TUGAS SEMINAR KEPERAWATAN JIWA 2 Kelompok 2
TUGAS SEMINAR KEPERAWATAN JIWA 2 Kelompok 2
KEPERAWATAN JIWA II
Oleh:
Kelompok 2
Heldawati 2010913220029
Mauliana 2010913320012
FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARBARU
2022
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS SEMINAR
KEPERAWATAN JIWA II
Oleh:
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
diri rendah situasional yang berlanjut menjadi harga diri rendah kronis akibat tidak
adanya respon positif dari lingkungan pada klien (Sutejo, 2019).
2.2 Rentang respon harga diri rendah
Keterangan :
1. Respon Adaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat membangun (konstruktif)
dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam diri
sendiri.
2. Respon Maladaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak (destruktif)
dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri
sendiri.
3. Aktualisasi Diri
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat mengespresikan kemampuan
yang dimiliki.
4. Konsep Diri Positif
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan secara jujur dan dalam
menilai suatu masalah individu berfikir secara positif dan realistis.
5. Harga Diri Rendah
6. Difusi Identitas
Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-
kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
15
7. Depersonalisasi
Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari lingkungan. Hal ini
berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas.
Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang lain dan
tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.
16
kronis dalam menjalani kesembuhannya memerlukan dukungan keluarga baik
dalam proses penermaan terhadap penyakitnya, proses pengobatan dan proses
konsumsi obat harian yang berlangsung lama juga akibat yang mungkin muncul
selama proses pengobatannya terutama dalam menghadapi masalah yang sulit
termasuk penyakit yang serius (Nasihin dan Sarwili, 2022). Menurut Nursalam (2008)
dalam Wibowo dan Aini (2018) pemberian dukungan membantu pasien kronis untuk
melihat segi - segi positif yang ada dalam dirinya dibandingkan dengan orang lain
yang berfungsi untuk menambah kepercayaan diri dan kemampuan serta merasa
dihargai dan berguna saat individu mengalami tekanan atau masalah. Dukungan yang
diperoleh pasien penyakit kronis dari keluarga berupa penilaian positif dan dorongan
untuk maju, dimana pasien dapat menyelesaikan masalahnya dan mencoba mencari
jalan keluar untuk memecahkan masalahnya. Sehingga dukungan ini dapat menekan
munculnya stressor pada pasien pemyakit kronis yang menerima dukungan
membangun seperti rasa menghargai dirinya, percaya diri dan merasa bernilai,
dukungan ini sangat berguna ketika pasien gagal ginjal kronis mengalami stress
karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan dirinya (Wibowo dan
Aini, 2018). Peran keluarga sangat berpengaruh terhadap terjadinya harga diri
rendah pada pasien penyakit kronis, dukungan yang optimal dari keluarga baik
secara informative, perhatian emosional, bantuan instrumental dan bantuan
penilaian sangatlah dibutuhkan sehingga bias mempengaruhi tingkah laku si
penerimanya, dan diharapkan bisa menjadi motivasi bagi pasien agar mau
menyelesaikan program pengobatannya dengan bahagua, mau dan mampu
berinteraksi secara social karena mengetahui bahwa keluarga sangat mendukung
prosesnya sehingga bisa juga memotivasi penderita untuk bisatetap bekerja selama
sakit dan menjalani proses pengobatan sehingga konsep danharga diri pasien tidak
terganggu. Artinya teori dan penelitian ini sejalan (Nasihin dan Sarwili, 2022).
Keluarga merupakan sumber dukungan terbesar bagi pasien untuk dapat memberikan
motivasi serta dukungan kepada pasien karena keluarga adalah lingkungan terdekat
bagi kehidupan pasien. Salah satu peran perawat yaitu memberikan motivasi kepada
pasien dan keluarga, dukungan dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
kepada individu. Sebagai perawat dukungan yang dapat diberikan yaitu berupa
17
diskusi bersama dalam memecahkan masalah, pemberian keamanan dan peningkatan
harga diri pasien. Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan yaitu dukungan
emosional yang melibatkan ekspresi cinta, kepercayaan dan perhatian pada orang lain.
Dukungan keluarga dapat diwujutkan dengan pemberian perhatian, bersikap empati,
memberikan dorongan, memberikan saran, memberikan pengetahuan dan lainya yang
mampu meningkatkan psikologis pasien (Wibowo dan Aini, 2018).
18
Pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan.
Pemeriksaan keseluruhan tubuh yaitu pemeriksaan head to toe yang biasanya
penampilan pasien yang kotor dan acak-acakan serta penampilannya tidak
terawat.
6. Psikososial
a) Konsep diri
1) Gambaran diri. Disukai ataupun tidak disukai pasien.
2) Identitas diri. Kaji kepuasan pasien terhadap jenis kelaminya, status
sebelum dirawat di rumah sakit.
3) Peran.
4) Ideal diri. Tanyakan harapan tubuh, posisi status, peran. Harapan pasien
terhadap lingkungan, dan harapan pasien terhadap penyakitnya.
5) Harga diri.
b) Genogram
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan pasien dan keluarga. Jelaskan pasien tinggal dengan siapa dan apa
hubunganya, jelaskan masalah yang terkait dengan pola asuh keluarga
terhadap pasien dan anggota keluarga lainya, pola komunikasi, pola
pengambilan keputusan.
c) Hubungan social
Tidak terkaji
d) Spiritual
Tidak terkaji
7. Status Mental
Penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek, interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, tingkat kesadaran
8. Mekanisme Koping
Tidak terkaji
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Tidak terkaji
10. Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa
Tidak terkaji
19
11. Analisa Data
Tidak terkaji
12. Masalah Keperawatan
1) Masalah utama
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
a) Data subjektif: mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna,
mengungkapkan dirinya merawa tidak mampu, mengungkapkan dirinya tidak
semangat untuk beraktivitas atau bekerja, mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting).
b) Data objektif: mengkritiki diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan
hidup yang pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktivitas,
penolakan terhadap kemampuan diri, kurang memperhatikan perawatan diri,
berpakaian tidak rapi, berkurang selera makan, tidak berani menatap lawan
bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah.
1. Masalah keperawatan
Koping individu tidak efektif
a) Daja subjektif: mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang lain, mengungkapkan malu dan tidak bisa Ketika diajak
melakukan sesuatu, mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin
hidup lagi.
b) Data objektif: tampak ketergantungan terhadap orang lain, tampak
sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan,
wajah tampak murung.
Diagnosa keperawatan
a) Tujuan
Meningkatkan aktualisasi diri klien: dengan membantu, menumbuhkn,
mengembangkan, menyadari potensi sambal mencari kompensasi
ketidakmampuan
20
b) Tindakan keperawatan
SP 1 Pasien: mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien, membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan Menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
Sp 2 pasien: melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan klien, Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai
semua kemampuan dilatih, setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan
harga diri klien.
a) Tujuan keperawatan
Keluarga dapat membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki klien, keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki klien, keluarga dapat memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan klien, keluarga mampu
menilai perkembangan perubahan kemampuan klien
b) Tindakan Keperawatan
Sp 1 keluarga: mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat klien dirumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga
diri rendah, menjelaskan cara merawat klien dengan harga diri rendah,
menemonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah, dan memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara merawat.
Sp 2 keluarga: melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
Evaluasi
21
Menurut Widowati (2019) yang dikutip oleh Dewi dan Widyawati (2022)
pasien menarik diri perlu mendapatkan perhatian khusus untuk dapat kembali ke
masyarakat dengan memiliki konsep diri yang positif sehingga dapat memudahkan
mereka untuk bersosialisasi kepada orang lain dengan meningkatkan harga diri
mereka terlebih dahulu. Salah satu upaya untuk dapat mengembalikan harga diri
klien menarik diri dengan memberikan terapi modalitas yaitu Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK).
Menurut Dewi dan Widyawati (2022) dalam penelitiannya terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki
bertujuan untuk mengetahui pentingnya harga diri sendiri mengidentifikasi hal-hal
positif diri, melatih positif diri, pentingnya hal positif dari orang lain,
mengidentifikasi pentingnya hal positif orang lain dan dapat melatih hal positif orang
lain. Serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Dari berbagai literatur
disebutkan bahwa terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi yang
dapat diberikan pada pasien harga diri rendah. dengan terapi aktivitas kelompok,
klien dapat mengenali diri sendiri, menghargai diri sendiri, tidak memusuhi diri
sendiri dan berfikir positif dan rasional.
2) Child Centered Play Therapy (CCPT)
Child Centered Play Therapy (CCPT) merupakan suatu metode intervensi
dengan media yang menyenangkan yaitu menggunakan bermain. Intervensi yang
diberikan dapat memenuhi kebutuhan anak untuk mengekspresikan perasaan dan
perilakunya. Terapis berfungsi untuk memfasilitasi perasaan-perasaan tersebut
dengan memahami ataupun menerima dengan cara menenangkan jika muncul
tindakan agresi, serta meningkatkan kemampuan anak-anak untuk mengekspresikan
perasaannya yang dapat diterima secara sosial. Client centered berfokus pada pribadi
klien itu sendiri bukan permasalahan yang disampaikannya, sehingga sasaran terapi
tidak hanya menyelesaikan permasalahan tetapi membantu klien untuk mengenal dan
mengembangkan potensi dirinya. CCPT sebagai intervensi untuk anak slow learner
dengan berbagai macam media bermain yang diberikan dalam sesi intervensi.
Pelaksanaan CCPT ini berfokus dengan aktivitas menggambar, bercerita,
memperagakan gambar (bermain peran), dan menyusun balok. Berbagai permainan
tersebut termasuk permainan yang memungkinkan untuk dilakukan oleh anak dengan
22
slow learner Bermain menjadi sebuah alternatif intervensi, karena cara tersebut
menyenangkan. Anak seperti tidak merasa sedang diintervensi atau melakukan sesi
terapi. Selama proses intervensi anak-anak dapat mengekspresikan perasaannya dan
melakukan berbagai macam permainan yang mengharuskan anak berhadapan dengan
permasalahan yang muncul saat bermain. Proses fasilitasi oleh terapis selama
intervensi membantu anak untuk mendapatkan insight dari permainan-permainan
yang telah dilakukan. Poin penting dalam intervensi CCPT, anak-anak slow learner
lebih dapat mengenal potensi diri sehingga mereka bisa lebih fokus untuk
memaksimalkan potensi dirinya dan dengan begitu dapat menumbuhkan harga diri
mereka. (Iswinarti, 2020)
23
untuk jujur apabila merasa tidak nyaman (asertif). Bagian ketiga dari pelatihan
kemampuan sosial pada anak usia dini yang mengalami kekerasan seksual adalah
eksposur atau anak mempraktikan apa yang sudah diajarkan dan diuji coba
dengan psikolog dengan temannya di dunia nyata (Maulana, M. A., 2021).
3) Tahap ketiga dalam intervensi ini adalah pengembangan hobi atau permaianan
yang disukai anak agar dapat terus dikembangkan dan menjadi kompetensi
dirinya. Dalam hal ini, klien menyukai permainan balok, puzle dan minicraft.
Klien sangat menyukai aktivitas menyusun dan merangkai benda atau objek
seperti rumah, bengungan gedung atau robot mainan. Untuk itu psikolog meminta
kerjasama dengan orangtua agar aktivitas kegemarannya tersebut dapat
difasilitasi di rumah serta orang tua ikut andil dalam permaianan anak. Dalam hal
ini, psikolog menyampaikan agar orang tua menemani anaknya bermaian sambil
diajak berdialog tentang objek yang digambar perbincanga berkualitas lainnya
(Maulana, M. A., 2021).
24
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, B. P. & Widyawati. (2022). Studi Literatur: Penerapan Upaya Peningkatan Harga
Diri Rendah dengan Terapi Aktifitas Kelompok (Stimulasi Presepsi). Jurnal Kesehatan
dan Pembangunan, 12(23), 124-136.
Iswinarti, R. D. (2020). Meningkatkan harga diri anak slow learner melalui Child
Centered Play Therapy. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 9(2), 319-334.
Maulana, M. A. (2021). Studi Kasus: Psikoterapi Kognitif Sosial Pada Anak Dengan
Trauma Seksual. Jurnal Jendela Bunda Program Studi PG-PAUD Universitas
Muhammadiyah Cirebon, 8(2), 10-21.
Nasihin, T. I., & Sarwili, I. (2022). Peran Keluarga dengan Resiko Harga Diri Rendah
pada Pasien Tuberkulosis: Role of Families with Risk of Low Self-Esteem in
Tuberculosis Patients. Journal of Nursing Education and Practice, 1(3), 87-95.
Wibowo, T. S., & Aini, K. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat
dengan Harga Diri Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di Ruang Hemodialisa RSUD
Kabupaten Batang. Jurnal Ners Widya Husada, 2(1).
Wijayati, F., Nasir, T., Hadi, I., & Akhmad, A. (2020). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian harga diri rendah pasien gangguan jiwa. Health Information: Jurnal
Penelitian, 12(2), 224-235
25
26