Anda di halaman 1dari 1

Kufah, Pusat Gerakan Ilmiah Islam (3)

Pada dekade pertama Islam, Kufah begitu terkenal dengan literasi dan politik.

Pada masa kejayaannya, kota yang terletak 170 km di selatan Bagdad itu bahkan pernah menjadi
pusat administrasi pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib pada tahun 656 M. Ali memindahkan
ibukota di Madinah ke Kufah karena alasan politik.

Sejak itulah, kota itu menjadi basis kekuatan pendukung Ali dan keluarganya. Dukungan terhadap Ali
itu kemudian melahirkan Syiah.

Pergolakan politik pada masa pemerintahan Ali telah menjadikan Kufah menjadi semacam pusat
militer. Kota itu menjadi saksi terjadinya Perang Jamal atau Perang Unta (656 M) antara Ali bin Abi
Thalib dengan Siti Aisyah

Kubu Aisyah menuntut agar pemerintahan yang dipimpin Ali segera mengadili pembunuh Khalifah
Usman bin Affan. Setelah itu, Kufah juga menjadi Saksi pergolakan politik antara Khalifah Ali dengan
Muawiyah bin Abu Sufyan yang kemudian memantik Perang Shiffin (657 M).

Di kota ini pula, Khalifah Ali bin Abi Thalib menutup usia akibat ditikam oleh Ibnu Muljam dengan
pedang. Jasad Ali bin Abi Thalib dimakamkan di Najaf. Bagi penganut Syiah, makam itu begitu berarti.
Kawasan pemakaman Ali sangat luas dan diyakini merupakan perkuburan yang terluas di dunia.

Di masa Dinasti Umayyah, Kufah sering menjadi sumber pemberontakan pengikut Syiah. Pada tahun
680 M, putra Ali yang juga cucu Rasulullah SAW, Husein meninggal di Karbala. Menjelang keruntuhan
Dinasti Umayyah, Kufah merupakan motor penggerak dakwah Dinasti Abbasiyah. Di Masjid Kufah,
Khalifah pertama Abbasiyah dilantik pada tahun 749 M.

Kini, Kufah berada dalam situasi yang tak terduga setelah invasi dan penjajahan tentara AS di Irak.
Kufah telah menjadi saksi sejarah perkembangan Islam.

Anda mungkin juga menyukai