Anda di halaman 1dari 5

PENERAPAN TEKNIK BREAST CARE DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI

ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TILANGO

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi sebagian Peryaratan


MenyelesaikanPendidikan Diploma III Keperawatan

MEYLAN HULOPI

751440118018

POLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu.
(Damai Yanti, 2011). Pada masa nifas terjadi banyak perubahan secara alami termasuk proses
laktasi atau menyusui. (Budianita, 2017).

Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak di perlukan alat-alat khusus
untuk mengukurnya dan pemberian ASI tidak memerlukan biaya yang mahal namun
membutuhkan kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari
lingkungan keluarga terutama suami, pemberian ASI eksklusif pada ibu muda membutuhkan
perhatian khusus dikarenakan cakupannya yang cenderung rendah dari pada ibu dewasa
sehingga peran suami dan keluarga sangat diperlukan unruk mendukung suksesnya pemberian
ASI eksklusif. (Astuti, 2020)

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi karena merupakan makanan alamiah yang sempurna,
mudah dicerna oleh bayi dan mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi untuk
pertumbuhan, kekebalan dan mencegah berbagai penyakit serta untik kecerdasan bayi, aman
dan terjamin keberhasilannya karena langsung diberikan kepada bayi agar terhindar dari
gangguan pencernaan seperti diare, muntah dan sebagainya. ASI mampu memenuhi nutrisi yang
dibutuhkan oleh tubuh bayi selama 6 bulan pertama. ASI merupakan makanan pertama bagi bayi
yang nutrisinya sangat kompleks. Manfaat pentingnya memberikan ASI eksklusif dapat
melindungi bayi dari sindromkematian bayi mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death
Syndrom). (Astuti, 2020)

Kejadian ini sering terjadi pada hari pertama menyusui adalah sulitnya ASI keluar, hal ini
membuat ibu berpikir bahwa bayi mereka tidak akan cukup ASI sehingga ibu seing mengambil
langksah berhenti menyusui dan menggantinya dengan susu formula. Di samping itu ada juga
ibu yang merasa takut dan menghindar menyusui, akibatnya akan terjadi bendungan ASI karena
akan mengurangi isapan bayi pada payudara, maka jumlah ASI yang di keluarkan sedikit
sedangkan dinegara berkembang banyak ibu merasa cemas dn menggunakan jadwal dalam
pemberian ASI yang dihasilkan tidak mencukupui kebutuhan bayi. (Astuti, 2020)

Ada beberapa masalah menyusui yang sering terjadi pada masa pasca persalinan yaitu seperti
puting susu terbenam atau datar, puting susu lecet, saluran susu tersumbat, payudara bengkak
dan akhirnya terjadi masitis sehingga terjdi abses. Masalah menyusui pada masa pasca
persalinan salah satunya adalah sindrom ASI kurang, sehingga bayi merasa tidak puas setiap
setelah menyusui . bayi sering menangis atau bayi menolak menyusu sehingga tinja bayi
mengeras (Budianita, 2017).

Banyak masalah menyusui yang dapat dilacak dan berawal dari buruknya peletakan mulut
bayi pada payudara. Suplai air susu ibu yang tidak mencukupi, puting lecet dan pecah-
pecah,masitis dan pembengkakan payudara dikaitkan dengan teknik menyusui. Jika mulut bayi
menempel dengan tepat dan diizinkan untuk menyusui sesuai kebutuhannya, puting tidak akan
mengalami trauma, susu akan mengalir secara tepat sehingga pembengkakan dan masitis tidak
terjadi,dan suplai air susu akan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu masalah ini dapat
diatasi dengan memberikan dukungan dan pendidikan lebih lanjut untuk memastikan bahwa
teknik menyusui sudah tepat. (Taylor, 2015).

Jika masalah ini tidak teratasi akan mempengaruhi kelancaran ASI dan akan mempengaruhi
program ASI Eksklusif karena kurangnya pengetahuan ibu terhadap keunggulan ASI dan
fisiologi laktasi, kurangnya persiapan fisik dan mental ibu, kurangnya dukungan keluarga,
kurangnya dukungan lingkungan dan fasilitas kesehatan, setelah menyadari adanya faktor-faktor
yang mengahambat atau mempengaruhi pemberian ASI pada bayi maka ibu akan termotivasi
untuk memberikan ASI dengan cara yang benar dan dengan demikian akan meningkatkan
pemberian ASI pada bayinya. Menurut WHO 2016 dalam angka kesakitan dan kematian anak
United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO)
merekomendasikan sebaiknya anak disusui hanya air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam
bulan, makan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur dua 2 tahun. (Endang Wahyuningsih, 2019).

Presentase bayi umur 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif paling tinggi di Swedia yaitu
sebesar 80,5%. Secara global pemberian ASI eksklusif telah meningkat secara signifikan
dengan kemajuan yang luar biasa khususnya di negara Afrika 72,3% pada tahun 2015, dengan
demikian juga di Asia Selatan mencapai 70,5% dan Asia Timur sebear 67% adalah ibu yang
memberikan ASI eksklusif, peningkatan substansial tersebut telah memberikan kontribusi untuk
kelangsungan hidup anak, kesehatan dan gizi bayi (Kemenkes RI, 2016) dalam (Widya, 2019).

ASI eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberin Air
Susu Ibu eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan,
tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat,
vitamin, dan mineral). ASI juga mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena
mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan kuman dalam
jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi.
(Indonesia, 2020).

Di indonesia setiap tahun lebih dari setengah 5 juta anak yang lahir tidak mendapatkan ASI
secara optimal pada tahun-tahun pertama kehidupannya (UNICEF,2016). Berdasrkan data dari
Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2017 dan 2018 capaian cakupan ASI Eksklusif di
Indonesia mengalami peningkatan. Capaian ASI Eksklusif pada tahun 2017 sebesar 61,33% dan
mengalami peningkatan pada tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%. Namun, jika dibandingkan
dengat target pemerintah Indonesia angka ini masih jauh dari target pencapaian ASI sebesar
80% (Kemenkes RI, 2019) dalam (Novyria, 2020)

Berdasarkan data yang di dapatkan, di Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo bahwa pada
tahun 2020 terdapat 6342 bayi dan cakupan Bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
sebanyak 1261 Bayi (19,88%). Dan data yang di dapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo menunjukan bahwa pada tahun 2018 Cakupan Bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI
eksklusif sebanyak 994 bayi (54%), sedangkan tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi
5524 bayi (71%). Kemudian pada tahun 2020 mengalami penurunan Bayi yang mendapat ASI
eksklusif sebanyak 2132 bayi (54,2%). Berdasarkan data awal dari Puskemas Tilango, jumlah
bayi berusia 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif pada tahun 2020 berjumlah 1054 bayi.

Rendahnya cakupan ASI dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia ibu, tingkat
pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan ibu, dukungan suami/keluarga dan dukungan petugas
kesehatan. (Cristiana, 2016). Di Indonesia ada beberapa hal yang menghambat pemberian ASI
Eksklusif yaitu kurangnya pengetahuan ibu tentang Breast Care dan kurangnya penggunaan
Breast Care pada perawatan ibu nifas. (Wulandari, 2018) dalam (Yuniarti, 2018).

Breast Care merupakan cara pemeliharaan payudara yang dilakukan untuk memperlancar
ASI dan menghindari kesulitan pada saat menyusui dengan melakukan pemijatan. Perawatan
payudara sangat penting dilakukan baik dalam masa kehamilan ataupun menyusui. Hal ini di
karenakan payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI atau cairan pertama sebagai
bahan makanan pokok bayi baru lahir sehingga harus dilakukan sdini mungkin. (Nurazizah,
2020).
Perawatan payudara di masa menyusui sangat berpengaruh pada proses pemberian ASI.
Payudara yang bersih, sehat, dan terawat dengan baik melancarkan produksi ASI, sehingga
pemberian ASI menjadi lebih mudah dan bayi lebih nyaman saat menyusu. (Ningrum, 2015).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul
Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “ Penerapan Teknik Breast Care Dalam Meningkatkan
Produksi ASI Pada Ibu Menyusui”

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka penulis merumuskan masalah dalam
penyususnan studi kasus Karya Ilmiah ini dengan rumusan “Bagaimanakah Penerapan Teknik
Breast Care Dalam Meningkatkan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui Di wilayah kerja
puskesmas tilango?”
B. Tujuan Studi Kasus
Menggambarkan Penerapan Teknik Breast Care Dalam Meningkatkan Produksi ASI Pada
Ibu Meyusui Di wilayah kerja puskesmas tilango ?
C. Manfaat Studi Kasus
a. Manfaat untuk Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya pada ibu menyusui tentang
manfaat breast Care dalam meningkatkan produksi ASI.
b. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam
Penerapan Teknik Breast Care dalam Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu
Menyusui.
c. Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman nyata tentang Penerapan Teknik Breast
Care dalam Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Menyusui

Anda mungkin juga menyukai