1 PB
1 PB
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan representasi bangsawan Sasak dalam teks
Angin Alus masyarakat Sasak-Lombok. Pembahasan teks ini menggunakan perspektif
semiotik Peirce dengan metode analisis Recouer. Pembahasan terdiri atas analisis struktur
teks dan dunia yang digelar teks dan analisis hubungan pertama dan kedua dengan dunia
penafsir. Hasil penelitian menemukan bahwa teks Angin Alus menunjukkan representasi
kabar kesedihan orang Sasak dan bangsawan karena kehidupan membawanya ke suatu
ruang yang memberikan penderitaan, baik dalam konteks historis Sasak maupun dalam
konteks kekinian dengan konteks sosial yang berbeda. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
masyarakat Sasak juga mengalami percampuran dengan pihak luar yang mempengaruhi
caranya memandang kehidupan. Generari muda Sasak-Lombok harus memahami posisi
sebagai buaq ate, kembang mate, generasi yang selalu berserah diri dan sebagai lomboq,
dengan selalu mengembalikannya kepada yang satu (Sa Sak), yakni Tuhan. Perbedaan
antara diri dan yang lain melebur menjadi Sasak-Lombok sekarang.
Abstract
This study aims to describe the representation of Sasak aristocrats in Sasak-Lombok
community’s text Angin Alus. The discussion of the text used Peirce’s semiotic perspective
and Recouer’s analysis method. It consisted of the analysis of the text structure and the
world represented by the text and the analysis of the first and second relationships with
the world of interpreters. The research finding reveals that the text Angin Alus shows the
representation of the news of sadness of Sasak people and aristocrats because life brings
them to a space that gives suffering, both in the historical context of Sasak and in the
contemporary context with different social contexts. This indicates that Sasak community
also experience mixing with outsiders that affect the way they view life. Sasak-Lombok
young generation have to understand the positions as buaq ate and kembang mate, as a
generation that always show submission and as lomboq by always returning it to the one
(Sa Sak), namely God. The differences between the self and others merge into the present
Sasak-Lombok.
Representasi Bangsawan Sasak dalam Teks Angin Alus Masyarakat Sasak 107
PENDAHULUAN Doyan Neda ia menemukan bahwa Sasak-
Teks angin alus merupakan karya para Lombok mengidealkan posisi pusat anutan,
pendahulu masyarakat Sasak. Tidak dike yaitu Majapahit. Hal itu dibuktikan dengan
tahui siapa penulis tembang itu. Namun, menikahnya raja Seleparang dengan anak
ia selalu hadir dan dihadirkan oleh masya Raja Majapahit. Penelitian Fauzan menun
rakat. Kehadirannya dalam konteks masa jukkan bahwa representasi Sasak dalam
lalu berbeda dengan kehadirannya dalam perspektif struktural. Sedangkan, repre
konteks masa kini. Dalam konteks masa sentasi Sasak Lombok dalam teks yang
lalu ia hadir sebagai produk yang murni sama diteliti oleh Usup (2011). Usup me
kelisanan, sedangkan dalam konteks keki nemukan bahwa masyarakat Sasak sangat
nian ia hadir sebagai produk budaya po plural dan religious. Pluralitas tersebut
pular. Permasalahannya, kenapa teks itu ditunjukkan menikahnya raja-raja di Lom
selalu dihadirkan? Merepresentasikan apa bok dengan putri raja dari Madura dan
teks tersebut? Permasalahan tersebut di Jawa, serta tersebarnya pusat-pusat Islam.
jawab dengan pendekatan semiotik model Penelitian Usup tersebut lebih melihat teks
Peirce dengan metode analisis interpretasi Doyan Neda dalam perpektif pascastruk
Paul Recoeur. Pemaknaan terhadap teks tural. Penelitian yang lebih mendalam
tersebut dipahami dalam kerangka komu dilakukan oleh Fajri (2015) dengan pers
nikasi. Pada tahap pertama tanda tersebut pektif pascakolonial. Fajri (2015: 396)
tidak berarti apa-apa sampai tanda ter menemukan bahwa terdapat dua kategori
sebut berhubungan dengan objek (Noth, kelas dalam masyarakat Sasak, yaitu bang
1995: 41). Hubungan antara yang pertama sawan kawula dan perwangsa dengan jamaq.
dan kedua tersebut hanya berarti dalam Menurut Fajri, perwangsa dengan jamaq
hubungannya dengan yang ketiga yaitu inilah yang merupakan representasi orang
interpreter (Noth, 1995: 41). Yang pertama Sasak, sedangkan bangsawan kawula me
menjadi dasar untuk interpreter memak rupakan representasi Jawa. Tetapi karena
nai objek tersebut. Dalam penelitian ini, bangsawan kawula ini dekat dengan ke
tanda tersebut adalah teks angin alus dan kuasaan terutama pada masa kolonial maka
objeknya adalah masyarakat Sasak, sedang dialah yang direpresentasikan oleh kolo
kan interpreternya adalah peneliti. Repre nial pada masa itu yang jejaknya masih
sentasi dengan model semiotik tersebut tersisa sampai sekarang, seperti dalam teks
mengasumsikan bahwa teks angin alus me angin alus. Penelitian ini membuktikan
representasikan orang Sasak bangsawan. tesis Fajri tersebut. Teks angin alus mere
Penelitian tentang representasi Sasak presentasikan bangsawan. Hal itu dapat
pernah dilakukan oleh Fauzan (2013). dibuktikan dengan penggunakan bahasa
Dalam penelitian itu, Fauzan (2013: 254) dalam teks tersebut. Tanda yang menun
menemukan bahwa masyarakat Sasak ber jukkan hal tersebut adalah mas mirah dan
asal perwujudan jin perwangsa menjadi dende. Istilah mas mirah digunakan Jawa
manusia Sasak yang kemudian memben untuk menyebut sasak yang tertuang da
tuk kerajaan awal Sasak. Masyarakat Sa lam kitab Negara Kertagama. Istilah denda
sak menurutnya mengidealkan posisi pu adalah istilah yang digunakan untuk me
sat, pusat anutan, sehingga dalam cerita nyebut perempuan bangswan. Sasak-Lom
Representasi Bangsawan Sasak dalam Teks Angin Alus Masyarakat Sasak 109
masuk dan angin adalah unsur hidup yang Karangasem Bali (Kraan, 2009: 8). Pe
menghidupi seluruh tubuh, karena hidup naklukan tersebut, menurut Hagerdal (2016)
itu bernafas, keluar masuknya angin. De bukanlah penaklukan Bali, tetapi kolonial,
ngan demikian, angin menjadi ikon dari karena menurutnya Bali adalah orang ke
hidup, yang memiliki kehidupan, dan bah percayaan kolonial di Lombok. Hal itulah
kan cara hidup itu dijalani. Hidup diopo yang membuat masyarakat Lombok meng
sisikan dengan mati, sedangkan alus ber alami luka atau kesedihan yang berkepan
oposisi dengan keras. Halus (alus) dan jangan sejak abad 17, yang menurut Fadjri
keras adalah sebuah kondisi hidup sese (2015) terjadi sampai rezim Orde Baru.
orang, apakah dengan nafas yang alus atau Kata aduh merupakan sinsign verbal ke
keras. Menurut Nuriadi (2014), masyara tika polemik yang terjadi dalam tahap
kat Sasak mempunyai karakter keras dan batin harus diutarakan. Aduh menandai
praktis. Dalam teks itu yang muncul ada apa yang dirasakan. Adapun frasa aduh
lah kondisi alus yang artinya berada dalam anakku bersifat indeksikal yang menandai
kondisi tenang. Artinya, teks itu meng adanya kausalitas bahwa orang tua dan
gambarkan kehidupan yang halus atau anak saling merefleksikan, hubungan pen
lembut, bukan keras dan praktis sebagai cerminan, anak menjadi cermin orang tua.
mana dikemukakan Nuriadi. Yang pen Baik dan tidaknya seorang anak akan tam
ting adalah bahwa angin menjadi simbol pak dari orang tuanya. Sehingga secara
kehidupan, simbol kehidupan yang masih simbolis bisa dilihat bahwa anak menjadi
berjalan. Kehidupan yang keras dan halus symbol orang tua. Pada tatanan dicent frasa
tentunya hadir bersamaan. Namun, bagai aduh anakku kemudian menjadi proyeksi
mana perjalanannya dapat dilihat pada bagaimana sosok orang tua Sasak men
bait-bait dalam teks tersebut. Jika itu me jaga dan mencintai anak atau generasi
rupakan simbol kehidupan, maka kehidu penerusnya. Hal ini sejalan dengan klausa
pan siapa dan seperti apa yang sedang di buaq ate kembang mate (buah hati) itu sendiri.
tunjukkan oleh teks tersebut? Sehingga, tidak heran kemudian orang tua
Kata aduh merupakan kata seruan yang Sasak terkadang menyebut atau memang
secara implisit menjadi qualisign terhadap gil sang anak dengan panggilan kasta se
kedirian orang (tua) Sasak. Aduh adalah perti dende. Penggunaan kata denda me
ungkapat rasa sakit, juga penyesalan atas nempatkan teks itu dalam ideologi bang
yang sudah terjadi. Dalam bait itu, aduh sawan. Fauzan (2013) menunjukkan ma
bukanlah rasa sakit tetapi sebuah ungkap syarakat Sasak mengidealkan posisi anutan,
an prihatin yang ditunjukkan untuk gene yaitu Jawa Majapahit yang dimitoskan
rasi penerus atau anaknya. Ungkapan rasa dalam mitologi asal-usul orang Sasak.
sakit atau kehilangan dan luka tidak hanya Selanjutnya frasa mas mirah merupa
terjadi pada masa kini, tetapi dirasakan kan sinsign bagi masyarakat Sasak dalam
sepanjang sejarah hidup masyarakat. Ma penyebutan anak. Kata mirah sendiri ber
syarakat Sasak mengalami penjajahan oleh makna permata, secara qualisign berarti
Jawa, Bali, Belanda, dan Jepang (King sesuatu yang dianggap paling berharga
sley, 2011: 98; Budiwanti, 2000). Masya yang dimiliki orang tua. Hubungan anak
rakat mengalami penaklukan oleh Oleh dan orang tua terlihat di dalam bentuk
Representasi Bangsawan Sasak dalam Teks Angin Alus Masyarakat Sasak 111
bersifat indeksikal bagi orang Sasak untuk kegunaan yang cukup sentral dalam hidup
mengungkapkan sesuatu yang paling ber manusia. Tanpa mata segala bentuk kein
harga. Frase buaq ate (buah hati) mengacu dahan dunia dan keindahan hidup tidak
pada anak kesayangan yang tampil dalam akan pernah bisa dinikmati. Kata mate
kenyataan sebagai kasih sayang yang ber sendiri menjadi ikonitas personal orang.
lebihan sebagaimana dulu orang tuanya Dalam bahasa Sasak juga sering didengar
mendapatkan kasih sayang dari orang tua frasa abang mate, batu mate yang secara
nya juga. Kembang mate adalah tanda yang metaforis mengacu pada prilaku tidak baik
mempunyai sifat sebagai cermin. Anak seseorang. Oleh sebab itu, kata mate juga
menjadi cermin orang tua karena sifat menjadi indeksikal seseorang, yaitu ke
orang tua mewujud di dalam diri anak. peribadian seseorang bisa dibaca atau di
Dasar hubungan orang tua dan anak ada ketahui dari sorot matanya. Sehingga mate
lah hubungan genetik. Oleh karena itu, memiliki posisi yang sama dengan kata
anak menjadi ikon orang tua sehingga kembang yaitu substansial. Klausa buaq
anak menjadi simbol keluarga. Anak adalah ate kembang mate kemudian menjadi se
tempat melihat diri, adalah tempat ber buah ungkapan tentang posisi urgen se
cermin bagi orang tua. orang anak bagi orang tua Sasak sampai-
Frasa buaq ate kemudian menjadi symbol sampai diasosiasikan dengan permata (mi
yang merujuk pada posisi anak dalam suku rah), kembang (bunga), ate (hati) dan mate
Sasak. Selanjutnya frasa kembang mate, se (mata) yang secara fungsional sangat ber
cara etimologis kata kembang sendiri ber arti.
makna bunga yaitu benda yang disukai Pada larik ketiga yaitu mulen tulen ku
orang karena keindahan yang dimiliki. bantelin, frasa mulen tulen mengacu pada
Pada tataran rhema, kembang kemudian kesungguhan yang ditunjukkan oleh orang
dipersepsikan sebagai sesuatu yang mem Sasak dalam menjaga dan mensyukuri
buat hati senang atau tenang. Dalam kul kehadiran seorang anak dalam keluarga.
tur Sasak sendiri sering didengar ungka Selanjutnya kata bantelin merupakan afik
pan kembang keluarge yang memiliki padan sasi dari kata bantel yaitu mengikat/ter
an makna dengan anak. Karena anak ada ikat. Kata bantel sendiri dilakukan pada
lah kembang/bunga yang mampu membuat sesuatu yang dianggap penting, berman
orang tua bahagia. Sehingga selelah apa faat, berharga. Kata bantel juga adalah
pun orang tua bekerja, ketika melihat anak sesuatu yang sudah terikat kuat, ikatan
nya, rasa lelah itu bisa hilang. Atau sekuat yang kuat, dan harga mati dalam hubung
apapun orang tua marah pada isterinya annya dengan buaq ate. Sehingga kata
jika melihat anaknya maka amarah itu bisa bantel sering ditemukan sinoniminya dalam
ditunda. Sehingga kata kembang menjadi bahasa Sasak seperti ungkapan bantelne
dicent yang cukup kuat yaitu sebagai penye mate, yang bermakna kematiannya terikat
lemor angen, pembuat rasa bahagia orang atau disebabkan sesuatu yang melekat
tua yang dalam konteks ini adalah anak pada seseorang, entah karena persoalan
itu sendiri. Sementara itu kata mate dalam cinta yang ditolak, sakit hati, maupun yang
bahasa Indonesia berarti mata yang pada lainnya. Pada tataran qualisign kata ban
tataran rhema mengacu pada fungsi dan telin mengacu pada karakter orang Sasak
Representasi Bangsawan Sasak dalam Teks Angin Alus Masyarakat Sasak 113
yang menjadi pilihan kata dalam judul suku Sasak. Digunakannya kata denda da
teks tersebut adalah angin sekaligus dengan lam bait tersebut menunjukkan bahwa
maksud angen (hati). orang Sasak yang dimaksudkan adalah
bangsawan. Dende menjadi simbol Sasak.
Dari Ketidakberdayaan ke Penerimaan Dengan demikian, orang Sasak yang di
Bait kedua, yaitu Berembe bae side dende, komunikasikan oleh teks itu adalah orang
jangke ngene, kembang mate kelepangne isiq bangsawan kawula. Frasa jangke ngene ber
angin, laguq temah side dende, bau bedait maliq. makna sampai begini, pada tataran dicent
Frasa Berembe bae merupakan qualisign ter frasa jangke ngene menjadi bukti keresah
hadap pengejawantahan ketidakberdayaan an, sesal dan harap sudah tidak bisa lagi
menghadapi kenyataan. Ungkapan tesebut dipendam karena sintung jari salon angin
menjadi sinsign dalam bentuk ketakutan, itu sendiri. Jangke ngene juga merupakan
sesal, bercampur rasa harap menjadi padu. simbolisasi ketakkuasaan orang Sasak pa
Tidak mudah kemudian mengkombina da sesuatu yang bukan menjadi miliknya
sikan rasa tersebut, sehingga dibutuhkan secara dzat. Secara menyeluruh pada larik
pribadi dan jiwa yang kuat untuk bisa ini mengindikasikan rasa takut kehilang
mengimani ungkapan itu. Frasa side dende an sekaligus bentuk penerimaan atas apa
bermakna anda (side), anak (dende). Kata pun yang menimpanya.
dende (anak) biasanya diacu pada anak Pada larik kedua yaitu kembang mate
perempuan, sedangkan kalau laki-laki di kelepangne isiq angin dapat dipahami da
sebut (raden). Kata dende sendiri merupakan lam dua pengertian. Pertama, Frasa kembang
gelar kebangsawanan suku Sasak yang pa mate, secara etimologis kata kembang sen
ling tinggi. Di depan nama bangsawan laki- diri bermakna bunga yaitu tumbuhan yang
laki memakai nama raden dan di depan disukai orang karena keindahan yang di
nama bangsawan perempuan memakai miliki. Pada tataran rhema, kembang ke
nama denda (Alaini, 2015: 116). Alaini mudian dipersepsi sebagai sesuatu yang
(2015: 116) juga menyebutkan nama gelar membuat hati senang atau tenang. Dalam
lain dalam nama bangsawan, yaitu lalu dan kultur Sasak sendiri sering didengar ungkap
baiq. Penggunaan nama itu mempunyai an kembang keluarge (bunga keluarga) yang
kadar kebangsawanan lebih rendah diban memiliki padanan makna dengan anak.
dingkan dengan raden dan denda. Karena anak adalah kembang/bunga yang
Pada tataran rhema kata dende menjadi mampu membuat orang tua bahagia. Se
pujian yang diberikan oleh orang tua Sasak hingga selelah apapun orang tua bekerja,
kepada anaknya, meskipun sang anak tidak ketika melihat anaknya, rasa lelah itu bisa
bergelar dende. Pada tataran sinsign orang hilang. Atau sekuat apapun orang tua marah
tua Sasak sering memanggil anaknya de pada isterinya jika melihat anaknya maka
ngan sebutan dende, kembeqne dende, araq amarah itu bisa ditunda. Sehingga kata
ape dende, napi dende, merupakan contoh kembang menjadi dicent yang cukup kuat
panggilan yang digunakan orang tua ke yaitu sebagai penyelemor angen, pembuat
pada anaknya sebagai tanda pujian, sayang rasa bahagia orang tua yang dalam konteks
dan cinta yang tinggi seperti tingginya ini adalah anak itu sendiri. Sementara itu
status dende tersebut dalam strata sosial kata mate dalam bahasa Indonesia berarti
Representasi Bangsawan Sasak dalam Teks Angin Alus Masyarakat Sasak 115
khususnya orang tua Sasak selalu optimis hindari takdir. Tetapi yang paling penting
tik di tengah keterpurukan yang mengan adalah orang tua dan anak masih bisa ber
cam mereka. Nilai optimistik inilah kemu temu, menyatu. Pertemuan keduanya di
dian menjadikan peribadi Sasak menjadi sebabkan oleh kerinduan penyatuan akan
peribadi yang tangguh dan kuat dengan asal dan tujuan, antara yang diberi kasih
beragam persoalan. Sementara itu pada sayang dan yang menerima kasih sayang.
tataran sinsign menunjukkan bahwa be Pada tataran rhema frasa ini bermakna
berapa kali Sasak dikuasai oleh pihak luar, harapan, peluang. Harapan agar tidak lagi
namun tetap saja merunduk, mengambil terbawa arus kehidupan (kelepangne isiq
hikmah setiap kejadian dan optimis bahwa angin) tidak terjadi lagi. Pada tataran qua
hari esok akan lebih baik. Bahkan sampai lisign mengacu pada keyakinan yang kuat
saat ini kita melihat pola ini masih meng akan keajaiban pada hari esok. Keyakinan
hinggapi kehidupan orang Sasak, menjadi akan segala yang pergi akan digantikan
buruh di rumah sendiri namun mereka dengan yang lebih baik. Keyakinan akan
tetap saja menerima dan yakin bahwa akan kepergian buaq ate kembang mate, kelepangne
ada hari baik esoknya. Sehingga ungkap isiq angin pasti dipertemukan kembali. Se
an sehari-hari seperti ape yak te uni, mule mentara itu pada tataran rhema frasa di
ye wah aneh (memang begitulah), menjadi atas menujukkan bahwa orang Sasak tidak
bukti nyata bahwa kerelaan dan optimistis pantang menyerah, tidak pernah putus asa
selalu ada dalam sanubari orang Sasak. atas segala sesuatu yang menimpanya ka
Dengan demikian, frase laguq temah adalah rena segala sesuatu yang terjadi sudah ada
tanda yang menunjukkan penerimaan tak ketentuan dari pemilik kehidupan. Sehingga
dir bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam membumikan semangat pantang putus
kehidupan sudah digariskan tuhan. Apapun asa dan selalu menerima takdir dengan
yang terjadi dan dialaminya adalah sesu selalu optimis akan sebuah keadaan yang
atu yang memang sudah ditentukan tuhan lebih baik adalah salah satu cara untuk
yang menjadi nasibnya ketika melaksana tetap bisa bertahan menjalani hidup dalam
kan hidup di dunia. Artinya, semua yang kolonialisme yang berkepanjangan, ber
terjadi tersebut adalah pemberian tuhan tahan menjaga norma dan nilai diri yang
yang semuanya tampil nyata dalam bentuk semakin memudar dan bercampur dengan
peristiwa, baik yang sifatnya baik maupun yang lain.
yang tidak baik. Hal itu terjadi juga dalam
cerita rakyat Sasak seperti Putri Mandalika, Kabar Kesedihan Bangsawan Sasak
Dewi Rengganis, dan Dende Cilinaye. Pembacaan semiotik tersebut di atas
Baris terakhir yaitu bau bedait malik ber mengantarkan pada pemaknaan teks ke
makna semoga bisa bertemu kembali dan dalam konteks yang lebih luas. Orang Sasak
menunjukkan bahwa apapun yang terjadi yang mana yang direpresentasikan oleh
pada sang anak yang terpenting adalah teks tersebut. Melalui pembacaan semiotik
masih bisa bertemu lagi (bedait malik) walau tersebut dapat diketahui representasi Sasak
dalam keadaan mengaharukan. Pertemu yang mana yang ditunjukkan oleh teks
an itu terjadi dalam kondisi berserah diri angin alus. Secara keseluruhan teks angin
bahwa tidak ada daya upaya untuk meng alus sebagai sebuah tanda mengacu kepada
Representasi Bangsawan Sasak dalam Teks Angin Alus Masyarakat Sasak 117
tahan dengan adat sepenuhnya tidak me kesedihan masyarakat Sasak kelas bangsa
nerima anaknya kembali. Bangsawan yang wan. Namun, tidak dapat diingkat para
sudah pernah mengenyam pendidikan bangsawan Sasak tersebut sudah belomboq
tinggi lebih terbuka menyikapi adat. Dunia atau meLombok. Bangsawan menjadi sim
yang ditawarkan teks tersebut tersebut bol Jawa yang meLombok. Bangsawan da
membuat peneliti sadar bahwa sebagai lam teks itu direpresentasikan sebagai orang
seorang anak, terlepas dari apakah bangsa yang siap menerima takdir dan merindu
wan atau perwangsa dengan jamaq, harus kan penyatuan kembali antara orang tua
siap menerima takdir sekalipun sesuatu dan anak, antara asal dan tujuan. Kenya
yang menimpanya tidak diharapkannya, taan tersebut membuat peneliti sadar bahwa
namun bukan berarti tanpa bisa diubah. cara pandang Sasak dan makna diri seba
Frase bau bedait malik dalam teks tersebut gai orang Sasak tidaklah tunggal, namun
menunjukkan kemungkinan untuk meng beragam. Beragamnya pandangan tersebut
ubah sesuatu yang sudah terjadi itu menjadi menunjukkan bahwa masyarakat Sasak
sesuatu yang diharapkan atau dicitakan. mengalami percampuran dengan pihak
Namun, semuanya tergantung pada sebe luar.
rapa kuat keyakinan kita untuk mengubah
nya. Konsep bau bedait adalah upaya mem UCAPAN TERIMA KASIH
perbaiki apa yang sudah terjadi atau kita Ucapan terima kasih disampaikan ke
lakukan, baik yang berupa kesalahan mau pada teman sejawat yang telah memberi
pun kecerobohan. masukan dalam proses penelitian. Ucapan
terima kasih disampaikan juga kepada
SIMPULAN reviewer yang telah memberi masukan
Berdasarkan hasil dan pembahasan untuk perbaikan artikel ini.
dapat disimpulkan hal-hal berikut. Pertama,
dunia teks yang digelar teks angin alus DAFTAR PUSTAKA
adalah dunia tragik, kabar luka dan kese Alaini, Nining Nur. 2015. Stratifikasi Sosial
dihan. Luka dan kesedihan akibat denda Masyarakat Sasak dalam Novel Ketika
(sang anak) yang merupakan cermin dirinya Cinta Tak Mau Pergi Karya Nadhira
(buaq ate kembang mate), permata hati (mas Khalid, Jurnal Kandai, Volume 11
mirah) terbawa arus kehidupan dan pera Nomor 1, hlm 110-123
daban. Kabar itu memposisikan anak se Budiwanti, Erni. 2000. Islam Sasak: Islam
bagai sebuah kebenaran dan sebagai harga Wetu Telu versus Islam Wetu Lima. Yogya
diri. karta: Lkis.
Kedua, kabar ketidakberdayaan dan Fajri, Muhammad. 2015. Mentalitas dan
penerimaan atas arus peradaban (modern Ideologi dalam Tradisi Historiografi Sasak-
isme) yang membawanya ke dalam dunia Lombok abad XIX-XX. UGM. Diser
baru yang berbeda dengan dunia tradisi. tasi Ilmu Sejarah.
Ketiga, rasa kehilangan dan kesedihan ter Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra: Sebuah
sebut dialami oleh masyarakat Sasak kelas Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka
Bangsawan. Dengan demikian, teks angin Pelajar.
alus merepresentasikan kehilangan dan Fauzan, Ahmad. 2013. Mitologi Asal-Usul
Representasi Bangsawan Sasak dalam Teks Angin Alus Masyarakat Sasak 119