Anda di halaman 1dari 4

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE

PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN KABUPATEN


PELATIHAN PENANGGULANGAN (TUBERCULOSIS) TB BAGI PETUGAS KESEHATAN
DI FASYANKES TINGKAT PERTAMA ( FKTP )
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) NONFISIK BIDANG KESEHATAN
TAHUN ANGGARAN 2023

A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal;
g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar
Puskesmas;
h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi;
i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Puskesmas;
j. Peraturan Menteri Keehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular;
k. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan;
l. Permenkes No 4 Th 2019, Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.

2. Gambaran Umum
Pandemi COVID-19 yang telah melanda di Indonesia telah menyerap Sebagian
besar sumber daya dan berpengaruh besar pada program kesehatan lain disetiap wilayah
yang salah satunya adalah imunisasi dan surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah dengan
lmunisasi (PD3I).
Berdasarkan data yang diterima di Kementerian Kesehatan, cakupan imunisasi rutin
mengalami penurunan. Cakupan kumulatif Imunisasi Dasar Lengkap periode Januari-April
2020 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019. Hal ini tentu berakibat pada
penurunan kekebalan masyarakat terhadap PD3I yang mayoritas memiliki angka
penularan yang lebih tinggi daripada COVID-19. Selain pada pelaksanaan program
imunisasi, penurunan juga terjadi pada pelaporan kasus PD3I yaitu sebesar >30%
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019. Penurunan performa surveilans
PD3I akan menyulitkan dalam pemantauan situasi PD3I di masyarakat.
Penemuan kasus PD3I tetap dilaksanakan secara rutin dengan definisi kasus sesuai
dengan pedoman nasional yang ditetapkan, dengan tetap mengikuti protocol pencegahan
COVID-19. Selain itu, penemuan kasus PD3I dapat juga dilaksanakan terintegrasi dengan
penemuan kasus COVID-19. Dilaporkan bahwa kasus-kasus COVID-19 menunjukkan
berbagai manifestasi klinis mulai sistem pernafasan, jantung dan pembuluh, pencernaan,
saraf, kulit dan sebagainya yang saat ini masih terus dalam penyelidikan. Oleh karena itu
pada saat memeriksa kasus-kasus COVID-19 sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan fisik
apakah penderita juga memiliki gejala-gejala yang memenuhi definisi operasional kasus
PD3I untuk dapat diambil spesimennya sesuai dengan panduan nasional.
Saat ini, Indonesia menghadapi tiga beban penyakit dalam pembangunan
kesehatan, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani,
penyakit menular baru dan penyakit menular yang sudah lama hilang muncul kembali,
sementara itu penyakit tidak menular (PTM) semakin meningkat.
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang seringkali tidak terdeteksi
karena tidak bergejala dan tidak ada keluhan. Biasanya ditemukan dalam tahap lanjut
sehingga sulit disembuhkan dan berakhir dengan kecacatan atau kematian dini. Keadaan
ini menimbulkan beban pembiayaan yang besar bagi penderita, keluarga dan negara.
Penyakit Tidak Menular (PTM) dapat dicegah melalui pengendalian faktor risiko, yaitu
merokok, kurang aktifitas fisik, diet yang tidak sehat dan konsumsi alkohol. Peningkatan
kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap faktor risiko Penyakit Tidak Menular
(PTM) sangat penting dalam pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM). Untuk itu
diperlukan pemberdayaan dan peran serta masyarakat yang dikenal dengan kegiatan
pembinaan terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM). Mencegah dan
mengendalikan faktor risiko relatif lebih murah bila dibandingkan dengan biaya
pengobatan Penyakit Tidak Menular (PTM).
Pengendalian faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan upaya untuk
mencegah Penyakit Tidak Menular (PTM), bagi masyarakat sehat, yang mempunyai faktor
risiko dan bagi penyandang Penyakit Tidak Menular (PTM), dengan tujuan bagi yang
belum memiliki faktor risiko agar tidak timbul faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM),
kemudian bagi yang mempunyai faktor risiko diupayakan agar kondisi faktor risiko
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi normal kembali dan atau mencegah terjadinya
Penyakit Tidak Menular (PTM), dan bagi yang sudah menyandang Penyakit Tidak Menular
(PTM), untuk mencegah komplikasi, kecacatan dan kematian dini serta meningkatkan
kualitas hidup.
Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar 36
juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh dunia, di mana sekitar 29
juta (80%) justru terjadi di negara yang sedang berkembang (WHO, 2010). Peningkatan
kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) di masa mendatang diproyeksikan akan
terus terjadi sebesar 15% (44 juta kematian) dengan rentang waktu antara tahun 2010 dan
2020. Kondisi ini timbul akibat perubahan perilaku manusia dan lingkungan yang
cenderung tidak sehat terutama pada negara - negara berkembang.
Pada awal perjalanan Penyakit Tidak Menular (PTM) seringkali tidak bergejala dan
tidak menunjukkan tanda klinis secara khusus sehingga datang sudah terlambat atau pada
stadium lanjut akibat tidak mengetahui dan menyadari kondisi kelainan yang terjadi pada
dirinya. Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukkan bahwa 69,6% dari kasus
diabetes melitus dan 63,2% dari kasus hipertensi masih belum terdiagnosis. Keadaan ini
mengakibatkan penanganan menjadi sulit, terjadi komplikasi bahkan berakibat kematian
lebih dini.
Dalam kurun waktu tahun 1995 – 2007, kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) mengalami peningkatan dari 41,7% menjadi 59,5%. Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 menunjukkan prevalensi penyakit Stroke 12,1 per 1000, Penyakit Jantung Koroner
1,5%, Gagal Jantung 0,3%, Diabetes Melitus 6,9%, Gagal Ginjal 0,2%, Kanker 1,4 per
1000, Penyakit Paru Kronik Obstruktif 3,7% dan Cidera 8,2%.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi merokok 36,3%, dimana
prevalensi perokok laki – laki 68,8% dan perempuan 6,9% kurang aktifitas fisik 26,1%,
kurang konsumsi sayur dan buah 93,6%, asupan makanan yang berisiko PTM seperti
makanan manis 53,1%, makanan asin 26,2%, makanan tinggi lemak 40,7%, makanan
berpenyedap 77,3% serta gangguan mental emosional 6,0%, obesitas umum 15,4% dan
obesitas sentral 26,6%.
Peningkatan prevalensi PTM berdampak terhadap peningkatan beban pembiayaan
kesehatan yang harus ditanggung negara dan masyarakat. Penyandang PTM
memerlukan biaya yang relatif mahal, terlebih bila kondisinya berkembang semakin lama
(menahun) dan terjadi komplikasi.
Angka penemuan kasus Diabetes Melitus (DM) melalui deteksi dini pada usia > 15
tahun di Kabupaten Bengkayang terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Dari data Dinas
Kesehatan dan KB Kabupaten Bengkayang, angka penemuan kasus Diabetes Melitus
(DM) yang dilakukan deteksi dini tahun 2020 sebanyak 541 orang (22,65 %), tahun 2021
sekitar 1.903 orang (83,38 %), dan tahun 2022 sampai bulan mei sekitar 3.176 orang
(114,12) .dari sasaran yang ada. Peningkatan kasus di temukan karena rutinnya
Puskesmas melakukan upaya deteksi dini di Posbindu maupun di pelayanan Puskesmas,
sehingga dukungan dalam upaya pelaksanaan deteksi dini tersebut perlu di lakukan
dengan penyediaan Posbindu Kit yang memadai sebagai dukungan terhadap upaya
menurunkan angka kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) melalui Posbindu PTM
dengan deteksi dini kepada seluruh masyarakat.

No Rincian Menu/Kompoen Uraian


1 Pelatihan/ Peningkatan Kapasitas Topik Prioritas
1.1 Pelatihan pelayanan kluster pengendalian penyakit
a Pelatihan Penanggulangan Merupakan pelatihan bagi petugas kesehatan dalam
(Tuberculosis) TB Bagi rangka Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) dan Terapi
Petugas Kesehatan Di Penvegahan Tuberkulosis (TPT)
Fasyankes Tingkat Pertama (
FKTP )

B. PENERIMA MANFAAT

No Nama Kegiatan Jumlah Penerima


Manfaat
1 Pelatihan Penanggulangan (Tuberculosis) TB Bagi 28 Orang (petugas
Petugas Kesehatan Di Fasyankes Tingkat Pertama ( Dinkes, petugas
FKTP ) Puskesmas)

C. STRATEGI PECAPAIAN KELUARAN


Output Metode Tahapan
No Rincian Menu/Komponen
Satuan Volume Pelaksanaan Pelaksana
1 Pelatihan pelayanan kluster pengendalian penyakit
a. Pelatihan Penanggulangan Dokumen 1 Swakelola 1. Persiapan
(Tuberculosis) TB Bagi Laporan Administrasi
Petugas Kesehatan Di 2. Pelaksanaan
Fasyankes Tingkat Pertama ( Kegiatan
FKTP ) 3. Waktu
Pelaksanaan
(Maret)
4. Pembuatan
Laporan
Akhir

D. KURUN WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN


Pelaksanaan BOK Kabupaten (Pelatihan Penanggulangan (Tuberculosis) TB Bagi Petugas Kesehatan
Di Fasyankes Tingkat Pertama ( FKTP ) 1 (Satu) bulan pada bulan Maret Tahun 2023.

E. BIAYA YANG DIPERLUKAN


Biaya yang diperlukan untuk pencapaian keluaran Bantuan Operasional Kesehatan Kabupaten Menu
Pelatihan Penanggulangan (Tuberculosis) TB Bagi Petugas Kesehatan Di Fasyankes Tingkat
Pertama ( FKTP ) sebesar Rp. 168.030.000,- (Seratus Enam Puluh Delapan Juta Tiga Puluh Ribu
Rupiah) dengan kebutuhan per rincian menu kegiatan sebagai berikut:

No Rincian Menu Kegiatan Kebutuhan Biaya


1 Pelatihan Penanggulangan (Tuberculosis) TB Bagi Petugas Rp. 168.030.000
Kesehatan Di Fasyankes Tingkat Pertama ( FKTP )
Total Rp. 168.030.000

Rincian Anggaran Biaya (RAB) terlampir.

Bengkayang, 14 September 2022

Anda mungkin juga menyukai