Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Parotis

Kelenjar liur dibagi 2 yaitu kelenjar liur mayor dan minor. Kelenjar liur

mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibula dan kelenjar

sublingual. Kelenjar liur minor terdiri dari 600-1000 kelenjar yang tersebar

sepanjang saluran pencernaan dan pernafasan atas. Kelenjar parotis

dibentuk pada minggu ke 6 sampai minggu ke 8 pertumbuhan janin, berasal

dari lapisan ektoderm mulut dan berkembang di sekitar mesenkim. Kelenjar

parotis berkembang mulai dari posterior ke anterior dengan membungkus

saraf facialis di tengahnya.

FACIAL NERVES AND


BRANCHES

PAROTID
GLAND

STENSEN’S
DUCT

STERNOCLEIDOMASTOID
WHARTON’S
MUSCLE
DUCT
MASSETER
MUSCLE
SUBMANDIBULAR
MYLOHYOID
GLAND
MUSCLE

Gambar 2.1 Anatomi Parotis

5
6

Kelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dari kelenjar liur dengan

berat 15 sampai 30 gram. Bentuknya segitiga, bagian ujungnya berada tepat

di bawah sudut mandibula dan dasarnya sedikit di bawah arkus zigoma.

Bagian anterior berbatasan dengan tepi posterior ramus mandibula dan

sedikit melapisi tepi posterior otot masseter. Bagian posterior kelenjar

dikelilingi oleh telinga, prosesus mastoideus, dan tepi anterior otot

sternokleidomastoideus. Bagian dalam yang merupakan lobus medius

meluas ke rongga parafaring, dibatasi oleh prosesus stiloideus, ligamentum

stilomandibula, otot digastrikus, dan selubung karotis. Di bagian anterior

lobus ini terletak bersebelahan dengan bagian medial otot pterigoideus.

Bagian lateral hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan lemak subkutan.

Jaringan ikat dan jaringan lemak dari fasia leher dalam membungkus

kelenjar ini. Kelenjar parotis berhubungan erat dengan struktur penting di

sekitarnya yaitu vena jugularis interna beserta cabangnya, arteri karotis

eksterna beserta cabangnya, kelenjar limfe, cabang aurikulotemporalis dari

saraf trigeminus dan saraf facialis.

Duktus Stensen dengan panjang lebih kurang 4-7cm, muncul dari

anterior kelenjar. Duktus ini keluar dari permukaan lateral otot masseter,

menembus jaringan lemak pipi dan otot businator. Ujung saluran ini berada

di mukosa pipi rongga mulut, berhadapan dengan gigi molar kedua bagian

atas. Kelenjar parotis aksesorius dapat ditemukan di sepanjang bagian

anterior kelenjar dan pada duktus Stensen. Kelenjar ini dijumpai berkisar

20%. Secara anatomi lobus kelenjar parotis merupakan struktur yang saling

terkait, namun pada pembedahan lebih mudah menggambarkannya sebagai


7

lobus superfisialis atau lateral dan lobus profunda atau medialis. Kedua

lobus ini dipisahkan oleh saraf fasialis.

Perdarahan kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna, dimana

arteri ini berjalan medial dari kelenjar parotis, kemudian mempercabangkan

arteri maksilaris dan arteri temporalis superior. Arteri temporalis superior

mempercabangkan arteri fasialis tranversalis yang berjalan di anterior

zigoma dan saluran parotis, kemudian memperdarahi kelenjar parotis,

saluran parotis dan otot masseter. Vena maxilaris dan vena temporalis

superfisialis bersatu membentuk vena retromandibuler yang berjalan di

sebelah dalam saraf fasialis, kemudian menyatu dengan vena jugularis

eksterna. Fungsi sekretomotorik dihantarkan melalui serabut saraf

parasimpatis lewat saraf glosofaringeus. Dalam perjalanan yang rumit

serabut saraf ini memasuki kelenjar parotis setelah melewati ganglion otik

dan dihantarkan melalui saraf aurikulotemporalis.

Lobus superficial dari kelenjar parotis mengandung lebih kurang 3-20

kelenjar limfe, terletak di antara kelenjar parotis dengan kapsulnya. Kelenjar

limfe ini merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, daun

telinga, kulit kepala, kelopak dan kelenjar air mata. Lapisan kedua dari

kelenjar limfe terdapat pada bagian dalam jaringan kelenjar parotis dan

merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, telinga tengah,

nasofaring, dan palatum mole. Kedua sistem ini mengalir ke sistem limfe

servikal superfisialis dan profunda.(Holsinger FC, 2007)

B. Fisiologi Kelenjar Parotis

Fungsi utama dari kelenjar liur adalah produksi air liur. Air liur diproduksi

di sel-sel asinus, dikirim secara aktif dan disimpan oleh sel-sel duktal. Sel-sel
8

pada kelenjar parotis hampir seluruhnya merupakan sel serosa, sehingga

cairan yang dihasilkan lebih encer dan rendah kadar musinnya, tetapi tinggi

kadar enzimnya. Produksi air liur setiap hari 500 sampai 1500 milliliter.10 Air

liur penting untuk mempertahankan rongga mulut tetap basah dan

melindungi dari trauma kimia, mekanik dan suhu. Informasi rasa juga

dihantarkan dengan bantuan air liur. Air liur mengandung komponen organik

dan nonorganik. Komponen organik terdiri dari protein seperti musin,

amilase, enzim, dan karbohidrat. Komponen nonorganik antara lain ion

calsium, flour, magnesium, dan fosfat.(Holsinger FC, 2007)

C. Saraf Fasialis

Gambar 2.2 Saraf Fasialis

Saraf fasialis merupakan bagian penting pada anatomi kelenjar parotis.

Keberhasilan teknik operasi pada semua jenis parotidektomi tergantung

pada identifikasi dan pemeliharaan saraf ini. Saraf fasialis keluar dari tulang

temporal melalui foramen stilomastoideus yang terletak pada bagian paling

medial dari fisura timpanomastoid, yaitu antara tip mastoid dengan liang
9

telinga luar. Pada tempat ini arteri stilomastoideus berjalan tepat di lateral

dari trunkus saraf fasialis. Cabang temporal akan mempersarafi otot-otot

pada dahi, cabang zigomatikus mempersarafi otot-otot midfasial,

submandibular mempersarafi otot orbikularis oris dan depresor bibir bawah,

sedangkan ramus cervical mempersarafi otot platisma. (John, 2001)

D. Patologi

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar dan kanker parotis

merupakan keganasan tersering di antara kelenjar air liur lainnya. Tumor

parotis sendiri sebagian besar adalah tumor benigna (80% merupakan

adenoma pleimorfik) sisanya sebanyak 20% merupakan tumor ganas. Tumor

ganas tersebut paling banyak adalah jenis karsinoma mukoepidermoid. Jenis

terbanyak berikutnya adalah karsinoma adenoid kistik yang justru banyak

terdapat pada kelenjar submandibular dan kelenjar liur lainnya.

Gejala tumor ini tidak spesifik, secara klinis saja tidak dapat dibedakan

antara tumor jinak dan ganas. Pada umunya pasien datang selain karena

adanya massa di parotis juga pasien mengeluh wajah yang tidak simetris

akibat parese saraf kranial VII. Selain pemeriksaan penunjang radiologi

seperti CT scan atau MRI, maka biopsi aspirasi jarum halus akan

memberikan konklusi patologik. Biopsi insisional atau eksisional tidak

dianjurkan mengingat kasus-kasus yang pernah mengalami tindakan ini

banyak yang mengalami kekambuhan di kemudian hari. Di samping itu,

kemungkinan terjadinya cedera saraf VII menjadi lebih tinggi.

Sekalipun keganasan ini dikelompokkan pada jenis tumor yang tumbuh

lambat dengan jangkitan kelenjar getah bening kurang dari 15% namun

pemeriksaan kelenjar getah bening regional harus tetap dilakukan terutama


10

pada yang berdiferensiasi buruk. Metastasis jauh dapat dijumpai pada paru,

tulang dan hati. Sebanyak 25% jenis adenoid kistik, mukoepidermoid dan

jenis campur dijumpai mengalami metastasis jauh.

Pada prinsipnya pegobatan pengangkatan tumor merupakan tindakan

terpilih, terutama apabila lokasi tumor pada lobus superfisialis. Tetapi bila

tumor ini berada atau dekat pada lobus di bawahnya, maka tindakan

parotidektomi total merupakan pilihan, setiap upaya harus dilakukan untuk

preservasi saraf VII. Diseksi rutin kelenjar getah bening leher tidak

dianjurkan mengingat rendahnya jangkitan pada organ ini, kecuali pada

kanker kelenjar air liur dengan diferensiasi buruk. Radiasi pascabedah

diberikan pada keadaan-keadaan buruk.

Tumor-tumor primer yang tidak resektabel mempunyai indikasi untuk

memperoleh radisi eksterna, beberapa penulis menganjurkan brakhiterapi

implantasi. Demikian pula pemberian radiasi dapat dilakukan baik dengan

konvensional, maupun hiperfraksinasi. Jenis sinar yang digunakan adalah

foton, elektron ataupun campuran dari keduanya. Digunakan dua buah filter

untuk foton yang diberikan dari anterior dan posterior oblik. Elektron

diberikan tegak lurus pada daerah tumor. Dosis pada daerah yang masih

terlihat tumor adalah 70 Gy dan pada daerah tumor pascabedah 60-66 Gy.

Daerah leher tanpa jangkitan kelenjar getah bening 50 Gy.(Susworo, 2017)

E. Presentasi Umum

Tumor kelenjar ludah umumnya dimulai dengan massa tanpa rasa sakit

yang semakin bertambah. Tumor kelenjar ludah jinak biasanya hadir sebagai

massa yang tumbuh perlahan tanpa rasa tidak nyaman. Neoplasma parotid

biasanya muncul sebagai massa di ekor, sedangkan tumor kelenjar


11

submandibular hadir sebagai pembengkakan seluruh kelenjar dan kelenjar

liur minor sebagai massa tanpa rasa sakit di bawah mukosa yang sehat.

Tanda tumor ganas: massa tumbuh cepat, nyeri, kelumpuhan saraf

terkait (saraf wajah, saraf lidah), fiksasi ke kulit atau jaringan dalam (massa

tetap), limfadenopati ipsilateral. Tumor kelenjar liur ganas yang paling ganas

terlihat pada pasien berusia 50-60 tahun, 2% pada anak-anak <10 tahun,

dan 16% pada pasien <30 tahun (Susworo, 2007).

F. Stadium

Mastoid T2
process
T1 Facial nerve
Isthmus of
2−4 cm
parotid gland
Lingual nerve Facialnerve
Hypoglossal nerve
Mylohyoid mucsle Masseter
mucsle
? 2cm

T3 T3
Mandible Masseter
Medial pterygoid Medial pterygoid muscle
mucsl
Masseter
e muscle Skin
muscle

Tumor
Parotid gland Parotid gland
> 4cm

Facial nerve

Carotid
Ear artery Skull
canal base

T4a T4a T4b T4b

Gambar 2.3 T Stadium Kanker Kelenjar Parotis (Murat, 2010)


12

Tumor Primer (T)

T1 : Tumor 2 cm atau kurang dalam dimensi terbesar tanpa ekstensi

ekstraparenchymal.

T2 : Tumor lebih dari 2 cm tapi 4 cm atau kurang dalam dimensi terbesar

tanpa ekstensi extraparenchymal.

T3 : Tumor lebih dari 4 cm dan / atau tumor yang memiliki ekstensi

ekstraparenchymal.

T4a : Penyakit Lokal Tingkat Tinggi : Tumor menyerang kulit, rahang

bawah, saluran telinga, dan / atau saraf wajah.

T4b : Penyakit Sangat Lanjut : Tumor menyerang dasar tengkorak dan /

atau pelat pterygoid dan / atau membungkus arteri karotid. (AJCC,

2017)

G. Radioterapi

1. Dasar Radioterapi

Prinsip radioterapi sebagai berikut:

a. Memberikan dosis radiasi yang tepat dan terukur pada volume tumor

yang ditentukan.

b. Menghindari atau mengurangi kerusakan jaringan sehat disekitarnya

seminimal mungkin (Susworo, 2007).

2. Tujuan Radioterapi

a. Kuratif

Pasien mempunyai kemungkinan bertahan hidup atau sembuh setelah

pengobatan adekuat dengan pemberian dosis yang cukup tinggi.


13

Biasanya tujuan penyinaran dilakukan pada kasus stadium awal,

sehingga kemungkinan pasien untuk sembuh masih tinggi.

b. Paliatif

Tidak ada harapan pasien bertahan hidup dalam periode tertentu.

Tujuan penyinaran hanya mengurangi gejala atau keluhan

(meningkatkan kualitas hidup). Biasanya dilakukan pada kasus

stadium lanjut. Dosis yang diberikan secukupnya (2/3 dosis kuratif)

dengan pemberian yang sesingkat mungkin.

c. Preventif

Bila suatu kanker menyebar ke daerah risk, kemungkinan akan

dilakukan penyinaran agar sel pada daerah tersebut tidak berubah

menjadi tumor (Susworo, 2007).

3. Jenis-Jenis Radioterapi

a. Radiasi Eksterna (Teleterapi)

Radiasi eksterna adalah bentuk pengobatan radiasi dengan sumber

radiasi mempunyai jarak dengan target yang dituju atau berada di luar

tubuh. Sumber radiasi yang dipakai adalah sinar-X atau foton yang

merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan

oleh pesawat Linear Accelerator (LINAC).

b. Brakhiterapi

Brakhiterapi merupakan pemberian radiasi dengan meletakkan sumber

energi di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di dalam rongga

tubuh. Sumber radiasi yang dipakai adalah Iridium-192 dan nama alat

atau pesawat adalah Microselectron.

c. Radiasi Interna
14

Radiasi interna adalah jenis terapi radiasi dengan cara memasukkan

sumber radiasi ke dalam tubuh, baik secara oral maupun intravena

sehingga mengikuti metabolisme tubuh. Sumber radiasi yang dipakai

adalah Iodium-131 dan Samarium. Selama proses radiasi, pasien

ditempatkan pada ruang khusus (ruang isolasi radiasi) dan Pasien

diperbolehkan pulang, setelah aktivitas radiasi yang ada dalam tubuh

pasien dianggap aman ≤ 0,33 mCi (Sigit, 2016).

4. Dosis Terapi Radiasi yang diberikan :

a. Dosis yang diberikan 180-200 cGy per fraksi yang diberikan 5 kali

dalam seminggu sehingga mencapai 66-70 Gy dengan melihat

lapangan radiasi.

b. Pada saat dosis mencapai 40 Gy medula spinalis harus dikeluarkan

dari lapangan radiasi.

c. Pada saat dosis mencapai 50 Gy rantai kelenjar getah bening posisi

Supraclave radiasi dihentikan (Bradly, 2011).

5. Prosedur Radioterapi

a. Investigasi: diagnose awal (patologi anatomi, radiologi, laboratorium,

fisik), stadium, riwayat penyakit yang semuanya dilakukan oleh dokter

onkologi

b. Ada atau tidak indikasi dengan pengobatan radiasi.

c. Penentuan tujuan pengobatan radiasi, yaitu kuratif atau paliatif.

d. Penentuan volume radiasi (Simulasi), dengan mempertimbangkan sel

sehat yang terkena radiasi seberapa banyak.

e. Penetapan planning radiasi (Treatment Planning Systems)

f. Pelaksanaan radiasi (Treatment Delivery)


15

6. Indikasi

Indikasi Radioterapi pada tumor kelenjar liur ganas :

a. Batas bedah (+) atau dekat

b. Tahap III-IV

c. Kelenjar getah bening (+)

d. Tumor tingkat tinggi

e. Kekambuhan

f. Keterlibatan lobus dalam parotid

g. Tumor yang tidak bisa dioperasi atau tidak dapat dioperasi

Indikasi Radioterapi pada tumor kelenjar ludah jinak :

a. Tumor yang tidak bisa dioperasi atau tidak dapat dioperasi

b. Keterlibatan saraf wajah

c. Tumor rekuren

d. Eksisi subtotal

H. Penatalaksanaan Kanker Parotis

Pada prinsipnya metode pengobatan dengan radiasi pengion adalah

dengan memberikan sinar radioaktif pada jaringan kanker, sedangkan untuk

metodenya dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan radioterapi

eksterna, brakhiterapi ataupun kombinasi dari keduanya ( Susworo, 2007).

Radioterapi eksterna atau teleterapi adalah suatu metode pemberian

radiasi yang mana sumber radiasi tersebut terletak pada suatu jarak tertentu

dari tubuh atau area organ yang disinar. Area target pada radiasi eksterna

selain tumor primer juga ditujukan pada daerah kelenjar getah bening yang

sangat berpotensi sebagai media penyebaran. Namun demikian dengan

area dan jangkauan yang luas ini akan menimbulkan resiko terpaparnya
16

radiasi pada jaringan sehat sekitar tumor. Resiko ini dapat menimbulkan efek

akut maupun lanjut, sehingga dalam terapi radiasi terdapat suatu limitasi

pemberian dosis. Faktor yang berpengaruh dalam penghitungan dosis

antara lain luas lapangan penyinaran dan adanya organ vital sekitar tumor

serta batas toleransi organ tertentu terhadap radiasi.

Radiasi eksterna pada kanker parotis dapat berperan sebagai radiasi

definitif ataupun adjuvant, baik secara mandiri atau kombinasi dengan

pemberian radioaktif I-131 maupun pembedahan.

1. Prosedur Radioterapi Kanker Parotis

Untuk prosedur yang ditempuh pada tindakan terapi radiasi eksterna

kanker parotis menurut Susworo (2007) adalah :

a. Diagnosis, histopatologi, stadium (TNM atau yang lain), pemeriksaan

penunjang seperti radiologi dan laboratorium.

b. Evaluasi tindakan yang pernah dilakukan, seperti pembedahan,

radioterapi maupun kemoterapi.

c. Pemeriksaan adanya indikasi untuk terapi radiasi, penentuan

tindakan terapi radiasi kuratif atau paliatif.

d. Penentuan volume tumor total (Gross Tumor Volume).

e. Penetapan volume target (Target Volume).

f. Penentuan dosis total dan per fraksi.

g. Berdasarkan data-data tersebut dilakukan perencanaan lapangan

radiasi dengan pesawat simulator. Catatan yang dibuat dalam

simulator antara lain posisi pasien, luas lapangan radiasi,

penggunaan alat imobilisasi, jumlah lapangan radiasi, sudut gantry,

jarak sumber radiasi ke permukaan kulit atau ke aksis kanker.


17

h. Data-data dari simulator selanjutnya akan diolah dibagian TPS

(Treatment Planing System) secara komputerisasi. Hasil

perencanaan dari TPS akan didiskusikan bersama dokter onkologi,

fisikawan medis dan radiografer radioterapi. Jika sudah menghasilkan

kesepakatan selanjutnya dibuat marking pada kulit atau masker

pasien dan dilakukan pengambilan radiografi lapangan radiasi.

i. Seluruh data dari simulator selanjutnya akan menjadi bahan

perencanaan dan penghitungan waktu radiasi di bagian TPS. Data

dari TPS dan simulator selanjutnya akan dimasukan pada komputer

pesawat treatment. Verifikasi lapangan penyinaran dilakukan pada

awal akan dilakukan treatment.

2. Modalitas Radioterapi

Untuk mendapatkan akurasi dan presisi yang optimal dalam tatalaksana

radioterapi eksterna kanker parotis diperlukan modalitas-modalitas yang

akan saling berhubungan. Modalitas tersebut antara lain :

a. Pesawat Cobalt-60

Pesawat teleterapi cobalt 60 merupakan salah satu peralatan

yang digunakan untuk pengobatan kanker. Prinsip terapi cobalt 60

adalah dengan memberikan radiasi elektromagnetik sinar gamma

yang dipancarkannya ke jaringan kanker. Radiasi ini diharapkan

dapat menimbulkan kerusakan yang besar pada jaringan kanker dan

kerusakan seminimal mungkin pada jaringan sehat sekitarnya. Hal ini

dapat diupayakan bahwa dalam pemberian radiasinya menggunakan

berbagai teknik arah sinar, alat imobilasasi dan penghitungan dosis

yang tepat.
18

Sumber radiasi Cobalt 60 berbentuk silinder, yang berdiameter

sekitar 1 sampai 2 cm yang terletak pada bagian kepala atau gantri

yang didalamnya terdapat suatu perangkat pendorong pneumatis

(berisi udara) untuk menggerakkan sumber dari penyimpanan ke

posisi exposure (terpapar). Sumber dikelilingi oleh lead dalam segala

arah sebagai pelindung dari kebocoran radiasi. Pada dasarnya inti

dari pesawat cobalt 60 adalah suatu sumber radioisotop Cobalt-60

yang memancarkan sinar gamma sekitar 1.25 MeV (Susworo, 2007).

Komponen pesawat teleterapi cobalt-60 terdiri dari:

1) Source housing

Housing untuk melindungi sumber pada pesawat teleterapi

disebut source housing. Terdiri dari cangkang baja yang dilapisi

dengan timbal sebagai perisai. Saat ini, terdapat dua metode

perpindahan sumber dari posisi beam off ke posisi beam on.

Diantaranya, sliding drawer dan rotating cylinder.

2) Kolimator

Kolimator pesawat teleterapi cobalt-60 dapat digunakan untuk

bidang persegi dan persegi panjang. Ukuran yang dapat

digunakan biasanya berkisar antara 5-35 cm pada 80 cm dari

sumber. Penumbra yang dihasilkan oleh sumber dapat

diminimalisir dengan menggunakan ukuran sumber yang lebih

kecil.

3) Time Set Up

Time set up pada pesawat teleterapi cobalt-60 terdiri dari dua

macam yaitu treatment time primer dan sekunder. Treatment time


19

primer merupakan pengaturan waktu treatment yang sebenarnya,

sedangkan treatment time sekunder adalah pengaturan waktu

cadangan jika terjadi error pada treatment time primer.

Karakteristik dari sinar gamma adalah tidak bermuatan, tidak

bermassa dan berbentuk gelombang elektromagnetik atau foton

serta berdaya tembus besar. Pada umumnya radioterapi eksterna

dilakukan dengan pesawat linier akselerator, tetapi saat ini di

beberapa senter radioterapi terutama negara berkembang masih

menggunakan pesawat Cobalt-60. Sumber radioaktif dari pesawat

teleterapi Cobalt-60 akan mengalami peluruhan, sehingga seiring

dengan waktu berjalan, maka aktivitasnya akan terus mengalami

penurunan. Waktu paruh untuk sumber Cobalt-60 kurang lebih

adalah 5,3 tahun (Susworo, 2007).

b. Pesawat Linear Accelerator (Linac)

Linear Accelerator (LINAC) adalah instrumen radioterapi yang

digunakan untuk mematikan sel kanker dengan menggunakan multi

energi, baik dengan energi foton ataupun elektron. Sebuah linear

accelarator bekerja berdasarkan prinsip penjalaran gelombang

frekuensi radio untuk mempercepat partikel bermuatan sehingga

partikel tersebut akan memliki energi kinetik yang tinggi pada arah

atau jalur yang lurus. Proses mempercepat partikel bermuatan

tersebut dilakukan didalam sebuah tabung yang disebut accelarator

waveguide (Susworo, 2007).

c. Pesawat Simulator
20

Simulator adalah suatu alat bantu dalam perencanaan

radioterapi. Simulator dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan out

put gambar yang dihasilkan, yaitu simulator konvensional yang

menghasilkan image secara 2 dimensi dan CT-Simulator yang dapat

menampilkan suatu obyek secara 3 dimensi. Alat simulator

konvensional ini mirip dengan perangkat diagnostik, yaitu

fluoroscopy yang telah diberikan tambahan image intensifier yang

disambungkan dengan monitor. Peasawat simulator memiliki meja

yang mampu bergerak seperti pada pesawat treatment, dimana

gantry dapat berputar 3600 dan terdapat kawat silang dipertengahan

lapangan sebagai referensi. Untuk menentukan target volume dapat

dilakukan dengan marker kawat atau media kontras. Sinar laser

harus ada pada simulator untuk mensejajarkan pasien sebagai

referensi marker tato. Dari alat simulator dapat menunjukan

mengenai lokasi tumor, organ kritis sekitar, arah radiasi yang akan

diberikan dan jarak sumber ke area target. Hasil simulator merupakan

acuan untuk terapi radiasi, sehingga semua parameter yang

digunakan harus sama dengan yang berlaku pada pesawat eksterna

radiasi.

Pada pesawat CT simulator akan didapatkan data kontur tubuh

pada area target langsung di atas meja simulator secara cross

sectional (axial). Data kontur tersebut selanjutnya akan digunakan

sebagai perencanaan penyinaran yang diolah dibagian TPS. Proses

awal penempatan marker sebagai penanda titik referensi kemudian

dilakukan scout view atau scanogram. Proses irisan dilakukan dari


21

titik awal sampai titik akhir dengan syarat ada potongan yang melalui

titik referensi bermarker (Susworo, 2007).

d. Treatment Planing System (TPS)

Setelah dilakukan perencanaan simulator, hasilnya akan dikirim

ke bagian TPS untuk dilakukan delineasi atau pemilihan irisan dalam

penentuan CTV (Clinical Tumor Volume). Selanjutnya melalui

komputer treatment planning system, data tersebut diolah untuk

penentuan arah, waktu, dan dosis penyinaran dengan

mempertimbangkan organ sehat mendapatkan dosis yang minimal

dan jaringan yang terkena kanker mendapatkan dosisi yang

maksimal (Susworo, 2007).

e. Verifikasi Radioterapi

Verifikasi radioterapi adalah proses untuk memastikan bahwa

volume tumor yang diradiasi adalah sama seperti yang direncanakan.

Terdapat dua langkah verifikasi pada radioterapi yaitu verifikasi

geometris untuk memastikan radiasi pada lokasi yang tepat dan

verifikasi dosimetri untuk memastikan bahwa dosis radiasi yang

diberikan tepat. Tujuan verifikasi geometris adalah untuk memastikan

bahwa akurasi geometris dari radiasi yang diberikan masih didalam

batas-batas yang diperbolehkan dalam rencana penyinaran.

Verifikasi dilakukan dengan cara membandingkan informasi gambar

atau data dari treatment planning dengan terapi radiasi yang

diberikan. Verifikasi merupakan salah satu komponen dari seluruh

proses terapi. Prosedur perencanaan yang akurat, reproducible dan


22

reference dan portal image yang berkualitas baik sangat penting

untuk keberhasilan verifikasi (Hoskin, 2007).

Gambar 2.4 Radiograf Head and Neck (Hoskin, 2007)

Pada gambar diatas telah diidentifikasikan lokasi anatomis yang

tidak mudah bergerak, sebagai referensi verifikasi geometris daerah

kepala dan leher. Disarankan ketika pengambilan pencitraan minimal

terlihat 3 referensi anatomis. Perangkat imobilisasi secara rutin

digunakan pada kanker kepala dan leher dan saat ini dianggap wajib

untuk jenis tumor lain yang melibatkan wilayah kepala leher seperti

limfoma. Terdapat tiga jenis perangkat imobilisasi, yaitu :

1. Masker termoplastik titik leleh rendah

2. Masker termoplastik titik leleh tinggi, seperti Perspex atau akrilik

3. Bite block (mouth fix) menggunakan cetakan gigi.

Istilah “set-up error” digunakan dalam menggambarkan

perbedaan atau atau deviasi antara posisi penyinaran yang

direncanakan dengan yang terjadi ketika radiasi. Set-up error dihitung

sebagai deviasi posisi lapangan penyinaran antara gambar lapangan

penyinaran (Portal image) dibandingkan dengan reference image

yang sesuai. Set-up error dapat ditentukan dari isocenter dan


23

perbatasan lapangan. Set-up error bervariasi antara 1,6 dan 4,6 mm.

Jenis bahan fiksasi, metode fiksasi dan bantalan kepala yang

digunakan juga mempengaruhi setup error. Masker termoplastik tidak

boleh digunakan segera setelah dibuat karena ada mungkin

penyusutan hingga 2 mm dalam 24 jam pertama. Immobilisasi bite

block memberikan perbaikan pada akurasi posisi tetapi tidak cocok

untuk pasien dengan edentulous (tanpa gigi). Perubahan bentuk

anatomi berpotensi penting pada kanker kepala dan leher dan dapat

menyebabkan ketidaksesuaian masker. Hal ini dapat disebabkan

penyusutan tumor dan penurunan berat badan. Pasien dengan GTV

yang terlihat besar pada permukaan kulit harus dipertimbangkan

untuk re-masking dan perencanaan ulang pada minggu ketiga atau

keempat radiasi. Set-up error paling besar adalah di daerah bahu.

Hal ini dapat diminimalkan dengan memastikan adanya titik fiksasi

tambahan pada setiap bahu seperti yang di kepala. Hal ini sangat

penting di mana lapangan daerah bahu mencakup leher bawah dan

fossa supraclavicula.

Pencitraan verifikasi harus dilakukan pada hari 1-3 dari

penyinaran, dan juga pada awal penyinaran setiap 5 fraksi. Pada

daerah kepala leher memiliki tingkat toleransi 2-3 mm. Disarankan

menggunakan pencitraan verifikasi dengan menggunakan lapangan

anterior atau posterior dan lateral. Ukuran gambaran verifikasi harus

cukup optimal untuk memastikan terlihatnya anatomi tulang. Hal ini

sangat penting ketika target volume sangat kecil atau ketika booster

dengan pengecilan lapangan (Hoskin, 2007).


24

3. Teknik Penyinaran

a. Singe Field Technique

Teknik Single Fields dengan kombinasi foton-elektron ini adalah

teknik yang digunakan untuk mengantarkan distribusi dosis homogen

yang hemat kontra lateral kelenjar parotis (Murat, 2010)

Elektron

Foton

Gambar 2.5 Kombinasi Foton-Elektron Kanker Parotis (Murat, 2010)

Superior : di atas tulang zygomatic, termasuk parotis dan

bekas luka

Inferior : di atas kartilago tiroid

Anterior : tepi anterior otot masseter

Posterior : posterior ke mastoid

Penyerapan kelenjar getah bening (+) atau leher dibutuhkan proses

posterior ke proses spinous.


25

b. Technique Anterior–posterior oblique double wedge

Teknik ini memungkinkan homogenitas dosis dan kelenjar parotid

kontra lateral hemat. Namun, teknik ini bisa menyebabkan kesalahan

set-up.

Daerah Radioterapi kelenjar Submandibular. Single Fields sudah

cukup. Daerah yang mungkin harus dimasukkan ke dalam lapangan

penyinarani : sudut submandibular, rongga mulut tetangga, fosa

pterygomaxillary, dasar kranial, leher ipsilateral.

• Batas yang superior : palatum keras; batas inferior: tulang hyoid;

batas anterior: anterior mentum; posterior batas: posterior ke sudut

mandibula.

• Empat sampai enam sinar-X megavolt, Co-60 atau 6-18 MeV

digunakan

Gambar 2.6 Teknik double wedge untuk Kanker parotis (Murat, 2010)

Dosis terapi :

• Tumor Bed : 60 Gy, 2 Gy / hari atau 63 Gy 1,8 Gy / hari

• Pembedahan leher (+) : 60 Gy ke leher


26

• Pembedahan leher (-) : 50 Gy ke leher (leher secara klinis dan

radiologis (-)

Volume Radioterapi Konformal

CTV : tumor

 Tingkat limfatik I, II, III, peri dan intraparotid untuk parotid

 LN retropharyngeal untuk tumor lobus dalam

 Tingkat I, II, III untuk kelenjar submandibular / sublingual

PTV : CTV + 0,5-1 cm (Murat, 2010).

I. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana Tatalaksana Radioterapi Kanker Kelenjar Parotis Di

RSUP Dr. Kariadi Semarang?

2. Mengapa menggunakan teknik penyinaran dua lapangan AP/PA

pada kanker kelenjar parotis di RSUP Dr. Kariadi Semarang?

3. Apa kelebihan teknik penyinaran 2 lapangan AP/PA pada kanker

kelenjar parotis?

4. Apa kekurangan teknik penyinaran 2 lapangan AP/PA pada

kanker kelenjar parotis?

5. Bagaimana hasil verifikasinya?

6. Apakah setiap kasus kanker kelenjar parotis dilakukan dengan

penyinaran 2 lapangan AP/PA?

Anda mungkin juga menyukai