Anda di halaman 1dari 42
Banjir Besar Apa yang Kita Miliki Jauh Lebih Baik Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya selama 950 tahun. Dakwah yang memerlukan pengorbanan terus-menerus dan penuh kepedihan. Siapakah di antara kalian yang sudi untuk memulai berdakwah kepada sahabat-sahabatnya? Semangat yamg membara dari seorang manusia barangkali akan mulai meredup dalam seminggu. Bayangkan, bagaimana Nabi Nuh berdakwah siang malam selama 950 tahun. Ya, agama Allah memang berhak untuk dihargai dengan pengorbanan panjang selama kurang lebih sepuluh abad. Sulitkah bagi kita untuk berjuang demi agama Islam dalam sisa usia kita ini? Kita barangkali hanya memiliki sisa usia kurang lebih empat puluh tahun. Pernahkah kita menemukan seorang pemuda yang berusia dua puluh lima tahunan mengatakan dengan pesimistis bahwa tidak ada gunanya hidup bersama manusia, tak ada sedikit pun kebaikan pada diri mereka? Lihatlah Nabi Nuh! Selama seribu tahun dia berdakwah. Seribu tahun yang penuh kesulitan, ejekan, ancaman, bahkan tuduhan gila. Bandingkan dengan seseorang dari kita yang marah jika dikatakan kepadanya, “Apakah kamu sudah menjadi seorang syaikh?” Lalu dia meninggalkan dakwahnya itu dan membiarkannya terbengkalai di tengah jalan. Nabi Nuh selalu bersabar. Setiap generasi digantikan oleh generasi yang lain, dan mereka hanya mewariskan kekufuran, kebengisan, serta ejekan. Lihatlah, wahai para pemuda! Kondisi hap, Hikmah 262 — Membaca Kisah Mengu kita saat ini memang berbeda. Banyak kebaikan pada diri manusia. Namun demikian, mereka tetap perlu disikapi dengan cinta, kasih sayang, dan kelembutan serta diberi nasihat yang disampaikan dengan santun. Manusia selalu membutuhkan orang yang menasihati mereka untuk dapat mencintai ajaran agama dan dapat membukakan pintu harapan bagi mereka. Mari kita ajarkan kepada manusia bahwa harapan untuk mendapatkan rahmat Allah itu tidak pernah terputus. Dengan cara itu, mereka akan memperoleh sebuah harapan yang dapat membangkitkan semangat hidup mereka. Pada gilirannya, mereka pun akan bersedia untuk memikul beban tanggung jawab Islam. dika Anda dapat mempengaruhi mereka untuk berbuat kebaikan, maka Anda pun akan mendapatkan pahala yang sepadan dengan pahala kebaikan mereka. Seorang Muslim Tidak Akan Pernah Menyerah Allah 46 berfirman: “Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang.’” (Nuh [71]: 5) Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Nuh menyampaikan “laporan pertanggungjawaban” kepada Allah mengenai dakwah yang dilakukannya selama 950 tahun. Diungkapkannya bahwa dia tidak pernah sedikit pun mengendurkan usahanya dalam berdakwah. Kira-kira, jika kita berdiri di hadapan Allah pada hari Kiamat nanti, akankah kita menyampaikan bahwa tanggung jawab itu telah kita laksanakan sebaik-baiknya? Ataukah justru kita memohon maaf karena kewajiban itu tidak kita laksanakan sebagaimana mestinya? Nabi Nuh tidak pernah beristirahat atau merasakan nikmatnya tidur. Dia menyambung hari dari siang hingga malam. Orang yang dilihatnya di siang hari pasti diajaknya untuk menyembah Allah. Begitupun orang yang terjaga di tengah malam. Semangatnya dalam mendakwahkan Islam membuatnya melupakan rasa lelah dan Banjir Besar — 263 kantuk. Bandingkan dengan sebagian di antara kita yang mengeluh, “Sahabat-sahabatku tidak mau mendengarkanku. Para tetanggaku sibuk bekerja.” Kemudian Nabi Nuh menyatakan, “Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)” (Nuh [71]: 7). Meski demikian, tak pernah Nabi Nuh berputus asa karena putus asa bukanlah ciri seorang muslim. Padahal, bukan saja lari dari kebenaran, kaum Nabi Nuh bahkan memperlakukannya dengan pengingkaran-pengingkaran lain yang semakin keras dari waktu ke waktu. Menghadapi semua itu, Nabi Nuh pun mencoba berbagai strategi dakwah yang berbeda-beda. Allah 4 berfirman: “Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mangampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinga mereka dan menutupkan baju (ke muka mereka) dan mereka tetap (mengingkari) serta menyombongkan diri dengan sangat.” (Nuh [71]: 7) Kata “setiap kali” dalam ayat di atas menunjukkan kebiasaan yang berulang-ulang dan terus dikerjakan. Selama beberapa gene- rasi, kaum Nabi Nuh mewarisi sebuah kebiasaan, yaitu berbohong, kufur, dan menyombongkan diri. Selain itu, kata “setiap kali” juga menunjukkan keteguhan dan konsistensi Nabi Nuh dalam bersabar menghadapi kaumnya. Nabi Nuh terus-menerus berdakwah dan senantiasa memperbarui metode dakwah yang dia gunakan. Mereka tidak ingin mendengar seruan dakwah itu sehingga mereka memasukkan jari-jari tangan mereka ke telinga. Maka Nabi Nuh pun menyeru mereka dengan isyarat. Namun, mereka menutupi wajah mereka dengan pakaian sehingga mereka tidak melihatnya. Kadang-kadang Nabi Nuh melakukan pendekatan personal dalam berdakwah. Namun pada saat yang berbeda, dia juga menggunakan pendekatan kolektif dengan berdakwah di depan umum. Mengertikah Anda bahwa Nabi Nuh melakukan dakwah dengan berbagai cara sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya? Nabi 264 Meombaca Atsah Vengunokap J likinal Nuh selalu berdakwah dengan cara yang lembut dan elastis Berulang kali dia disakiti. Namun, dia justru membalas setiap perlakuan buruk dengan kesabaran dan hati yang tulus. Dia tidak membentak, menakut-nakuli, atau mengancam mereka dengan balasan neraka Jahannam. Dia justru mendoakan mereka. “Dan sesunggulinya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mangampuni mereka” (Nuh [71]: 7). Lihatlah bagaimana Nabi Nuh mengajak mereka menuju pintu ampunan dan rahmat! Dia tidak mengubah cara dakwahnya ini meski yang diterimanya sebagai balasan adalah fitnah dan pengingkaran dari kaumnya. Kecintaan Nabi Nuh kepada agama dan Tuhannya melebihi kecintaan kaumnya sendiri kepada kekafiran yng mereka anut. Mahabenar Allah dalam firman-Nya, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah” (al-Baqarah [2]: 165). Hati yang Mencintai Islam Wahai para pemuda! Adakah seseorang di antara kalian yang sudi mengorbankan usianya selama 60 atau 40 tahun, misalnya, untuk tugas dakwah sehingga tugas itu menjadi agendanya seumur hidup? Seorang sahabat, yaitu al-Barra’ Ibnu Malik, saudara Anas Tbnu Malik, pernah mengungkapkan sebuah pemyataan indah seba- gai bukti dari rasa cintanya yang mendalam kepada agama Islam Cita-citanya adalah hidup sepanjang usia bersama Islam. Dia katakan, “Sungguh, aku hanya ingin mati ketika Islam telah jaya.” Wahai kaum muda! Benarkah kita menginginkan kejayaan dan kehormatan bagi agama kita? Inti dan urgensi dari kandungan makna ayat-ayat dalam surah Nuh adalah, “Laksanakanlah tugas dakwah dengan sepenuh hati!” Dakwah di Jalan Allah Sebagian orang berkata, “Bagaimana mungkin aku dapat meniru dakwah Nabi Nuh? Dakwah bagiku tidaklah mudah, jadi bagaimana aku bisa melakukannya seperti Nabi Nuh?” Tidaklah demikian, wahai para pemuda! Dakwah menuju jalan Allah sangatlah mudah. Dakwah dapat dilakukan dengan sekadar mengajak saudara-saudara Anda, keluarga Anda, atau sanak kerabat Anda untuk mendekat kepada Allah, meski hanya dengan satu langkah. Inilah dakwah menuju jalan Allah yang begitu mudah dan gampang. Sebagian orang barangkali akan berdalih, “Aku tidak memiliki ilmu yang cukup untuk berdakwah di jalan Allah.” Nabi Muhammad ‘= berpesan, “Sampaikanlah apa pun yang berasal dariku, meski hanya satu ayat!” dika yang Anda ketahui dari ajaran agama Islam hanyalah satu bagian dari kebaikan, maka itulah yang harus Anda dakwahkan kepada semua orang. Barangkali Anda melihat seorang sahabat atau anggota keluarga Anda yang tidak mengerjakan shalat. Maka ketika Anda mengajak mereka untuk mengerjakannya, berarti Anda telah mengikuti jejak Nabi Nuh. Jika tidak, maka Anda pun telah meninggalkan jejak dakwah Nabi Nuh itu. Imam Ahmad Ibnu Hambal mengatakan, “Barangsiapa mengetahui suatu masalah, maka dia telah menjadi orang yang berpengetahuan dalam masalah tersebut.” Jika Anda tahu bahwa shalat itu penting, bahwa orang yang melakukannya akan memperoleh pahala, bahwa orang yang meninggalkannya akan berdosa, maka sampaikanlah apa yang Anda ketahui itu! Anda tahu bahwa surga dan neraka itu ada. Anda juga tahu bahwa Allah menyukai ibadah orang-orang yang taat kepada-Nya, bahwa Dia menyukai tobat orang-orang yang berbuat maksiat. Maka sampaikanlah kepada teman Anda tentang rahmat Tuhan! Beginilah cara berdakwah di jalan Allah. Sebaik-baik amal adalah amal kebajikan, dan sebaik-baik perkataan adalah mengajak manusia untuk melakukannya. Orang yang paling baik dan paling dekat kepada Tuhannya adalah orang yang beramal saleh dan menyeru kepada kebaikan, orang yang banaga dengan keislamannya, orang yang menyampaikan <6 — Mombaca Kisah Mengungkap,}likmah keagungan Islam kepada manusia dan membenarkan pemahaman mereka yang salah terhadapnya. Allah 4s berfirman: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’”” (Fushshilat [41]: 33) Satu di Antara Dua Pilihan Sebagian orang berkata, “Saya tidak memiliki kemampuan untuk menyeru manusia ke jalan Allah karena iman saya tipis.” Mengenai hal ini, para ulama berkata, “Janganlah seseorang di antara kalian berkata bahwa dia tidak akan berdakwah di jalan Allah sampai imannya sempurma.” Orang yang mengatakan hal itu berada di antara dua kemungkinan yang sama-sama buruk. Pertama, boleh jadi dia merasa imannya tidak sempurna sampai kematian menjemputnya. Dengan demikian, dia kehilangan kesempatan untuk mendapat pahala dari aktivitas dakwah. Kedua, mungkin saja suatu saat dia berkata, “Kini imanku telah sempurna.” Jika ini terjadi, sungguh, dia telah sesat dan menipu dirinya sendiri. Perhatikanlah bahwa tidak ada satu pun dari dua pilihan itu yang bisa membawa kebaikan. Maka hanya ada satu pilihan bagi kita: memperbaiki diri sendiri dan, di saat yang sama, mengajak orang lain menuju kebaikan. Dakwah dapat mencegah kita dari berbuat keji. Dakwah juga akan menghapus dosa kita, membuat kita memperoleh ridha-Nya, serta menjauhkan tubuh kita dari penyakit. Cara yang Paling Ideal untuk Pengobatan Sebagian orang berkata, “Saya tidak bisa berdakwah di jalan Allah karena dosa-dosa yang telah kulakukan terlalu banyak.” Wahai para pemuda! Berdakwah di jalan Allah justru merupakan satu satunya cara untuk menghilangkan dosa. Setiap kali Anda berhasil a Banjir Besar — 267 mengajak seseorang untuk melakukan kebajikan, setiap kali itu pula Anda didorong untuk melakukan kebajikan yang sama. Ketika Anda menasihati seseorang untuk menjaga pandangan, misalnya, maka akan muncul dorongan di dalam diri Anda untuk merasa malu jika Anda tergelincir ke dalam dosa memandang hal-hal yang haram. Contoh lain, jika Anda menasihati orang lain untuk pergi shalat berjamaah di masjid, maka Anda akan merasa malu jika dia bergegas ke masjid dan tidak menemukan Anda di sana. dadi, jika kita melakukan dakwah di jalan Allah, persoalan- persoalan yang timbul dari dosa-dosa kita pun akan hilang. Ya, di dalam menempuh perjalanan yang sangat jauh ini, tidak ada cara yang lebih ideal daripada mengajak orang lain untuk melakukan perjalanan menuju tujuan yang sama. Dengan cara itu, Allah pun akan membukakan bagi Anda pintu taqarrub ‘mendekat’ kepada- Nya yang tidak mungkin terbuka jika Anda menyembah-Nya sendirian tanpa berdakwah dan mengajak orang lain. Para nabi dan rasul menjadi manusia-manusia pilihan dan orang-orang yang paling dekat kepada Allah karena mereka mengajak manusia menuju kebaikan. Maka demikian pulalah orang- orang yang mengikuti jejak mereka. Itu sebabnya mengapa Nabi Musa lebih mulia di sisi Allah daripada Nabi Khidir. Begitu juga Nabi Sulaiman, dia lebih mulia di sisi Allah dibandingkan orang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab (lihat kisah Nabi Sulaiman dalam surah an-Naml [27]: 40—perj.). Nabi Khidir dan orang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab itu adalah manusia-manusia saleh serta penyembah setia Allah. Sementara nabi-nabi Allah, seperti Adam, Nuh, Musa, dan lain- lain, hingga Nabi Muhammad %, adalah shalihun (orang-orang saleh) sekaligus mushlihun (orang-orang yang men-saleh-kan manusia). Tentu saja ada perbedaan antara shalihun yang mengetuk pintu surga dan mushlihun yang mengetuk pintu-pintu hati manusia. Mushlihun adalah para manusia pilihan yang tabah memikul beban penderitaan dan menghadapi segala cemoohan dari para pengingkar dakwah mereka. Semua itu mereka lakukan demi 208 — Mombaca Kisaly Mengungkap,J likmah ketaatan dan mencari ridha Ilahi. Allah 4¢ memerintahkan rasul- Nya, “Katakanlah, ‘Inilah jalan ‘agama’-ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’” (Yusuf [12]:108). Jangan Lupakan Diri Anda! Allah 4 berfirman, “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)- mu sendiri, padahal kamu membaca AlI-Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir?” (al-Baqarah [2]: 44). Sebagian orang barangkali akan berdalih ketika mendengar ayat tadi dan berucap, “Aku memiliki banyak dosa sehingga aku tidak pantas untuk berdakwah.” Bukan demikian maksud ayat tersebut. Yang dicela oleh ayat itu bukanlah orang yang berdakwah dalam keadaan memiliki dosa. Pemahaman yang tepat adalah bahwa dalam berdakwah, kita tidak boleh melupakan diri kita sendiri. Jangan lupakan diri Anda! Ajaklah manusia menuju kebaikan sambil terus berusaha agar diri Anda menjadi baik! Semoga Allah pun akan menaikkan derajat keluhuran Anda. Wahai para pemuda! Sesungguhnya dakwah di jalan Allah membutuhkan rasa cinta kepada Islam dan mengharuskan Anda mendambakan kebaikan bagi semua umat manusia. Dua hal ini akan memposisikan pemiliknya ke dalam barisan para manusia pilihan, Nuh dan nabi-nabi lainnya. Semoga Allah memberikan salawat dan salam kepada mereka. Abu Hurairah dan Sang Ibu Abu Hurairah sangat sedih karena sang ibu belum masuk Islam. Setiap kali Abu Hurairah menyeru sang ibu untuk memeluk Islam, dia selalu disambut oleh penolakan dan penghinaan. Siapakah di antara kita yang hatinya terbakar oleh rasa sedih dan pilu karen@ melihat saudara perempuannya tidak berhijab dan tidak shalat? Banjir Besar — 269 Lihatlah bagaimana perasaan hati Abu Hurairah ketika dia meratap kepada Nabi, “Wahai Rasulullah! Setiap kali aku menyeru ibuku untuk masuk Islam, dia selalu mengatakan kata-kata yang tidak pantas tentang dirimu. Doakanlah semoga Allah memberi petunjuk kepada ibuku.” Ketika Rasulullah menyaksikan kesungguhan Abu Hurairah dan rasa cintanya terhadap Islam, beliau pun menengadahkan tangannya ke atas dan berdoa, “Ya Allah, semoga Engkau memberi petunjuk kepada ibu Abu Hurairah."*” Dalam lanjutan riwayat tersebut, Abu Hurairah mengisahkan, “Lalu aku pulang dan kuketuk pintu rumah ibuku. Dia menyapaku, “Wahai Abu Hurairah! Diamlah di tempatmu!” Kukatakan, “Engkau akan menghinaku dan akan mengucapkan kata-kata yang tidak aku sukai.” Tiba-tiba ibuku keluar menghampiriku dan mengucap- kan, “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Keimanan sang ibu adalah hasil dari usaha dan upaya keras, hasil dari perasaan yang menyala serta kecintaan kepada Allah dan agama Islam yang dimiliki oleh Abu Hurairah. Karena itu, Abu Hurairah berhak memperoleh balasan atas jerih payahnya ini. Ketika Anda menyeru saudara-saudari dan ayah-ibu Anda sekali atau dua kali, kemudian Anda tidak memperoleh respons positif, akankah Anda menyerah? Duduklah dan mohonlah pertolongan Allah! Berdoalah, “Ya Allah, berilah hidayah kepada saudara lelaki, saudara perempuan, dan kedua orangtuaku.” Allah pasti akan melapangkan hati mereka, akan mendengar ratapan Anda dan akan memberikan kebahagiaan kepada Anda. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan- jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (al-’Ankabut [29]: 69) 270 — Mombaca Kisah Mengungkap,}likmah Benar-Benar Terjadi Wahai para pemuda! Saya akan mengisahkan kepada Anda sebuah peristiwa yang aneh. Saya mengenal seorang pemuda yang sangat mencintai sahabatnya. Sayang, sahabatnya ini jauh dari agama Allah karena sering berbuat dosa dan maksiat. Sedangkan pemuda tersebut mencintainya dan berharap semoga sahabatnya ini memperoleh hidayah. Lalu pemuda ini mengatakan pada saya, “Aku pergi melaksanakan umrah hanya agar aku dapat mendoakan sahabatku. Di tanah suci itu, aku selalu menempelkan tubuhku di Multazam’, berdoa sambil meratap agar saudaraku ini mendapatkan hidayah.” Pemuda ini kemudian bersumpah kepada saya bahwa sekembalinya dari umrah itu, dia melihat sahabatnya ini telah berubah. Dia mulai sering pergi ke masjid dan rajin melaksanakan shalat. Selain itu, dia mulai menghafalkan Al-Qur‘an hingga 5 juz. Kini dia benar-benar meninggalkan segala jenis maksiat yang biasa dia perbuat sebelumnya. Benar, jika perasaan kita benar-benar jujur saat berdoa, niscaya Allah akan memberikan pertolongan. Bukankah Anda dapat membuktikannya melalui kisah pemuda tadi? Dia bersedia pergi menempuh segala bentuk penderitaan dan pengorbanan, baik itu pengorbanan dari segi finansial maupun pengorbanan karena harus berpisah dengan keluarga. Semua itu dilakukannya hanya agar dia bisa mendoakan sang sahabat secara tersembunyi. Wahai kaum muda! Agama kita sungguh membutuhkan cinta seperti ini. Dakwah di jalan Allah memerlukan curahan perhatian yang total dan sungguh-sungguh. Dan makna indah dari semua itu dapat kita petik dari kisah Nabi Nuh. Wahai para pemuda! Marilah kita bergegas untuk melakukan amal! Tugas Para Nabi Allah 4 berfirman: *Sebual tempat antara pintu Ka'bah dan Hajar Aswad, yang apabila kita berdoa di tempat itu, Allah menyabulkannya—penj . pasts - Banjir Besar — 271 “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran [3]: 110) Orang yang terbaik adalah orang yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kepada kemunkaran. Semua itu adalah syarat-syarat keimanan. Nabi Muhammad ‘ bersabda, “Agama itu adalah nasihat.” Para sahabat pun bertanya, “Untuk siapakah nasihat itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, rasul- Nya, dan untuk para pemimpin umat Islam beserta rakyat mereka.” Inti dari agama adalah nasihat. Dalam hadits lain disebutkan, “Sungguh, kalian semua harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang kemunkaran. Jika kalian tidak melakukannya, sungguh, begitu dekat hukuman Allah, sehingga ketika kalian berdoa, maka doa kalian tidak akan terkabul.” Perkataan ini tentunya akan membuat Anda merasa terpanggil untuk menyeru para tetangga, para sahabat, atau para kerabat. Namun. kenalilah mereka terlebih dahulu dan bersikaplah lemah lembut kepada mereka! Cintailah saudara perempuan Anda dengan tulus sebelum Anda mengajaknya mengenakan jilbab! Bersikaplah lemah lembut kepada ayah dan ibu Anda sebelum memberikan pesan kebajikan! Jika doa Anda tidak terkabul, maka sadarilah bahwa salah satu sebabnya adalah ketidaksudian untuk memerintahkan kebajikan dan mencegah kemunkaran. Terkabulnya doa bisa dicapai dengan cara memberikan rasa cinta kepada masyarakat serta berdakwah kepada mereka untuk taat kepada Allah dengan cara yang halus dan tutur kata yang lembut. Adalah rahmat dari Allah bahwa Dia menjadikan Anda sebagai penyebab turunnya hidayah kepada masyarakat. Inilah sebenarnya tugas para nabi. Orang yang berinteraksi dengan masyarakat dan menanggung segenap kesulitannya dengan sabar lebih baik di sisi Allah daripada Muslim, nomor 196 74 Mambaca Kisah Menge kp fT orang yang enggan melakukan interaksi sosial dan tidak bersabar menghadapi mereka. Nabi Muhammad 4 bersabda, “Di hari Kiamat nanti, semua orang akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya.” Apakah kita tidak ingin bergabung dengan para nabi? Cintailah mereka, ikutilah jejak langkah mereka, niscaya di hari Kiamat nanti kita akan dikumpulkan bersama mereka, bersama Rasulullah yang kita cintai! Kebahagiaan yang Tidak Terhingga Sesungguhnya dalam berdakwah di jalan Allah terdapat kebahagiaan dan keindahan yang tak terhingga. Seorang tabi’in berkata, “Setiap kali saya menyeru manusia dan dia menyambut seruan itu, saya merasakan kepuasan dalam diri saya, sehingga seolah-olah saya tidak lagi membutuhkan makan dan minum.” Bayangkan, suatu saat Anda mengajak seseorang untuk mem- pelajari suatu ilmu atau shalat di masjid, kemudian dia menyambut ajakan itu dan merasakan pengaruh dari apa yang dia dengar dan dia lihat. Bayangkan, seperti apa kegembiraan Anda saat itu? Bisakah Anda mengukur perasaan bahagia ketika itu? Bayangkan pula, suatu saat Anda mengajarkan shalat kepada seorang teman, mengajarinya membaca Al-Qur‘an hingga dia berhasil menghafal beberapa juz. Saat itulah Anda akan merasakan kebahagiaan. Ya. kebahagiaan yang tak terhingga ketika seorang teman menjadi lebih dekat kepada-Nya karena ajakan dan dakwah Anda. Perasaan bahagia yang meluap karena orang lain memperoleh petunjuk adalah bukti dari iman. Dan jika seseorang tidak peduli akan hidayah orang lain, itulah bukti bahwa imannya lemah. dika terdapat cinta yang benar kepada Allah di hati seseorang, maka cinta itu akan menjadi petunjuk ke arah kebaikan, tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain. Mereka akan mendengat darinya kata-kata indah yang mengalirkan kerinduan terhadap agama, rasa cinta kepada sesama pemeluknya, serta keinginan untuk berbuat baik demi mereka. Apa pun yang keluar dari hati Banjir Besar pasti akan masuk ke hati pula. Sedangkan apa yang keluar dari mulut belum tentu sampai ke telinga. Betapa Besar Pahala Ini! Rasulullah 4s bersabda, ‘dika Allah menganugerahkan hidayah- Nya kepada seseorang melalui dirimu, maka itu jauh lebih baik bagimu daripada engkau memperoleh unta terbaik.”* Dalam riwayat lain, Rasulullah juga bersabda, ‘Jika Allah menganugerahkan hidavah-Nya kepada seseorang melalui dirimu, maka itu jauh lebih baik bagimu daripada dunia dan seisinya.” Maka marilah, wahai para pemuda, kita segera berdakwah. Mulailah dari istri dan anak-anakmu! Mulailah dari tetangga dan karib kerabatmu! Manfaatkan kesempatan-kesempatan ketika semua keluarga berkumpul dan sampaikanlah kepada mereka sesuatu tentang agamamu! Marilah kita teladani Nabi Nuh! Akan tetapi, berhati-hatilah! Jangan salah melangkah, sehingga orang-orang justru menjauh dari Islam karena Anda menegur dan memberi peringatan kepada mereka secara berlebihan. Nabi Nuh berkata, “Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka” (Nuh [71]: 7). Inilah metode dakwah Nabi Nuh yang lemah lembut dan penuh keramahan serta membuka pintu harapan menuju rahmat dan ampunan-Nya. dika Anda ingin hidup lepas dari beban dan kesusahan, sibukkan hati dan pikiran Anda dengan hal-hal yang dapat menjadi sarana petunjuk bagi orang lain! Duduk dan pikirkan, bagaimana cara Anda menyeru teman dan tetangga! Doakan mereka di malam hari agar Allah membukakan pintu hidayah lewat seruan Anda! Sadarilah peran Anda sebagai khalifah Allah di muka bumi ini! Bayangkan, jika Anda berhasil mengajak manusia untuk menjalankan satu perintah Allah, maka amal perbuatannya pun akan menjadi pahala bagi Anda! Dan jika Anda berhasil menjadikan seseorang sebagai da'i di antara manusia, maka pahalanya dan pahala orang yang dia dakwahi akan menjadi bagian dari amal © Bukhari, nomor 2942, Muslim, nomor 6173 dan Ahmad, 333/5 274 — Membaca Kisah Mengungkap. likimah baik Anda pula! Maka, betapa banyak pahala yang akan Anda peroleh jika yang mendengar seruan Anda lebih dari seorang! Pahala yang Anda peroleh ketika seseorang mendengar seruan dakwah Anda lebih baik daripada dunia dan semua isinya. Ketahuilah, ketika seorang da’i meninggal dunia, maka putuslah semua amalnya kecuali kebajikan semacam ini. Seorang da’i meninggalkan ilmu yang bermanfaat bagi manusia. Dia memang pergi meninggalkan dunia yang fana, tetapi pengaruh dakwahnya akan tetap ada. Orang lain meninggal tanpa jejak, seolah-olah mereka memang tidak pernah ada. Akhirat tidak akan tersenyum menyambut seseorang yang tidak ditangisi oleh dunia. Pesan Indah Seluruh kebajikan yang dilakukan penduduk Mesir masuk dalam timbangan amal baik Amru Ibnu Ash, sang penakluk yang telah mengislamkan Mesir. Setiap shalat, setiap ibadah, serta setiap perbuatan baik yang mereka lakukan juga merupakan kebajikan dan pahala bagi Amru Ibnu Ash. Maka bisakah Anda bayangkan, berapa banyak pahala yang dia peroleh? Sungguh tak terbayangkan! Lalu mengapa hanya amal Anda sendiri yang akan mengisi timbangan amal Anda kelak? Mengapa Anda tidak meletakkan di atas timbangan Anda pahala orang lain juga? Marilah, wahai para pemuda! Ayo, siapkan masa depan Anda untuk menghadap Allah. Seruan kepada Kebaikan Sebelum Ancaman Sebagian orang berkata, “Aku akan menyeru manusia ke jalan Allah. Tetapi masalahnya, apa yang harus aku katakan?” Untuk menjawabnya, marilah kita belajar dari Nabi Nuh tentang apa yang dia katakan kepada kaumnya ketika dia berdakwah. Nabi Nuh berkata, “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (Nuh (71): 10). rhatikanlah bahwa hal p N nadaleh menyeru manusia untuk mengharap ampunan ju ertama yang dilakukan oleh Nabi Allah, Banjir Besar — 275 sebelum dia menyampaikan ancaman Nya. Maka tidak layak bagi seorang pemuda yang menyeru kaumnya ke jalan Allah dengan berkata kepada mereka, “Kalian semua termasuk ahli neraka.” Dia menyangka bahwa sikap keras dan saklek dalam mengajarkan suatu kebaikan merupakan bentuk dari semangat beragama yang kuat. Inilah letak kesalahan dalam memahami Islam, sama seperti seorang khatib di mimbar yang merasa bahwa manusia berada dalam kerusakan dan tidak ada faedah apa pun yang bisa diharapkan dari mereka. Maka belajarlah, wahai para pemuda, dari cara dakwah Nabi Nuh! Bukakanlah bagi manusia pintu rahmat dan harapan! Jika tidak, bagaimana Anda akan mengajak manusia ke jalan Allah sedangkan Anda telah menutup pintu-Nya bagi mereka? Pada setiap diri manusia, terdapat kebaikan yang tersembunyi. Tetapi ia membutuhkan uluran tangan untuk membersihkan debu yang menutupi kesucian fitrah yang telah Allah berikan. Jika seseorang mencintai Anda karena sikap Anda kepadanya, mencintai Tuhannya karena keluasan rahmat-Nya, lalu menyambut seruan Anda sehingga dia berjalan pada jalan-Nya, kemudian dia mengungguli Anda dalam beribadah, maka Anda pun akan mendapat pahala dari amalnya, meski dia jauh lebih unggul. Hal itu karena Allah telah menjadikan diri Anda sebagai dasar dan fondasi bagi keunggulannya itu. Jalan Dakwah yang Salah Suatu ketika, saya berdiri bersama dua orang pemuda untuk berdialog tentang urusan agama. Salah satu di antara mereka tidak pernah shalat dan banyak melakukan maksiat. Saat itu, kami berada di sebuah kota yang penuh dengan kemunkaran. Penduduknya meneriakkan kesenangan duniawi dalam kelengahan mereka. Maka bertanyalah pemuda kedua kepada pemuda pertama yang tidak shalat, “Tahukah kamu, teriakan penduduk kota ini mengingatkanku kepada apa?” Dia menjawab, “Tidak.” "6 tenia Kisal Mengung“dap, piRONUN — Memb re *Teriakan ini mengingatkanku akan teriakan penghuni neraka.” Mendengart hal itu, merahlah wajah pemuda pertama. Dan dengan perasaan tidak berdosa, dia berkata, “Aku bermain di sini setiap hari.” “Maka ingatlah selalu teriakan penghuni neraka setiap kali kamu datang ke tempat ini!” Hal seperti ini bukanlah pintu masuk yang bagus dalam berbicara kepada orang lain tentang urusan agama. Ada teladan dari seorang pendakwah yang lebih baik daripada pemuda kedua tadi, yaitu Nabi Musa. Allah mengutusnya untuk menyeru orang yang lebih tercela daripada pemuda yang tidak shalat tadi, yaitu Fir aun. Tetapi Allah menyuruh Musa untuk berkata kepada Fir’aun dengan perkataan yang lembut dan tenang, dengan harapan hatinya akan terbuka dan menyambut seruan tadi. Allah 4s berfirman: “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut.” (Thaha [20]: 43-44) Perhatikanlah, wahai pemuda! Allah pasti tahu bahwa Fir'aun tidak akan mendapat petunjuk dan tidak akan menyambut seruan Musa. Namun, dari perintah Allah itulah Nabi Musa, juga kita. belajar bagaimana cara menyeru manusia menuju jalan-Nya. Metode yang Benar Suatu hari, datanglah seseorang kepada Harun ar-Rasyid. Orang ini menasihati Harun ar-Rasyid secara berlebihan. Maka berkatalah Harun ar-Rasyid, “Saya tidak lebih jelek daripada Fir’aun, dan Anda tidak lebih mulia dari Nabi Musa. Sedangkan Allah telah berfirman, ‘Maka berbicaralah kamu berdua (Musa dan Harun) kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.” Maka, berbicaralah kepadaku dengan sopan!” Wahai para pemuda, sesungguhnya Islam adalah agama cinta, kasih sayang, dan agama yang mendekatkan hati manusia. Jika __ Banjir Besar — 277 kedua orangtua Anda bukan termasuk orang-orang yang taat kepada Allah lalu Anda menasihati keduanya dengan kasar, maka sadarilah bahwa sikap Anda itu bukan bagian dari ajaran Islam! Begitu pula jika saudara perempuan Anda tidak berjilbab. kemudian Anda selalu mengucapkan kepadanya kata-kata yang tidak dia senangi, maka sikap Anda ini pun merupakan kesalahan. Cara yang paling baik adalah mengajaknya berbicara dari hati ke hati. Duduklah dengan tenang dan nasihatilah dia dengan lembut untuk taat beribadah sehingga dia mau menjalankannya sedikit demi sedikit. Dengan begitu, dia akan mengenakan jilbab dengan sendirinya. Duduklah! Dan berdoalah agar Allah memberinya hidayah! Jika perlu, belikan hadiah untuknya! Inilah jalan yang benar dalam mengajak manusia ke jalan Allah. Bukan dengan jalan yang kasar, bukan pula dengan kekerasan. Abu Hanifah Memberi Teladan Abu Hanifah memiliki seorang tetangga pemabuk. Setiap malam, ketika ingin melakukan qgiyamul-lail (beribadah/shalat malam), sang imam pasti mendengar tetangganya itu berucap, “Mereka telah meninggalkan aku. Setiap orang pasti meninggalkan aku.” Kata-kata itu selalu diucapkannya sembari meminum khamer. Lelaki itu tampaknya mengalami halusinasi sebagai efek dari khamer yang mulai merasuk ke otak. Barangkali dia sedang memiliki problem keluarga. Demikianlah yang terjadi setiap malam; tetangga itu terus saja mengganggu sang imam dengan suaranya yang bising. Suatu hari, datanglah polisi negara menangkap lelaki pemabuk itu. Maka di malam berikutnya, ketika hendak melakukan qiyamul-lail, Abu Hanifah tidak lagi mendengar suara lelaki itu. Dia pun bertanya dan melacak ke mana lelaki itu pergi. Akhirnya. Abu Hanifah tahu bahwa tetangganya itu telah ditangkap oleh polisi negara. Mengetahui hal itu, sang imam mendatangi kantor kepolisian dan meminta agar lelaki tersebut dibebaskan dengan jaminan langsung darinya. Permintaan itu pun dikabulkan. Abu Hanifah 278 Mombaca Kisah VMengungkap,Jlikmah eae pulang bersama tetangganya itu di atas binatang tunggangan yang sama. Dalam perjalanan pulang, sang imam tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada lelaki itu hingga mereka berdua sampai ke rumah. Di sana barulah Abu Hanifah berkata, “Apakah kami telah meninggalkanmu, wahai kisanak?” Lelaki itu menjawab, “Tidak. Demi Allah, engkau tidak meninggalkanku. Dan demi Allah, aku tidak akan meminum khamer lagi sejak hari ini.” Tahukah Anda, wahai para pemuda, mengapa sang imam tidak menasihati lelaki itu sebelumnya? Karena dia menunggu saat yang tepat untuk berbicara dengannya. Setiap manusia akan mengalami saat-saat tertentu ketika dia berada dalam kondisi siap untuk mendengar nasihat. Setiap orang memiliki “halte” tertentu. Alangkah bagusnya jika seorang da’i dapat menjadi orang pertama yang mengambil hati seseorang yang akan dinasihatinya. Mengapa pula sang imam tidak menasihatinya dalam perjalanan menuju ke rumah? Karena dia ingin kebaikan yang telah dia lakukan dengan mengantar orang itu ke rumahnya dapat meresap di hatinya terlebih dahulu. Sehingga ketika sang lelaki dalam kondisi siap lahir-batin untuk mendengar, maka nasihat itu akan mengena di lubuk hatinya. Manisnya Istighfar Lalu’ Nabi Nuh mulai menyampaikan tentang manisnya istighfar, “Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (Nuh [71]: 11-12). Nabi Nuh seakan-akan memberikan solusi terhadap problematika sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh manusia setelah pintu hati mereka terbuka untuk menyambut rahmat Allah dan ampunan-Nya sebagai hasil dari istighfar dalam hidup. Wahai orang yang fakir! Bergegaslah untuk melakukan istighfar! Wahai orang yang mengeluh karena tidak mendapatkan keturunan! Segeralah lakukan istighfar! Wahai orang yang - - Banjir Besar — 279 mengalami kekeringan lahir dan batin! Wahai orang yang menginginkan surga di hari Kiamat! Beristighfarlah! Pesan tadi adalah kalamullah dan Anda pasti mempercayainya. Ayo, lakukanlah sehingga Anda akan memetik buahnya! Sesungguhnya Rasulullah # bersabda: “Barangsiapa selalu melakukan istighfar, Allah akan memberi- kan kelapangan bagi setiap kesempitan, jalan keluar dari setiap permasalahan, dan akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”*° Apakah Anda Mengalami Krisis Keuangan? Imam Syafi'i pernah didatangi seorang lelaki yang berkata, “Wahai Imam, saya mempunyai banyak hutang.” Dia menjawab, “Mohon ampunlah kepada Allah!” Kemudian datang lagi seorang yang lain dan mengadu, “Istriku tidak bisa melahirkan.” Imam Syafi’i kembali menjawab, “Mohon ampunlah kepada Allah!” Kemudian datang lagi orang ketiga seraya berkata, “Saya mempunyai dosa.” Lagi-lagi Imam Syafi'i menjawab, “Mohon ampunlah kepada Allah!” Maka mereka bertanya, “Wahai Imam, tidakkah Anda memiliki solusi yang lain?” Dia menjawab, “Allah 4 berfirman, “Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (Nuh [71]: 11-12). Wahai para pemuda! Letakkanlah hukum Tuhan di depan mata Anda! Problematika materi, hutang piutang, dosa-dosa, dan masalah anak dapat terselesaikan semuanya dengan istighfar. Yakinlah, wahai pemuda, terhadap firman Tuhan, sebagaimana Nabi Nuh meyakininya sepanjang hidup. Abu Bakar dan Umar Allah 4« berfirman: * Abu Daud, nomor 1518 dan Ibnu Majah, nomor 3891. ~ Ee 280 — Meanhaca Kish Mengunskap, [likmah Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.” (Nuh [71]: 13-14) Apakah Anda bisa merasakan bagaimana hati Nabi Nuh yang berkobar-kobar dalam menyeru kaumnya? Dapatkah Anda merasakan semangat keislamannya? Perhatikanlah Abu Bakar dan semangatnya terhadap agama. hingga dia berkata, “Aku tidak pernah tidur sampai bermimpi.” Hal itu karena otaknya sibuk memikirkan urusan-urusan agama Islam Dia juga berkata, “Tidak pula aku lupa hingga lalai. Sesungguhnya aku tidak menyimpang dari jalan-Nya.” Umar bin Khaththab berkata, “Kapan aku bisa tidur? Jika aku tidur di malam hari, maka aku akan menelantarkan hak Tuhan. Dan jika aku tidur di siang hari, maka aku akan menelantarkan hak rakyatku.” Namun, wahai para pemuda. di antara kita masih terdapat orang yang tidak merasa cukup dengan tidur 12 jam. Kita berharap semoga kita memiliki kobaran semangat beragama seperti mereka. Nabi Nuh menagerakkan kaumnya dan menanamkan di dalam hati mereka pengagungan terhadap Allah dan agama-Nya. Allahiah yang telah menciptakan mereka dari tiada, lalu mencurahkan rezeki yang baik. Maka apakah balasan untuk semua ini? Apakah dengan menyimpang dari agama-Nya dan mengingkari wahyu-Nya? Wahai para pemuda! Kita telah diciptakan oleh Allah dan dikaruniai nikmat Islam tanpa kita minta. Apakah pantas apabila kita melecehkan nikmat Tuhan, melanggar batas-batas ajaran-Nya. enggan menjalankan ajaran-ajaran itu di tengah-tengah umat manusia, serta tidak mengajak umat manusia untuk mencintai agama-Nya? Tuhan telah menciptakan kita tanpa pernah melewatkan kita dari perhatian-Nya. Maka apakah kita membalas semua ini dengan melalaikan-Nya dan bersikap dingin terhadap agama-Nya? Atau dengan menghindar dari melaksanakan dakwah dan meninggalkan kewajiban mengajak hamba-hamba Allah ke jalan-Nya? Apa yang terjadi dengan kita, wahai generasi muda? Di manakah kebesaran Allah itu? Peristiwa Lain Wahai generasi muda, wahai orang yang berjalan sambil menghina agama Allah secara terang-terangan di jalanan! Mengapa Anda tidak percaya akan kebesaran Allah? Para pemudi yang memakai pakaian-pakaian yang ketat, mengapa Anda tidak percaya akan kebesaran Allah? Anak-anak muda yang tidak mengerjakan shalat, apakah rasional jika kita tidak mengagungkan Tuhan kita? Apakah kita tidak perlu sujud kepada-Nya? Saya pernah mendengar seorang pemuda yang berujar, “Tidak ada maksiat yang tidak aku lakukan beratus kali! Aku tidak menyesal atau merasa cemas. Hingga tibalah suatu saat, ketika aku bertobat kepada Allah. Sekarang, jika aku melakukan kesalahan kecil sekalipun, maka aku akan menggigit bibir dan merasa kerdil karena malu sebab Allah mengetahuinya.” Wahai para pemuda, apakah ucapan Nabi Nuh tadi tidak menggetarkan kita. “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (Nuh [71]: 13). Sarana Utama dalam Berdakwah kepada Allah Allah 4s berfirman: “Padahal dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagai- mana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya.” (Nuh [71]: 14- 17) Ayat-ayat di atas menegaskan nilai ampunan, istighfar, dan mengagungkan Allah di dalam hati. Kita tidak keluar dari norma- norma tersebut ketika merenungkan ciptaan Allah. 282 Mombaca Kisah Mengungkap, | likmah Perhatikanlah bagaimana Dia menciptakanmu dan bagaimana Dia memeliharamu sejak dari janin sampai besar seperti ini? Apakah Anda pernah berpikir tentang fase-fase yang telah Anda lalui semen- jak awal penciptaan, melalui masa kelahiran, hingga sekarang ini? Sesungquhnya itu adalah ciptaan Allah. Nabi Muhammad 4s bersab- da, “Tafakkur sejenak lebih baik daripada beribadah satu tahun,”?! Alam raya ini merupakan pintu terbesar untuk mengenal Allah. Merenunglah lalu katakan, “Apakah janin tumbuh dalam rahim di bawah kontrol ibu? Ataukah dengan perintah Allah dan bimbingan-Nya?” Sarana terbaik dalam berdakwah kepada Allah adalah daya tarik ciptaan-Nya. Ombak-ombak di lautan yang bertasbih memuji Allah. Gelegar petir yang bertasbih memuji-Nya. Perhatikanlah matahari ketika terbit dan tenggelam, lalu tanyakanlah, “Siapakah penciptanya?” Mahasuci Allah yang telah menciptakan jagat raya ini! Cara terbaik dalam mendekatkan diri kepada Allah adalah bertafakkur tentang ciptaan-Nya. Banyak dari kita yang meremehkan ibadah ini. Secara teoretis, kita semua memang percaya kepada kekuasaan Allah. Tetapi merenungi ciptaan-Nya akan membuka pintu-pintu untuk mengenal Allah dan meyakinkan hati serta merasakan manisnya. Ayo, generasi muda, kita lakukan ibadah ini dan ajak yang lain untuk melakukannya! Poin-Poin Penting Allah 4 berfirman: “Kemudian dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (darinya pada hari Kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu.” (Nuh [71]: 18-20) Nabi Nuh mulai dengan menitikberatkan perhatian pada masalah kebangkitan di hari Kiamat. Ingatkanlah umat manusia At Tatsix al-Quithubi, 314/4 dengan kenyataan ini wahai para pemuda! Katakan kepada mereka. ‘Apa yang akan kalian katakan kepada Allah?” Cobalah antuk melakukan introspeksi terhadap diri Anda sendiri: apa yang akan kita katakan di hadapan Allah jika Dia bertanya tentang agama dan penyebaran dakwah-Nya? Nabi Nuh memakai cara ini setelah menyampaikan harapan tentang rahmat dan ampunan Allah serta setelah merenungi nikmat- nikmat-Nya. Maka sampaikanlah peringatan ini kepada umat menusia di sela-sela Anda berbicara tentang nikmat-nikmat-Nya. Bagaimana Allah menghamparkan bumi dan membentangkannya demi kelangsungan hidup kita dan menciptakan jalan-jalan di dalamnya untuk memenuhi segala kebutuhan kita. Segala rezeki yang muncul dari bumi tidak lain adalah karunia Allah, tanpa ada campur tangan atau keinginan manusia di dalamnya. Nabi Nuh memang menempuh beragam cara dan pendekatan. Tetapi dia tidak pernah mencaci-maki kaumnya, sepatah kata pun. Meski berat penderitaan yang dia dapatkan dari mereka, namun hatinya tetap tidak berubah. Wahai pemuda, mungkinkah kita memiliki hati seperti ini? Hati yang senantiasa mencintai umat manusia dan berharap agar mereka mendapat kebaikan. Semakin mereka berpaling, semakin dia merasa kasihan terhadap mereka. Sesungguhnya Tuhan Pemilik agama dan Pemberi rezeki senantiasa bersabar menghadapi manusia dan memberikan kesempatan. Tak pernah Allah memutus rezeki-Nya karena maksiat yang mereka lakukan. Maka bagaimana mungkin kita memutuskan harapan umat manusia kepada Tuhan mereka? Allah 4¢ berfirman: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaha [20]: 132) 84 Membaca Kisah Mc neungkap,flikmah Bagaimana Cara Berdakwah kepada Allah? Dari ayat-ayat yang menerangkan dakwah Nabi Nuh tadi, kita dapat mengambil beberapa poin tentang cara berdakwah kepada Allah: 1 Mencintai agama dan mengobarkan hati dengan semangat dan tekad yang bulat. Allah 4 berfirman, “Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengam- puni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan baju mereka (ke muka) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat’” (Nuh [71]: 5-7). Bersikap santun terhadap manusia dan mengasihi mereka serta tidak berlaku kasar kepada mereka. Allah 4 berfirman, “Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’” (Nuh [71]: 10). Kreatif dalam memanfaatkan media-media dakwah. Misalriya, sesekali mengadakan pesta atau selamatan. sesekali mengadakan majelis, atau mendengarkan kaset. menghadiri pembelajaran, dan sesekali bertafakkur tentang penciptaan Allah. Sebagaimana firman-Nya, “Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam” (Nuh [71]: 8-9). Konsentrasi ketika bertafakkur tentang ciptaan Allah di alam raya ini. Allah 4¢ berfirman, “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Banjir Besar — 285 Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik- baiknya” (Nuh [71]: 15-17) 5. Memberikan peringatan tentang kematian, hari kebangkit- an, dan hisab di hari Kiamat. Allah 4s berfirman, “Kemudian Dia mengambalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (darinya pada hari Kiamat) dengan sebenar-benarnya.” (Nuh [71]: 18). 6. Mengingat nikmat-nikmat Allah atas mereka, karena itu dapat menimbulkan rasa syukur dan melunakkan hati untuk mengagungkan Pemberinya. Allah 4s berfirman, “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu” (Nuh [71]: 19-20). Demikianlah poin-poin penting yang bisa memberikan pengaruh kepada manusia sehingga mereka mau melaksanakan perintah Allah dengan niat yang tulus dan ikhlas untuk Allah. Janganlah Anda merasa sombong dengan ketaatan Anda terhadap Allah di hadapan orang yang pernah melakukan maksiat, atau melukai perasaan orang yang lalai dengan membangga-banggakan ibadah Anda. Semua manusia beramal, tapi yang mengetahui diterima atau tidaknya amal perbuatan hanyalah Allah semata. Kamu Hanyalah Pemberi Peringatan Kemudian, bagaimanakah hasil kerja keras yang dilakukan oleh Nabi Nuh? Ini diterangkan Allah dalam firman-Nya: “Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.” (Nuh [71]: 21) Menurut taksiran terbanyak dari beberapa tafsir Al-Qur‘an, kaum Nuh tidak beriman kecuali 80 orang saja. Dengan demikian, rata-rata setiap 12 tahun terdapat satu orang yang masuk Islam. 86 — Vombaca Risa) Mengungkap, | likmah Allah seakan-akan ingin menyampaikan kepada Anda, “Tugasmu adalah berdakwah, bukan mendapatkan hasilnya. Ibadahmu adalah amal perbuatanmu dan melaksanakan apa yang diwajibkan untukmu saja. Adapun hasilnya adalah di tangan Allah, karena Dia adalah pemilik agama dan kamu adalah khalifah-Nya di bumi.” Dia memerintahkan kepadamu untuk tidak memaksa siapa pun memeluk Islam. Allah 4s berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.” (al-Baqarah [2]: 256). Jadi, hati manusia berada di tangan Allah, Dia bisa membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya. Allah 4s berfirman kepada Rasulullah #*, “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” (al-Ghasyiyah [88]: 21-22). Lalu di ayat lain, Allah juga berfirman: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al- Qashash [28]: 56) Berimannya 80 orang dalam jangka waktu 1.000 tahun tidak dapat dianggap sebagai kekurangan yang terdapat pada Nabi Nuh, karena dia adalah rasul Allah yang masuk ke dalam kategori ulul ‘azmi. Dia telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan meski tidak memperoleh hasil yang diinginkan. Segala perkara itu ditentukan hanya oleh Allah sebelum dan sesudahnya. Jangan Anda Salah Paham! Kaum Nabi Nuh telah banyak mendapatkan kesempatan untuk beriman. Namun mereka tidak memanfaatkannya. Allah 4 berfirman: “Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak Banjir Besar— 287 akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja).” (Hid [11]: 36) Nabi Nuh tahu bahwa generasi yang ada saat ini akan tetap berada dalam kekafiran. Sedangkan generasi berikutnya telah “ditakdirkan” untuk berada dalam keadaan yang sama karena Allah Mahatahu tentang segala hal yang akan terjadi pada mereka. Nabi Nuh melihat bahwa kaum yang tidak dapat diharapkan keimanannya itu —sesuatu yang telah diberitahukan Allah kepada Nuh— mulai mengintimidasi kaum beriman dan menebar fitnah di antara mereka. Dilandasi oleh rasa kekhawatiran terhadap golongan yang beriman tersebut —agar jangan sampai goyah iman mereka— dan dilandasi oleh rasa belas kasihan terhadap generasi mendatang supaya tidak menjadi “bahan bakar” neraka Jahannam, akhimya Nuh pun berdoa kepada Allah untuk membinasakan kaumnya: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (Nuh [71]: 26) Permintaan ini bukanlah sebuah pelampiasan dendam atau kebencian pribadi Nabi Nuh terhadap kaumnya. Sebab, dalam doa itu, dia memberikan alasan, “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba- Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir” (Nuh [71]: 27). Lalu, apakah itu berarti bahwa Nabi Nuh mengetahui hal-hal ghaib yang akan terjadi di masa depan? Tentu tidak. Allahlah yang memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut. Nuh hanya merasa khawatir akan hilangnya keimanan di muka bumi. Nabi Muhammad * bersabda: “Setiap nabi memiliki doa yang pasti terkabul. Semua nabi telah memintanya di dunia. Sedangkan aku menyimpan doaku sebagai syafaat untuk umatku di akhirat nanti.”°? © Musum, nomor 496, Tumidzi, nomor 3602, Ibnu Majah 4307 dan Ahmad, nomor 275/2 288 — Membaca Risa Mengungkap,] likin Wahai para pemuda Islam! Tahukah Anda betapa Rasulullah sangat mencintai Anda? Meski disakiti dan disiksa, namun sikapnya seakan-akan menunjukkan, “Aku akan menanggung semua inidemi umatku yang sangat membutuhkan doaku di hari Kiamat nanti.” Apakah Anda dapat merasakah cinta ini? Apakah Anda juga dapat merasakan belaian cinta dari Nabi Nuh yang mengatakan: “Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan.” (Nuh [71]: 28) Dapatkah Anda mencermati pesan suci yang terkandung dalam ayat ini? Nabi Nuh telah menetapkan hak orang yang masuk ke rumahnya dan hak orang-orang mukmin pada dirinya sendiri. Setiap orang yang mengunjungi rumah Anda, maka dia mempunyai hak pada diri Anda. Setiap orang yang bertetangga dengan Anda, maka dia pun mempunyai hak pada diri Anda. Apakah haknya itu? Haknya adalah mendengar dari Anda untaian kata yang dapat membangkitkan keimanan dalam hatinya dan dapat menghantarkannya menuju pintu Allah. Mulailah pada Diri Anda dan Jangan Lupa Orang Lain! Apakah Anda telah mengambil pelajaran dari Nabi Nuh bagaimana dia berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosaku!” Jadi, dia memulai dari dirinya sendiri lalu “kedua orangtuaku”, yaitu orang yang paling utama untuk mendapatkan jatah doa Anda, dan “orang- orang mukmin yang masuk rumahku”, yaitu para sahabat dan kerabat, kemudian “orang-orang mukmin”, yaitu sebagian umat beriman yang lain. Kaum mukmin di sepanjang masa adalah satu umat. Maka, berdasarkan hal ini, marilah kita berdoa untuk pat syahid Palestina dan untuk semua pejuang Islam di seantero dunia. Siapakah di antara kita yang berdoa untuk kaum lemah dan orang Banjir Besar — 289 orang miskin sebagai bentuk kesetiaan kita kepada mereka dan agama kita? Siapakah di antara kita yang berdoa untuk Masjid al- Aqsha? Sampai kapankah kita hanya berdoa untuk diri kita sendiri atau hanya untuk anak-anak kita saja? Anda adalah umat Muhammad, maka jangan lupa berdoa untuk kaum muslimin dan mendoakan musuh-musuh Islam, “Dan janganiah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan” (Nuh [71]: 28). Mendoakan dari jauh para pejuang dan orang yang lemah adalah senjata yang tidak akan sima. Kita ini adalah umat yang terzhalimi sedangkan doa orang yang terzhalimi itu pasti dikabulkan. Doa Nabi Nuh tadi adalah doa yang sempurna untuk diri Anda, orang tua, para sahabat, para kerabat dan semua orang muslim di dunia. Ya Allah, Berikanlah Hidayah kepada Kabilah Daus! Ath-Thufail Ibnu Amr ad-Dausi menghadap kepada Rasulullah. Kemudian dia diperintahkan oleh Rasulullah untuk berdakwah kepada kabilahnya. Dia pun berdakwah selama tujuh tahun dan tidak ada yang masuk Islam dari kabilahnya kecuali empat orang, yaitu istrinya, ibunya, ayahnya, dan Abu Hurairah. Orang-orang yang lain justru mendustakan dakwahnya dan ingkar kepada Rasulullah. Kemudian ath-Thufail datang menghadap Rasulullah dan mengadu, “Wahai Rasulullah! Kabilah Daus telah mendustakan dakwahmu, kafir, dan enggan untuk masuk Islam.” Mendengar hal itu, Rasulullah segera berdiri untuk berwudhu dan melakukan shalat dua rakaat. Setelah itu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit dan berdoa, “Ya Allah, berilah hidayah kepada kabilah Daus.” Rasulullah kemudian berkata kepada ath-Thufail, “Kembalilah, wahai Thufail, ke kabilahmu! Ajaklah mereka untuk masuk Islam dan bersikap lembutlah kepada mereka!” Ath-Thufail pun kembali ke kabilahnya. Setelah kurang lebih lima atau enam tahun kemudian, semua anggota kabilah Daus telah masuk Islam di tangannya. » Muslim, momor 6397 dan Ahmad, nomor 243/2. 290 — Membaca Kisah Mengungkap. | likmah Jangan Heran! Nabi Nuh mulai membuat kapal setelah mendapat perintah Allah, “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami” (Hid [11]: 37). Para ulama berpendapat bahwa pembuatan kapal itu memakan waktu 300 tahun. Janganlah Anda heran dengan angka ini! Memang benar bahwa angka itu tidak disebut dalam Al-Qur*an dan Sunnah. Tetapi, rentang waktu yang sangat lama ini masuk akal dalam situasi dan kondisi saat itu. Anda dapat saja membayangkan hal ini: pembuatan perahu di gurun pasir yang akan digunakan untuk membawa berpasang- pasang makhluk. Anda dapat membayangkan berapa besar dan luas kapal tersebut. Tentu ini membutuhkan kayu yang sangat kuat Padahal Nabi Nuh berada di lingkungan padang pasir. Maka dia pun harus menanam pohon-pohon yang dibutuhkan dan menunggu pohon itu hingga tumbuh berkembang dan akhirnya dapat digunakan untuk membuat kapal. Tentu saja pembuatan kapal itu akan membutuhkan ratusan kayu. Berapakah waktu yang dibutuhkan untuk membuat kapal dengan kapasitas yang dapat memuat semua spesies makhluk hidup —masing-masing sepasang— dan juga harus dapat menahan gelombang ombak dahsyat laksana gunung? Nabi Nuh adalah simbol dari kesabaran, keteguhan pendirian. serta kesediaan berkorban dan berjuang. Dia diberi tanggung jawab dan sudi memikulnya. Dia diperintah dan sanggup melaksanakan- nya. Tahun-tahun telah lewat dan abad-abad telah berlalu. Namun pahala dan hukuman selalu ada dan para da’i tidak akan pemah sima karena Allah Mahaabadi. Terkadang, Kemenangan Itu Tertunda karena Sebab Ini Ada pertanyaan, mengapa Allah tidak langsung menghancurkan kaum Nabi Nuh tanpa harus membuat kapal yang menghabiskan waktu 300 tahun? Mengapa harus menanam pohon terlebih dahulu dan menunggunya besar untuk kemudian dibuat kapal yang hanya dipergunakan untuk menyelamatkan 80 orang mukminin? Banjir Besar— 291 Banyak umat kafir yang telah dihancurkan Allah secara seketika. Mereka hancur lebur dan Allah hanya menyelamatkan kaum mukmin saja. Simak misalnya kisah kaum ‘Ad dan kaum Luth yang telah Allah luluh lantakkan perkampungan mereka Di sinilah Allah hendak menguji kadar keimanan kaum Nabi Nuh yang telah beriman: apakah mereka akan tetap berpegang teguh sampai akhir hayat mereka atau tidak? Jika mereka berhasil, maka pertolongan akan segera datang sebagai balasan bagi mereka. Sebagian wanita berkata, “Saya berharap dapat memakai jilbab, tapi keluargaku melarangku.” Ini adalah ujian untuk kesungguhan imanmu. Atau pemuda yang berkata, “Telah terjadi begini dan begitu padaku. Banyak godaan yang datang silih berganti, dan aku tidak mampu melakukan perlawanan terhadap- nya.” Ini juga adalah ujian bagi kebenaran imanmu. Ingatlah kisah kesabaran Nabi Nuh! Kokohkan kebenaran imanmu dengan perlawanan dan perjuangan! Ada umat yang diuji oleh Allah dengan hilangnya tanah suci yang mereka miliki, sebagaimana umat Islam yang diuji dengan Masjid al-Aqsha yang dirampas oleh Yahudi, musuh Allah yang dimurkai. Ini adalah ujian bagi keimanan umat. Apakah mereka akan melawan? Apakah mereka akan sadar? Atau, malah menyerah dan tenang-tenang saja? Jika keteguhan iman mereka terbukti, maka Allah akan mengembalikan Masjid al-Aqsha kepada mereka. Wahai para pemuda, ingatlah kisah Nabi Nuh ini! Hafalkanlah surah Nuh agar engkau tidak bosan dengan upaya merebut kembali Masjid al-Aqsha. Sesungguhnya keberuntungan, tidak lain, hanyalah bagi orang-orang bertakwa. Dengan Pengawasan Kami Allah 4 berfirman kepada Nabi Nuh, “Dan buat bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami” (Had [11]: 37) Lihatlah kalimat ini, hai para pemuda! “Dengan pengawasan Kami”. Allah selamanya tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya yang Saleh ketika cobaan menimpa. 292 Viombaca Kisaly Mengungkap, | likmah Nabi Nuh selalu memohon kepada Tuhannya agar Dia memberikan hidayah kepada kaumnya. Akhirnya Allah berfirman, “Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zhalim itu, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan” (Hud [11]: 37). Mendengar ini, Nuh merasa pilu dan sedih. Allah berfirman, “Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengeieknya.” Lihatlah kepatuhannya terhadap perintah Allah serta usaha yang tak kenal henti untuk menaati-Nya! “Dan mulailah Nuh membuat bahtera”, usaha panjang yang menghabiskan waktu 300 » tahun dan tak pernah sepi dari ejekan. Nuh diejek habis-habisan karena dia membuat kapal di atas daratan. Tetapi, Nuh tetap yakin kepada Allah dan janji-Nya sehingga dia tetap berusaha keras tanpa kenal putus asa atau lelah. Jauhilah putus asa, wahai para pemuda, karena kalian semua selalu berada dalam pengawasan dan pemeliharaan Allah, betapa- pun keras cobaan dan hinaan yang Anda hadapi. Tak ada yang akan terjadi di alam milik Allah ini kecuali apa yang dikehendaki- Nya. “Bea Cukai” Dakwah di Jalan Allah Allah 4¢ berfirman: “Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejek- nya. Berkatalah Nuh, Jika kalian mengejek kami, maka sesungguhnya kami pun akan mengejek kalian sebagaimana kalian mengejek (kami). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh adzab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa adzab yang kekal.’” (Had [11]: 38-39) Setiap orang yang melintas di dekat Nuh pasti bertanya, “Apa yang sedang engkau buat ini, wahai Nuh?” Nabi Nuh menjawab, “Aku sedang membuat kapal yang akan menyelamatkanku beserta siapa saja yang bersamaku dari kalian.” Mereka berkata, “Engkau Banjir Besar — 293 akan selamat dengannya di padang pasir seperti ini?” Bayangkanlah, wahai para pemuda, bagaimana kerasnya penghinaan mereka saat itu. Bayangkan pula bagaimana perasaan 80 orang mukmin yang sedang membantu Nuh. Bukankah keyakinan dan kepercayaan kepada Allah telah melarutkan mereka? Tentu saja. Namun siapakah di antara kita yang yakin dengan janji Allah? Seberapa besar keyakinan itu? Bagi yang mengkhawatirkan anak perempuannya terlambat menikah, tidakkah Anda yakin terhadap firman Allah, “Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu” (adz- Daariyat [51]: 22). Orang yang mengeluh karena sempitnya rezeki, tidakkah dia yakin terhadap kebenaran ayat tersebut? Padahal ayat selanjutnya berbunyi, “Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan” (adz-Dzariyat [51]: 23). Wahai para pemuda! Sesungguhnya orang yang selalu berhubungan dengan Allah adalah manusia paling kuat di alam ini, walaupun orang lain mengira bahwa —secara kasat mata— dia tampak lemah. Lihatlah keteguhan pendirian Nabi Nuh ketika menjawab kaumnya dengan keyakinan seorang mukmin, “Sungguh perintah Allah telah terjadi pada kalian.” “Dan orang-orang yang zhalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali” (asy-Syu’ara’ [26]: 227). Dan Dapur Telah Memancarkan Air... Allah 4 berfirman: “Hingga apabila perintah Kami telah datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman, ‘Bawalah ke dalam bahtera itu masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina) dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya, dan (bawalah pula) orang-orang yang beriman! Ternyata orang-orang beriman yang bersama Nuh itu hanya sedikit ” (Had (11]: 40) 204 Vombaca Misaly Menutuikap, | likin Allah benar-benar telah memberi isyarat kepada Nabi Nuh fentang semakin dekatnya banjir besar. Isyarat ini bermula dengan keluarnya air dari dalam dapur rumahnya. Ketika itu juga Nabi Nuh mulai menqumpulkan pengikutnya dan menaikkan mereka ke atlas kapal. Telah datang waktu ketika bumi akan ditenggelamkan! Ketika itulah orang-orang yang dahulunya selalu mengejek akan sadar siapa sebenarnya yang lebih pantas menerima ejekan, siapa sebenamya yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya. Ya, mereka hanya 80 orang saja, tetapi Allah bersama mereka, Cukuplah Dia sebagai Pelindung dan Penolong! Kira-Kira, Sebab Apa? Ketika Allah hendak menghancurkan kaum Nabi Luth, Dia memberi kabar kepadanya, “Sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka adalah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?” (Had [11]: 81). Dan ketika Allah ingin menghancurkan kaum Nabi Shalih, Dia juga memberi tahu, “Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan” (Hud [11]: 65). Akan tetapi, mengapa Allah tidak memberi kabar kepada Nabi Nuh tentang waktu kedatangan banjir tersebut dan hanya menam- pakkan tanda-tanda tertentu bahwa banjir akan datang dalam waktu dekat? Hal ini demi memperkuat hubungan dan ikatan antara kaum mukmin dengan Nabi Nuh. Seandainya mereka tahu tentang kapan banjir itu akan datang, mereka pasti hanya akan menyebar dan baru berkumpul ketika waktu yang dijanjikan telah tiba. Mengabarkan dengan hanya menjanjikan sebuah tanda tertentu akan membuat mereka selalu berada di sekeliling kapal sambil bertanya-tanya tentang munculnya tanda itu. Jika tanda itu belum muncul, sedangkan seseorang dari mereka harus pergi untuk suatu urusan, maka dia akan memberi kabar di mana dia berada agat ada yang memberitahukannya ketika tanda tersebut telah muncul. Dengan demikian, hubungan antara mereka dan Nabi Nuh semakin terjalin kuat. Banjir Besar — 295 Mengapa kita menceritakan kisah ini? Karena rumah tangga dan keluarga kita bercerai-berai, masing-masing anggota keluarga tidak akan saling bertemu kecuali dalam kesempatan yang jarang terjadi. Menjalin hubungan antaranggota keluarga dengan makan bersama, meski hanya terjadi seminggu sekali atau setengah bulan sekali, merupakan bagian dari ajaran agama kita. Menjaga dan melestarikan hubungan semacam ini, pada dasarnya, adalah bagian dari ajaran Islam. Banyak pemuda dan anak-anak, bahkan juga para istri, yang menderita akibat perpecahan keluarga. Mereka tidak memiliki seseorang yang bisa didengar omongannya. Tidak ada pula seseorang yang bisa ditanya tentang kabar anggota keluarganya. Bisa jadi orang itu adalah sang bapak atau anak yang paling besar dalam keluarga. Lalu, apakah sebab semua ini? Sebabnya adalah perpecahan dan tidak adanya hubungan antaranggota keluarga. Dalam kondisi seperti ini, muncullah generasi-generasi kecil yang tidak mengenal satu sama lain. Generasi yang lebih tualah yang bertanggung jawab atas kondisi ini. Mereka telah menanam benih keterasingan dalam keluarga tersebut. Kita berharap semoga tetap ada hubungan erat dalam keluarga sehingga tidak datang “banjir besar” yang menyapu bersih semua anak kecil dan orang lemah yang hidup tanpa seorang pun bertanggung jawab atas urusan- urusan mereka. Banyak di antara mereka yang terpaksa melakukan pekerjaan yang tidak semestinya. Akibatnya, hubungan kekeluarga- an terputus, hak-hak terabaikan, dan muncullah permusuhan. Sebagian pemuda, ketika mereka pergi keluar dari rumah, merasa terbebani dengan pertanyaan kedua orangtuanya, “Ke mana kamu akan pergi?” Ironisnya, perasaan ini juga muncul di kalangan para pemudi. Mereka keluar rumah dan keluarga tidak tahu ke mana mereka akan pergi. Semoga kita dapat menjadikan peristiwa “munculnya air di dapur” sebagai petuah untuk berkumpul dengan seluruh keluarga kita. Sesungguhnya hubungan semacam ini membuat kaum mukminin saling berhubungan satu sama lain. Setiap orang

Anda mungkin juga menyukai