Anda di halaman 1dari 4

KHUTBAH PERTAMA – TENTANG BERSYUKUR

ِ ‫ُور َأ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيَِّئا‬


‫ت‬ ِ ‫ َونَعُو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشر‬،ُ‫إن الـ َح ْم َد هّلِل ِ نَـحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُره‬
َّ
َّ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأن الَّ ِإلَهَ ِإال‬،ُ‫ي لَه‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَاَل ُم‬،‫َأ ْع َمالِنَا‬
َ ‫ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬،ُ‫ض َّل لَه‬

َ ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم‬ ُ‫ْك لَه‬


‫ـح َّمداً َع ْب ُدهُ َو َرسُولُه‬ َ ‫هللا َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬

َ ‫ يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬،‫قال هللا تعالى فى كتابه الكريم‬


َّ ‫ين آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬
‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُموتُ َّن ِإاَّل‬

َ ‫َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم‬


‫ون‬

َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬ ،‫وقال تعالى‬


‫ين آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا قَ ْواًل َس ِديدًا‬
َ َ‫يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َو َم ْن ي ُِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد ف‬
‫از فَ ْو ًزا َع ِظي ًما‬

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ ِ ‫ َوَأحْ َس َن ْالهَ ْد‬، ِ ‫ث ِكتَابُ هَّللا‬


ُ ‫ي هَ ْد‬
َ ‫ي ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫ق ْال َح ِدي‬ َ ‫ فِإ َّن َأ‬،‫َأ َّما بَ ْع ُد‬
َ ‫ص َد‬
‫ُأل‬
‫ َو ُك َّل‬، ٌ‫ضاللَة‬ ِ ‫ َو َش َّر ا ُم‬، ‫َو َسلَّ َم‬
َ ‫ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬، ٌ‫ َو ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعة‬، ‫ور ُمحْ َدثَاتُهَا‬

ِ َّ‫ضاللَ ٍة فِي الن‬


‫ار‬ َ
Ummatal Islam,

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji hamba-hambaNya yang bersyukur.


Namun itu sangat sedikit dari hamba-hambaNya. Allah Ta’ala berfirman:

﴾١٣﴿ ‫ي ال َّش ُكو ُر‬


َ ‫…وقَلِي ٌل ِّم ْن ِعبَا ِد‬
َ
“…Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba[34]: 13)
Allah juga memuji Nabi Nuh, karena ia termasuk hamba Allah yang bersyukur. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berjanji untuk memberikan tambahan kepada orang-orang yang
bersyukur. Allah berfirman:

﴾٧﴿ ‫…لَِئن َش َكرْ تُ ْم َأَل ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَِئن َكفَرْ تُ ْم ِإ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬
“…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.
Ibrahim[14]: 7)

Mensyukuri nikmat Allah membutuhkan kekuatan Iman. Karena sesungguhnya


nikmat-nikmat tersebut seringkali melalaikan. Banyak orang yang diberikan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala nikmat, bukan semakin dekat kepada Allah. Akan tetapi semakin ia
jauh kepada Allah.

Semakin banyak nikmat, semakin banyak harta yang Allah berikan kepada seorang
hamba, bukan menjadikan dia semakin dekat dan bertaqarrub kepada Allah. Akan tetapi
semakin menjadikan dia kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

1
Bersombong, karena ia merasa memiliki harta yang banyak. Ujub dengan
kekayaannya dan hartanya, dengan pakaiannya yang mewah. Seperti si Qorun yang ia keluar
kepada kaumnya dengan perhiasannya dan ia merasa sombong dengannya. Ia menganggap
bahwasannya kekayaan itu semua hasil jerih payahnya. Tanpa sama sekali menisbatkan
kepada Allah pemberi  kenikmatan tersebut.
Oleh karena itulah, berapa banyak kenikmatan-kenikmatan tersebut seringkali
membuat kita lupa kepada Allah. Cobalah kita renungkan dalam kehidupan kita. Allah
memberikan kepada kita nikmat-nikmat yang banyak. Berupa nikmat pakaian, demikian pula
nikmat makanan, nikmat tempat tinggal, demikian pula nikmat kendaraan, terutama nikmat
ketika kita bisa berhubungan dengan manusia berupa handphone. Demikian pula alat-alat
komunikasi yang lainnya.
Semua itu adalah nikmat yang Allah berikan kepada kita. Tapi entah kenapa
kamudian diantara kita lebih disibukkan dengan WhatsApp, lebih disibukkan dengan
Facebook, lebih disibukkan dengan alat-alat tersebut daripada berdzikir kepada Allah, lebih
disibukkan dari membaca Al-Qur’anul Karim, lebih disibukkan daripada berdzikir kepada
Allah.
Bahkan ia lebih banyak membaca WhatsApp daripada ia membaca Al-Qur’an,
daripada ia membaca kitab-kitab para ulama. Bukankah itu semua adalah nikmat Allah?
Bukankah itu sesuatu yang harus disyukuri? Sedangkan syukur itu kita gunakan untuk
menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan Untuk kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan bahwasannya syukur itu
mempunyai rukun.
Rukun yang pertama, mengakui dengan hati kita bahwasannya nikmat ini adalah
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak seperti sebagaimana seseorang yang sombong yang
menganggap bahwasannya kenikmatan tersebut hasil dari pada jerih payahnya, karena
kecerdasannya, karena keterampilannya, karena kemampuannya dalam berbisnis sehingga dia
tidak menisbatkan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka seorang yang mengakui bahwasanya nikmat ini semua dari Allah dan semua itu
diberi oleh Allah, maka ia telah mensukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rukun yang kedua, ia mengucapkan dengan lisannya puji dan syukur kepada Allah.
Karena sesungguhnya ia tahu dan yakin bahwasannya satu-satunya yang memberikan
kenikmatan hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan atasannya, bukan pula siapa-siapa,
dia yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa pemberi rezeki hanyalah Allah. Maka ia memuji
Allah, ia puji Allah atas seluruh kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan kepadanya.
Adapun rukun yang ketiga kata Ibnul Qayyim yaitu menggunakan nikmat-nikmat
tersebut untuk mentaati Allah. Kita gunakan HP kita untuk mentaati Allah, kita gunakan
kendaraan kita untuk menaati Allah, bahkan panca indra kita yang merupakan nikmat yang
besar, kita gunakan mata kita untuk melihat apa yang Allah ridhai, kita gunakan telinga kita
untuk mendengarkan apa yang Allah cintai, kita gunakan hati kita untuk memahami ayat-
ayatNya, kita gunakan akal yang berikan untuk memahami ayat-ayat Allah yang Allah
turunkan kepada kita. Bukan untuk menentang ayat-ayatNya.
Siapa yang menggunakan seluruh kenikmatan tersebut saudaraku, sungguh ketika ia gunakan
dalam kebaikan dan ketaatan, ketika ia gunakan dalam perkara yang diridhai oleh Ar-
Rahman, maka sungguh ia telah mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ummatal Islam,

Dahulu Salafush Shalih dengan diberikan banyak kenikmatan, mereka menjadi ketakutan.
Mereka takut sekali dengan hisab pada hari kiamat. Mereka sangat takut sekali, semua
kenikmatan yang diberikan kepada mereka akan dipertanyakan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Mereka takut dengan jawaban apa yang harus mereka lakukan.
Maka dari itu Salafush Shalih, ketika mereka diberikan oleh kenikmatan-kenikmatan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala, segera mereka infaqkan, segera mereka gunakan untuk ketaatan,
bahkan semakin mereka mencintai suatu harta semakin mereka malah menginfakkannya. Hal
ini karena mereka ingin mendapatkan keutamaan yang besar yang disebutkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala:

2
َ ‫لَن تَنَالُوا ْالبِ َّر َحتَّ ٰى تُنفِقُوا ِم َّما تُ ِحب‬
… ۚ ‫ُّون‬
“Kalian tidak akan sampai kepada kebajikan, sampai kalian menginfakkan apa yang kalian
cintai…” (QS. Ali-Imran[3]: 92)
Subhanallah.. Demikianlah Salafush Shalih.
Sementara kita, gembira dan senang ketika kita mendapatkan kenikmatan dunia belaka. Lalu
setelah itu kita lupa untuk mensyukurinya. Sementara Salafush Shalih ketika diberikan
kenikmatan dunia, mereka sungguh malah ketakutan. Takut itu menjadi adzab pada hari
kiamat untuknya.
Maka dari itulah saudaraku sekalian, setiap kita wajib merenungi tentang harta, tentang
karunia, tentang kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Sudah untuk apa kita lakukan?
Sebelum dihari kiamat Allah tanya kita, tanyakanlah di dunia ini kepada diri kita sendiri.

‫أقول قولي هذا واستغفر هللا لي ولكم‬

KHUTBAH KEDUA – TENTANG BERSYUKUR

‫ نبينا محمد و آله وصحبه ومن‬،‫الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا‬
‫أن مح ّمداً عبده‬
َّ ‫وأشهدـ‬ ،‫وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك له‬ ،‫وااله‬
ُ‫ورسوله‬
Ummatal Islam,

Orang yang bersyukur tak akan tertipu dengan banyaknya amal. Banyak diantara kita
ketika kita merasa telah banyak beramal, kita merasa sudah menjadi orang yang bersyukur.
Sementara kita melihat bagaimana Rasulullah dan para Sahabatnya, diberikan oleh Allah
kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa dalam perkara dunia maupun agama. Terutama
urusan akhiratnya.
Ini dia Rasulullah, semalam suntuk beliau shalat dan beliau perpanjang shalatnya
sampai-sampai kakinya bengkak. Kemudian ditanya oleh istrinya, “kenapa engkau lakukan
itu ya Rasulullah? Sementara Allah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan
datang” Maka Rasulullah bersabda:

ُ
‫أكون عب ًدا شكورًا‬ ‫يا عائشةُ ! أفال‬
“Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari
dan Muslim)

Subhanallah..
Rasulullah tidak tertipu dengan janji Allah kepadanya berupa telah diampuni dosanya yang
lalu maupun yang akan datang. Bahkan Rasulullah tidak tertipu dengan janji surga Allah
untuknya. Justru semua itu menjadikan beliau semakin dekat kepada Allah.
Lihatlah para Sahabat yang telah dijamin masuk surga, Abu Bakar, Umar, Utsman,
Ali, Rasulullah telah menyatakan bahwa mereka semua di surga. Apakah mereka tertipu
dengan janji-janji itu semuanya? Ataukah mereka semakin bertaqarrub kepada Allah sebagai
rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka orang yang bersyukur tak akan tertipu dengan banyaknya amal. Karena ia tidak
tahu berapa amal yang akan diterima disisi Allah. Dia tidak tahu dan bahkan khawatir kalau

3
‫‪ternyata Allah jadikan hatinya berpaling dari amalan shalih. Ia dipalingkan karena cintanya‬‬
‫‪kepada dunia, karena ternyata harapannya kepada dunia naudzubillah.‬‬

‫ْت َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ‬


‫آل ِإب َْرا ِه ْي َم‪،‬‬ ‫صلَّي َ‬ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬
‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫اَللَّهُ َّم َ‬
‫ت َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى‬ ‫ار ْك َ‬ ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬
‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َ‬ ‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَ ِ‬ ‫ِإنَّ َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ ‫آ ِل ِإب َْرا ِه ْي َم‪ِ ،‬إنَّ َ‬
‫ت‬‫ت اَألحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأل ْم َوا ِ‬
‫ت َوالمْؤ ِمنِي َْن َوالمْؤ ِمنَا ِ‬ ‫اللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن َوالم ْسلِ َما ِ‬
‫اللهُ َّم اجْ َعلنَا ِمن التَّ َّوابِين‬
‫اللهُ َّم اجْ َعلنَا ِمن المتَّقِين‬
‫َّحيم‬‫ت التَّوابُ الر ِ‬ ‫ك اَ ْن َ‬ ‫اللهُ َّم َوتُبْ َعلَ ْينَا اِنَّ َ‬
‫اب النَّ ِ‬
‫ار‬ ‫اآلخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬‫اللهُ َّم آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي ِ‬
‫عباد هللا‪:‬‬
‫ِإ َّن اللَّـهَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواِإْل حْ َس ِ‬
‫ان َوِإيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُمن َك ِر‬
‫ُون ﴿‪﴾٩٠‬‬ ‫َو ْالبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر َ‬
‫فَ ْاذ ُكرُوا هللا ال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُكم‪َ ،‬وا ْش ُكرُوهُ َعلَى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُكم‪ ،‬ول ِذك ُر هللا أكبَر‪.‬‬

‫‪4‬‬

Anda mungkin juga menyukai