Anda di halaman 1dari 11

Laporan Judul Proposal

Meteodologi Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

Menurut PUPR, pembangunan infrastruktur merupakan hal penting dalam proses


pertumbuhan suatu bangsa baik pada sektor ekonomi, pendidikan, sosial, budaya,
pertanian dan sector-sektor lainnya. Pada tahun 2019 Kementerian PUPR
mendapat APBN sebesar 121.943,33 miliar rupiah. Bahkan Menteri Keuangan
(Menkue) Sri Mulyani menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur berpotensi
memberikan kontribusi pada pemulihan ekonomi yang lebih kuat serta sangat
penting untuk mengatasi perubahan iklim. Selain itu, investasi pada infrastruktur
yang baik yang dilakukan saat ini dapat membentuk perekonomian nasional,
lingkungan, dan sosial dalam beberapa dekade.APBN tersebut digunakan dalam
pembangunan gedung, jalan, jembatan bahkan bendungan. Setiap kegiatan
konstruksi selalu menghasil Limbah Padat Konstruksi. Definisi limbah padat
konstruksi menurut Yahya dan Boussabaine (2004), limbah konstruksi sebagai
suatu bahan yang tidak digunakan dan merupakan hasil dari proses konstruksi .
Bossink dan Brouwer (1996) memperkirakan bahwa 15 hingga 30% limbah padat
yang dibuang ke landfill merupakan limbah konstruksi. Menurut Suryanto (2005),
Andiani (2011), dan Waluyo (2017) penyebab limbah konstruksi pada pelaksanaan
konstruksi adalah sebagai berikut:

a. Sisa pemotongan/kelebihan material.


b. Tidak ada perencanaan pemotongan material.
c. Kualitas material yang digunakan kurang baik sehingga mudah mengalami
kerusakan.
d. Perilaku pekerja dilapangan yang keberatan memakai potongan-potongan sisa
material.
e. Kesalahan/kecerobohan pekerja pada saat pelaksanaan di lapangan.
f. Material yang rusak/patah/tercecer.
g. Tidak adanya sistem manajemen limbah yang diterapkan pada proyek.
h. Alat yang digunakan tidak berfungsi.
i. Ketidakcakapan kontraktor dalam mengelola material yang tersedia.
j. Metode kerja yang kurang baik akibat pengetahuan yang dimiliki sangat minim.

Calista D.T – 18.B1.0055 1


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

k. Kemampuan tenaga kerja yang kurang dalam mengoperasikan alat.


l. Tidak ada tempat penyimpanan material.
m. Tenaga kerja yang kurang terampil dan ahli.
n. Tenaga kerja yang tidak berpengalaman.
o. .Kesalahan dalam pencampuran material.
p. Kerusakan material konstruksi akibat disengaja.
q. Ketidaksesuaian antara material dengan metode penyimpanannya.
r. Pemindahan material dari gudang ke lokasi proyek yang kurang baik.
s. Kurangnya pengawasan yang ketat dan berkala.
a. Perbedaan ukuran material yang disiapkan dengan ukuran material yang
dibutuhkan.
t. Kondisi cuaca yang buruk.
u. Kedatangan material yang tidak dikoordinasikan dengan baik.
a. Kondisi gudang yang lembab sehingga mengakibatkan material lebih cepat
rusak.
Limbah ini kebanyakan berasal dari konstruksi bangunan baru maupun perubahan
bangunan tua. Dari hasil penelitian ini didapatkan indeks penilaian Waste
Management Performance Evaluation Tools (WMPET) pada proyek perumahan di
Surakarta sebesar 341,91 dengan predikat sangat buruk yaitu manajemen limbah
pada proyek ini sangat tidak efektif dalam mengurangi limbah dan meningkatkan
daur ulang. Kegiatan pembangunan infrastruktur di Indonesia selalu berjalan setiap
tahunnya. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam judul yang saya ajukan
karena Pengolahan limbah padat konstruksi merupakan hal yang sangat menjadi
perbincangan beberapa negara. Untuk studi kasus yang saya ambil adalah
pembangunan yang sedang menguntungkan dan di gencar oleh pemerintah saat ini
adalah pembangunan Jalan Tol. Pada Tahun 2021, Pembangunan Jalan tol Solo –
Yogja merupakan salah satu proyek yang sedang berjalan yang mengubungkan
antara Solo – Yogyakarta. Proyek tersebut sudah mencapai proses sekitar 4%
pembangunannya.

Calista D.T – 18.B1.0055 2


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Limbah Padat Konstruksi


a. Limbah konstruksi merupakan hal yang tidak pernah terpisahkan dari
sebuah pembangunan proyek. Faktor – faktor penyebab timbulnya limbah
konstruksi ini dikarenakan berbagai hal, seperti akibat dari material yang
berlebihan, kelalaian tenaga kerja dan berbagai asumsi. Dari pekerjaan
beton memerlukan berbagai macam material dimulai dengan baja tulangan,
beton ready mix, dan kayu. Sedangkan kelalaian tenaga kerja akibat
kesalahan pembacaan gambar material yang berlebihan ataupun perubahan
turut berperan dalam timbulnya limbah konstruksi dan belum banyak
kontraktor yang melaksanakan pengelolaan limbah konstruksi dari
pekerjaan beton dengan baik. (Yunita, 2021)
b. Limbah konstruksi merupakan penggunaan material dalam proses
konstruksi inilah yang menyebabkan material yang sudah tidak dapat
digunakan dalam jumlah yang relatif besar. Sektor konstruksi yang terdiri
dari tahap eksetrasi material ke lokasi konstruksi, proses konstruksi,
operasional gedung, pemeliharaan gedung sampai tahap pembongkaran
gedung (Ervianto, 2012)
2.2 Pengertian Construction and Demolition Waste (CDW)
Construction and Demolition Waste (CDW) atau Limbah konstruksi dan
pembongkaran adalah limbah utama aliran generasi limbah kotor dalam
masyarakat modern. Hal ini terjadi karena populasi yang bertambah banyak di
berbagai negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat (AS), dan Uni-
Eropa adalah tiga ekonomi terbesar serta tiga generator CDW teratas
(Kabirifar et al.,2020). Populasi perkotaan di Cina meningkat dari 35,88%
pada tahun 2000 menjadi 61,43% pada tahun 2020; Sementara Amerika
Serikat dan Uni-Eropa memiliki populasi di perkotaan yang relatif tinggi
dengan populasi 82,67% dan 74,96% pada tahun 2020 (Bank Dunia, 2021).
2.3 Pengertian Manajemen Konstruksi
Manajemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktikkan
aspek-aspek manajerial dan teknologi industri konstruksi. Peranan Manajemen

Calista D.T – 18.B1.0055 3


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

konstruksi dalam Industri Konstruksi adalah layanan yang sangat baik


disediakan untuk mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan seluruh proses
konstruksi. Dalam pelaksanaanya, seorang manajer memiliki peran untuk
melakukan manajemen konstruksi ini, yaitu ;
 Agency Construction Management (ACM)
Sebagai koordinator penhubung antara rancangan konstruksi dengan
pelaksana hingga seluruh kontraktor. Dengan kata lain pengelola
konstruksi berperan sebagai sarana penghubung antara pemilik
(perancang) proyek dengan para kontraktor untuk mencapai tujuan
sesuai dengan keinginan serta rencana pemilik.
 Extened Service Construction Management (ESCM)
Sebagai koordinator yang berperan untuk bertindak sesuai dengan
permintaan kontraktor dengan tujuan untuk menghindari konflik
yang mungkin terjadi antara pemilik proyek dengan para kontraktor.
 Owner Construction Management (OCM)
Sebagai koordinator yang berperan untuk bertanggung jawab
terhadap keseluruhan kegiatan proyek pembangunan yang sedang
berlangsung sesuai dengan kepentingan dari pemilik proyek.
 Guaranteed Maximum Price Construction Management (GMPCM)
Sebagai koordinator yang berperan untuk memberi kerja terhadap
para kontraktor atau sub-kontraktor. Oleh karena itu, manajemen
konstruksi atau manajernya akan bertanggung jawab penuh terhadap
pembiayaan yang dibutuhkan yang dibutukan waktu kegiatan
pembangunan proyek, hingga kualitas proyek itu sendiri.

Pada kegiatan manajemen konstruksi terdapat pula kegiatan yang dinamakan


alat pengelolahan limbah konstruksi atau biasanya disebut Construction Waste
Management Tools yang hal tersebut dibagi menjadi lima kategori yaitu

 Waste Qualification Models


Waste Qualification Models
 Waste Management Plan Templates and Guides
 Waste Prediction Tools
 Waste Data Collection and Audit Tools

Calista D.T – 18.B1.0055 4


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

 GIS-enabled Waste Tools

Sumber : https://www.semanticscholar.org/paper/Evaluation-criteria-for-construction-waste-
tools%3A-a-Akinad%C3%A9-Oyedele/4426d0cd954ba78d698cb5c4bca3049aeef37ad8

2.4 Pengertian Environmental Performance Index (EPI)


Environmental Performance Index (EPI) adalah sebuah kegiatan manajemen
yang bertujuan untuk membangun kapasitas kelembagaan yang efektf dalam
merencanakan dan menerapkan manajemen lingkungan yang sehat dan tertata
dengan baik. Tujuan lebih lanjut adalah untuk menyelesaikan Rencana Aksi
Lingkungan Nasional atau Nation Environmental Action Plan (NEAP), yang
mendukung program kerja prioritas yang akan memperkuat kerangka hukum
dan peraturan, dan menerapkan langkah – langkah untuk peningkatan
manajemen lingkungan. Indeks Kinerja Lingkungan 2020 (EPI) memberikan
ringkasan berbasis data tentang keadaan keberlanjutan di seluruh dunia. Dengan
menggunakan 32 indikator kinerja di 11 kategori masalah, EPI memberi
peringkat 180 negara pada kesehatan lingkungan dan vitalitas ekosistem.
Indikator-indikator ini memberikan ukuran pada skala nasional seberapa dekat
negara-negara dengan target kebijakan lingkungan yang mapan. Indikator EPI
menyediakan cara untuk menemukan masalah, menetapkan target, melacak tren,
memahami hasil, dan mengidentifikasi praktik kebijakan terbaik. Data yang
baik dan analisis berbasis fakta juga dapat membantu pejabat pemerintah
memperbaiki agenda kebijakan mereka, memfasilitasi komunikasi dengan
pemangku kepentingan utama, dan memaksimalkan laba atas investasi
lingkungan. EPI menawarkan alat kebijakan yang kuat untuk mendukung upaya
memenuhi target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (Perserikatan
Bangsa-bangsa) dan untuk menggerakkan masyarakat menuju masa depan yang

Calista D.T – 18.B1.0055 5


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

berkelanjutan. Peringkat EPI secara keseluruhan menunjukkan negara mana


yang paling baik mengatasi tantangan lingkungan yang dihadapi setiap negara.
Melampaui skor agregat dan mengebor data untuk menganalisis kinerja
berdasarkan kategori masalah, tujuan kebijakan, kelompok sebaya, dan negara
menawarkan nilai yang lebih besar bagi pembuat kebijakan. Pandangan granular
dan perspektif komparatif ini dapat membantu dalam memahami faktor penentu
kemajuan lingkungan dan dalam menyempurnakan pilihan kebijakan.
Bagaimana indeks kinerja lingkungan diukur? EPI berasal dari kumpulan
kumpulan data yang dikumpulkan menjadi empat indikator inti yang mengukur
kualitas udara dan air, emisi gas rumah kaca, dan perlindungan lahan. Indikator-
indikator ini memberikan ukuran per-formance saat ini dan tingkat perubahan.
Di Indonesia sendiri mendapatkan peringkat 133 sebagai indikator nilai dan skor
yang ada. Berikut adalah data yang di dapatkan dari EPI mengenai skor di
Indonesia.

Calista D.T – 18.B1.0055 6


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

Sumber : (https://epi.yale.edu/epi-country-report/IDN)

Calista D.T – 18.B1.0055 7


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

BAB III

PEMBAHASAN

Berikut terdapat beberapa penelitian yang saya ambil. Pertama adalah penelitian
Universitas Udaya dengan judul “Kajian Pengelolaan Limbah Konstuksi Pada
Proyek Pembangunan Gedung di Bali.” yang menyatakan bahwa mereka
melakukan penelitian terhadap limbah konstruksi padat, cair, ataupun gas pada
proyek konstruksi yang terdapat di Bali dengan cara menyebar kuesioner kepada
pelaksana proyek yang sedang atau yang pernah menangani proyek konstruksi di
Bali periode 2014-2018. Data hasil penyebaran kuesioner kemudian ditabulasi
dan dianalisis dengan menggunakan Analisis Faktor untuk mencari faktor
penyebab timbulnya limbah konstruksi dengan bantuan program SPSS dan
metode Penilaian/Skoring untuk mengetahui kegiatan pengelolaannya. Dan
berdasarkan penelitian tersebut yang di lakukan oleh sekitar 78 Responden
kontarktor memperoleh hasil dari kuesioner tersebut diantaranya adalah :

1. Melakukan pengawasan secara ketat dan berkala kepada pekerja untuk


meminimalkan terjadinya kesalahan (87%).
2. Memiliki prosedur penanganan material dan prosedur penyimpanan
material yang jelas (85%).
3. Penggunaan komponen modular untuk desain yang memungkinkan.
(82%).
4. Penyimpanan material yang terhindar dari gangguan cuaca dan mudah
dijangkau (82%).
5. Mengestimasi material yang diperlukan dengan teliti dan cermat sehingga
menghindari over estimate (81%).

Dapat ditarik kesimpulan juga bahwa sebaiknya dari pihak kontraktor melakukan
sosialisasi dan penyuluhan terhadap para pekerja tentang cara pengolahan limbah
padat konstuksi dan bagaimana digunakan secara optimal agar dapat di daur ulang
supaya tidak merusak lingkungan yang ada disekitarnya. Pihak kontraktor juga
sebaiknya melakukan penerapan reduce, reuse dan recycle.. Terdapat pula
penelitian tentang pengeolaan limbah konstruksi di Medan yang diteliti karena
limbah tersebut langsung di buang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan hal
tersebut membuat TPA menjadi penuh. Dalam UU no.18 tahun 2008 tentang

Calista D.T – 18.B1.0055 8


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

“Pengelolaan Sampah” limbah ini dikategorikan sebagai ‘sampah spesifik’.


Penanganannya memerlukan aturan khusus yang akan ditentukan kemudian.
Volume dan ukurannya yang relatif besar serta sifatnya yang tidak mau
membusuk membuat penanganannya menimbulkan masalah tersendiri dalam
mengelola kebersihan kota. Tanpa disadari limbah konstruksi berceceran dan
merusak keindahan kota-kota di Indonesia. Dan setelah dilakukan survey selama
2 bulan yaitu pada bulan November dan Desember 2016 bahwa kegiatan
pengelolaan limbah yang umum dilakukan adalah membersihkan tempat kerja
(index 4,375) dan menyimpan limbah (index 4,125) yang masih dapat digunakan.
Bahan kayu dan besi biasanya disimpan dengan baik karena dapat dijual. Puing
dan kelebihan bahan galian sejauh jumlah timbulannya relatif besar juga termasuk
dalam kategori ini. Permasalahan timbul manakala kuantitas limbah yang
dihasilkan relatif kecil. Biasanya limbah yang timbul dalam volume relatif kecil
akan terbuang sembarangan dipinggir jalan karena tidak ekonomis
menggunakannya kembali. Pengangkutan dan pembuangan limbah dapat dilihat
pada tabulasi data bagian 1.B diatas. Pada saat dibutuhkan, pembuangan keluar
lokasi proyek biasanya dilakukan dengan menjualnya secara berkala kepada
pihak yang membutuhkan (index 3,75). Apabila dalam waktu yang lama tidak ada
pihak yang membuuthkan biasanya pengelola proyek akan membayar truk
pengangkut puing (index 3,375). Data ini konsisten dengan besarnya volume
limbah yang dibuang dengan cara menjual. Volume limbah terbesar diangkut ke
luar proyek dengan cara menjual kepada pihak yang membutuhkan. Pada aspek
manajemen pengelolaan limbah, survey menunjukkan bahwa pembuangan
limbah keluar lokasi proyek selalu setelah mendapat persetujuan manajemen.
Dengan demikian, Pengelolaan limbah konstruksi di Medan masih dilakukan
tanpa adanya peraturan daerah yang spesifik untuk limbah ini. Pengelola
konstruksi mengelola limbah dengan tujuan utama menjaga kebersihan
lingkungan proyek. Upaya pengelolaan yang umum dilakukan adalah
mengumpulkan limbah, memilah dan mnyimpan material yang masih dapat
digunakan kembali, mengangkut / membuang keluar lokasi proyek dengan cara
membayar truk pengangkut puing maupun menjual limbah serta menggunakan
kembali di lokasi proyek. Di luar negeri sendiri di negara Eropa khususnya
Inggris melakukan awalnya melakukan kegiatan recycle pada limbah konstruksi

Calista D.T – 18.B1.0055 9


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

namun itu terlalu banyak kegiatan mulai dari harus melakukan pengantaran ke
pabrik penghancuran lalu diolah kembali menjadi barang baru. Lalu
pemerintahan melakukan kegiatan menjual produk tersebut melalui website yang
dimana masyarakat dapat melihat harga, kualitas produk, dan kegunaan produk
tersebut, semisal limbah padat seperti jendela, pintu, atau besi yang nantinya
dapat di pergunakan lagi. Hal ini meningkatkan perekonomian di Inggris semakin
berkembang dan dapat menghemat pengeluaran biaya untuk material konstruksi.

Calista D.T – 18.B1.0055 10


Laporan Judul Proposal
Meteodologi Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1. Ir. Partahi H. dan Meriam Magdalena (2016). PENGELOLAAN LIMBAH


KONSTRUKSI DI MEDAN. 6. 3 – 10
2. Cintya Puput. dan Bambang Endro (2019). Analisis Pengelolaan Limbah
Konstruksi dengan Metode Lean. 16 – 17
3. About the EPI diperoleh dari situs internet :
https://epi.yale.edu/ Diunduh pada tanggal 11 Desember 2021,
pukul 17:00 WIB.
4. Chunbo, Z., Mingming, H., Francesco, D.M., Benyamin, S.,Xining, Yang.,
dan Arnold,T., (2021) An Overview of the Waste Hierarchy Framework for
Analyzing the Circularity in Construction and Demolition Waste
Management in Europe. 1. 3
5. Ferry,F., (2018). Karakteristik dan Komposisi Limbah (Construction
Waste) pada Pembangunan Proyek Konstruksi. 2-3

Calista D.T – 18.B1.0055 11

Anda mungkin juga menyukai