Anda di halaman 1dari 11

KONSEP DASAR PERENCANAAN PENDIDIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Perencanaan dan Pembiayaan Pendidikan
DOSEN PENGAMPU:
Dr. Maftuhah, M.A.
Dr. Zahruddin, M.Pd

Oleh:
Sugeng Mulatno Unggul
NIM: 21190181000030

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAAH
JAKARTA
2020

i
KONSEP DASAR PERENCANAAN PENDIDIKAN
Oleh: Sugeng Mulatno Unggul
NIM: 21190181000030
e-mail: masungguli@gmail.com

Abstrak
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang konsep dasar, aspek-aspek dan
substansi perencanaan Pendidikan termasuk didalamnya karakteristik perencanaan Pendidikan serta
hasil praktik perencanaan Pendidikan yang telah diketahui berdasarkan pada hasil penelitian tersebut.
Sebelum melangkah pada suatu proses kegiatan apapun bentuknya, maka haruslah didahului
dengan perencanaan agar dalam pelaksanaannya memperoleh hasil proses yang terukur dan
terstruktur yang mana didalamnya terdapat interaksi relevan antara input, proses dan output/outcome
yang diharapkan. Terlebih lagi dalam hal perencanaan Pendidikan, maka interaksi antara planning,
process, dan output/outcome hendaklah selaras dengan visi dan misi organisasi/Lembaga yang telah
disepakati dan ditetapkan bersama sehingga menghasilkan produk yang menguntungkan baik secara
sosial maupun finansial. Produk Pendidikan secara umum tercermin dari lulusan suatu Lembaga
Pendidikan sesuai jenjangnya masing-masing. Jika lulusan suatu Lembaga Pendidikan dapat secara
cepat terserap dan atau terterima ke dalam jenjang Pendidikan diatasnya dan atau cepat terserap ke
dalam kebutuhan dunia usaha, maka dapatlah dikatakan bahwa keseluruhan proses Pendidikan di
Lembaga Pendidikan tersebut berjalan dengan baik dalam artian terukur dan terstruktur.
Pada praktiknya, sebuah pendekatan perencanaan Pendidikan bisa didasarkan pada (1)
permintaan masyarakat terhadap Pendidikan (social demand approach), (2) pendekatan yang
berdasarkan pada kebutuhan dunia usaha akan tenaga kerja (manpower planning approach), dan (3)
pendekatan perencanaan Pendidikan yang berdasarkan pada nilai balik (rate of return approach), baik
dari segi ROA (Return on Asset) maupun ROI (Return on Investment), dan bahkan gabungan dari hal-
hal tersebut, serta (4) pendekatan analisis keefektifan biaya (cost effectiveness analysis approach)
Davis (1980).
Perencanaan Pendidikan dalam aspek kuantitatif bisa dalam bentuk permintaan masyarakat
atau bottom up aspiration, sementara pada aspek kualitatif dapat berbentuk perencanaan kualitas
Pendidikan seperti merencanakan kemampuan logis, mengubah sikap peserta didik, dan bahkan
merencanakan peningkatan keterampilan peserta didik.

Key words: Perencanaan, Pendidikan, Karakteristik Perencanaan

1
I. Pengertian Perencanaan Serta Peran dan Fungsinya
Sebelum melangkah pada suatu proses kegiatan apapun bentuknya, maka haruslah didahului
dengan perencanaan agar dalam pelaksanaannya memperoleh hasil proses yang terukur dan
terstruktur yang mana didalamnya terdapat interaksi relevan antara input, proses dan output/outcome
yang diharapkan.
Menurut Made Pidarta (1990 : 3) perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk
membuat organisasi tetap berdiri tegak dan maju sebagai satu system. Terkait dengan perencanaan
sebagai suatu system, Coombs, Philip H. (1970 : 1) mengatakan bahwa “planning is a continuous
process, concerned not only with where to go but with how to get there and by what best route.
Planning, to be effective, must be concerned with its own implementation-with progress made or not
made, with unforeseen obstacles that arise and with how to overcome them.” Perencanaan adalah
proses yang berkesinambungan, yang tidak hanya memikirkan tentang kemana akan pergi tetapi juga
merencanakan bagaimana dapat sampai ke tujuan dengan melewati route terbaik. Perencanaan, agar
efektif, hendaklah memperhatikan implementasinya baik dengan adanya kemajuan ataupun tidak,
serta dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya halangan yang tak terduga yang muncul dan
bagaimana mengatasinya.
Perencanaan dapat dimaknai sebagai jembatan penghubung antara kondisi atau keadaan masa
kini dengan kondisi atau keadaan masa mendatang dengan memperhatikan sifat-sifat kondisinya
sehingga kesepakatan yang ditetapkan secara terencana akan dapat dilaksanakan secara efektif.
Pengalaman, sebagaimana yang pernah dirasakan oleh setiap individu terkait, mestilah menjadi
dasar dalam suatu penyusunan rencana, terlebih pengalaman-pengalaman dalam hal perencanaan
terkait bidang Pendidikan. Terkait hal ini, Saraswati (2006 : vol.6, no. 2, hal. 4, Juli) berpendapat
bahwa teori perencanaan berkembang sebagai kelanjutan dari pengalaman mengenai usaha-usaha
manusia untuk mengatasi keadaan lingkungan hidupnya. Sungguh, pengalaman adalah guru yang tak
tergantikan.
Dalam bukunya, Allison. M dan Kaye J. (2004 : p. xxii - xxxi) mengemukakan bahwa
perencanaan yang baik adalah perencanaan yang bersifat strategis yaitu perencanaan yang melibatkan
semua stakeholders dalam menyusun dan memperbaharui rencana strategisnya sehingga bisa
mengejar visi yang telah disepakati dan ditetapkan. Mereka juga merinci tahap-tahap perencanaan
strategis dengan menyusunnya ke dalam lima langkah perencanaan strategis, yaitu:
1. Melakukan langkah-langkah persiapan, dalam bentuk
a. Mengidentifikasi alasan-alasan untuk perencanaan
b. Memeriksa kesiapan untuk merencana
c. Memilih peserta perencanaan

2
d. Meringkas profil dan riwayat organisasi
e. Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan bagi prencanaan strategis, dan
f. Menyusun “rencana untuk merencanakan”
2. Menegaskan misi dan visi, dalam bentuk
a. Meninjau ulang rumusan misi anda
b. Membuat rancangan rumusan visi
3. Menilai lingkungan, dalam bentuk
a. Memutakhirkan informasi yang dibutuhkan untuk merencana
b. Mempertajam strategi terdahulu dan strategi sekarang
c. Mengumpulkan masukan dari para stakeholders internal
d. Mengumpulkan informasi dari para stakeholders luar, dan
e. Mengumpulkan informasi tentang efektifitas program
4. Menyepakati prioritas-prioritas, dalam bentuk
a. Menganalisis percaturan antara kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman
b. Menganalisis kekuatan kompetitif program tersebut
c. Menentukan prioritas
d. Memilih strategi-strategi inti
e. Meringkas cakupan dan skala program-program
f. Menuliskan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran, dan
g. Menyusun proyeksi-proyeksi keuangan jangka Panjang
5. Menulis rencana strategis, dalam bentuk
a. Menyatukan potongan-potongan perencanaan
b. Menyerahkan susunan perencanaan untuk proses peninjauan
c. Menerima rencana strategis
d. Melaksanakan rencana strategis anda, dan
e. Memantau dan mengevaluasi rencana strategis.

Berdasarkan pada teori perencanaan yang dicetuskan oleh Barclay M. Hudson (1979 : pp.
387-406) yang kemudian dikenal dengan istilah Hudson Taxonomy; ia mengemukakan tentang
taksonomi perencanaan kemudian mengklasifikasikannya ke dalam lima hal dan dikenal sebagai
teori SITAR, yaitu:
1. Teori Synoptic; sebuah teori system perencanaan yang menggunakan rational system approach
atau disebut juga rational comprehensive planning yaitu system perencanaan yang membuat
perbandingan dengan mitra dan kontradiksinya.

3
2. Teori Incremental; system perencanaan yang menggunakan kinerja personalia dengan sangat
penuh kehati-hatian terhadap lingkup objek yang akan dilaksanakan.
3. Teori Transactive, suatu perencanaan yang menekankan pada hakikat individu dan kepentingan
pribadi.
4. Teori Advocacy, perencanaan yang menekankan pada hal-hal umum tentang perbedaan individu
dan yang terabaikan.
5. Teori Radical, perencanaan yang menekankan pada kebebasan Lembaga local untuk menyusun
perencanaan sendiri agar dapat memenuhi kebutuhan local.

Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa peran dan fungsi perencanaan menempati posisi yang
sangat vital sehingga mempunyai nilai keberpengaruhan yang strategis dalam proses pencapaian
target atau visi dan misi suatu organisasi. Oleh karenanya, dapat dimaknai bahwa perencanaan
memiliki:
1. Peran Konservatif, yaitu melestarikan berbagai nilai, norma ke dalam visi dan misi organisasi.
2. Peran Kreatif, yaitu mampu melahirkan hal-hal baru sehingga dapat mengembangkan potensi
setiap individu dalam suatu organisasi/Lembaga/institusi yang pada akhirnya dapat bergerak
maju dan berperan serta secara aktif dalam kehidupan sosial.
3. Peran Kritis dan Evaluatif; bahwa perencanaan mampu menyeleksi nilai, norma yang masih
dapat dipertahankan dan diubah sesuai dengan kebutuhan.

Pada praktiknya, perananan perencanaan mampu memberi ruh prinsip dan oleh karenanya
perencanaan juga memiliki fungsi, yaitu:
1. Fungsi Edukasi, yaitu perencanaan mampu mempersiapkan setiap langkah untuk mencapai
target.
2. Fungsi Suplemantasi, yaitu perencanaan mampu memberi pelayanan dan kepastian terhadap
semua perbedaan kompetensi, dan kebutuhan.
3. Fungsi Eksplorasi, yaitu perencanaan mampu menentukan arah, menemukan serta
mengembangkan semua potensi dan sumber daya yang ada.
4. Fungsi Keahlian, yaitu perencanaan mampu mengembangkan kompetensi setiap sumber daya
yang ada secara terukur dan terstruktur.

Menurut Manap Somantri (2014 : 13) “perencanaan yang baik adalah perencanaan yang
paling mungkin untuk dilaksanakan. Melalui perencanaan dapat dijelaskan tujuan yang akan
dicapai, ruang lingkup pekerjaan yang akan dijalankan, orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan

4
itu, serta langkah-langkah dan metode kerja yang dipilih berdasarkan urgensi dan prioritasnya.
Semua itu menjadi arah an panduan dalam mengorganisir unsur manusia dalam Pendidikan,
pengerahan, dan pemanfaatan berbagai sumber daya manusia guna menunjang proses pencapaian
tujuan dan dapat dijadikan alat pengendalian tentang pencapaian tujuan.”
Dari berbagai pendapat-pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
perencanaan adalah serangkaian tahapan pendahuluan strategis dalam menyusun langkah-langkah
proses pelaksanaan dengan mempertimbangkan kondisi dan sifat-sifat lingkungan internal maupun
eksternal yang relevan sehingga target dapat tercapai secara terukur dan terstruktur.

II. Pengertian Pendidikan


Berdasarkan pada Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa; “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.”
Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan proses
pembelajaran terencana untuk mengembangkan potensi diri sehingga dapat mencapai derajat
keterampilan dalam sifat dan sikap tertentu yang diperlukan oleh individu, masyarakat serta bangsa
dan negara.

III. Pengertian Perencanaan Pendidikan


Coombs H. Phillip mengemukakan bahwa:”educational planning, in its broadest generic sense,
is the application of rational, systematic analysis to the process of educational development with the
aim of making education more effective and efficient in responding to the needs and goals of its
students and society level of development, and governmental form. Its basic logic, concepts, and
principles are universally applicable, but the practical methods for applying them may range from
the crude and simple to the highly sophisticated, depending on the circumstances.”
perencanaan Pendidikan adalah aplikasi rasional, Analisa yang sistematis terhadap proses
pengembangan Pendidikan dengan tujuan membuat Pendidikan lebih efektif dan efisien dalam
merespon kebutuhan dan tujuan-tujuan peserta didik dan pengembangan derajat masyarakat dan
negara. Logikanya, konsep-konsepnya, dan prinsip-prinsipnya dapat diaplikasikan secara universal
tetapi metode praktis untuk penerapannya bisa berbeda tergantung pada kondisinya.

5
Dalam kajian filsafat perencanaan, ada beberapa pendapat terkait perencanaan Pendidikan antara
lain:
1. Pandangan filosofi sintesis, seperti Manheim (1949) yang mengemukakan tentang perencanaan
sebagai suatu cara berfikir. Sementara Dahl dan Liblon (1953) mengatakan bahwa perencanaan
sebagai suatu proses pengambilan keputusan. Dan Etzioni (1969) mengatakan bahwa perencanaan
sebagai proses bimbingan sosial, yang mana kontrol sosial dan consensus harus diarahkan untuk
mengoptimalkan keseimbangan antara pengawasan dan consensus yang lemah.
2. Pandangan filosofi Rasionalisme, bahwa perencanaan adalah proses pengambilan keputusan
dengan langkah-langkah procedural.
3. Pandangan filosofi organisasi, bahwa perencanaan adalah proses pembelajaran kesadaran diri dan
prilaku anggota organisasi
4. Pandangan filosofi Empiricisme, menjadikan aspek politik, studi politik pembangunan kota, dan
realitas fungsi ekonomi pada skala nasional sebagai pusat perhatiannya.
Senada dengan Coombs, perencanaan Pendidikan adalah suatu system perencanaan pelayanan
yang bersifat rasional serta analisa sistematis terhadap proses pengembangan Pendidikan melalui
pendekatan-pendekatan kebutuhan tertentu, sebagaimana yang dikemukakannya bahwa “educational
planning is said to have three basic approaches used at the national level, and we would add a fourth
applied mainly at the project or program level; estimation of social demand; manpower planning;
rate of return analysis; and cost effectiveness analysis” (Blaugh 1967, Roger dan Rucklin 1971; Davis
1980;2).
Uraian dan kerangka berfiir diatas dapat dijadikan landasan dalam memahami pengertian
perencanaan Pendidikan, yaitu suatu system perencanaan layanan Pendidikan yang bersifat analitis
dan sistematis terhadap proses pengembangan Pendidikan melalui pendekatan-pendekatan kebutuhan
tertentu untuk membuat tujuan Pendidikan lebih efektif dan efisien guna mengembangkan potensi
peserta didik, masyarakat dan negara.

IV. Karakteristik dan Cakupan Perencanaan Pendidikan


Beragamnya kepentingan dan kebutuhan masyarakat menjadi dasar dalam menentukan dan
menetapkan visi serta misi Pendidikan yang tentu saja, bagaimanapun, mengacu dan selaras pada
tujuan sistem Pendidikan secara nasional sebagaimana tertuang dalam UU nomor 20 tahun 2003
tentang sistem Pendidikan nasional, walaupun perencanaan Pendidikan memiliki karakteristiknya
sendiri-sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu (Martin, 2013:p.35-36).
Berdasarkan pada Undang-Undang tersebut, maka karakteristik perencanaan Pendidikan
hendaknya bersifat:

6
1. Sadar dan aktif, perencanaan Pendidikan haruslah didasari oleh kesadaran dan aktif dalam format;
2. Terukur dan terstruktur, dalam artian terencana secara akurat, dan
3. Dinamis dalam pelaksanaannya serta mempertimbangkan target
4. Analytic Competency-Based (berbasis kompetensi) agar mudah dimengerti dan dilaksanakan
5. Fleksibel, luwes dalam pelaksanaannya
6. Pragmatis, bersifat praktis sekaligus logis dan berdasarkan pada fakta dan data
7. Berbasis kebijakan dan tindakan, dapat dijadikan sebagai instrumen
8. Socio-control, berfungsi sebagai indicator kontrol sosial dengan prioritas sarana dan prasarana
9. Daya guna, bermanfaat secara internal maupun eksternal.

Terkait dengan karakteristik perencanaan Pendidikan tersebut, maka perencanaan


pendidikanpun hendaklah memperhatikan:
1. Waktu, dalam tinjauan waktu, perencanaan Pendidikan secara umum dibagi ke dalam tiga macam
Batasan, yaitu perencanaan
a. Jangka pendek,
b. Jangka menengah, dan
c. Jangka panjang
2. Ruang lingkup, agar perencanaan Pendidikan dapat terlaksana secara terukur dan terstruktur,
maka haruslah menentukan ruang lingkup perencanaan pendidikannya, yang secara umum
terbagi ke dalam tiga lingkup, yaitu:
a. Perencanaan Pendidikan secara makro, menentukan perencanaan yang mencakup Pendidikan
seluruh bangsa.
b. Perencanaan Pendidikan secara meso, menentukan perencanaan Pendidikan dalam cakupan
wilayah tertentu, dan
c. Perencanaan Pendidikan secara mikro, perencanaan Pendidikan yang hanya mencakup
sebagian kecil Lembaga Pendidikan yang sama atau berdekatan tempatnya.
d. Sumber daya manusia sebagai perencana sekaligus pelaksana.
3. Jenjang Pendidikan, perencanaan Pendidikan hendaklah memperhatikan rentang jenjang
Pendidikan, seperti primary basic education yang ditujukan untuk mereka yang berusia 6-15
tahun, secondary education bagi mereka dalam rentang usia 16-18 tahun, dan tertiary education
bagi mereka dalam rentang usia 19-25.

Dalam kajian rasionalisme dengan tetap mempertimbangkan filosofi sintesis, organisasi, dan
empiricisme, perencanaan Pendidikan mengedapankan proses pengambilan keputusan dengan

7
langkah-langkah prosedural yang secara teknis terkendala oleh faktor internal maupun eksternal,
seperti menetapkan kriteria atau prioritas tertentu. Namun hal tersebut bisa dipermudah melewati
suatu tahapan prosedur dengan membandingkan elemen-elemen menurut karakteristiknya secara
umum. Pengelompokan ini meliputi pembuatan hirarki (ranking) dari elemen-elemen keputusan
kemudian melakukan perbandingan antara setiap pasangan dalam setiap kelompok, sebagai suatu
matriks. Setelah itu akan diperoleh bobot dan rasio inkonsistensi untuk setiap elemen. Dengan
demikian akan mudah untuk menguji konsistensi data (Saaty, 1980).

V. Kesimpulan dan Penutup


Perencanaan, Pendidikan dan perencanaan Pendidikan tak pelak lagi merupakan kebutuhan
integral dalam pencapaian target Pendidikan. Keberadaan ketiga unsur tersebut menempati posisi,
peran dan fungsinya masing-masing yang memiliki pengaruh vital terhadap proses pelaksanaan
hingga pencapaian tujuan Pendidikan karena merupakan dasar pelaksanaan kegiatan Pendidikan yang
mampu menentukan dan memberikan arah tujuan pengembangan potensi seluruh sumber daya yang
menjadi unsur Pendidikan secara terukur dan terstruktur sesuai dengan apa yang telah disepakati dan
ditetapkan, baik secara individu dalam organisasi, sosial dalam kemasyarakatan dan kehidupan
berbangsa dan bernegara.

8
Bahan Rujukan

Akdon, (2009), Strategic Management For Educational Management (Management Strategik untuk
Manajemen Pendidikan), Bandung Alfabeta, (2009:h.74-79)
Barclay M. Hudson, (1079) SITAR Model of Planning Theories. Key source: Barclay M. Hudson ,
"Comparison of Current Planning Theories: Counterparts and Contradictions"
(October 1979) Journal of the American Planning Association, Volume 45, Number
4(pp.387-406)
Coombs, Philip H. (Philip Hall), (1915-2006) What is educational planning? [Paris] Unesco,
International Institute for Educational Planning [1970] (OCoLC)603456742
Philip H. Coombs (1970), What is educational planning? Paris: UNESCO
Dr. Manap Somantri, M.Pd, (2014) Perencanaan Pendidikan Konsep Dasar Perencanaan
Pendidikan•Analisis Posisi Sistem Pendidikan• Perencanaan Strategis
Penuntasan Wajib Belajar dan • Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar, IPB Press
Kampus IPB Taman Kencana, (2014:h. 12-20)
Copyright © 2014 Dr. Manap Somantri, M.Pd
Martin, (2003), Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan (Cet, I; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
(2013),h.35-36
Michael Allison & Jude Kaye (2005). Perencanaan strategis bagi organisasi nirlaba. Jakarta:
Yayasan Obor
Nanang Fattah (2006). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Rosdakarya
Pidarta, Made (2005). Perencanaan pendidikan partisipatoris. Jakarta: Rineka Cipta
Roger A. Kaufman (1972). Educational system plannning. New Jersey: Prentice hall
Saraswati, (2006 : vol.6, no. 2, hal. 4, Juli) Kearifan , JuliBudaya Lokal dalam Perspektif Teori
Perencanaan, Jurnal PWK, UNISBA, 2006.
Sarbini dan Neneng Lina, Perencanaan Pendidikan (Cet. I; Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h.
228.
Sarbini dan Neneng Lina, Perencanaan Pendidikan h. 230.
Udin Syaefudin Saud & Abin Syamsuddin M. (2005). Perencanaan pendidikan: Suatu pendekatan
komprehensif. Bandung: Rosdakarya.
Udin Syaefudin Sa’ud, Perencanaan Pendidikan (Cet. V; Bandung: Remaja Rosdakarya Offset,
2011), h. 235-236.

9
ANTI PLAGIARISME ATTACHMENT SHEETS

ANTIP(1).pdf
1.

ANTI(2).pdf
2.

ANTIP(3).pdf
3.

10

Anda mungkin juga menyukai