Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI DAN TERAPI


RANGE OF MOTION (ROM)

CI Klinik :
Ns. Lizda Hayani, S.Pd, S.Kep
Ns. Apniati, S.Kep

Disusun Oleh :
Agual Azi Putra Yantos
PO71202230042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi (Hidayat, 2016).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas
dari kebiasaan normalnya (Hidayat, 2016).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan fisik.
Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi (kehilangan
fungsi motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter&Perry,2013)

2. Klasifikasi
a. Jenis Mobilitas
Menurut Hidayat (2016) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara
lain :
1) Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2) Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus
kerusakan otak.
3) Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai.
4) Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang
sering terjadi akibat penyakit.
a. Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari- hari.
Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol
mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya terjadinya
hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensoris.

b. Rentang Gerak dalam mobilisasi


Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

1) Rentang gerak pasif


Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan.

3. Etiologi
a. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain:


a. Fall
b. Fracture
c. Stroke
d. Postoperative bed rest
e. Dmentia and Depression
f. Instability
g. Hipnotic medicine
h. Impairment of vision
i. Polipharmacy
j. Fear of fall
b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat
misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang
pramugari atau seorang pemabuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu
misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan
berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
4. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk
latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi
dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi
fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih,
dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan
sel darah merah.
5. Pathway

Mobilisasi

Tidak mampu beraktifitas

Tirah baring yang lama

Gangguan
Jaringan kulit Gastrointestinal
Kehilangan daya fungsi paru
yang tertekan
otot paru
Gangguam
Penurunan otot katabolisme
Perubahan sistem
Penumpukan
intragumen kulit
Perubahan sekret
Anoeksia
sistem Kontriksi
muskuluskeletal Sulit batuk pembuluh darah Nitrogen tidak
efektif
Hambatan
Ketidakefektifan Sel kulit mati
mobilitas fisik
bersihan jalan Kemunduran
nafas infekdefekasi
Dekubitus

Kerusakan integritas Konstipasi


kulit
6. Tanda dan gejala
a. Kontraktur sendi
Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan pendekatan saraf otot.
b. Perubahan eliminasi urine
Eliminasi urine pasien berubah karena adanya imobilisasi pada posisi tegak
lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan
kandung kemih akibat gaya gravitasi.
c. Perubahan sistem integument
Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan. Jaringan yang
tertekan, darah membentuk dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat
tekanan persistem pada kulit dan struktur di bawah kulit sehingga respirasi
selular terganggu dan sel menjadi mati.
d. Perubahan metabolik
Ketika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu serangkaian respon
yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah dan memelihara hidup.
e. Perubahan sistem muskulus skeletal
Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya
tahan, penurunan massa otot atrofi dan penurunan stabilitas.
f. Perubahan pada sistem respiratori
Klien dengan pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami
komplikasi pada paru- paru.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography)
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot
8. Penatalaksanaan
a. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien. Tujuan :
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
b. Mengatur posisi pasien di tempat tidur
a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk
Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri
Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak

2) Memberikan kenyamanan

3) Melakukan huknah

4) Memberikan obat peranus (inposutoria)

5) Melakukan pemeriksaan daerah anus


c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada bagian atas tempat tidur.
c. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda Tujuan :
a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur

b. Mempertahankan kontrol diri dan kenyamanan pasien

c. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan


d. Membantu pasien berjalan Tujuan :
a. Toleransi aktifitas

b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

A. Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
− Kategori tingkat kemampuan aktivitas
Rentang gerak (range of motion-ROM)
Tipe Gerakan Derajat
rentang normal
Leher, spinal, servikal
Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada 45
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin 10
Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah 40-45
setiap bahu
Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan 180
sirkuler
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke 180
depan ke posisi di atas kepala
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala 180
dengan telapak tangan jauh dari kepala
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320
tubu sejau mungkin
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90
menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam
dan ke belakang.
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai 90
ibu jari ke atas dan samping kepala
Lengan bawah
Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga 70-90
telapak tangan menghadap ke atas
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90
menghadap ke bawah
Pergelangan tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan 80-90
bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, 80-90
dan lengan bawa berada pada arah yg sama
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring Sampai 30
(medial) ke ibu jari
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring 30-50
(medial) ke ibu jari
Jari-jari tangan
Fleksi : membuat pergelangan 90
Ekstensi : meluruskan jari tangan 90
Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang 30-60
sejau mungkin
Ibu jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak 90
tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan 90
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120
Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang 90-12 0
lain
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130
Mata kaki
Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk 20-30
ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50
menekuk ke bawah
Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living)
0 : Pasien mampu berdiri
1 : Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
2 :Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan
3 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat
4 : Tergantung secara total pada pemberian asuhan
Kekuatan Otot/ Tonus Otot
0 : Otot sama sekali tidak bekerja
1 (10%) : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu
jatuh
2 (25%) : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh
3 (50%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan
berat
4 (75%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan
berat dan melawan tekanan secara stimulan

B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobiitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
ditandai dengan keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik
kasar dan keterbatasan rentang gerak sendi
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang ditandai dengan
imobilisasi fisik.
C. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan SIKI : Latihan Rentang Gerak
berhubungan dengan keperawatan ...x24jam (I.05177)
penurunan kekuatan otot diharapkan pasien dapat Observasi
ditandai dengan tetap mempertahankan • Indentifikasi keterbatasan • Mengetahui
keterbatasan kemampuan pergerakannya, dengan pergeran sendi dan otot. keterbasan gerak.
melakukan keterampilan criteria: • Identifikasi kekuatan massa • Mengetahui skala
motorik kasar Kriteria Hasil : otot. massa otot.
(D.0054) • Toleransi aktifitas • Monitor lokasi • Mengantisipasi
meningkat ketidaknyaman atau nyeri saat timbulnya
• Pergerakan sendi bergerak. ketidaknyamanan
meningkat saat Tindakan.
• Mobilitas fisik membaik

Terapeutik
• Gunakan pakaian yang • Memberikan
longgar. kenyaman dan
keleluasan.
• Pencegahan terjadinya cedera • Mengantisipasi
tambahin. terjadinya cedera
• Fasilitasi posisi pergerakan tambahin
sendi yang aktif dan pasif. • Rentang gerak
• Berikan dukungan yang pasien semakin
positif selama Latihan. efektif.

Edukasi • Mengedukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur pasien tentang
Tindakan. Latihan rentang
• Anjurkan duduk ditempat gerak.
tidur atau kursi jika perlu. • Memfasilitasi
• Ajarkan rentang gerak sesuai kenyamanan
dengan program Latihan. klien.
2. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan SIKI : Perawatan Integritas
berhubunganh dengan keperawatan ...x24jam Kulit (I.11353)
tonjolan tulang ditandai diharapkan integritas kulit Observasi
dengan imobilisasi fisik. pasien membaik, dengan • Identifikasi penyebab • Menentukan
(D.0129) criteria: gangguan integritas kulit. penurunan nutrisi
Kriteria Hasil : atau mobilitas.
• Tidak ada nyeri saat Terapeutik
beraktiftas • Ubah posisi miring kanan dan • Mencegah
• Tidak ada hematoma miring kiri tiap 2 jam jika tirah terjadinya cedera
atau kemerahan baring. tambahin
• Tidak ada jaringan parut • Berikan pakaian yang longgar
• Toleransi aktifitas
meningkat Edukasi • Membantu
• Pergerakan sendi • Anjurkan meningkatkan penyembuhan
meningkat asupan nutrisi. dan mengurangi
• Mobilitas fisik membaik • Anjurkan minum air yang inflamasi bila
cukup. terdapat jejas
• Anjurkan meningkatkan
asupan sayuran dan buahan.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan adalah realisasi Tindakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini dalam pelaksanaannya
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, observasi respon klien selama dan
sesudah Tindakan, serta menilai data baru. (Setiadi, 2013)
E. EVALUASI
Evaluasi adalah Langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai (Manurung,
2014)
RANGE OF MOTION (ROM)

A. Pengertian ROM
Range of Motion merupakan prosedur dan usaha untuk memenuhi kebutuhan
fisik terutama aktivitas gerak (mobilisasi) untuk pasien dengan keterbatasan gerak
(Hidayat, 2016). Latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.

B. Tujuan
Tujuan dilakukan latihan ROM:
- Memelihara dan mempertahankan kekuatan otot
- Memelihara mobilitas persendian
- Menstimulasi persendian
- Mencegah kontraktur dan kekakuan sendi
- Memperbaiki tonus otot
- Meningkatkan massaotot
- Memperlancar sirkulasi darah

C. Jenis ROM
1. ROM Pasif
ROM pasif : latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat
setiap-setiap gerakan. Kekuatan otot 50 %. Latihan ROM pasif adalah latihan
ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan.
Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan
rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis
ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk
menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. ROM Aktif
ROM aktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal (klien aktif). Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai
dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif.

D. Indikasi dilakukan ROM


• Pasien tirah baring lama
• Pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran
• Pasien dengan kasus fraktur, stroke
• Pasien dengan kelemahan otot, kekakuan sendi
• Nyeri otot, persendian atau tulang, nyeri pinggang, tenggkuk, lutut, bahu

E. Kontraindikasi
• Hypermobilitas
• Inflamasi
• Kelainan sendi atau tulang
• Nyeri hebat
• Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
• Trauma baru yang kemungkinan ada fraktur yang tersembunyi

F. Latihan Gerak Aktif dan Pasif


1. Latihan Pasif
a. Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan:
• Pegang lengan bawah dengan tangan satu, tangan lainnya memegang
pergelangan tangan pasien
• Tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke bawah
b. Gerakan menekuk dan meluruskan siku :
Pegang lengan atas dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan
siku
c. Pronasi dan supinasi siku
Posisi lengan fleksi, tangan kiri perawat memegang pergelangan yangan kanan
pasien, dan tangan kanan perawat memegang telapal tangan pasien. Pronasi siku
memutar lengan bawah ke arah luar, telapak tangan diarah luar. Gerakan
supinasi perawat memutar lengan pasien kearah dalam, telapak tangan
menghadap tubuh pasien.
d. Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu :
• Tangan satu penolong memegang siku, tangan lainnya memengang lengan.
• Luruskan siku naikan dan turunkan legan dengan siku tetap lurus
e. Fleksi dan ekstensi bahu
luruskan dan gerakkan tangan ke arah atas kemudian kembali ke posisi semula.
f. Fleksi dan eksensi jari-jari kaki
Pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan kiri dan kaki pasien dengan
tangan kanan, lakukan gerakan fleksi jari kedepan ke bawah kearah tempat tidur
lalu melakukan ekstensi. Lalu merlakukan gerakan dorso pedis dengan menarik
kearah belakang
g. Inversi dan eversi kaki
Pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan kiri dan telapak tangan dengan
tangan kanan, perawat menggerakan telapak kaki kea rah dalam , lalu
menggerakkan kaki kea rah luar.
h. Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha
Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai. Naikkan
dan turunkan kaki dengan lutut yang lurus
i. Rotasi pangkal paha
Dekatkan kaki pasien pada pelatih, kemudian putar ke arah dalam
j. Adduksi dan abduksi pangkal paha
Perawat mengangkat kaki pasien setinggi 8 cm, lalu melakukan gerakan adduksi,
yaitu menjauhi kaki salah satu pasien ke arah perawat. Lalu abduksi, mengangkat
kaki lalu mendekati kearah pasien
2. Latihan aktif
a. Latihan ROM aktif pada leher: fleksi, ekstensi, hiperkestensi, fleksi kanan kiiri,
serta rotasi kanan kiri
b. Latihan ROM aktif pada bahu: fleksi ke atas, ekstensi, hiperkestensi, fleksi
depan menyilang, ke belakng, sirkumduksi, abduksi, adduksi, rotasi

c. Latihan ROM aktif pada siku; fleksi, ekstensi, supinasi, dan pronasi
d. Latihan ROM aktif pada pergelangan tangan: fleksi, ekstensi, hiperektensi,
abduksi, adduksi.
e. Latihan ROM aktif pada jari-jari tangan: fleksi, ekstensi, hiperektensi,
abduksi, adduksi

f. Latihan ROM pada kaki: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eversi dan inverse
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H., A. Aziz. 2016. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.
Alimul Aziz, 2014. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika.
Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne McCloskey. 2004.
Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 5. Amerika: Mosby
Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA :
Mosby Elsevier
Moorhead, Sue. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA:
Mosby Elseviyer.
Mubarak, Wahit & Chayatin. 2015. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.
NANDA. 2019. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta
: Prima Medika
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
Perry, Peterson dan Potter. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar ;
Alihbahasa, Didah Rosidah, Monica Ester ; Editor bahasa Indonesia,
Monica Ester – Edisi 5. Jakarta, EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai