Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN DASAR

KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI

Dosen Pengampu: Ns. Ayu Dewi Nastiti, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh:

Sholikhatul Mufidah

NIM 222303102091

PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

KAMPUS KOTA PASURUAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya penyusunan makalah “Konsep Kebutuhan Eliminasi” ini
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan yang


mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun oleh pembaca untuk kesempurnaan makalah ini
kedepannya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
khalayak semua.

Pasuruan, 20 April 2023

Sholikhatul Mufidah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 1-2
C. Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Kebutuhan Eliminasi .................................................... 3


B. Konsep Dasar Eliminasi ............................................................. 3-4
C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi ............................................. 4-7
D. Gangguan pada Eliminasi .......................................................... 7-9
E. Tindakan dalam Upaya Pemenuhan Eliminasi ........................... 9
F. Konsep Asuhan Keperawatan pada Gangguan Eliminasi .......... 9-23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 24
B. Saran ........................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh.
Zat yang tidak dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan
pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah
bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hampir
semua karbondioksida. dibawa keparuparu oleh sistem vena dan
diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium.
Eliminasi urine secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan
sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan
menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit
ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah
didalam urin. Usus mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh.
Pengeluaran feses melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah
pola pada usia 30 sampai 36 bulan. (Perry & Potter. 2005)
Untuk menangani masalah eliminasi klien. perawat harus
memahami eliminasi normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau
menghambat eliminasi. Asuhan keperawatan yang mendukung akan
menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan dirancang
untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa
ketidaknyamanan

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi kebutuhan eliminasi?
2. Bagaimana konsep dasar eliminasi?
3. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi urin dan proses
defekasi?
4. Masalah apa yang terjadi pada eliminasi?
5. Tindakan apa yang dilakukan dalam upaya pemenuhan eliminasi?

1
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan
eliminasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dan konsep dasar kebutuhan eliminasi
2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi dan masalah yang terjadi
pada eliminasi
3. Mengetahui tindakal yang dilakukan dalam upaya pemenuhan eliminasi
4. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan
eliminasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kebutuhan Eliminasi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh baik melalui ginjal berupa urin ataupun bowel (fekal)

B. Konsep Dasar Eliminasi


a. Urin
Eliminasi urin normalnya. adalah pengeluaran cairan. Proses
pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ
eliminasi urin seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. Ginjal
memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan
urin ke bladder. Dalam bladder urin ditampung sampai mencapai
batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Air sisa metabolisme dalam darah difiltrasi oleh ginjal.
Darah mengalir sampai ke ginjal melalui arteri renal yang
merupakan cabang dari aorta abdomen. Kira-kira darah akan masuk
ke ginjal 20-25% dari kardiak output. Dalam glomerulus ginjal
difiltrasi air dan zat-zat lain seperti glukosa, asam amino, urea,
kreatinin, dan elektrolit. Glomerulus akan memfiltrasi kira-kira 125
ml/menit. Tidak semua hasilfiltrasi akan dikeluarkan sebagai urin,
tetapi sebagian zat berupa glukosa, asam amino, uric acid, sodium,
dan potassium kembali ke plasma. Pengeluaran urin tergantung pada
intake cairan. Pada orang dewasa normal pengeluaran urin kira-kira
1500-1600 ml/hari, atau 60 ml/menit. Jika pengeluaran urin kurang
dari 30 ml/menit kemungkinan terjadi gagal ginjal.
Ginjal menghasilkan hormon eritropoitin yang berfungsi
untuk merangsang produksi eritropoitisetin yang merupakan bahan
baku sel darah merah pada sumsum tulang. Hormon ini dirangsang
oleh adanya kekurangan aliran darah (hipoksia) pada ginjal. Di
samping eritropotin, ginjal juga menghasilkan hormon renin yang
berfungsi sebagai pengatur aliran darah ginjal pada saat terjadi

3
iskhemia. Renin dihasilkan pada sel juxtaglomerulus pada apparatus
juxtaglomerulus di nephron. Renin berfungsi sebagai enzim yang
berfungsi mengubah angiotensinogen (dihasilkan di hati) menjadi
angiotensin I yang kemudian diubah di paru-paru menjadi
angiotensin II dan angiotensin III. Angiotensin II berdampak pada
vasokontriksi dan menstimulus aldosteron untuk
menahan/meretensi air dan meningkatkan volume darah.
Angiotensin III memberikan efek tekanan pada aliran pembuluh
darah arteri.

b. Fekal
Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus
besar. Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum yang
panjangnya kira- kira 6 meter dengan diameter 2,5 cm. Usus besar
terdiri dari rectum, colon, dan rectum yang kemudian bermuara pada
anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dengan diameter kira-kira
6 cm. Usus menerima makanan yang sudah berbentuk chyme
(setengah padat) dari lambung untuk mengabsorpsi air, nutrien, dan
elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat,
dan enzim.
Chyme bergerak karena peristaltik usus dan akan
berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai
mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan
kolon dibagi menjadi tiga bagian yaitu, pertama haustral shuffing
adalah gerakan mencampur chyme untuk membantu mengabsorpsi
air, kedua kontraksi haustral yaitu gerakan untuk mendorong
materi air dan semi padat sepanjang kolon, ketiga gerakan
peristaltik yaitu gerakan maju ke anus yang berupa gelombang

C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi


a. Eliminasi urin
1. Pertumbuhan dan perkembangan

4
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah
pengeluaran urin. Pada orang tua volume bladder berkurang
demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih
juga akan lebih sering
2. Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya
dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya ada
masyarakat yang dapat kemih pada lokasi terbuka.
3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi
4. Kebiasaan seseorang berkemih.
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga
ia tidak dapat berkemih dengan menggunakan por urine.
5. Tonus otot
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot bladder, otot
abdomen dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan
tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.
6. Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk
meningkatkan pembuangan urin. Kopi, teh, coklat, cola
(mengandung kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan
ekskresi urin.
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi
urin karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit.
Peradangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi
urin.
8. Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus
sehingga produksi urin akan menurun.
9. Pengobatan

5
Penggunaan diuretik menigkatkan output urin,
antikolinergik dan antihipertensi menimbulkan retensi urin.
10. Pemeriksaan Diagnostik
Intravenus pyelogram di mana pasien dibatasi intake
sebelum prosedur untuk mengurangi output urin.
Cystocospy dapat menimbulkan edema lokal pada uretra,
spasme pada spinter bladder sehingga dapat menimbulkan
urin.

b. Eliminasi Bowel
1. Usia
Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang,
sedangkan pada usia manula kontrol defeksi menurun.
2. Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses,
banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga
mempengaruhi proses defekasi.
3. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi
lebih keras, disebabkan karena absorpsi cairan yang
meningkat.
4. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat
membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan
memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.
5. Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan
peristaltik, sehingga menyebabkan diate.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan
konstipasi.
7. Gaya hidup

6
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil
secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan
menahan buang air besar.
8. Prosedur Diagnostic
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya
dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat
buang air besar kecuali setelah makan..
9. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan
konstipasi.
10. Anestesi dan Pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi inpuls parasimpatis,
sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus.
Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam.
11. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hend
fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan un
buang air besar.
12. Kerusakan sensorik dan motoric
Kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan menimbulkas
penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.

D. Gangguan pada Eliminasi


a. Eliminasi Urin
1. Retensi urin: Penumpukan urin dalam bladder dan ketidak-
mampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih.
Penyebab distensi bladder adalah urin yang terdapat dalam
blad- der melebihi dari 400 ml. Normalnya adalah 250-400
ml.
2. Inkontinensia urin: Ketidakmampuan otot spinkter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Ada
dua jenis inkontinensia, stres inkontinesia dan urge

7
inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien
terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran
kemih bagian bawah atau spasme bladder.
3. Enurisis: Ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol)
yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan
spinter ekstema. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada
orang jompo

b. Eliminasi Bowel
1. Konstipasi: Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya
feses yang kering dan keras melalui usus besar. Biasanya
disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur,
penggunaan laksatif yang lama, psikologis, obat-obatan,
kurang aktivitas, usia.
2. Fecal imfaction: Masa feses yang keras di lipatan rectum
yang diaki batkan oleh retensi dan akumulasi material feses
yang berkepan jangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi,
intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah
serat, dan kelemahan romus otot.
3. Diare: Keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi
buang air besar akibat cepatnya chyme melewati usus besar,
sehingg usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena stres
fisik, obat-obatan, alerg penyakit kolon, dan iritasi intestinal.
4. Inkontinensia alvi: Hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas yang melalui spinter
anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan di
daerah anus Penyebabnya karena penyakit-penyakit
neuromuskuler, trau spinal cord, tumor spinter anus eksterna.
5. Kembung: Flatus yang berlebihan di daerah intestinal
schings menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan
karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturat,

8
penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal),
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gas
dapat berefek anestesi
6. Hemorroid: Pelebaran vena di daerah anus schagai akibar
peningkatan tekanan di daerah tersebut. Penyebabnya adalah
konstipasi kronis, peregangan maksimal saat defekasi,
kehamilan dan obesitas

E. Tindakan dalam Upaya Pemenuhan Eliminasi


1. Tindakan mengatasi masalah eliminasi urine (buang air kecil):
a. Buang air kecil dengan urineal
Melakukan keteterisasi
2. Tindakan mengatasi masalah eliminasi bowel (buang air besar):
a. Membantu pasien membuang air besar dengan pispot
b. Memberikan huknah
c. Memberikan gliserin
d. Memberikan privasi kepada klien saat defekasi

F. Konsep Asuhan Keperawatan pada Gangguan Eliminasi


a) Pengkajian keperawatan
1. Riwayat Kesehatan
➢ Pola Berkemih
• Dribbing: Urine menetes sedikit demi sedikit.
• Glicosuria: Terdapat kandungan kandung glukosa pada
urine.
• Piuria: Terdapat pus pada urine.
• Nokturia: Sering terbangun pada malam hari karena
ingin buang air kecil.
• Anuria: Tidak merasakan keinginan berkemih.
➢ Gejala dari perubahan berkemih

9
• Frekuensi: Terjadi perubahan jumlah berkemih dalam
sehari.
• Desakan berkemih (Urgensi): Pasien selalu merasakan
tiba-tiba ingin berkemih.
• Disuria: Nyeri saat buang air kecil.
• Poliuria: Pasien merasakan sering buang air kecil.
• Volume Urine
No. Usia Jumlah Hari
1 1-2 hari 15-600 ml
2 3-10 hari 100-300 ml
3 10 hari - 2 bulan 250-400 ml
4 2 bulan - 1 tahun 400-500 ml
5 1-3 tahun 500-600 ml
6 3-5 tahun 600-700 ml
7 5-8 tahun 700-1000 ml
8 8-14 tahun 800-1400 ml
9 14 tahun - dewasa 1500 ml
10 Dewasa tua Kurang lebih 1550 ml
1 1-2 hari 15-600 ml

➢ Faktor yang mempengaruhi kebiasaan BAK


• Diet: Kurangnya asupan cairan dan buah dapat
menyebabkan penurunan keluaran urine.
• Life style dan tingkat aktivitas.
• Stress psikologis: Dapat meningkatkan frekuensi
keinginan berkemih

➢ Kondisi urin

No Normal Kondisi Interpretasi


Urine berwarna gelap
1 Kekuningan warna
seperti teh merupakan

10
efek obat, sedangkan urine
yang berwarna merah dan
kuning pekat
mengidentifikasikan
adanya penyakit
Bau menyengat
merupakan akibat adanya
2 Aromatik bau
infeksi/konsumsi obat
tertentu
Menunjukkan kondisi
3 1,010-1,030 Berat jenis normal (cairan dan
elektrolit terpenuhi)
Terang dan Adanya kekeruhan bisa
4 Kejenuhan
transparan karena adanya mucus
Ph dalam
Menunjukkan
5 kondisi asam pH
keseimbangan asam basa
(4,5-7,5)
Zat protein
makro
seperti
Albumin,
Hiitrogten, Menunjukkan kerusakan
6 Protein
Globullin, ginjal
tidak dapat
disaring
melalui
ginjal urine
Hematuri dapat muncul
Tidak karena adanya trauma atau
7 Darah
terlihat jelas penyakit pada sistem
urinaria bagian bawah

11
Sejumlah
glukosa
Jika menetap
yang tidak
8 Glukosa mengindikasikan penyakit
menetap
diabetes mellitus
bersifat tidak
berarti

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk pola eliminasi berfokus pada
masalah fungsional yang terkait dengan inkontinensia urin atau
fekal dan menilai area perineum dan perianal. Evaluasi
fungsional dimulai dengan wawancara dan berlanjut hingga
pemeriksaan fisik. Status mental dapat dievaluasi dengan
mendengarkan respons klien terhadap pertanyaan dan dengan
mengamati interaksi dengan orang lain
Perineum awalnya diperiksa untuk menilai integritas kulit.
Di antara klien dengan inkontinensi urine yang parah, bau khas
urine mungkin ada, dan kulit mungkin menunjukkantanda-tanda
ruam monilial (makulopapular, ruam merah dengan lesi satelit)
atau dermatitis kontak amonia (ruam papula dengan kulit
maserasi jenuh). Di antara pasien dengan inkontinensia fekal
yang parah, kulit sering gundul, merah, dan menyakitkan saat
disentuh, khususnya jika sudah terkena feses yang cair.

3. Intake dan Output Cairan


a. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b. Kebiasaan minum di rumah.
c. Intake: cairan infus, oral, makanan, NGT.
d. Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan.
e. Output urine dari urinal, cateter bag,drainage ureterostomy,
sistostomi.

12
f. Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan

4. Pemeriksaan Diagnostik
Jenis pemeriksaan yang biasa dilakukan berupa Urinalisis
dengan memeriksa:
a. Warna: Jernih Kekuningan.
b. Penampilan: Jernih.
c. Bau: Beraroma.
d. pH: 4,5 – 8,0.
e. Berat jenis: 1,005 – 1,030.
f. Glukosa: Negatif
g. Keton: Negatif.
h. Kultur Urine: Kuman pathogen negatif.

b) Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan (SDKI, 2017), Adapun masalah keperawatan yang
mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1. Gangguan eliminasi urine: Disfungsi eliminasi urine dengan
batasan karakteristik:
➢ Anyang-anyangan
➢ Disuria
➢ Inkontinensia
➢ Sering berkemih
➢ Inkontinensia urine
➢ Retensi urine

Faktor yang berhubungan:

➢ Gangguan sensori motoric


➢ Infeksi saluran kemih
➢ Obstruksi anatomik
➢ Penyebab multiple

13
2. Meningkatkan eliminasi urine: Suatu pola fungsi urinarius yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan eliminasi yang dapat
ditingkatkan dengan batasan karakteristik:
➢ Menyatakan ingin meningkatkan eliminasi urine
3. Inkontinensia Urinarius Fungsional: Ketidakmampuan
individu, yang biasanya kontinen, untuk mencapai toilet tepat
waktu untuk berkemih yang mengalami pengeluaran urine yang
tidak sengaja dengan batasan karakteristik:
➢ Berkemih sebelum mencapai toilet
➢ Inkontinensia urine sangat tinggi
➢ Mengosongkan kandunng kemih dengan tuntas
➢ Sensasi ingin berkemih
➢ Waktu untuk mencapia toilet memanjang setelah ada
sensasi dorongan
Faktor yang berhubungan:
➢ Faktor perubahan lingkungan
➢ Gangguan fungsi kognisi
➢ Kelemahan struktur panggul
➢ Keterbatasan neuromuskular
4. Inkontinensia urine aliran berlebih: Pengeluaran urine
involunter yang dikaitkan dengan distensi kandung kemih
berlebihan dengan batasan karakteristik:
➢ Distensi kandung kemih
➢ Kebocoran sedikit urine involunter
➢ Nokturia
➢ Volume residu pasca berkemih tinggi
Faktor yang berhubungan:
➢ Disenergia stinger eksternal
➢ Hiperkontraktilitas dretrusor
➢ Impaksi fekal
➢ Opstruksi saluran keluarga kandung kemih
➢ Program Pengobatan

14
5. Inkontinensia urine refleks: Pengeluaran urine involunter pada
interval yang dapat diprediksi ketika mencapai volume
kandung kemih tertentu dengan batasan karakteristik:
➢ Obstruksi ureter
➢ Program pengobatan
➢ Prolaps pelvik berat
➢ Ketidakmampuan memulai berkemih secara volunteer
➢ Ketidakmampuan menahan berkemih secara volunteer
➢ Pengosongan tidak tuntas pada lesi di atas pusat mikturisi
pontine
➢ Sensasi dorongan berkemih tanpa hambatan volunter
kontraksi kandung kemih
Faktor yang berhubungan:
➢ Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi pontine
➢ Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi sacral
➢ Kerusakan jaringan
6. Inkontinensin urine stres: Rembesan urine tiba-tiba karena
aktivitas yang meningkatkan tekanan intra-abdomen dengan
batasan karakteristik:
➢ Rembesan involunter sedikit urine(misalnya pada saat
batuk tertawa, bersin atau olahraga)
➢ Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya
kontraksi detrusor
➢ Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya
overdistensi kandung kemih.
Faktor yang berhubungan:
➢ Defisiensi sfingter uretra intrinsic
➢ Kelemahan otot pelvik
➢ Peningkatan tekanan intraabdomen
➢ Perubahan degeneratif pada otot

15
7. Inkontinensia urine dorongan: Pengeluaran urine involunter
yang terjadi segera setelah suatu rasa dorongan kuat untuk
berkemih dengan batasan karakteristik:
➢ Dorongan berkemih
➢ Pengeluaran urine involunter pada kontraksi kandung
kemih
➢ Pengeluaran urine involunter pada spasme kandung kemih
➢ Tidak mampu mencapai toilet pada waktunya untuk
berkemih.
Faktor yang berhubungan:
➢ Asupan kafein
➢ Asupan alcohol
➢ Hiperaktivitas detrusor dengan gangguan kontraktilitas
kandung kemih
➢ Impaksi fekal
➢ Infeksi kandung kemih
➢ Penurunan kapasitas kandung kemih
8. Risiko inkontinensia urine dorongan: Rentan mengalami
pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan sensasi
dorongan berkemih yang kuat dan tiba-tiba, yang dapat
mengganggu kesehatan.
Faktor risiko:
➢ Asupan alkohal
➢ Gangguan kontraktilitas kandung kemih Hiperaktivitas
detrusor pada gangguan kontraktilitas kandung kemih.
➢ Impaksi fekal
➢ Kapasitas kandung kemih kecil Kebiasaan toileting tidak
efektif
➢ Program pengobatan
9. Retensi urine: Pengosongan kandung kemih tidak tuntas
dengan batasan karakteristik:
➢ Berkemih sedikit

16
➢ Distensi kandung kemih
➢ Disuria
➢ Inkontinensia aliran berlebih
➢ Menetes
➢ Residu urine
➢ Sensasi kandung kemih penuh
➢ Sering berkemih
➢ Tidak ada haluaran urine
Faktor yang berhubungan:
➢ Inhibisi arkus refleks
➢ Sfingter kuat
➢ Sumbatan saluran perkemihan

c) Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Intervensi
Diagnosa
Kriteria Hasil Keperawatan Rasional
Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
Retensi Setelah SIKI: Irigasi 1. Mengetahui
Urine dilakukan Kandung Kemih intake dan
berhubungan asuhan output cairan
dengan blok keperawatan Observasi pasien
spingter selama 3 x 24 1. Monitor 2. Memastikan
jam, keseimbangan posisi kateter
Gejala dan diharapkan cairan benar agar
Tanda retensi urine 2. Periksa memperlancar
Mayor: pada pasien aktivitas dan cairan irigasi
Ds: pascabedah mobilitas (mis, yang masuk
1. Sensasi TURP dapat posisi kateter, 3. Memastikan
penuh diatasi dengan lipatan kateter) kateter yang
pada menunjukkan sesuai untuk

17
kandung SLKI: 3. Identifikasi dilakukan
kemih kateter yang irigasi kandung
Do: Eliminasi akan digunakan kemih
1. Disuria/ Urine: adalah kateter 4. Mengetahui
anuria Membaik threeways sejauh mana
2. Distensi 4. Identifikasi kemampuan
kandung Dengan kemampuan pasien meraat
kemih kriteria hasil: pasien merawat kateter
1. Desakan kateter 5. Memastikan
Gejala dan berkemih 5. Identifikasi obat irigasi
Tanda menurun order obat sesuai order
Minor: 2. Distensi irigasi kandung 6. Mengetahui
Ds: kandung kemih Kembali cairan irigasi
1. Dribblin kemih 6. Monitor cairan yang keluar
g menurun irigasi yang 7. Mengetahui
Do: 3. Berkemih keluar (bekuan respon klien
1. Residu tidak tuntas darah atau sebelum dan
urine menurun benda asing sesudah irigasi
150ml 4. Volume lainnya) kandung kemih
atau residu urine 7. Monitor respon 8. Mengetahui
lebih menurun pasien selama hasil kadar
5. Urine dan setelah elektrolot
menetes irigasi kandung dalam tubuh
(dribbling) kemih pasien
menurun 8. Monitor hasil 9. Mengetahui
6. Enuresis elektrolit darah jumlah cairan
menurun 9. Monitor jumlah intake dan
7. Disuria cairan intake output sesuai
menurun dan output pada dengan kartu
8. Frekuensi kartu cairan irigasi
BAK cairan/irigasi 10. Cairan isotonis
membaik tidak mudah

18
9. Karakteristi Terapeutik diabsorbsi oleh
k urine 10. Gunakan cairan tubuh
membaik isotonis untuk 11. Menjaga
irigasi kandung privasi klien
kemih 12. Hasil irigasi
11. Jaga privasi terlihat dengan
12. Kosongkan jelas
kantung urine 13. Untuk
13. Gunakan alat melindung diri
pelindung diri 14. Sesuai standar
14. Lakukan dan mencegah
standar terjadinya
operasional infeksi
prosedur 15. Mencegah alat-
dengan teknik alat
aseptic terkontaminasi
15. Persiapkan 16. Irigasi
alat-alat dengan kandung kemih
mempertahanka sesuai
n kesterilan kemutuhan
16. Siapkan cairan 17. Menjaga port
irigasi sesuai kateter tetap
kebutuhan steril
17. Buka dan 18. Irigasi dapat
disinfeksi port dilakukan
kateter dengan dengan cairan
swab alcohol yang telah
18. Hubungkan set dihubungkan
cairan irigasi 19. Tetesan cairan
dengan kateter irigasi yang
urine masuk sesuai

19
19. Atur tetesan dengan
cairan irigasi kebutuhan
sesuai 20. Cairan irigasi
kebutuhan masuk tanpa
20. Pastikan cairan hambatan dan
irigasi mengalir keluar sesuai
ke kateter, dengan yang
kandung kemih diharapkan
dan keluar ke 21. Pasien nyaman
kantung urine saat dilakukan
irigasi kandung
Edukasi kemih
21. Anjurkan 22. Pasien
melapor jika mengetahui
mengalami tujuan irigasi
keluhan saat kandung kemih
BAK, urine 23. Pasien/keluarg
merah dan a diharapkan
tidak dapat melapor jika
BAK ada keluhan
BAK
SIKI: Manajemen
Eliminasi Urine Rasional
Manajemen
Observasi: Eliminasi
1. Identifikasi 1. Mengetahui
tanda dan tanda dan
gejala retensi gejala retensi
atau urine
inkontinensia 2. Mengetahui
urine faktor
penyebab

20
2. Identifikasi utama retensi
faktor urine dan
penyebab memberikan
retensi atau penanganan
inkontinensia yang sesuai
urine 3. Mengetahui
3. Monitor output urine
eliminasi urine 4. Mengetahui
(mis. waktu terakhir
Frekuensi, pasien
konsistensi, berkemih
aroma, volume 5. Kebutuhan
dan warna) berkemih
harus
Terapeutik disegerakan
4. Catat waktu- apabila ditahan
waktu dan akan
haluaran menimbulkan
berkemih komplikasi
5. Batasi asupan 6. Untuk
cairan, jika pemeriksaan
perlu laboratorium
6. Ambil sampel 7. pasien dan
urine tengah keluarga
(midstream) mengerti tanda
atau kultur dan gejala
infeksi saluran
Edukasi kemih
7. Ajarkan tanda 8. Pasien dan
dan gejala keluarga
infeksi saluran mengerti cara
kemih mengukur

21
8. Ajarkan cara asupan cairan
mengambil dan haluaran
spesiemen urine
urine 9. Keluarga
midstream mengerti cara
9. Ajarkan mengambikl
mengenali specimen urine
tanda berkemih 10. Pasien
dan waktu yang mengetahui
tepat untuk tandatanda
berkemih berkemih
10. Ajarkan terapi 11. Untuk
modalitas menguatkan
penguatan otot- otot panggul
otot panggul/ mencegah
berkemihan inkontinensia
11. Anjurkan urine
minum yang 12. Minum yang
cukup, jika berlebihan
tidak ada dapat
kontraindikasi menyebabkan
semakin penuh
Kolaborasi urine di
12. Kolaborasi kandung
pemberian obat kemih
supositoria 13. Mencegah
uretra, jika produksi urine
perlu lebih banyak
saat istirahat
14. Mencegah
komplikasi
lebih lanjut

22
d) Implementasi
Dalam proses keperawatan, implementasi merupakan fase tindakan
dimana perawat melaksanakan rencana keperawatan yang telah
disusun sebelumnya. Implementasi terdiri dari tindakan pelaksanaan
dan pendokumentasian kegiatan yang merupakan tindakan
keperawatan spesifik yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi. Perawat melakukan aktivitas keperawatan yang
dikembangkan dari langkah perencanaan dan kemudian
menyimpulkan langkah implementasi dengan mencatat aktivitas
keperawatan serta respon pasien terhadap tindakan yang telah
diberikan (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016)

e) Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas terencana, berkelanjutan yang tujuannya
adalah menentukan kemajuan klien dalam mencapai tujuan/hasil
tertentu dan menilai efektivitas rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi merupakan aspek penting dari proses keperawatan karena
kesimpulan yang diambil dari evaluasi menentukan apakah
intervensi keperawatan harus dihentikan, dilanjutkan, atau diubah
(Berman, Snyder, & Frandsen, 2016). Metode evaluasi yang akan
digunakan pada kasus ini adalah SOAP (S: Subjektif, O: Objektif,
A: Analisis, P: Planning). Melalui evaluasi, perawat menunjukkan
tanggung jawab dan akuntabilitas atas tindakan mereka,
menunjukkan keberhasilan atas kegiatan keperawatan dan
menunjukkan rencana untuk tidak melanjutkan tindakan yang tidak
efektif yang kemudian digantikan dengan tindakan yang lebih
efektif (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016).

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine
(kebutuhanbuang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
Organ yangberperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan
uretra. Dalampemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih.
Berkemihmerupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Faktor-faktoryang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon
keinginan awaluntuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi

B. Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urin dan feses kita dalam
kehidupan sehari-hari. Serta selalu menjaga kebersihan tempat keluarnya urin
dan feses.

24
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.poltekkesbengkulu.ac.id/1585/1/AYU%20WIDYA%20SARI%20
KTI%20%282%29.pdf

https://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/235/5/5.%20BAB%20I.pdf

https://www.academia.edu/4799238/KONSEP_DASAR_KEBUTUHAN_ELIMINASI

https://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/235/6/6.%20BAB%20II.pdf

https://www.studocu.com/id/document/universitas-pelita-bangsa/pencegahan/laporan-
pendahuluan-pemenuhan-kebutuhan/28962256

25

Anda mungkin juga menyukai