingkungan  Terpeleset saat mengambil sample air

3 Pelayanan KIA – KB –  Kecelakaan lalu lintas saat petugas melakukan kunjungan


DTKB  Tidak menggunakan alat steril saat melakukan pertolongan
persalinan di rumah pasein
 Kesalahan tindakan yang
 menimbulkan perlukaan
 Tertusuk jarum saat kegiatan 
 Salah memberikan vaksin TT 
 Salah mengidentifikasi pasein
 Komunikasi yang tidak efektif saat melakukan konseling
 Kesalahan cara penimbangan
 Insiden balita terjatuh saat proses penimbangan
 Kesalahan pencatatan hasil pengukuran dan pemeriksaan
 Kesalahan menyampaikan edukasi

4 Pelayanan Gizi  Insiden balita jatuh saat penimbangan


 Kesalahn cara penimbangan
 Kesalahan pencatatan hasil pengukuran dan pemeriksaan
 Kesalahan memberikan dosis Vit.A pada kelompok umur
 Kesalahan memberikan informasi
 PMT yang tertukar

5 PERKESMAS  Salah alamat saat berkun jung


 Terpapar infeksi dengan pasein yang dikunjungi
 Kecelakaan lalu lintas saat berkunjung 
 Salah pemberian obat

6 Pencegahan dan 1. Pelayanan Imunisasi


Pengendalian Penyakit  Kesalahan penentuan kebutuhan imunisasi
 Kesalahan cara pemberian imunisasi
 Kesalahan jenis imunisasi
 Kesalahan dosis vaksin
 Insiden kegagalan pemberian imunisasi
 Insiden efek samping imunisasi
 Ceceran limbah medis
 Insiden tertususk jarum

2. Pelayanan HIV / AIDS


 Tidak menggunakan teknik PI dan APD
 Ceceran limbah medis

3. Diare
 Terpapar dengan pasein yang dikunjungi
 Salah diagnosa
 Salah memberikan terapi
 Salah menentukan derajat dehidrasi
4. TBC
 Terpapar dengan pasein yang dikunjungi
 Salah diagnosa
 Salah memberikan terapi
 Tidak menggunakan APD
5. Surveilans 
 Terpapar dengan pasein yang dikunjungi
 Salah diagnosa
 Salah memberikan terapi
 Tidak menggunakan APD
6. DBD
 Mesin fogging mati saat penyemporatan di dalam
ruagan
 Petugas terpapar racun
 Ada penghuni di rumah saat penyemprotan
 Petugas terperangkap karena perubahan angin
 Kebakaran karena mesin fogging terkena kain horden,
berdekatan dengan gas elpiji,,atau balon yang ada gas
hidrogennya
 Salah memberikan penjelasan penggunaan ABATE
 Keracunan saat mengemas ABATE
7. ISPA
 Tertular karena tidak menggunakan masker saat
pemeriksaan
 Salah diagnosa dan terapi
8. Pelayanan PTM
 Kesalahan mengidentifikasi pasein
 Kesalahan diagnosa dan terapi
 Pasein lansia  terjatuh

2. Upaya  Kesehatan Masyarakat Pengembangan

No Jenis Kegiatan Resiko

1 Pelayanan UKGM  Kecelakaan lalu-lintas saat berkunjung


 Tergigit anak saat pemeriksaan gigi

2 Pelayanan Kesehatan jiwa  Mendapat perilaku kekerasaan  dari pasein


 Tertusuk jarum
 Salah minum obat
 Petugas merasa terancam secara psikologis

3 Pelayanan kesehatan indera  Salah diagnosa


 Kecelakaan lalu-lintas saat berkunjung

4 Pelayanan kesehatan lansia  Pasein lansia terjatuh


 Salah diagnosa atau terapi
 Tertusuk jarum saat pemeriksaan
 Ceceran limbah medis

Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading) dengan
memperhatikan:
1. Tingkat peluang / frekwensi kejadian (likelihood)
2. Tingkat dampak yang dapat / sudah ditimbulkan (consequence)
Identifikasi risiko juga dapat dikategorikan berdasarkan dampak sesuai dengan jenis-jenis
insiden keselamatan pasien sebagaimana dicontohkan dalam tabel berikut:
C. ANALISIS RISIKO
Analisis dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk menentukan
prioritaspenanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab untuk mengelola /
mengendalikanrisiko / insiden tersebut termasuk dalam kategori biru / hijau / kuning / merah.
.
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden dengan
kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana sedangkan untuk
kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan metode RCA (root
causeanalysis – reaktif / responsive) atau HFMEA (healthcare failure mode effect analysis –
proaktif)

D. EVALUASI RISIKO
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan  grading
yang didapat dalam analisis.

2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan meliputi


prosesberikut :
a. Menilai secara obyektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi suatu peristiwa terjadi
danmenentukan suatu skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko

3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap.


a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan
mengidentifikasibahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang akan melakukanverifikasi
tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan untuk mengatasi risiko.
.
E.  KELOLA RESIKO
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pengelolaan risiko
insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke level terendah (risiko sisa)
dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari insiden yang sudah terjadi.
D.1. Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau, maka tindak lanjutevaluasi
dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui tahapan:

1. Identifikasi insiden dan di-grading


2. Mengumpulkan data dan informasi: - observasi
- Telaah dokumen
- Wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisa dan evaluasi sederhana:
a. penyebab langsung: - individu
- peralatan
- lingkungan tempat kerja
- prosedur kerja
b. penyebab tidak langsung: - individu
- tempat kerja
5. Rekomendasi: jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang
D.2.RCA ( Root Cause Analysis)

Langkah – langkah untuk melakukan analisis akar masalah (RCA)

1. Identifikasi Insiden: Root cause analysis digunakan untuk menganalisa dan mengevaluasi IKP pada 
derajat kuning dan merah.
2. Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen:
1. Ketua PMKP
2. Tim penilai resiko ( penanggung jawab unit / poli)
3.  Tim audit internal
4.  Notulen ( Sekretaris PMKP)
 Dalam hal insiden sentinel maka tim investigator harus terdiri dari:
1. Expert insiden dan analis expert external (misal yang tidak berlatar belakang medis)
2.  Senior management expert (misal direktur medis)
3. Senior clinical expert (misal konsultan senior)
4. Orang yang mengetahui unit kerja / bagian terkait dengan baik namun tidak terlibat
langsungdalam insiden tersebut .
3. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan berbagai cara:
a. Observasi
 Observasi langsung kepada praktek di lapangan dan tempat kejadian
b. Telaah Dokumentasi
    Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh pedoman / panduan / SPO   
terkait dengan insiden untuk korelasi keduanya
c. Wawancara
Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait secara terpisahtermasukkepada
pihak yang dirugikan / pasien dalam insiden tersebut.
Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini:
1. Mengamankan informasi untuk memastikan dapat digunakan selama   investigasi dan
jikakasus disidangkan ke pengadilan
2. Identifikasi kebijakan dan prosedur yang relevan
3. Menggambarkan insiden secara akurat
4. Mengorganisasi informasi
5. Memberikan petunjuk kepada tim investigasi

Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus dikumpulkan sesegera
mungkin:
  Semua catatan medis dan catatan keperawatan
 Semua hasil pemeriksaan yang berhubungan dan penunjang diagnostik
 Incident report (laporan keselamatan pasien)
 Kebijakan dan prosedur
 Integrated care pathway yang berhubungan
 Pernyataan-pernyataan dan hasil observasi
 Bukti fisik
 Daftar staf yang terlibat
 Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
 Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya insiden
(misal pergantian jaga, ketersediaan petugas terlatih, kecukupan tenaga, dll)

4. Pemetaan kronologi kejadian dilakukan dengan cara:


a. Kronologi naratif : berguna pada laporan akhir insiden
b. Timeline: menelusuri rantai insiden secara kronologis dan berguna untuk menemukanbagian
dalan proses dimana insiden terjadi
c. Tubular Timeline: seperti timeline tapi lebih detail terutama dalam hal good     practice &CMP
(care management problem), berguna untuk kejadian yangberlangsung lama
d. Time-Person Grid: untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan seseorang sebelum,selama,
dan sesudah kejadian. Berguna pada kejadian yangmelibatkan banyak orang namun dalam
periode waktu pendek.

5. CMP (Care Management Problem)


Adverse event yang berkaitan dengan penyimpangan dari standar pelayanan yang telah
ditetapkandan berdampak langsung atau tidak langsung kepada pasien.

6. Analisa Informasi
a. Tehnik 5 Whys (atau tehnik why – why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah,
denganmengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan akhirnya akar
masalah.
Dengan tehnik ini, investigator tidak boleh berhenti bertanya walaupun sudah
menemukanpneyebab langsung sebelum menemukan akar penyebab masalah.

b. Analisis perubahan
          Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada prosedur yang    seharusnya.
c. Analisis Barrier
d. Analisis Fish Bone

7. Rekomendasi dan tindak lanjut

D.3. HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis)


Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode HFMEA digunakanuntuk
mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan proses) yang berpotensi terjadi kemudianmengidentifikasi
dampak yang mungkin timbul diikuti analisis akar masalah, sebelum melakukanredisain proses untuk
meminimalisir risiko modus kegagalan / dampaknya kepada pasien. HFMEA merupakan proses pro-aktif
untuk emperbaiki kinerja dengan mencegah potensikegagalan sebelum terjadi sehingga akhirnya
eningkatkan keselamatan pasien. (F = failure, yaitusaat sistim tidak bekerja sesuai yang diharapkan; M =
mode, yaitu cara / perilaku yang dapatmenimbulkan kegagalan tersebut; E = effect, yaitu dampak /
konsekuensi dari modus kegagalantadi; A = analysis, yaitu upaya investigasi terhadap proses secara
detail).
Pada prinsipnya langkah-langkah untuk menjalankan HFMEA meliputi:

1. Identifikasi proses yang berisiko tinggi (IDENTIFIKASI)

2. Bentuk tim HFMEA (TIM)

3. Menggambarkan diagram dari proses tersebut (DIAGRAM PROCESS)

4. Analisis hazard (HAZARD ANALYSIS):


   a. Brainstorming kemungkinan kegagalan proses dan menentukan dampaknya
   b. Menentukan prioritas kegagalan proses yang akan diperbaiki
   c. Menentukan akar masalah dari kegagalan proses yang sudah diprioritaskan tadi

5. Implementasi dan monitoring hasil dari redisain proses tersebut


(ACTION & OUTCOME MEASURE)

Langkah 1. IDENTIFIKASI PROSES BERISIKO TINGGI


Proses yang dimaksud dapat merupakan proses yang baru dan belum dilakukan (misalnyapembelian alat
baru, pemakaian rekam medik elektronik, redisain kamar bedah), proses yangsudah berjalan, berisiko
tinggi walaupun belum menimbulkan insiden (misalnya pemeriksaan dilaboratorium), proses klinik
(misalnya proses pelayanan kateterisasi jantung), atau proses nonmedik (pembayaran tagihan pasien
asuransi). Dalam menentukan proses yang hendak dianalisisdengan HFMEA, kumpulan proses yang ada
digrading untuk menentukan skor risikonya
(sebagaimana dalam prosedur RCA, risk assessment).

Langkah 2. TIM INVESTIGASI


Komposisi dan prosedurnya mirip seperti RCA di atas, terdiri dari orang-orang multidisiplin yangtidak
lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang), memahami proses yang akan dianalisa, mewakiliunit yang akan
dianalisa, dan memiliki kemampuan berpikir kritikal.
Lankah 3. GAMBARKAN ALUR PROSES
Gambarkan seluruh tahapan dalam alur proses beserta dengan sub-proses dari masing-masing tahapan
proses:
Kemudian uraikan modus kegagalan (dalam sub proses) dari masing-masing tahapan dalam alurproses
tersebut.
Langkah 4. HAZARD ANALYSIS
Failure Mode (Kegagalan Proses) yang dipilih dijabarkan lebih lanjut dan lebih detail dalam tabelberikut:
Bila dari analisa Pohon Keputusan berakhir pada STOP, maka tidak perlu lagi meneruskanpencarian akar
masalah untuk hazard ini karena berarti hazard tersebut tidak prioritas. Sedangkanhazard yang berakhir
pada titik hijau sebagaimana gambar di atas, perlu ditindaklanjuti sebagailangkah ke-5.

Langkah 5. ACTION & OUTCOME MEASURE


1. Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan dapat dikontrol,
    eliminasi, terima  
2. Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan di   eliminasi atau di kontrol
3. Identifikasi Ukuran Outcome yang digunakan analisa dan uji redisain proses
4. Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan tersebut
5. Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk melaksanakan rekomendasi
BAB IV
PELAPORAN

A. MEKANISME  PELAPORAN

Alur Pelaporan Insiden

   Insiden

Buat Lapoaran Insiden


 Isi Fomulir Kejadian
 Waktu Pelaporan paling lambat 2x 24 jam

LAPOR Penagung jawab unit /poli

Melakukan grading resiko

INVESTIGASI SEDERHANA                  

Melapor ke Tim PMKP

Ketua Tim PMKP

Kepala Puskesmas

Hasil dari pelaporan  disampaikan  dan di diskusikan dalam loka karya lintas program di
Puskesmas setiap Tri wulan. 

B. BENTUK PELAPORAN
Terlampir
BAB V
PENUTUP

Demikian panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasein
yang aman, khususnya dalam rangka mencegah resiko-resiko yang ada dan mungkin terjadi
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu di Puskesmas Srandakan.
Panduan ini masih jauh  dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali 2
samapi 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai