Anda di halaman 1dari 6
5 Dilema Etik Dalam Keperawatan Gawat Darurat Bernard Heilicser Kontributor: Kusman Ibrahim tik adalah apa yang seharusnya seseorang berperilaku idan bertindak dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya, Btik tidak selalu ‘menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi atau apa yang dituntut secara hukum. Dilema etik muncul ketika perawat-perawat gawat darurat sering berada pada situasi di mana mereka dituntut untuk senantiasa menjadi agen atau advokat bagi pasien, dokter, dan organisasinya. Mereka bisa saja punya konflik kebutuhan, kepentingan dan tujuan serta punya perbedaan keyakinan nilai tik yang sifatnya personal. Bagaimana perawat gawat darurat ‘menangani situasi-situasi seperti itu akan mempengaruhi perawatan pasien dan kepuasan moral perawat. Perawat Gawat Darurat adakalanya harus memilih di antara pilihan yang ada, namun kurang ideal. Menggunakan suatu pendekatan sistematis dan instrumen etis yang tersedia akan membantu perawat mengambil keputusan eputusan etis yang lebih baik dan merasa yakin dengan keputusannya tersebut. “Adanyakonfikntara tenage Kesehatan dan pasien atau keluargany2, dalam keluarga pasien sendiri, atau antara sesama tenaga| ‘Kesehatan seni sering menjadi suatu tanda adanya dilema ei KERANGKA KONSEP ETIK UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN'* Kerangka konsep etik membantu mengklarifikasinilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Tabel 5-1 berisi daftar beberapa kerangka konsep etik yang umum digunakan dalam pengambilan keputusan. PRINSIP-PRINSIP'? PRINSIP-PRINSIP™™ Prinsip etik yang paling mendasar adalah_menghargai semua orang. Prinsip-prinsip etik lain diturunkan dari prinsip ini, Prinsip-prinsip tersebut termasuk: + Autonomi: menentukan diri seni (self-determination) atau kebebasan dalam memilih + Pasien bisa saja membuat keputusan yang berlawanan dengan tindakan medis, namun jika keiputusan tersebut dilakukan pasien dengan kapasitas penuh, maka hal tersebut merupakan hak pasien. + Beneficence: meningkatkan kebaikan + Perawat berkeinginan melakukan apa yang diyakini paling baik bagi pasien. Dilema muncul ketika hal ini bertentangan dengan otonomi _pasien. Prefessionalisme professional adalah bekerja sama dengan pasien untuk menciptakan keselarasan atau keseimbangan dan bukan memperkuat hambatan dianatara keduanya. Peningkatan kualitas perawatan pasien dihasilkan dari adanya keselarasan hubungan antara pasien dan perawat Termasuk pada pada prinsip beneficence adalah paternalistic. Paternalistik hhadir Ketika seseorang yakin terhadap apa yang ‘menurutnya terbaik dan ia berusaha mempenga pembuatan keputusan untuk orang lain. Ini terjadi saat tenaga Kesehatan tidak memberi perhatian penuh terhadap keinginan pasien (misal; perintah lanjut). + Nonmaleficence: lakukan, jangan membuat injury! kerugian, + Hippocrates pertama kali menyatakan bahwa: jangan mengganggu. proses penyembuhan normal juga jangan pula memaksakan Keyakinan diri sendiri Kepada pasien, Menahan atau menghentikan alat bantu kehidupan pasien termasuk ke dalam prinsip ini + Justice: eadilan + Pasein yang tidak memiliki asuransi mempunyai hak perawatan yang sama dengan pimpinan eksekutif rumah sakit, Melekat pada prinsip ini adalah prinsip demokratis, kemanusiaan dan profesionalisme. Meskipun demikian, keadaan-keadaan tertentu dan eputusan triase di unit gawat darurat dapat menjadi tantangan tehadap kemampuan perawat untuk mvvlakukan hal yang sama terhadap semua pasien. + Utility, kebaikan bersama melampaui keinginan dan ebutuhan individual. 27 Dipindai dengan CamScanni 28 BAGIAN 1 Konsep Dasar dan Prinsip Kegawatdaruratan + Prosedur infeksi control, dalam tindakan isolasi pasien adalah salah satu contoh prinsip utilitas, Paternalistik dan utilitas seringkali dikaitkan pada Kasus di mana hak individu harus dibatasi jika berpotensi merugikan orang lain. + Veracity: kejujuran, mengatakan kebenaran + Kebenaran harus disampaikan, atau harus ada alasan Kuat jika keadaan menuntut untuk berbohong. Hellen menjelaskan peran dari “kebohongan yang bersifat terapi” (therapeutic fib) pada pasein Alzheimer. Misalnya, ketika ada seorang_pasien ‘anita lansia penderita Alzheimert yang bersikukuh bahwa ia harus memberi makan bayinya, perawat bisa mengatakan bahwa bayinya sudah diberi makan, Ini dimungkinkan Karena pasien tidak mampu lagi mencerna kebenaran fakta. (e.g., juga karena bayi yang pasien maksud sudah tumbuh dewasa)*. + Jjur termasuk di dalamnya adalah mengakui adanya kkesalahan medis. Meskipun ada kekhawatiran akan sgugatan hukum bila terjadikesalahan, namun kewajiban untuk berkata juju tetap ada, Pasien atau keluarga yang tahu bahwa ada kesalahan medis padahal belum diberi tahu secara resmi, lebih cenderung mengojukan jalur fhukum ketimbang hal tesebut diberitahukan lebih dahulu®, Selain itu, pasien yang dibiarkan tidak tahu tentang suatu kesalahan mempunyai risiko berada dalam bahaya kinis yang lebih besar bila kemudian terjadi geala komplikasi atau ketika keputusan penting menjadi diperlukan, Contoh, seorang pasien yang ‘menerima therapi dosis anti Koagulan yang tidak tepat ‘dan kemudian mengalami episode pendarahan dan bisa saja akibat dari penyebab Iain, hal ini berpotensi memerlukan prosedur tindakan medis yang tadinya tidak diperlukan, prosedur medis yang membahayakan. + Fidelity: menepati janji, seta, dan bertanggung gugat. + Fokus dari prinsip menepati janji adalah menghargai komitmen, Jika terdapat konflik antara berbagai tugas ‘menepati janji, maka kode etik yang dikeluarkan oleh the American Nurses Association's (ANA),menunjukan bbahwa komitmen utama adalah terhadap pasien® Satu studi pada para perawat menemuken bahwa isu etik yang paling sering dinadapi adalah penolakan pasien terhadep Dpongobatar/tindakan yang seharusnya dengan konfit antara ctonom pasion dan beneficence(pinsip kemanfaetan! ‘menentukan tujuan relative, kewajiban dan hak ny. TABEL 5-1 KERANGKA ETIK KERANGKA __ PREMIS DASAR. CONTOH Utilitarian ‘Memberikan yang terbaik untuk jumtah orang terbanyak. —Skenario bencana Rights-based ‘Setiap individu memiliki hak dasar yang melekat dan Hak untuk menolak (berbasishak) tidak bisa ciganggu quot. Duty-based —_Kewaban untuk melakukansuaty atau menolak Perawat tidak membentak balk etka dibentak pasien. (Berbasis tugas} melakukan sesuatu, Intuisionis ‘Sotiap kasus divkur berdasarkan kasus per kasus untuk Haruskah pasien dengan penyakit paru yang parah diberikan ventilator mekanis ketika ada sedikit harapan bisaproses pelepasan ventilator dengan sukses. KODE ETIK Kode etik profesi tidak mempunyai kekuatanhukum, meskipun demikian kode etik bisa menjadi pedoman bagi praktik keperawatan, memberikan standard implisit dan nilai bagi profesi keperawatan. Kode etik ANA telah ada sejak 1950. Pada edisi 2001 ini, kode etik ini mengalami sejumlah penambahan, di antaranya* + Secara khusus mengindikasikan bahwa akuntabilitas, yang mendasar adalah kepada pasien. + Memastikan lingkungan kerja yang aman. + Menunjukan tugas/kewajiban untuk diri sendiri Tabel 5-2 memuat sejumlah pernyataan pedoman praktik dalam kode etik yang dikeluarkan ANA. Asosiasi perawat yang lain seperti Asosiasi Perawat Kanada/Canadian Nurses Association (CNA) dan Konsil Keperawatan Internasional juga telah mengeluarkan kode etik untuk mengarahkan pengambilan keputusan etik, PENGAMBILAN KEPUTUSAN Berbagai proses dapat ditempuh dalam mengambil keputusan etik. Proses Pemecahan Masalah secara jisional + Definisikan tujuan secarajelas Kumpulkan data secara seksama Identifikasi beberapa alternatif Berpikir logis Memilih dan bertindak secara tegas Data harus dikumpulkan sesuai konteks dan berbasis bbukti, Memahami mengapa sesuatu itu tepat dan bagaimana hhal tersebut bisa diterapkan kedalam praktik, dapat ‘membantu implementasi yang lebih baik. umum terjadi adalah tidak mempert yang cukup. Padahal, semakin banyak pilihan alternatif yang dihasitkan, semakin besar kemungkinan keputusan final yang diambil lebih kuat. Proses Perawatan (The Nursing Process) + Mengkaji (Assess) + Menganalisis dan mendiagnosa (Analyze and diagnose) + Merencanakan (Plan) + Mengimplementasikan (Implement) + Mengevaluasi (Evaluate) Dipindai dengan CamScanni BAB 5 Dilema Etik Dalam Keperawatan Gawat Darurat 29 TABEL 5-2 KODE ETIK PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA KATEGORI Perawat dan Klien KODE ETIK 1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan Klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, Kesukuan, waa Kult, uur, jenis kelamin, aliran politi, dan agama yong dinut serta kedudukan sosil 2, Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang ‘menghormatinila-nilai budaya, at itiadat dan kelangsungan hidup beragama dar len 3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan kenerawata. 4, Perawat wajb merahasiakan segala sesuatu yang dketahui sehubungan dengan tuges yarg diprcayakan kepadanya kecual jk diperukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang bork, Porawat dan Praktik 1. Perawat memelinara dan meningkatkan kompetensidibidang keperawatan melalui belaja terus menerus 2 Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanen keperawaten yang tinggi dserta kejujuran professional yang menerapken pengetahuan sorta koterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan kien 3. Perawat dalam membuat keputusan cidasarkan pada informasi yang akurat dan mempertinbangkan kemampuan sera kualifkesi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lan 4, Perawatsenantiasa menjunjng tinggi nama baik profes! keperawatan dengan sellu menunjukkan petilaku professional. Perawat dan Masyarakat 1, Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagaikegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat Perawat dan Teman Sejawat 1, Perawat senantiasa memelinara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelinarakeserasion suasonalingkungan kerja maupun dalam ‘mencapaitujuan pelayanan kesehatan secara menyeluuh 2, Perawat bertndak melindungi tien dari tenaga keschatan yang memberikan pelayanan kesehatan secata tidak kornpeten, tidak eis dan legal Perawat dan Profesi 1. Perawat mempunyai peran utame dalam menentukanstandar pendidkan dan pelayenan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatanpelayanan dan pendidikan keperawatan, 2, Petawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembengan profesi keperawatan. 3. Perawat berpatisipasi ak dalam upaya profes! untuk membangun dan memelihara konisi kerja yang kondusit domi tenwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi Digunakan dengan inn dari Prsatuan Perawat Nasional Indonesia, Instutusi Dewan Pengkajian Etik (Institutional Proses MORAL (The MORAL Process)! + Massage the dilemma/Urutkan dilemma. Kumpulkan data yang berkaitan dengan masalah dan kaji siapa saja yang harus terlibat dalam proses i * Outline optionsrTuliskan beberapa pilihan. Identifikasi berbagai alternatif dan analisa penyebab serta onsekuensinya. * Review criteria and resolve/Kaj krteria dan penyelesaian ‘masalah. Pertimbangkan pilihan-pilihan yang ada dan bandingkan dengan nilai-nilai dari orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan. + Affirm position and actiTegaskan posi bertindak. + Look back/Lihat kembali. Evaluasi keputusan yang sudah diambil. Komite Etik Rumah Sakit diharuskan mempunyai mekanisme untuk menyelesaikan persoalan yang menyangkut dilemma medis dan etis yang terjadi di dalam institusinya. Komite etik ataupun konsultan etik seharusnya senantiasa siaga kapanpun dibutuhkan oleh perawat gawat darurat Ketika ‘mengalami dilema etik. ‘Anda dan Review Boards) Institusi Dewan Pengkajian Etik dibentuk utamanya untuk ‘melindungi subjek riset sesuai dengan prinsip-prinsip etik yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional untuk Perlindungan Subjek Manusia dari Penel iomedis dan Perilaku. Terdapat kecenderungan akhir akhir ini, tentang terjadinya kekeliruan etik dari projek yang mengumpulkan data; menggunakan institusi Dewan Pengkajian Etik Institusi sangat dianjurkan untuk keperluan ini.* SITUASI-SITUASI KHUSUS Arahan Sebelumnya Setiap individu memiliki hak untuk menyampaikan sebelumnya tentang tindakan medis apa yang ingin atau tidak ingin dilakukan, pada situasidi mana mereka tidak ‘mampu membuat keputusan pada saat itu. Diskusi dan perbincangan berikut bisa disarankan: * Menunjuk orang yang dipercaya untuk pelayanan Kesehatan (attorney of health care): pasien menunjuk seorang yang ia percayai (agen) yang dieri kuasa untuk Dipindai dengan CamScanni 30 BAGIAN 1 Konsep Dasar dan Prinsip Kegawatdaruratan ‘mengambil keputusan medis ketika pasien tidak mampu untuk mengambil keputusan. Agen yang ditunjuk bisa siapa saja yang dikehendaki pasien, + Wasiat kehidupan (living will): Sesuatu yang populer ‘walaupun bukan seperti dokumen yang komprehensif, hal ini memberitahu kepada petugas keschatan tentang apa yang pasien inginkan terjadi pada situasi ketika ia sudah kehilangan harapan untuk bertaban hidup secara bermakna, Berbeda dengan yang menguasakan seperti di atas, pada wasiat kehidupan prognosis pasien harus tidak ada harapan, Bila prognosis tidak bisa ditetapkan, maka Pernyataan wasiat kehidupan ini tidak bisa diberlakukan, + Bertindak sesuai Undang-undang perwakilan (Health Care Surrogate Act): ketika pasien tidak memilikiarahan dimuka, maka pengambilan keputusan sesuai Undang ‘undang Perwakilan dalam Pelayanan Kesehatan, Dalam hal ini, orang tua/wali menjadi pihak yang_ paling mungkin dijadikan wakil dalam mengambil keputusan terkait tindakan medis yang akan diambil. Disusul kemudian oleh suami atau istri anak, saudara kandung, dan lainnya, Arahan sebelumnya atau penunjukan orang kepercayaan dalam pengambilan keputusan dapat mengesampingkan keinginan keluarga dan seharusnya dihormat,fika keluarga menentang keputusan ini (missal mereka menuduh bahwa ‘keputusan diambil karena niat yang tidak baik, misal Karena motif uang) maka mereka bisa megajukan gugatan ke pengadilan untuk mencari keadilan ‘Sebelum arahan dimuka ini beraku, pasien herus dinyatekan berada dalam kondisi tidak memiliki Kapasitas untuk mengambil keputusan, Selalu membuat penentuan dengan hati-ati terkait tapasitas pasien dalam mengambil keputusan.Pasien dalam hal ini pura hak otonomi Do Not Resuscitate (DNR) Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah salah satu jenis tindakan medis agresif dan hanya akan dilakukan pada kondisi di ‘mana terjadi henti jantung-paru (cardiopulmonary arrest). ‘Untuk menghindari terjadinya ha- hal yang tidak diinginkan, seseorang bisa menolak dilakukan RJP. Menolak dilakukan RIP merupakan hak dan bisa diajukan oleh siapapun yang punya kapasitas untuk memutuskan, beberapa hal berikut bisa dipertimbangkar + Pasien diidentifikasi sebagai Do Not Resuscitate (DNR) tetapi tidak mempunyai dokumen yang lengkap. Ketika hal ini terjadi, tenaga keschatan wajib ‘merawat pasien dan pelaksanaan RJP tidak dibatalkan, Untuk menghindari konflik, tetap dibutuhkan Komunikasi yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan. Pasien dengan prognosis buruk masih menginginkan RIP penuh, Walaupun hal ini bisa sangat merepotkan perawat UGD, namun pasien memiliki hak otonomi dan keinginan pasien tetap harus dihormati, Tenaga Kesehatan tidak bisa memaksakan pendapat tentang kualitas hidup mereka pada situasi seperti ini. Informed Consent (Penjelasan dan Persetujuan) atau Penolakan Persetujuan yang baik melibatkan banyak aspek. Apakah seorang pasien dewasa: + Memahami tujuan dari tindakan medis atau perawatan termasuk keuntungan dan risikonya? + Memahamitindakan alternatif termasuk keuntungan ddan risikonya? + Memahami konsekuensi yang akan terjadi jika tidak dlilakukan tindakan medis/perawatan? + Punya sistem nilai untuk menghargai apa yang sedang terjadi? + Punya kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa paksaan keluarga atau teman? Diskusi tentang informasi ini paling baik disampaikan oleh orang yang akan melakukan penanganan_medis Tanggung jawab perawat adalah menjadi saksiselama proses consent tersebut dilakukan. Hal serupa juga harus diterapkan dan didokumentasikan dengan baik ketika pasien menolak untuk dilakukan tindakan medis atau perawatan. Meninggalkan Rumah Sakit tanpa Anjuran Medis atau Meninggalkan tanpa Penanganan Medis ‘Terlepas dar perilaku.atau penampilan pasien,harusditentukan secara objektif apakah pasien dapat membuat keputusan. Kompetensi adalah suatu ketetapan legal, namun kapasitas untuk membuat keputusan adalah Ketetapan medi. Hal yang terpenting bukanlah tanda tangan yang tertera di atas Kertas, tetapi apakah pasien memahami secara penuhatas tindakan yang akan dilakukan. Apakah pasien (yang bukan minor): + Menunjukkan bahwa ia sadar penuh terhadap kondisinya? + Memahami risiko dari penolakan termasuk potensi komplikasi dan efek sampingnya? + Mengulang lagi pemahaman tentang konsekuensi- konsekuensi tersebut? + Memiliki lingkungan yang aman di mana ia tinggal? Upaya yang jujur harus dilakukan untuk meyakinkan pasien agar melakukan apa yang menurutnya terbaik. Untuk menghindarkan penelantaran, pasien harus disarankan tuntuk kembali ke UGD untuk minta pertolongan jika pasien berubah pikiran, Informasi tindak lanjut yang cukup hharus tetap diberikan. Keseluruhan proses ini harus terdokumentasi secara lengkap dan disaksikan dengan baik. Kerahasiaan (Confidentiality) “Tanggung jawab yang tama dari perawatan pasien adalah untuk menghargai kerahasiaan pasien. Kepercayaan pasien tergantung dari _kemampuan menjaga Kerabasiaannya. Keadaan unit gawat darutat sering merupakan_ sebuah lingkungan sangat sibuk, meskipun sulit, semua tenaga Kesehatan horus tetap sadar untuk akan pening confidentiality pasien, Percakapan dengan pasien, keluarg atau dengan staf yang lain seharusnya tidak dilalukan depan orang lain, Hanya orang-orang yang mempunyai keterkaitan dengan perawatan pasien saja yang bisa mendapatkan informasi terkait pasien. Pasien-mempunyai hak untuk Dipindai dengan CamScanni BAB 5 Dilema Etik Dalam Keperawatan Gawat Darurat 31 memilih kepada siapa informasinya bisa diceritakan dan pilihan ini harus dihormati Memperlakukan Orang yang Belum Dewasa Seringkali terjadi kontroversi ketika seorang yang belum ewasa harus menjalani perawatandarurat, terutama dalam kondisi berikut: + Anak tanpa didampingi orang tua dibavsa ke UGD. + Orang tua atau wali anak menolak menjalani perawatan, Dilema semacam ini bisa disclesaikan dengan ‘menentukan apa yang terbaik bagi anak tersebut dan apakah melakukan kebalikannya berarti menelantarkan atau mengabaikannya. Scorang anak tanpa didampingi orang tua harus segera ditangani apabila kondisi-medisnya memerlukan_intervensi emergensi atau penatalaksanaan nyeri, Fengkajian dan stabilissi kondlsidiperlukan, Ketika ‘orang tua datang, tindakan yang sudah dllakukan dapat sinta persetujuan. ka orang tua menolakuntukmelanjutkan perawatan, ini bis dikategorikan sebagai penclantaran atau ‘abuse, namun bagaimanapun pasien sudah dlakukan pertolongan. Menunggu persetujuan orang tua dalam, keadaan bahaya mengancam bagi anak adalah tidak tepa. Tika pasien anak diddampingi oleh orangtuanya dan orang tua menolak dilakukan tindakan tertentu (misalnya lumbar pungsi bagi yang diduge meningitis atau kasus penolakan penggunaan insulin atas dasar keyakinan agama), maka perlindungan terhadap hak anak harus dipikirkan. (Orang dewasa memang memiliki hak otonomi, tapi hak ini tidak dapat dipaksakan pada seorang anak. ‘Ada beberapa keadaan Ketika seorang anak dapat ‘memberikan persetujuan. Hal ini biasanya terkait dengan infeksiakibat aktifitas seksua, atau yang disebabkan alkohol ddan obat terlarang atau yang menyangkut gangguan jiwa. Hiukum negara disa diterapkan, Orang yang belum dewasa juga bisa menjadi subjek untuk bahan legislas. Adakalanya seseorang dubawah umur 18 tahun sudah menikah dan hidup mandir. Triase Triase di UGD bisa menjadi tantangan tersendiri bagi erawat, Pertanyaan berikut bisa membantu prioritas dalam penanganan: + Siapa yang dilihat lebih dulu? + Siapa’ yang mendapat prioritas _terakhir dimasukan ke ruang perawatan intensif? + Apayangakan dilakukan ketika sumberdaya peranganan terbatas? + Apakahmenyangkut kejadian/korban masal, berbeda? Paradigma normal di gawat darurat adalah memberikan pertolongan kepada yang paling membutubkan secara ‘medis atau kondisi yang paling kritis, Prioritas kemudian diberikan bagi pasien yang tidak berada dalam kondisi leritis, dan diikuti oleh pasien yang berada dalam kondisi stabil atau tidak gawat darurat. Pada prinsipnya pola triase menandai tingkatan pada kondisi tersebut dengan warna ‘merah, kuning dan hijau. Lebih lanjutlihat Bab 8, Tantangan etis muncul ketika pasien yang lebih kritis namun Kurang diharapkan, berkompetisi untuk untuk mendapatkan pelayanan perawatan dengan, mungkin dia atau yang ain menjadi korbannya. Etikkesehatan professional mengarahkan tindakan/trearment harus diberikan kepada pasien yang paling kritis, dan tidak membuat penilaian peribadi disamping pasien. Dalam hal serupa, menentukan prioritas untuk pasien dirawat harus didasarkan pada penilaian dan kebutuhan medis. Perkirsan nilai kemanusiaan seharusnya tidak menjadi keiteria. Ketika sumberdaya medis terbatas, keputusan untuk treatment atau tindakan pelayanan keschatan menjadi sangat kompleks. Pertanyaan kembali terulang, siapakah yang berhak mendapatkan prioritas pelayanan oleh tenaga kesehatan sesuai kemampuan dan keapasitasnya? Pada kasus Kejadian masal/korban masal (MCI/Mass Casualty Incident) menunjukan_ dilema ini muncul, Pada kasus MCI ini logikanya menjadi terbalik. Melakukan yang paling baik, untuk jumlah pasien yang, lebih banyak, hal ini mungkin bertolak belakang dengan memberikan treatment untuk yang paling paling krits. Jka persediaan sumber daya, dan staf tidak mampu memenuhi keseluruhan kebutuhan populasi pasien, keputusan yang, mendasar yang harus dibuat adalah bagaimanakah yang terbaik untuk fokus merespons, kondisi tersebut. Ketika perawat secara normal akan melakukakn upaya resusitasi, resources yang diperlukan untuk hal tersebut, akan menyedot sumberdaya bagi yang lain, dan meletakan kelangsungan hidup mereka dalam bahaya. Hal ini merupakan contoh terbaik, bagaimana berrespons, pada bencana lingkungan besar. Panggilan telpon ke unit gawat darurat bisa pula menghadirkan masalah etik yang berbeda Banyak pasien yang melakukan panggilan ke unit gawat darurat dengan alasan beragam dan kadang_menarik. Bagaimana menangani panggilan ini, dapat merupakan kesempatan untuk edukasi, langkah menenangkan atau bahkan percakapan yang bisa menyelamatkan hidup seseorang. Respons atas pertanyaan sederhana yang tidak ‘memerlukan penjelasan medis menunjukan adanya kohesi sosial yang baik (contoh frekuensi minum obat atau penjelasan istilah medis). Menenangkan orang tua yang panik merupakan langkah yang baik. Menganjurkan panggilan darurat pada nomor darurat juga bisa jadi mencegah bencana yang lebih besar (atau membantu ‘melakukan panggilan darurat 112). Namun, keinginan untuk menolong dengan memberikan advis medis dapat berbahaya dan harus dihindari, Pasien tidak ada didepan petugas Kesehatan, Perawat harus menginstruksikan pada penelepon untuk datang ke unit gawat darurat, jika pertolongan medis adalah jawaban nya. Konsekuensi medis legal tethadap advis atau informasi telepon yang tidak akurat sangat serius. REFLEKSI: MENANGANI KESULITAN DENGAN INTEGRITAS DAN ETIK Berpegang teguh pada prinsip etik dalam berbagai keadaan, bahkan dengan pasien yang sulit menegaskan professionalisme dan humanism perawat _gawat darurat/emergency nurses. Overcrodit pasien, keterbatasan Dipindai dengan CamScanni staf, dan masalah lain di unit gawat darurat dapat menyebabkan perawat stress schingga_mempengaruhi pengambilan keputusan, Untuk menjaga pengambilan keputusan dalam koridor etik, perawat harus senantiasa mengingat beberapa hal berikut: + Orang yang sakit harus diperlakukan layaknya pasien, bukan sebagai pelanggan. + Pengunjung yang sering datang ke unit gawat darurat mungkin mengalami terminal event, jadi dia harus diperlakukan, dihargai dan dirawat sama seperti pertama kali dia datang. + Setiap pasien adalah manusia yang mencari pertolongan. + Setiap Keputusan yang diambil harus berdasar pada Kebutuhan pasien + Setiap keputusan etis harus dibuat dengan pertimbangan berikut: + Apakah keputusan yang diambil bisa dipertanggung jawabkan? + Apakah keputusan yang diambil masih relevan dalam 5 tahun? + Apa kira- kira yang akan ibu kita sarankan untuk dilakukan pada kondisi tersebut? + Ingatlah alasan kenapa kita jadi perawat? Seorang perawat gawat darurat dapat tetap menjalani profesinya dengan hati nurani yang utuh dengan mengetahui bahwa langkah-langkah yang benar telah diambil untuk pasien ketika dihadapkan dengan dilema etik. BAGIAN 1 Konsep Dasar dan Prinsip Kegawatdaruratan DAFTAR PUSTAKA 1 Marquis, B. Ly & Huston, C. J. (2009). Ethical issues. tn Leadership roles and management functions in nursing: Theory ‘and application (6th ed, pp. 69-92). Philadelphia, Pa; Lippincott, Williams & Wilkins. Feilicser, B. (2006). Ethics. In P.G. Zimmermann & R. D. Here (Eds.), Triage nursing secrets. St. Louis, MO: Mosby. | Heauchamp, T, & Childress, J. (2008). Principles of biomedical cthies (6th ed.), New York, NY: Oxford University Press. Hellen, C. (1998). Alzheimer’s disease: Activity-focused care (and ed.). Burlington, MA: Butterworth Heinemann. . Kachalia, A., Kaufman, S. R., Boothman, R., Anderson, $,, Welch, K., Saint, S. & Rogers, M. A. (2010). Liability claims and costs before and after implementation of a medical error disclosure program. Annals of Internal Medicine, 153(4), 213-221 1. American Nurses Association. (2001). Code of ethics for nurses ‘with interpretive statements. Washington, DC: American Nurses Publishing. Grisham, P. (1985). MORAL: How can I do what is right? Nursing Management, 16(3), 42A~442N, . Foss, GF (2005). Modifications of graduate public/community health nursing internships to facilitate compliance with Institutional Review Board and Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA) regulations. Public Health Nursing, 22(2), 172-179. Laabs, C. A. (2005). Moral problems and distress among nurse practitioners in primary care. Journal of the American Academy (of Nurse Practitioners, 17(2), 76-84. Dipindai dengan CamScanni

Anda mungkin juga menyukai