Anda di halaman 1dari 18

MENARA PHINISI UNM - YU SING

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

TEORI ARSITEKTUR 1

Dosen Pengajar : Titiani Widati, S.T ,M.Sc.

NAMA KELOMPOK

Nia Apriliyanti 213010502004

Yusuf Aditya Sihombing 213020502029

Audy Mirelia Wirly Sompotan 213020502036

Arya Ganesha 213020502030

Eldi Pebriano 213030502085

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

MANFAAT DAN TUJUAN

BAB II

PEMBAHASAN

DATA ARSITEKTURAL

ANALISA BENTUK

ARTIKULASI BENTUK

BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas rahmat & ridho allah SWT,
karena tanpa Rahmat dan RidhoNya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Titiani Widati, S.T, M.Sc.
selaku dosen pengampu Teori Arsitektur 1 yang membimbing kami dalam pengerjaan
tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami
yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan
makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang menganalisa bentuk dari
hasil karya Arsitek bangunan Pendidikan Menara Pinisi UNM.

Palangka Raya, 14 Oktober 2022

Penyusun
BAB 1

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Menurut Vitruvius, tidak ada istilah bentuk. Bentuk, bagi Vitruvius, bila mau
dikatikan dengan fungsi/utilitas tentunya merupakan gabungan antara firmistas
(technic) dengan venustas (beauty/delight) (Saliya, 1999). Obyek-obyek dalam
persepsi kita memiliki wujud/ujud (shape) (Abecrombie, 1984;37). Wujud/ujud
merupakan hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-sisi bentuk
(Ching, 1979;50).

Ciri-ciri pokok yang menunjukkan bentuk, dimana ciri-ciri tersebut pada


kenyataannya dipengaruhi oleh keadaan bagaimana cara kita memandangnya. Bentuk
dapat dikenali karena ia memiliki ciri-ciri visual, yaitu (Ching, 1979) :
Wujud : adalah hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-
sisi bentuk. Dimensi : dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar dan tinggi.
Dimensi -dimensi ini menentukan proporsinya. Adapun skalanya ditentukan oleh
perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain disekelilingnya.
Warna : adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu bentuk.
Warna adalah atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap
lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
Tekstur : adalah karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur mempengaruhi
perasaan kita pada waktu menyentuh, juga pada saat kualitas pemantulan cahaya
menimpa permukaan bentuk tersebut.
Posisi : adalah letak relatif suatu bentuk terhadap suatu lingkungan atau
medan visual. Orientasi : adalah posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang
dasar, arah mata angin atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya.
Inersia Visual : adalah derajad konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk. Inersia suatu
bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang dasar dan
garis pandangan kita.

Dalam dunia arsitektur terdapat sebuah konsep arsitektur yang dapat


mentrasformasikan sebuah ide, nilai-nilai, gagasan ke dalam bentuk bangunan.
Arsitektur metafora mampu untuk mengekspresikan wadah yang memiliki fungsi
tertentu di dalamnya. Selain itu, metafora dibagi menjadi tiga kategori yaitu, metafora
abstrak (intangible metaphor), metafora konkrit (tangible metaphor), dan metafora
kombinasi (combined metaphor) (Antoniades, 1990). Menurut Harmanta, dkk (2019)
mengemukakan bahwa konsep arsitektur metafora merupakan sebuah arsitektur yang
wujud bangunanya merupakan sebuah pentransformasian dari suatu ungkapan atau
kiasan. Metafora pada suatu bangunan dapat diterapkan pada beberapa elemen visual
yang ada pada bangunan, seperti fasad bangunan, pola hubungan ruang luar, proporsi
skala bangunan, dan massa bangunan itu sendiri.

Adapun objek bangunan yang sudah menerapkan konsep metafora yaitu


Menara Pinisi Universitas Negeri Makasar (UNM). Menara Pinisi merupakan sebuah
bangunan yang berfungsi sebagai Gedung Pusat Pelayanan Akademik Universitas
Negeri Makasar (GPPA UNM). Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan memahami penerapan konsep metafora pada bangunan pendidikan
Menara Pinisi UNM, serta untuk mengetahui dan memahami elemen-elemen
arsitektur dari penerapan metafora pada bangunan pendidikan Menara Pinisi UNM.

B. Manfaat dan Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami serta


menganalisa penerapan konsep bentuk pada bangunan pendidikan Menara Pinisi
UNM, serta untuk mengetahui dan memahami elemen-elemen arsitektur dari
penerapan metafora pada bangunan pendidikan Menara Pinisi UNM. Sehingga
diharapkan penyusun dan pembaca dapat lebih memahami serta peka dalam
menganalisa suatu unsur bentuk pada sebuah bangunan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DATA ARSITEKTURAL

Yu Sing memanfaatkan konsep sistem fasade Hiperbolic Paraboloid, yang


merupakan ekspresi futuristik dari aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bangunan hasil sayembara ini sebagai perwujudan dari serangkaian
makna, fungsi, dan aplikasi teknologi yang ditransformasikan ke dalam sosok
arsitektur. Kekayaan makna tersebut akan meningkatkan nilai arsitektur GPPA UNM
menjadi lebih dari sekedar sosok estetis, tetapi juga memiliki keagungan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. UNM sendiri adalah kampus keguruan negeri terbesar
di Makassar bahkan Indonesia Timur. Pada malam hari akan ada 12 kerlap kerlip
warna gedung yang bersinar bergantian di fasad gedung. 12 warna itu mewakili 12
fakultas yang ada di UNM.

Pemilihan material pada karya desain arsitek Yu-sing ditemukan bahwa unsur aspek
nusantara secara umum telah diterapkan pada desain karya Yu-sing meskipun tidak
diterapkan secara utuh, namun melalui proses transformasi dalam bentuk
‘pengurangan’, ‘penambahan’ atau ‘dihilangkan’. Hal tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan teknologi saat ini. Desainnya mencoba untuk
diinterpretasikan kembali dalam wujud yang baru sesuai dengan kondisi saat ini,
bukan menghadirkan kembali masa lalu ke masa kini.

Universitas Negeri Makassar ini terletak Menara Phinisi ini terletak di Kampus

Universitas Negeri (UNM)


GambarGunung Sari,lokasi
2.1.1 Peta Makassar, Jl Andi
Universitas Pangerang
Negeri Pettarani.
Makassar
Gedung ini lokasinya tak jauh dari Hotel Grand Clarion. Bangunan ini berdiri di atas
tanah seluas ±20.000 m2.
Gambar 2.1.2 Tampak Bangunan Universitas Negeri Makassar

Konsep yang digunakan pada bangunan Universitas Negeri Makassar ini memakai
Metafora pada massa bangunan Menara Pinisi terwujud pada keseluruhan massanya.
Secara konsep, Menara Pinisi mengutamakan pada pendalaman kearifan lokal sebagai
sumber inspirasinya. Makassar sebagai tempat terbangunnya Menara Pinisi
Universitas Negeri Makassar (UNM) ini merupakan salah satu kota metropolitan
yang ada di Indonesia dan sekaligus Ibu kota dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai
kota metropolitan, Makassar memiliki simbol yang cukup terkenal, yaitu kapal Pinisi.
Metafora pada bangunan Menara Pinisi ini mengambil salah satu bentuk layar Pinisi
yaitu Cocoro Yolo. Layar Cocoro Yolo berusaha dihadirkan melalui massa menara
yang membentuk segitiga besar mengerucut ke arah atas. Pada bagian sisinya
mengerucut ke arah belakang menjauh dan mengecil membentuk segitiga. Untuk
melihat sosok layar pada Menara Pinisi.
Gambar 2.1.3, Sosok Layar pada Menara Pinisi UNM
Sumber: Yu Sing, 2019

Bangunan ini memang lebih menonjolkan Fasad bagian menara sisi Barat dan Timur
berupa
sebuah fasad yang berupa susunan bidang bidang segitiga yang difungsikan sebagai
sun shading . Menurut Yu Sing menyatakan bahwa fasad menara mengalami rotasi
secara ritmik yang membentuk ekspresi bangunan yang dinamis. Pada fasad di sisi
Utara dan Selatan terdapat kanopi kanopi horisontal yang berfungsi sebagai
photovoltaic untuk merubah energi matahari menjadi energi listrik.

2.2 ANALISA BENTUK


2.2.1 Transformasi Bentuk
Bentuk awal bangunan terutama pada bentuk lengkungan bagian depan,
bertransformasi dari bentuk awal kotak.

Metafora pada Atap Menara Pinisi UNM


Bangunan Menara Pinisi memiliki atap yang diibaratkan sebagai bagian kepala
bangunan. Pada bagian puncak Menara Pinisi terdapat sebuah elemen yang berbentuk
lancip bercabang yang tersusun atas dua buah besi dengan garis garis pengaku yang
disusun secara berirama. Secara visual, kepala menara terlihat seperti mempunyai
antena atau sungut. Bagian dari kepala bangunan tersebut merupakan sebuah
metafora yang berangkat dari elemen yang terdapat pada falsafah hidup masyarakat
Sulawesi Selatan. Falsafah tersebut mempunyai 4 unsur utama yang terkandung di
dalamnya. Empat unsur tersebut yaitu air, angin, tanah, dan api. Pada atap atau bagian
kepala bangunan Menara Pinisi merupakan sebuah metafora yang berangkat dari
unsur api. Unsur Api dipilih sebagai sumber ilham karena dalam falsafah ini unsur
api dipercaya memiliki sifat melihat, sehingga melalui unsur ini ingin menyampaikan
bagaimana membuat diri selalu terjaga. Penghadaman unsur api kemudian coba
dihadirkan ke dalam bentuk lidah api. Pada penerapannya metafora dari lidah api
disederhanakan menjadi bentuk yang tersusun atas besi dan memiliki dua cabang
lancip pada ujung besi tersebut . Untuk melihat perwujudan metafora lidah api yang
diaplikasikan pada atap atau bagian kepala menara Pinisi ini.
Gambar 7 Metafora Lidah Api pada Atap Bangunan
Sumber: Yu Sing, 2019

Massa bangunan Menara Pinisi ini tergolong ke dalam bangunan


high rise building .Selayaknya bangunan high rise building pada umumnya yaitu
terdapat dua komponen utama bangunannya yaitu podium dan menara. Pada bagian
podium massa bangunan diangkat sehingga masa podium berupa panggung dan
menghasilkan ruang terbuka di area bawah. Bidang bidang masa podium berbentuk
tidak simetris sehingga terdapat beberapa bagian podium yang bidangnya menjorok
keluar dan ke dalam. Pada menara bagian depan, bidangnya membentuk segitiga
besar namun mengerucut dan melengkung ke arah belakang pada bagian teratas
masanya, sedangkan pada menara bagian belakang terdapat bidang yang melebar ke
arah belakang namun tidak setinggi bidang menara bagian depan.
Gambar 4 Massa Bangunan Menara Pinisi UNM
Sumber: Rumah Yusing, 2009
Metafora pada Fasad Menara Pinisi UNM
Fasad di podium menara pinisi merupakan sebuah metafora yang berangkat dari
konsep falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan yaitu Sulapa Appa. Sama seperti
pada denah podium, konsep Sulapa Appa coba dihadirkan kembali melalui unsur
yang berbeda. Konsep Sulapa Appa merupakan lambang empat unsur alam yang
merupakan sifat manusia yaitu, air, angin, api, dan tanah. Dinding fasad bangunan
podium tersusun atas material yang berupa kaca reflektor yang memiliki warna gelap
kecoklatan. Warna tersebut merupakan perwujudan metafora dari tanah. Selain itu,
material penyusun dinding fasad podium ini berupa bahan stainless steel yang dapat
memantulkan cahaya layaknya air. Sirip-sirip tersebut dihadirkan dengan pola ombak
sebagai penguat metafora airnya.

Gambar 2.1.3 Metafora Air dan Tanah pada Fasad Bangunan


Sumber: Yu Sing, 2019
Metafora air yang lain juga terlihat pada fasad towernya. Fasad tower ini merupakan
fasad yang tersusun atas sirip sirip berbentuk segitiga berwarna putih yang tersusun
berderet secara horizontal membentuk ritme yang konsisten, dan membuat rongga
rongga pada bagian bawahnya. Sirip tersebut menutupi bidang tower dari bagian
bawah hingga bagian atas.
Pada bagian bawah sirip sirip memiliki ukuran lebar dan semakin mengecil pada
bagian atas. Penerapan metafora yang tertangkap merupakan perwujudan air yang
menyerupai ombak. Selain itu, sirip tersebut berfungsi sebagai sun shading pada fasad
tower yang menghadap paling depan.

2.3 ARTIKULASI BENTUK


2.3.1 PERBEDAAN MATERIAL
Perbedaan Material terdapat pada bagian dinding Menara ini. Secara
konvensional, struktur dinding dibuat dari pasangan bata, atau batako. Namun
pada bagian – bagian tertentu, terutama pada finishingnya, menggunakan
struktur dinding baja ringan. Selain itu, bangunan ini tidak menggunakan
shear wall tetapi menggunakan core wall. Untuk material penutup dinding,
pada bagian luar menggunakan bahan Alumunium Composite Panel ( ACP )
sedangkan bagian dalamnya menggunakan marmer.
2.3.2 KOMPONEN PEMBENTUK RUANG
2.3.2.1 UNSUR HORIZONTAL

Unsur horizontal terdapat pada bagian fasad bangunan yang merupakan


kanopi-kanopi horisontal yang yang berfungsi sebagai photovoltaic untuk
merubah energi matahari menjadi energi listrik.
2.3.2.2 UNSUR VERTIKAL
Unsur vertikal terdapat pada bagian fasad bangunan bawah yang merupakan
pilar yang menyerupai balok tipis sebagai rangka struktur luar dan juga
penambah nilai keestetikan bangunan.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Massa bangunan Menara Pinisi menerapkan konsep metafora yang berangkat


dari sebuah bentuk yang berasal dari salah satu elemen layar pinsi yang bernama
Cocoro Yolo. Layar kapal Pinisi dipilih karena dianggap mampu merepresentasikan
wilayah Sulawesi Selatan sebagai tempat berdirinya menara Pinisi ini. Layar Cocoro
Yolo pada kapal Pinsi secara sifat tergolong Tangible karena layar tersebut dapat
dilihat dan diraba, sehingga massa bangunan Menara Pinisi tergolong kedalam
Tangible Metaphor .Fasad bangunan Menara Pinisi menerapkan konsep metafora
yang berangkat dari konsep Sulapa Appa yang berupa empat unsur alam yaitu air,
tanah, api dan angin. Menurut falsafahnya unsur alam tersebut yang mewakili sifat
manusia. Dari ke empat unsur tersebut hanya dua unsur yang diterapkan pada fasad
bangunannya yaitu unsur air dan tanah. Namun, dari ke empat unsur tersebut hanya
unsur api yang diterapkan pada atap atau kepala bangunan. Konsep Sulapa Appa
secara sifat tergolong Intangible karena tidak dapat dilihat diraba dan dilihat.
DAFTAR PUSTAKA

Surasetja, R. I. (2007). Fungsi, ruang, bentuk dan ekspresi dalam arsitektur. FTKP-
UPI. Hand-out Mata Kuliah Pengantar Arsitektur.

Arsitur Studio (2020). Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar (GPPA),


https://www.arsitur.com/2015/10/menara-phinisi-universitas-negeri.html , diakses
pada 13 Oktober 2022 pukul 15.36

Bambang, R. R., & Sari, Y. (2021). Penerapan Konsep Arsitektur Tropis Pada
Bangunan Pendidikan" Studi Kasus Menara Phinisi UNM". Journal of Architectural
Design and Development (JAD), 2(1), 20-31.

Anda mungkin juga menyukai