Anda di halaman 1dari 38

BAB I KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN GAMBARAN UMUM MATERI BAHASA INDONESIA

1.1 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Seminar politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan pada Februari 1975, memutuskan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai berikut: a) Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional. b) Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional. c) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasa. d) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat penghubung antar daerah dan antar budaya.

1.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara Sedangkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara memiliki fungsi sebagai berikut: a) Bahasa resmi kenegaraan. b) Bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan. c) Alat penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan. d) Alat pengembangan kebudayaan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1.3 Ragam Bahasa Indonesia a) Ragam Daerah atau Ragam Dialek Ragam patokan daerah, lazim dikenal dengan dialek/logat. Ragam ini digunakan sekelompak masyarakat dari suatu wilayah atau daerah tertentu. Misalnya dialek Medan, Jawa, Sunda, dan Aceh.

b) Ragam Sosiolek Ragam sosiolek adalah ragam bahasa yang mencerminkan pribadi sosial pengguna bahasa. Seorang yang berpendidikan tinggi tentu berbeda ragam dalam pemakaian bahasa dengan orang yang berpendidikan rendah. Begitu juga jika kita membandingkan bahasa yang digunakan oleh para pekerja pelabuhan dan calo di terminal. Bahasa yang digunakan oleh cerdik pandai umumnya lebih bagus dan piawai. Mereka yang pernah mengecap pendidikan dapat membedakan pengucapan kata-kata seperti: folio, film, apotek, dan fitnah. Mereka dapat menganalisis kebenaran sesuai dengan konteks kalimat atau kebakuan kata. Folio sebagai jenis kertas atau polio yang merupakan jenis penyakit sesuai dengan konteks kalimat yang diinginkan. Demikian juga kata film adalah jenis kata yang baku bukan filem. Begitu juga kata apotek, termasuk kata baku, karena toko obat disebut sebagai apoteker bukan apotiker. Sedangkan mereka yang tidak pernah belajar bahasa akan semena-mena mengucapkan kata-kata seperti: pilem/pilm, pitnah dan lain-lain (Yamilah dan Samsoerizal, 1994:10).

c) Ragam Fungsiolek Ragam berdasarkan sikap penutur mencakup daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan: kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik, lingkungan, dan karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri dalam pengungkapannya.

d) Ragam Lisan dan Tulis Ragam lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memanfaatkan alat ucap dengan bantuan intonasi, mimik, dan gerak-gerik anggota tubuh. 2. Komunikasi berlangsung secara tatap muka. Ragam bahasa tulis memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Menggunakan ejaan dalam penyampaian informasi. 2. Komunikasi berlangsung secara non tatap muka.

Ragam bahasa lisan, dalam kegiatan sehari-hari terwujud melalui: 1) Ragam percakapan. 2) Ragam pidato. 3) Ragam kuliah. Sedangkan ragam bahasa tulis dapat dilihat pada penggunaan: 1) Ragam teknis. 2) Ragam undang-undang. 3) Ragam catatan. 4) Ragam surat-menyurat. e) Ragam Baku dan Tidak Baku Ragam bahasa baku (standar) memiliki sifat; kemantapan, dinamis, kecendikiaan, dan keseragaman. Ragam baku adalah ragam (konfensional) yang telah disepakati bersama dan terkumpul dalam Tata Bahasa Baku.

1.4 Ejaan Bahasa Indonesia Ejaan dalam bahasa tulis. Di dalamnya berisi kaidah yang mengatur; a) bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran, dan b) bagaimana hubungan antar lambang-lambang itu baik pemisahan atau penggabungan dalam suatu bahasa. Secara teknis ejaan dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan kalimat, dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi. Ejaan yang pernah dirumuskan untuk kepentingan tulis menulis di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Ejaan Van Ophuysen (1901). 2. Ejaan Soewandi (1947). 3. Ejaan Pembaharuan (1957). 4. Ejaan Melayu-Indonesia/Melindo (1959). 5. Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan/LBK (1966). 6. Ejaan Yang Disempurnakan (17 Agustus 1972).

1.5 Jenis-Jenis Karya Tulis (Wacana) Berdasarkan wacana karangan dapat dikelompokkan sesuai dengan jenis isi dan tujuannya, dikenal beberapa jenis wacana yaitu: 1. Deskripsi Deskripsi atau pelukisan adalah jenis karya tulis yang berupaya melukiskan sesuatu dengan keadaan sebenarnya, sehingga dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang dicitrakan penulis kepada pembaca. 2. Eksposisi

Eksposisi atau paparan adalah jenis karya tulis yang berusaha menjelaskan pokok pikiran yang dapat memperluas pengetahuan pembaca. 3. Persuasi Persuasi atau bujukan merupakan jenis karya tulis bertujuan membujuk, mempengaruhi pembaca dengan cara mengemukakan argumentasi disertai data atau fakta. Itulah sebabnya persuasi ditulis dalam bentuk artikel, makalah, hingga ke orasi ilmiah. 4. Argumentasi Argumentasi adalah sebuah karya tulis yang berusaha memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Data atau fakta dalam argumentasi digunakan sebagai penguat alasan. 5. Narasi Narasi atau cerita adalah jenis karya tulis yang berkenaan dengan rangkaian peristiwa. Rangkaian itu dapat disusun menurut urutan waktu (kronologis).

1.6 Keterampilan Berbahasa Indonesia A. Pendahuluan Keterampilan berbahasa Indonesia merupakan keahlian (skils) yang harus dikuasai dan diberikan kepada guru, calon guru (mahasiswa keguruan), penceramah, kaum intelektual, maupun masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa sehingga akan lebih mantap dan handal dalam pemakaian segala aspek kebahasaan. Keterampilan berbahasa Indonesia mencakup: Keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio. Komunikasi dua arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan saling menanggapi isi pesan. Komunikasi multi arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan yang jumlahnya lebih dari dua orang saling menanggapi isi pesan (Ghofur, 2009:1). Dalam kegiatan komunikasi, pengirim pesan aktif mengirim pesan yang diformulasikan dalam lambang-lambang berupa bunyi atau tulisan. Proses ini disebut dengan encoding. Selanjutnya si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang tersebut menjadi bermakna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses ini disebut dengan decoding.

B. Aspek-Aspek Keterampilan Berbahasa Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan dasar berbahasa yaitu; menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keempat keterampilan tersebut saling terkait antara yang satu dengan yang lain. B.1. Hubungan Menyimak dengan Berbicara Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung. Menyimak bersifat reseptif, sedangkan berbicara bersifat produktif. Misalnya, komunikasi yang terjadi antar teman, antara pembeli dan penjual atau dalam suatu diskusi di kelas. Dalam hal ini A berbicara dan B mendengarkan. Setelah itu giliran B yang berbicara dan A mendengarkan. Namun, ada pula dalam suatu konteks bahwa komunikasi itu terjadi dalam situasi noninteraktif, yaitu satu pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan. Misalnya Khotbah di masjid, dimana pemceramah menyampaikan ceramahnya, sedangkan yang lainnya hanya mendengarkan.

Terkait dengan kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa keguruan atau calon guru dituntut untuk mampu memodifikasi aktivitas pembelajaran agar siswa mampu untuk melaksanakan kegiatan komunikasi baik satu arah, dua arah, maupun multi arah. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok, Tanya jawab, dan sebagainya. B.2. Hubungan Menyimak dan Membaca Menyimak dan membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Menyimak berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Penyimak maupun pembaca melakukan aktivitas pengidentifikasian terhadap unsur-unsur bahasa yang berupa suara (menyimak), maupun berupa tulisan (membaca) yang selanjutnya diikuti dengan proses decoding guna memperoleh pesan yang berupa konsep, ide, atau informasi. Keterampilan menyimak merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan oleh manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Secara berturut-turut pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya dimulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kegiatan menyimak diawali dengan mendengarkan, dan pada akhirnya memahami apa yang disimak. Untuk memahami isi bahan simakan diperlukan suatu proses berikut; mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi atau menafsirkan, memahami, menilai, dan yang terakhir menanggapi apa yang disimak. Dalam hal ini menyimak memiliki tujuan yang berbeda-beda yaitu untuk; mendapatkan fakta, manganalisa fakta, mengevaluasi fakta, mendapat inspirasi, menghibur diri, dan meningkatkan kemampuan berbicara. Menyimak memiliki jenis-jenis sebagai berikut: 1. Menyimak kreatif: menyimak yang bertujuan untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas pembelajar. 2. Menyimak kritis: menyimak yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memberikan penilaian secara objektif.

3. Menyimak ekstrinsik: menyimak yang berhubungan dengan hal-hal yang tidak umum dan lebih bebas. 4. Menyimak selektif: menyimak yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dan memilih untuk mencari yang terbaik. 5. Menyimak sosial: menyimak yang dilakukan dalam situasi-situasi sosial. 6. Menyimak estetik: menyimak yang apresiatif, menikmati keindahan cerita, puisi, dll. 7. Menyimak konsentratif: menyimak yang merupakan sejenis telaah atau menyimak untuk mengikuti petunjuk-petunjuk. B.3. Hubungan Membaca dan Menulis Membaca dan menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca adalah kegiatan yang bersifat reseptif. Seorang penulis menyampaikan gagasan, perasaan, atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya seorang pembaca mencoba memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut. Burns, Anderson, dan Ulit dalam Ghofur (2009:2) memaparkan bahwa Membaca adalah suatu proses kegiatan yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada tujuan melalui tahap-tahap tertentu. Proses tersebut berupa penyandian kembali dan penafsiran sandi. Kegiatan dimulai dari mengenali huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya. Lebih dari itu, pembaca menghubungkannya dengan kemungkinan maksud penulis berdasarkan pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut, Kridalaksana dalam Ghofur (2009:2) menyatakan bahwa membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambanglambang grafis dan perubahannya menjadi bicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Kegiatan membaca dapat bersuara nyaring dan dapat pula tidak bersuara (dalam hati).

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut (Bryne dalam Ghofur, 2009:3). Lebih lanjut Bryne menyatakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekadar menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan karang-mengarang, pengarang menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan buah pikirannya secara menarik kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping harus menguasai topik dan permasalahannya yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen (1) grafologi, (2) struktur, (3) kosakata, dan (4) kelancaran. Aktivitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri atas beberapa tahap. Mckey dalam Ghofur (2009:3) mengemukakan tujuh tahap yaitu (1) pemilihan dan pembatasan masalah, (2) pengumpulan bahan, (3) penyusunan bahan, (4) pembuatan kerangka karangan, (5) penulisan naskah awal, (6) revisi, dan (7) penulisan naskah akhir. Secara padat, proses penulisan terdiri atas lima tahap yaitu; (1) pramenulis, (2) menulis, (3) merevisi, (4) mengedit, dan (5) mempublikasikan (Ghofur, 2009:3). 1. Pramenulis Pramenulis merupakan tahap persiapan. Pada tahap ini seorang penulis melakukan berbagai kegiatan, misalnya menemukan ide/gagasan, menentukan judul karangan, menentukan tujuan, memilih bentuk atau jenis tulisan, membuat kerangka dan mengumpulkan bahan-bahan. Ide tulisan dapat bersumber dari pengalaman, observasi, bahan bacaan, dan imajinasi. Oleh karena itu, pada tahap pramenulis diperlukan stimulus untuk merangsang munculnya respon yang berupa ide atau gagasan. Kegiatan ini dapat

dilakukan melalui berbagai aktivitas, misalnya membaca buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Penentuan tujuan menulis erat kaitannya dengan pemilihan bentuk karangan. Karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan eksposisi; karangan yang bertujuan membuktikan, meyakinkan, dan membujuk dapat disusun dalam bentuk argumentasi dan persuasi. Karangan yang bertujuan melukiskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan deskripsi. Di samping seorang penulis dapat memilih bentuk prosa, puisi, atau drama untuk mengkomunikasikan gagasannya. 2. Menulis Tahap menulis dimulai dari menjabarkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Ide-ide dituangkan dalam bentuk satu karangan yang utuh. Pada tahap ini diperlukan berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan kebahasaan digunakan untuk pemilihan kata, penentuan gaya bahasa, dan pembentukan kalimat. Sedangkan teknik penulisan diterapkan dalam penyusunan paragraf sampai dengan penyusunan karangan secara utuh. 3. Merevisi Pada tahap merivisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan paragraf dalam tulisan. Koreksi harus dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide penjelas serta sistematika penalarannya. Sementara itu aspek kebahasaan meliputi pemilihan kata, struktur bahasa, ejaan dan tanda baca. 4. Mengedit Apabila karangan sudah dianggap sempurna, penulis tinggal melaksanakan tahap pengeditan. Dalam pengeditan ini diperlukan format baku yang akan menjadi acuan, misalnya ukuran kertas, bentuk tulisan, dan pengaturan spasi. Proses pengeditan dapat diperluas dan disempurnakan dengan penyediaan gambar atau ilustrasi. Hal itu dimaksudkan agar tulisan itu menarik dan lebih mudah dipahami.

5. Mempublikasikan Mempublikasikan mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, berarti menyampaikan karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian yang kedua disampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, dan sebagainya. B.4. Hubungan Menulis dengan Berbicara Berbicara dan menulis merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Berbicara merupakan kegiatan ragam lisan, sedangkan menulis merupakan kegiatan berbahasa ragam tulis. Menulis pada umumnya merupakan kegiatan berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat langsung. Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi yang dalam proses itu terjadi pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain (komunikan). Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Ghofur, 2009:5). Aspek-aspek yang dinilai pada kegiatan berbicara terdiri atas aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas; ucapan atau lafal, tekanan kata, nada dan irama, persandian, kosakata atau ungkapan, dan variasi kalimat atau struktur kalimat. Aspek nonkebahasaan terdiri atas; kelancaran, penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban, semangat, dan sikap. Langkah-langkah yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik adalah: 1. Memilih topik, minat pembicara, kemampuan berbicara, minat pendengar, kemampuan mendengar, dan waktu yang disediakan. 2. Memahami dan menguji topik, memahami pendengar, situasi, latar belakang pendengar, tingkat kemampuan, serta sarana. 3. Menyusun kerangka pembicaraan, pendahuluan, isi dan penutup.

Latihan dan Soal 1. Sebutkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negera ! 2. Sebutkan ejaan-ejaan yang pernah digunakan (diberlakukan) di Indonesia untuk kepentingan tulis menulis ! 3. Sebutkan jenis-jenis wacana beserta contohnya masing-masing dalam bentuk paragraf ! 4. Apakah tujuan dan maksud dari keterampilan berbahasa ? 5. Langkah apa saja yang harus ditempuh oleh seorang pembicara yang baik (orator) ?

BAB II TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH

2.1 Pengertian Karya Ilmiah Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain. Jika

pun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai upaya pengembangan dari tema terdahulu. Disebut juga dengan penelitian lanjutan. Tradisi keilmuan menuntut para calon ilmuan (mahasiswa) bukan sekadar menjadi penerima ilmu. Akan tetapi sekaligus sebagai pemberi (penyumbang) ilmu. Dengan demikian, tugas kaum intelektual dan cendikiawan tidak hanya dapat membaca, tetapi juga harus dapat menulis tentang tulisan-tulisan ilmiah. Apalagi bagi seorang mahasiswa sebagai calon ilmuan wajib menguasai tata cara menyusun karya ilmiah. Ini tidak terbatas pada teknik, tetapi juga praktik penulisannya. Kaum intelektual jangan hanya pintar bicara dan menyanyi saja, tetapi juga harus gemar dan pintar menulis. Istilah karya ilmiah di sini adalah mengacu kepada karya tulis yang penyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan (Azwardi, 2008:111). Finoza dalam Alamsyah (2008:98) mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinya atas 3 jenis, yaitu: (1) karangan ilmiah, (2) karangan semi ilmiah atau ilmiah populer, dan (3) karangan non ilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi ilmiah antara lain adalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase; yang tergolong dalam karangan non ilmiah antara lain anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama. Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada karangan baku; sedangkan karangan semi ilmiah berada diantara keduanya.

Sementara itu, Yamilah dan Samsoerizal (1994:90) memaparkan bahwa ragam karya ilmiah terdiri atas beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Menurut pengelompokan itu, dikenal ragam karya ilmiah seperti; makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.

2.2 Sikap Ilmiah Ada tujuh sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh setiap penulis atau peneliti berdasarkan pendapat Istarani (2009:4) yaitu: sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap terbuka, sikap objektif, sikap menghargai karya orang lain, sikap berani mempertahankan kebenaran, dan sikap menjangkau ke depan.

2.3 Ciri-Ciri Karya Ilmiah Karangan ilmiah adalah karangan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan melalui bahasa tulis yang formal dengan sistematismethodis. Karangan ilmiah bersifat sistematis dan tidak emosional. Dalam karya ilmiah disajikan kebenaran fakta. Ciri-ciri karya ilmiah menurut Alamsyah (2008:99) adalah sebagai berikut: (1) merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif ). Artinya, faktanya sesuai dengan yang diteliti, (2) bersifat methodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode tertentu dengan langkah langkah yang teratur dan terkontrol secara tertip dan rapi, (3) tulisan ilmiah menggunakan laras ilmiah. Artinya, laras bahasa ilmiah harus baku dan formal. Selain itu laras ilmiah harus lugas agar tidak ambigu (ganda).

2.4 Manfaat Penulisan Karya Ilmiah Ada beberapa manfaat penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut: (1) penulis akan terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif, karena sebelum menulis karya ilmiah, penulis harus membaca dulu, (2) penulis akan

terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber dan mengembangkan ke tingkat pemikiran yang lebih matang, (3) penulis akan terasa akrab dengan kegiatan perpustakaan, seperti bahan bacaan dalam katalog pengarang atau katalog judul buku, (4) penulis akan dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara jelas dan sistematis, (5) penulis akan memperoleh kepuasan intelektual, dan (5) penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat (Istarani, 2009:5). Selain itu, dengan karya ilmiah penulis juga telah ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melalui karya tulis yang dihasilkannya. Dengan demikian para penulis dan peneliti telah memberikan royalti (masukan) yang berguna bagi pengembangan iptek itu sendiri. Sehingga karya ilmiah tersebut dapat dibaca dan bermanfaat bagi para mahasiswa, intelektual, pendidik (guru dan dosen), dan bagi masyarakat umum.

2.5 Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah Prinsip-prinsip umum yang mendasari penulisan sebuah karya ilmiah adalah: 1. Objektif, artinya setiap pernyataan ilmiah dalam karyanya harus didasarkan kepada data dan fakta. Kegiatan ini disebut studi empiris. Objektif dan empiris merupakan dua hal yang bertautan. 2. Prosedur atau penyimpulan penemuannya melalui penalaran induktif dan deduktif. 3. Rasio dalam pembahasan data. Seorang penulis karya ilmiah dalam menganalisis data harus menggunakan pengalaman dan pikiran secara logis.

2.6 Tema Karya Ilmiah Dalam menulis karya ilmiah, penulis hendaklah mengangkat tema-tema yang aktual dan bukan suatu tema yang sudah basi dan kusam. Sehingga karya tulis yang dihasilkan lebih berbobot dan mendapat sambutan yang baik dari pembaca.

Sebagian penulis kadang kala mengangkat tema yang kurang penting yang hanya menjadi sebuah tulisan yang mubazir. Selain itu, ada sebagian penulis ilmiah hanya bertindak sebagai seorang penulis plagiator atau diistilahkan dengan penulis ceplakan atau sarjana foto kopi, julukan bagi mahasiswa yang skripsinya diupahkan pada tukang buat skripsi. Mengenai tema Walija (1996:19-20) memaparkan bahwa kata tema diserap dari bahasa Inggris theme yang berarti pokok pikiran. Kata theme itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti; meletakkan atau menempatkan. Tema sebuah karangan merupakan ide dasar atau ide pokok sebuah tulisan. Biasanya tema tidak dapat dilihat dengan kasat mata dalam sebuah karangan, karena bukan terdapat dalam sebuah kalimat yang utuh, tetapi tema merupakan cerminan dari keseluruhan isi karangan dari awal sampai akhir. Tema merupakan amanat atau pesan-pesan yang dapat dipetik dari karangan. Rumusan dari simpulan yang berupa pesan-pesan pengarang itulah yang disebut tema. Sebuah tema yang baik adalah harus menarik perhatian penulis sendiri. Apabila penulis senang dengan pokok pembicaraan yang ingin dikarang tentu seorang pengarang dalam keadaan senang atau tidak dalam keadaan terpaksa. Selain menarik perhatian, tema yang hendak ditulis terpahami dengan baik oleh penulis. Selain tema dalam setiap tulisan ilmiah juga harus memiliki topik. Ada sebagian orang menyamakan antara topik dengan tema. Ternyata pendapat itu keliru. Topik adalah pokok pembicaraan yang ingin disampaikan dalam karangan. Rambu-rambu yang harus diketahui dan dipahami oleh seorang penulis untuk menentukan dan memilih topik yang baik adalah sebagai berikut: (1) Topik sebaiknya aktual. (2) Topik sebaiknya berasal dari dunia atau bidang kehidupan yang akrab dengan penulis. (3) Topik sebaiknya memiliki nilai tambah atau memiliki arti yang penting, baik bagi penulis sendiri atau bagi orang lain.

(4) Topik sebaiknya selaras dengan tujuan pengarang dan selaras dengan calon pembaca. (5) Topik sebaiknya asli, bukan pengulangan atas hal yang sama yang pernah disajikan oleh orang lain. (6) Topik sebaiknya tidak menyulitkan pencarian data, bahan, dan informasi lain yang diperlukan.

2.7 Tahapan Umum Penulisan Karya Ilmiah Tahap persiapan mencakup kegiatan menemukan masalah atau mengajukan masalah yang akan dibahas dalam penelitian. Masalah yang ditemukan itu didukung oleh latar belakang, identifikasi masalah, batasan, dan rumusan masalah. Langkah berikutnya mengembangkan kerangka pemikiran yang berupa kajian teoritis. Langkah selanjutnya adalah mengajukan hipotesis atau jawaban atau dugaan sementara atas penelitian yang akan dilakukan. Metodelogi dalam tahap persiapan penulisan karya ilmiah juga diperlukan . Metodelogi mencakup berbagai teknik yang dilakukan dalam pengambilan data, teknik pengukuran, dan teknik analisis data. Kemudian tahap penulisan merupakan perwujudan tahap persiapan ditambah dengan pembahasan yang dilakukan selama dan setelah penulisan selesai. Terakhir adalah tahap penyuntingan dilakukan setelah proses penulisan dianggap selesai.

2.8 Bahasa Karya Ilmiah Bahasa memegang peranan penting dalam penulisan karya ilmiah. Oleh sebab itu pemahaman tentang diksi (pilihan kata atau seleksi kata, bahasa Inggris; diction), istilah, kalimat, penyusunan paragraf, dan penalaran yang diungkapkan harus dikuasai peneliti. Selain itu, penulisan karya ilmiah harus mengacu pada Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan sesuai dengan penggunaan

bahasa Indonesia yang baku. Dengan demikian, gaya penulisan karya ilmiah hendaknya memiliki kejelasan, reproduktif, dan impersonal. Disisi lain, bahasa merupakan alat yang cukup penting dalam karangan ilmiah. Langkah pertama dalam menulis karya ilmiah yang baik adalah menggunakan tata bahasa yang benar (Suriasumantri, 1986:58). Apabila bahasa kurang cermat dipakai, karangan bukan saja sukar di pahami, melainkan juga mudah menimbulkan salah pengertian. Bahasa karangan yang kacau menggambarkan kekacauan pikiran penulis (Surakhmat dalam Finoza, 2006:215). Dalam menulis karya ilmiah penulis juga diharapkan mampu menggunakan bahasa secara cermat. Sajikan ide-ide secara urut sehingga pokok-pokok pikiran dan konsep tersusun secara koheren. Gunakan ungkapan yang ekonomis sehingga tidak terjadi pengulangan ide atau penggunaan kata-kata yang berlebihan. Selain itu, gunakan ungkapan halus (smooth), agar pembaca dapat mengikuti alur pembahasan dengan mudah. Gaya kalimat jangan seperti puitis dan perhatikan penulisan secara benar dan baku.

2.9 Penggunaan Bahasa dalam Karya Ilmiah Dalam penggunaan bahasa terdapat beberapa ragam bahasa. Sugono (1999:10) berpendapat bahwa berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan atas bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa jurnalistik. Yamilah dan Samsoerizal (1994:10) mengklasifikasikan ragam bahasa dengan nama istilah ragam fungsioleg. Ragam fungsioleg adalah ragam berdasarkan sikap penutur mencakup daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan: kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik, lingkungan, dan karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri dalam pengungkapannya. Hadi dalam Alamsyah (2008:102) mengatakan bahwa bahasa ragam karya ilmiah memiliki karakteristik tersendiri yaitu : singkat, padat, sederhana, lugas, lancar, dan menarik.

Selain itu, gaya penulisan karya ilmiah hendaknya memiliki kejelasan, reproduktif, dan impersonal. Kejelasan dimaksudkan bahwa setiap karya ilmiah harus mampu menyampaikan informasi kepada pembaca tentang objek penelitiannya secara gamblang. Kegamblangan ini dibicarakan sebagai foto kopi dari aslinya. Inilah yang dimaksud dengan reproduktif. Sedangkan impersonal berarti peniadaan kata ganti perorangan seperti: saya atau peneliti. Misalnya: Adapun masalah yang akan diteliti mencakup, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan penelitian. Pada posisi kata impersonal diteliti tidak boleh menggunakan kata saya atau peneliti.

2.10 Tertib Mengutip Dalam tradisi mengarang ilmiah berlaku mengutip pendapat orang lain. Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil pengamatan atau penelitian yang merupakan lanjutan dari penelitian yang terdahulu. Dengan kata lain, hasil-hasil penelitian orang lain, pendapat ahli, baik yang dilisankan maupun yang dituliskan dapat digunakan sebagai rujukan untuk memperkuat uraian atau untuk membuktikan apa yang dibentangkan (Walija, 1996:125). Dalam dunia tulis menulis ilmiah ada dua macam jenis kutipan, yaitu: kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung dalam pengutipannya harus diberi tanda kutip ( ). Sedangkan kutipan tidak langsung tidak diberikan tanda kutip. Namun, kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung dalam tertib mengutip harus diberikan tanda dengan catatan kaki (foot notes). Catatan kaki adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan uraian (teks) yang ditulis di bagian bawah halaman yang sama. Apabila keterangan semacam ini disusun dibagian akhir karangan biasanya disebut keterangan saja. Catatan kaki bukan hanya untuk menunjukkan sumber kutipan, melainkan juga dipergunakan untuk memberikan keterangan tambahan terhadap uraian atau teks. Ada beberapa prinsip mengutip, yaitu: (1) tidak mengadakan perubahan, (2) memberitahu bila sumber kutipan mengandung kesalahan, (3) memberitahu bila melakukan perbaikan, dan (4) memberitahu bila menghilangkan bagian-bagian tertentu yang ada didalam kutipan.

2.11 Daftar Pustaka Daftar pustaka merupakan daftar sejumlah buku acuan atau referensi yang menjadi bahan utama dalam suatu tulisan ilmiah. Selain buku, majalah, surat kabar, catatan harian, dan hasil pemikiran ilmuan juga dapat dijadikan sebagai referensi dalam menulis. Walija (1996:149) mengatakan bahwa daftar pustaka atau bibliografi adalah daftar buku atau sumber acuan lain yang mendasari atau menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan karangan. Unsur-unsur pada daftar pustaka hampir sama dengan catatan kaki. Perbedaannya hanya pada daftar pustaka tiada nomor halaman.

Unsur-unsur pokok daftar pustaka adalah sebagai berikut: A. Buku sebagai Bahan Referensi 1) Nama pengarang, diurutkan berdasarkan huruf abjad (alfabetis). Jika nama pengarang lebih dari dua penggal nama terakhir didahulukan atau dibalik. 2) Tahun terbit buku, didahulukan tahun yang lebih awal jika buku dikarang oleh penulis yang sama. 3) Judul buku, dimiringkan tulisannya atau digaris bawahi. 4) Data publikasi, penerbit, dan tempat terbit. 5) DAFTAR PUSTAKA ditulis dengan huruf kapital semua dan menempati posisi paling atas pada halaman yang terpisah. Contoh penulisan daftar pustaka buku sebagai referensi: Ismail, Taufiq. 1993. Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda. Mulya, Hamdani. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Lhokseumawe: STAIN Malikussaleh.

Namun, jika bahan rujukan atau acuan dalam daftar pustaka yang bersumber dari internet ditulis sesuai dengan aturannya tersendiri berdasarkan pendapat Alamsyah (2008:119) sebagai berikut: B. Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti oleh tahun, judul karya (dicetak miring) dengan diberikan keterangan dalam kurung (Online), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung. Contoh: Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), jilid 5, No 4, (http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000).

C. Rujukan dari Internet Berupa E-mail Pribadi Nama pengirim (jika ada) disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail pengirim), diikuti oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirim).

Contoh: 1 Davis, A. (a.davis @uwts.edu.au). 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring Tolls. Email kepada Alison Hunter (huntera @usq.edu.au). Contoh: 2

Mulya, Hamdani. (mulyahamdani @yahoo.com). 15 Oktober 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Email kepada Redaktur Majalah Santunan Jadid (redaksisantunan @gmail.com).

2.12 Contoh Format Umum Karya Ilmiah Dalam tulisan ini disajikan contoh format umum skripsi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia. Format karya ilmiah lazim juga disebut sebagai kerangka karya ilmiah.

KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Sumber Data 1.5 Hipotesis 1.6 Manfaat Penelitian 1.7 Pentingnya Penelitian 1.8 Metode Penelitian 1.9 Teknik Penelitian

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Pengertian Cerpen 2.2 Pengertian Metafora Menurut Para Ahli 2.3 Metafora dalam Cerpen 2.4 Tipe Pelimpahan Metafora dalam Cerpen 2.5 Metafora sebagai Simbolis dalam Cerpen 2.6 Metafora sebagai Sarana Penceritaan dalam cerpen 2.7 Metafora sebagai Gaya dan Nada 2.8 Metafora sebagai Penggambaran Watak Tokoh

BAB III ANALISIS METAFORA DALAM CERPEN KARYA TAUFIQ ISMAIL 3.1 Pengolahan dan Analisis Data

BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan 4.2 Saran-Saran

DAFTAR PUSTAKA TABEL LAMPIRAN-LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS

Latihan dan Tugas 1. Sebutkanlah ciri-ciri karya ilmiah yang anda ketahui ! 2. Sebutkan prinsip-prinsip penulisan karya ilmiah yang baik ! 3. Bahasa Indonesia yang bagaimakah digunakan dalam penulisan karya ilmiah ! 4. Apa syarat-syarat tema karya ilmiah yang baik ? 5. Sebutkan aturan-aturan penulisan daftar pustaka dalam karya ilmiah beserta contohnya !

BAB III BUNGA RAMPAI BAHASA INDONESIA

AMBIGUITAS, KALIMAT EFEKTIF DAN PESONA KEBAHASAAN

Oleh Hamdani, S.Pd.

Preman Bahasa /telah menghilangkan pesona/ citra kebahasaan/ bahasa Indonesia yang selama ini kita banggakan/ telah luntur terkoyak/ Mereka adalah preman bahasa; gaul, prokem, elite/ Pudarlah nasionalis bahasa bangsa. Puisi : Hamdani Mulya, 1 Januari 2009. (Puisi ini dipublikasikan di web : http://gemasastrin.wordpres.com ).

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di dunia pendidikan. Demikian antara lain fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Namun, dalam realitas keseharian dalam berbudaya berbahasa, pengguna bahasa sering kali mengabaikan aturan-aturan kebahasaan seperti ejaan. Bahkan problema seperti itu dilakukan oleh kaum intelektual. Dalam pemakaian ejaan sering kita menemukan pemakaian huruf kapital yang kurang tepat. Misalnya penulisan nama dosen dan gelar pada absensi, dalam makalah atau lembaran pengesahan skripsi yang disusun oleh mahasiswa sering ditulis dengan huruf kapital semua. Contoh: DRS. MUKHLIS A. HAMID, M.S. Padahal penggunaan huruf kapital semacam itu suatu yang bertentangan dengan Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), pada tahun 1972. Sebenarnya cara penulisan ejaan yang benar nama dan gelar pada contoh di atas adalah Drs. Mukhlis A. Hamid, M.S. Untuk lebih jelas silahkan anda baca lagi EYD terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) sebagai tugas pribadi anda. Menarik bukan ? Bukankah anda seorang penulis buku, peneliti, dosen, guru, insan pers, mahasiswa, atau minimal anda masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Karena santunnya suatu bahasa mencerminkan luhurnya budi pengguna bahasa suatu bangsa. Indah sekali bukan?

EYD didalamnya mengulas bagaimana penggunaan aturan kebahasan secara cermat dan rapi mengenai: huruf kapital, huruf miring, tanda baca, dan peristilahan. Masih banyak kesalahan lain yang sering kita temukan dalam penulisan huruf kapital seperti pada penulisan nama jenis makanan, misalnya pada penulisan kata pisang ambon dan asam jawa. Pemakai bahasa sering

terkecoh dengan aturan penulisan huruf kapital pada nama suku dan bangsa. Sering menyamakan dengan penulisan suku Ambon dan suku Jawa. Hal itu mengingatkan kita bahwa pada penulisan kata pisang ambon dan asam jawa tidak menggunakan huruf kapital, karena bukan nama suku dan bangsa. Melainkan nama jenis makanan atau buah-buahan. Demikian juga jika kita hendak menulis nama geografis seperti dalam kalimat berikut: Kapal besar itu akan berlayar ke samudera luas. Samudera luas ditulis dengan huruf kecil, karena samudera luas bukan nama geografis. Namun, jika kalimat tersebut diubah menjadi: Kapal besar itu akan berlayar ke Samudera Hindia. Maka Samudera Hindia pada setiap awal kata ditulis dengan huruf kapital, karena merupakan nama geografis.

Dari segi lain kesalahan berbahasa Indonesia juga kita dapatkan dalam pemakaian bahasa yang ambiguitas. Artinya bahasa yang bermakna ganda sehingga membingungkan pembaca karena multi tafsir. Ambigu tidak sama dengan konotasi atau makna sampingan. Lazim disebut dengan makna kias, karena makna kias lebih menyarankan pada pengertian bahasa figuratif atau gaya bahasa. Walaupun demikian, ambiguitas dan konotasi keduanya dilarang keras pemakaiannya dalam bahasa karya ilmiah. Ambiguitas dan konotasi hanya dibolehkan pemakaiannya dalam karya sastra seperti novel, cerpen, dan puisi. Kadang-kadang juga digunakan dalam bahasa jurnalis dan feature untuk menarik perhatian dan membuat pembaca penasaran.

Contoh kalimat ambigu antara lain: Kucing makan tikus mati. Dalam kalimat tersebut siapa yang mati ? Tikus atau kucing?

Kita dapat memperbaiki kalimat tersebut dengan memberikan tanda koma (,) pada posisi berikut: a) Kucing, makan tikus mati. Kalimat tersebut berarti seekor kucing yang makan tikus sudah mati, b) Kucing makan, tikus mati. Berarti kucing dan tikus tidak saling berinteraksi, tetapi bersifat individualistis, c) Kucing makan tikus, mati. Berarti seekor kucing setelah makan tikus, kucing ini mati. Disebabkan oleh asumsi bahwa tikus mati, yang dimakan oleh kucing sebelum mati kucing, telah memakan racun berbahaya.

Masih banyak contoh lain kalimat ambigu yang menjadi tugas pribadi anda di rumah untuk memperbaikinya. Sebagai Pekerjaan Rumah (PR) silahkan anda baca buku Komposisi: Mengolah Gagasan Menjadi Karangan karya Walija (1996) atau baca Menulis Ilmiah karya Azwardi, S.Pd., M.Hum (2008). Ambigu adalah salah satu ciri dari kalimat yang tidak efektif. Kalimat efektif merupakan suatu kalimat yang mampu menyampaikan pesan secara akurat dan mampu juga diterima dengan akurat oleh pembaca atau pendengar. Apabila yang di sampaikan X oleh pembicara dan penulis maka yang diterima juga X oleh pendengar dan pembaca. Tidak kurang dan tidak lebih (Walija, 1996:33). Sebagai seorang orator ulung dan penulis handal kita harus mampu memahi dan menggunakan kalimat efektif secara cermat. Ciri-ciri kalimat efektif selanjutnya adalah sebagai berikut: a) memilih kata (diksi, bahasa Inggris: diction) dan istilah yang tepat, b) menggunakan ejaan secara cermat, c) penghematan kata dan tidak menggunakan kata secara mubazir. Contoh kalimat mubazir: Banyak sekali surat-surat masuk ke kantor redaksi. Kalimat tersebut lebih efektif jika ditulis Banyak surat masuk ke kantor redaksi, d) menggunakan kata yang segar dan bervariasi. Jangan menggunakan kata-kata yang kusam dan bertele-tele serta membosankan, e) menyelaraskan dengan kalimat-kalimat lain atau disebut juga dengan dinamis dan koheren.

Dalam bahasa keseharian kita juga mendengar pemakaian bahasa yang tidak efektif pada acara seminar, orasi ilmiah, dan ceramah. Misalnya: (1) Kepada Bapak

tempat dan waktu kami persilahkan dengan segala hormat. Dalam kalimat ini yang dipersilahkan untuk berceramah adalah tempat seperti meja dan kursi, (2) Untuk mempersingkat waktu acara kami lanjutkan. Yang seharusnya, Untuk menghemat waktu acara kami lanjutkan, dan (3) Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-63 . Penulisan yang benar adalah Hari Ulang Tahun ke-63 Republik Indonesia. Karena ke-63 dalam kalimat tersebut menunjukan jumlah tahun atau hari, bukan jumlah negara atau seri. Boleh kita menggunakan jumlah di akhir, jika kalimat itu menunjukkan seri. Contoh: Pesawat Seulawah Agam RI-01 dan Pesawat Seulawah Dara RI-02. Kemudian dilanjutkan dengan Pesawat Garuda RI03.

Demikian banyak problema kesalahan dalam berbahasa Indonesia. Ketika penulis megasuh mata kuliah Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh Lhokseumawe, Politeknik Negeri Lhokseumawe, dan Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, beberapa mahasiswa bertanya. Kenapa kesalahan-kesalahan berbahasa seperti di atas sering terjadi berulangulang. Telah menjadi budayakah kesalahan seperti itu di negeri ini? Penulis hanya bisa menjawab karena tidak ada sangsi hukum bagi pelanggar aturan kebahasaan. Kita istilahkan saja tidak ada undang-undang dan sangsi hukum bagi preman bahasa. Bahasa Indonesia juga memiliki corak dan ragam yaitu: daerah (logat/dialeg), sosioleg, fungsioleg, ragam lisan dan tulis, ragam baku dan tidak baku (Yamilah dan Samsoerizal, 1994:10). Kemudian juga dibenarkan oleh mahasiswa tentang membudidayakan kesalahan lama. Dengan jawaban sejak dulu para dosen juga menulis begitu, bernuansa keliru dan salah. Mahasiswa juga ikut dosen, misalnya pada kasus penulisan nama dan gelar di absensi, pada lembaran pengesahan, dan pada surat-surat resmi.

Kesalahan bahasa ditambah lagi oleh Preman Bahasa dengan menerbitkan kamus bahasa prokem alias bahasa gaul. Agar lebih kronis bahasa terus dirusak oleh pengguna Hand Phone (HP) dengan bahasa layanan SMS yang multi tafsir. Untuk selanjutnya kalangan artis menganggap bahasa Indonesia yang baik dan

benar terlalu kaku digunakan saat berbicara di depan publik. Lahirlah bahasa Indonesia bernuansa ala artis. Memperbaiki bahasa Indonesia bukan hanya tugas ahli bahasa, tetapi tugas kita semua pengguna bahasa Indonesia. Pesona bahasa kali ini membuat pandangan kita kabur dan merasa prihatin, karena banyak bahasa yang telah di rusak oleh kaum kita sendiri. Begitu juga dengan penggunaan bahasa gado-gado campur bahasa. Seperti RCTI Okey: IndonesiaInggris dan SCTV Ngetop: Indonesia-Jawa-Inggris. Selamat berkarya semoga harapan berubah menjadi kenyataan.

(Hamdani, S.Pd. adalah Guru MAN Lhokseumawe dan Jurnalis di Beberapa Surat Kabar).

SENI BERBICARA DENGAN BAHASA YANG SANTUN

Oleh Hamdani, S.Pd. (Majalah Fakta, Februari 2009)

Dalam hidup bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari berbagai problema. Telah menjadi kodrat manusia yang selalu dihinggapi oleh masalah. Namun, manusia sebagai hayawan natiq (bahasa Arab): hewan yang memiliki daya pikir. Tentu ingin bebas dari bermacam persoalan. Seperti persoalan karir yang gagal, keharmonisan dalam lingkungan kerja, maupun masalah yang kita hadapi dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Masalah

yang menggerogoti kita sering membuat kita jenuh dan berputus asa. Kekecewaan membuat manusia stres karena frustasi. Sebagian orang kadang kala mengungkapkannya dengan kata-kata yang tidak santun. Bahasa dijadikan sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa ketidakpuasannya.

Sebagai contoh Pak Hananan (bukan nama sebenarnya) setelah di Putuskan Hubungan Kerja (PHK) 2 tahun yang lalu, karena ada pengurangan karyawan di sebuah perusahaan. Lalu mendirikan usaha perdagangan tekstil, tetapi mengalami kebangkrutan dan terpaksa gulung tikar. Kemudian dengan tidak putus asa Pak Hananan membuka usaha warung nasi, namun tidak laris juga. Hanya mencukupi kebutuhan hidup keluarga secara pas-pasan. Pak Hananan semakin frustasi, di tambah dengan permintaan isteri yang sering ikut trend model tidak dapat dikabulkannya. Bahkan istrinya sering membandingkan penghasilannya dengan penghasilan suami tetangganya yang legeslatif, tentu memiliki gaji puluhan juta. Lama kelamaan Pak Hananan semakin frustasi. Akhirnya Pak Hananan menjadi seorang laki-laki yang beringas, seram, dan suka memaki dengan kata-kata kotor dan sering berantam dengan isterinya. Dari ilustrasi cerita di atas mengingatkan kita bahwa banyak persoalan yang di hadapi oleh seseorang yang akhirnya bahasa dijadikan pelampiasan. Tidak demikian bagi kita manusia yang sabar, berakhlak, dan santun berbahasa.

Berikut ini ada beberapa kiat seni bertengkar. Jika anda ingin bertengkar dengan istri atau suami, dengan atasan, dengan kawan sejawat, atau dengan siapapun. Maka yang pertama anda sepakati adalah ajaklah lawan bertengkar anda dengan bahasa yang santun. Seperti debat ilmiah, orasi mahasiswa dengan tidak menghujat oknum tertentu, debat kandidat partai politik, dll. Semua itu pastikan anda lakukan dengan bahasa yang sopan, tidak menyinggung perasaan orang lain. Buat suatu kejutan agar lawan bertengkar anda tertawa. Dengan gaya kocak. Pertengkaranpun akan berhenti dengan sendirinya.

Jika dalam sebuah bus yang berdesak-desakan seseorang menginjak kaki anda. Lalu anda boleh menegurnya dengan bahasa yang santun. Maaf mas kaki saya terinjak. Insya Allah pertengkaran tidak akan terjadi. Tetapi jika anda memaki dengan kalimat: Dasar keparat kakiku kau injak!, kita khawatir jika beberapa detik lagi akan terjadi adu tinju ala ring bus antara pemaki dengan penginjak kaki. Biarkan anda menjadi manusia yang toleransi. Selain mendapat pahala kita juga akan menjadi manusia bijak dan luhur.

Demikian juga jika kita mengalami masalah dengan istri jangan pernah memarahi istri anda. Berilah siraman rohani yang menyentuh perasaan. Bila sebagai atasan janganlah meremehkan bawahan. Berikan dukungan demi kemajuan karir bawahan. Kalau ada masalah nasihati dengan kalimat yang luhur. Berikan senyum dan pujian atau gunakan bahasa kias (majas ironi).

Ironi adalah bahasa kias yang menyatakan sesuatu secara kebalikan atau disebut juga dengan sindiran halus. Sehingga membuat seseorang memutar haluan. Misalnya: bagus sekali baju anda seperti baju artis. Padahal kita tidak menyenangi pakaian seperti artis yang mengumbar aurat, karena bertentangan dengan ajaran agama Islam. Contoh lain: cepat sekali anda datang ke kantor hari ini sudah jam 10 WIB. Kalimat itu digunakan untuk menegur karyawan atau PNS yang terlambat masuk kantor. Ironis bukan?

(Hamdani, S.Pd. adalah Dosen STAIN Malikussaleh dan Guru MAN Lhokseumawe, Peneliti bahasa dan Sastra).

SMS RUSAK CITRA BAHASA INDONESIA

Oleh Hamdani, S.Pd. ( http://forumpenulisaceh.blogspot.com, September 2009 )

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di dunia pendidikan. Demikian antara lain fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Namun, dalam realitas keseharian dalam berbudaya berbahasa. Pengguna bahasa sering kali mengabaikan aturan-aturan kebahasaan seperti ejaan. Bahkan problema seperti itu dilakukan oleh kaum intelektual. Dalam pemakaian ejaan sering kita menemukan pemakaian huruf kapital yang kurang tepat.

Misalnya penulisan nama dosen dan gelar pada absensi, dalam makalah atau lembaran pengesahan skripsi yang disusun oleh mahasiswa sering ditulis dengan huruf kapital semua. Contoh: DRS. MUKHLIS A. HAMID, M.S. Padahal penggunaan huruf kapital semacam itu suatu yang bertentangan dengan Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), pada tahun 1972. Maka cara penulisan yang benar nama dan gelar pada contoh di atas adalah Drs. Mukhlis A. Hamid, M.S. Untuk lebih jelas silahkan anda baca lagi EYD terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) sebagai tugas pribadi anda.

Bukankah anda seorang penulis buku, peneliti, dosen, guru, insan pers, mahasiswa, atau minimal anda masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Karena santunnya suatu bahasa mencerminkan luhurnya budi pengguna bahasa suatu bangsa. Indah sekali bukan? Selain itu kesalahan fatal yang dapat merusak citra bahasa Indonesia adalah pada penulisan bahasa layanan SMS via HP.

Kesalahan berbahasa Indonesia kita dapatkan dalam pemakaian bahasa yang ambiguitas, sering kita temukan pada penggunaan bahasa layanan SMS. Ambiguitas artinya bahasa yang bermakna ganda, yang dapat membingungkan pembaca karena multi tafsir. Seperti bahasa yang sering digunakan oleh pengguna Hand Phone (HP) ketika menulis SMS. Ambigu tidak sama dengan konotasi atau makna sampingan. Lazim disebut dengan makna kias, karena makna kias lebih menyarankan pada pengertian bahasa figuratif atau gaya bahasa. Walaupun demikian, ambiguitas dan konotasi keduanya dilarang keras pemakaiannya dalam bahasa karya ilmiah. Sedangkan bahasa yang bermakna konotasi hanya dibolehkan pemakaiannya dalam karya sastra seperti novel, cerpen, dan puisi. Kadang-kadang juga digunakan dalam bahasa jurnalis dan feature untuk menarik perhatian dan membuat pembaca penasaran.

Contoh kalimat ambigu antara lain: Kucing makan tikus mati. Dalam kalimat itersebut siapa yang mati ? Tikus atau kucing? Kita dapat memperbaikinya dengan memberikan tanda koma (,) pada posisi berikut: a) Kucing, makan tikus mati. Kalimat tersebut berarti ada seekor kucing yang makan tikus sudah mati, b) Kucing makan, tikus mati. Berarti kucing dan tikus tidak saling berinteraksi, tetapi bersifat individualistis, c) Kucing makan tikus, mati. Berarti seekor kucing setelah makan tikus, kucing ini mati. Disebabkan oleh asumsi bahwa tikus mati yang dimakan oleh kucing, sebelum mati kucing telah memakan racun berbahaya.

SMS adalah singkatan dari bahasa Inggris: Short Message Service. Dalam bahasa Indonesia disebut Layanan Pesan Singkat, dan sebagian orang menafsirkan sebagai Surat Menyurat Singkat (SMS) melalui HP. Memang demikianlah awal kemunculannya SMS hanya ada diprogram HP. Sekarang SMS juga dapat diakses melalui internet pada program email. Banyak memang keuntungan dari SMS ini, antara lain menghemat pulsa, dan pesan lewat SMS dapat diterima dan dikirim di

manapun dan kapan saja, karena HP dapat dibawa kemana saja dan dapat dimasukkan ke kantung atau saku pakaian. Jadi pemakaian HP lebih efisien dan praktis. Selain itu SMS juga lebih menjaga rahasia percakapan di depan umum, karena tidak bersuara seperti bicara langsung. Dalam konteks wacana teknologi seluler dan ekonomi, SMS via HP sangat menguntungkan.

Namun, jika SMS dikaitkan dengan wacana kebahasaan ternyata bahasa SMS telah merusak citra bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa SMS telah melanggar kaidah penulisan yang tercantum dalam Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dan Tata Bahasa Baku. Bahkan bahasa SMS sangat banyak ragamnya sehingga semakin memperparah kerusakan bahasa Indonesia. Padahal bangsa Indonesia sedang menggalakkan pemberantasan tuna aksara (buta huruf). Atas keprihatinan penulis terhadap problema bahasa di atas, maka penulis melakukan penelitian terhadap beberapa SMS yang terdapat dalam HP beberapa orang kawan yang terlebih dulu penulis minta izin. Selain itu penulis juga meneliti bahasa SMS di beberapa surat kabar lokal terbitan Aceh di rubrik Suara Masyarakat Susah (Pro Haba, 2009) dan di rubrik Aspirasi (Metro Aceh/Rakyat Aceh, 2009-2010).

Dari hasil survei yang penulis lakukan tersebut membuktikan bahwa sangat banyak pengguna bahasa SMS yang dapat dikatagorikan buta huruf. Walaupun penggunaan bahasa semacam itu disengaja oleh orang yang tidak buta huruf. Kenapa disebut buta huruf, karena dalam penulisan bahasa SMS banyak huruf yang tinggal, kalimat tidak efektif, dan sebagian pengguna HP memang benarbenar buta huruf. Namun, karena telah memakai HP sedikitnya telah berusaha untuk belajar menulis. Sebaiknya bagi orang yang mahir menulis gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Demi pengembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang kita banggakan.

Berikut beberapa contoh bahasa SMS yang dikutip seperlunya di rubrik Aspirasi Metro Aceh (10 Desember 2010).

SMS 1. Hai metro nm aq Dewi, aq 9e cri kwn ne. kriteria@, tinggi, maniez, baek, pn9rtian, n uda kerja, kuliah uga bleh. Oy umr dwi 21, n mci kuliah Pengirim : 085365XXXXXX

SMS 2. Ass. Metro o ya perknlkan nm aq Nabila umrku 18 thn ? Aq krng pingn cri kwn ? Aq orng@ manis ? Tinggi ? Aq tinggl di daerah X Pengirim : 085260XXXXX

SMS 3. Ass metrO,,, nma sya Rida sya t9l d kota X, umur sya 17 thun. sya mw cri tmen y6 bsa prhtian n y6 bsa mn9hbvr sya d saat sya sdih mwpun senang Pengirim : 085260XXXXXX

SMS 4. Assalamualaikum. Kepada Dirut PT PLN Cabang X, jangan tarif saja yang disesuaikan dan denda yang ditepat waktukan. Tapi pelayanan belum juga ada perbaikn sampai sekarang. Masih juga sering terjadi mati lampu berjam-jam. Pengirim : 081990XXXXX

Dari ke-4 contoh SMS di atas membuktikan bahwa bahasa SMS itu banyak ragamnya dan merupakan corak yang sangat tidak baku. Pada bahasa SMS contoh no. 1, 2, dan 3 di atas merupakan bahasa yang sangat di bawah standar bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika diberi bobot nilai hanya mendapat nilai 3. Bahasa semacam itu biasanya merupakan bahasa tingkat anak SD kelas 2. Dalam penulisan bahasa tersebut banyak huruf yang tinggal dan sangat jauh dari syarat sebuah kalimat efektif yang mungkin juga membuat sebuah kalimat jadi ambigu. Ambigu adalah salah satu ciri dari kalimat yang tidak efektif.

Kalimat efektif merupakan suatu kalimat yang mampu menyampaikan pesan secara akurat dan mampu juga diterima dengan akurat oleh pendengar dan pembaca. Apabila yang di sampaikan X oleh pembicara dan penulis maka yang diterima juga X oleh pendengar dan pembaca. Tidak kurang dan tidak lebih (Walija, 1996:33). Sebagai seorang orator ulung dan penulis handal kita harus mampu memahi dan menggunakan kalimat efektif secara cermat.

Ciri-ciri kalimat efektif selanjutnya adalah sebagai berikut: a) memilih kata (diksi bahasa Inggris: diction) dan istilah yang tepat, b) menggunakan ejaan secara cermat, c) penghematan kata dan tidak menggunakan kata secara mubazir. Contoh kalimat mubazir: Banyak sekali surat-surat masuk ke kantor redaksi. Lebih efektif jika ditulis: Banyak surat masuk ke kantor redaksi, d) menggunakan kata yang segar dan bervariasi. Jangan menggunakan kata-kata yang kusam dan bertele-tele dan membosankan, e) menyelaraskan dengan kalimat-kalimat lain atau disebut juga dengan dinamis dan koheren.

Sedangkan SMS no. 4 sudah termasuk dalam kalimat yang lumayan standar, tetapi pengirim SMS tidak peduli terhadap aturan penggunaan tanda baca yang benar. Seperti tanda titik, koma, dan huruf kapital yang terkumpul dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Aturan kebahasaan telah diabaikan dan di luar kepedulian pengguna SMS tersebut.

Memang semua orang faham termasuk penulis dan pembaca bahwa layar monitor HP itu sempit dan kecil. Jika pengguna HP mengetik SMS sesuai kaidah Tata Bahasa Indonesia Baku pasti kalimatnya tidak muat semua. Namun, jika anda menulis SMS gunakanlah kalimat yang lengkap dan standar. Jangan terlalu menyingkat sehingga membingungkan pembaca. Betapa banyak orang kehilangan pekerjaan, karena dipecat oleh kepala kantor yang disebabkan oleh SMS yang bermakna ganda dan dianggap melecehkan atasan. Beberapa orang juga putus cinta dan bertengkar dengan isterinya, karena salah menulis SMS sehingga bermakna ganda. Selain itu, ada juga pengirim SMS yang dipengadilankan, karena dianggap SMS yang bermakna ambigu merupakan pencemaran nama baik seseorang.

Di akhir tulisan ini penulis mengajak semua pengguna bahasa Indonesia untuk menulis SMS yang standar. Walaupun tidak terlalu baku, minimal tulislah dengan kalimat yang lengkap dan tidak terlalu menyingkat. Demi pengembangan dan pemeliharaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

LATIHAN DAN TUGAS Soal-soal Tugas Pribadi 1. Analisislah penggunaan tanda baca dan huruf kapital dalam wacana yang berjudul Seni Berbicara dengan Bahasa yang Santun! 2. Seni Berbicara dengan Bahasa yang Santun termasuk jenis wacana apa ? deskripsi, narasi, argumentasi, persuasi, atau eksposisi ?, berikan tanggapan anda !

3. Carilah ide pokok setiap paragraf dalam wacana yang berjudul Ambiguitas, Kalimat Efektif, dan Pesona Kebahasaan ! 4. Setujukah anda dengan opini-opini yang dituangkan oleh penulis dalam karangan SMS Rusak Citra Bahasa Indonesia ?. Apa tanggapan anda ? 5. Carilah kalimat fakta dan opini yang terdapat dalam wacana SMS Rusak Citra Bahasa Indonesia ! 6. Bagaimanakah yang dimaksud dengan kalimat efektif ?, dan sebutkan ciri-ciri kalimat efektif tersebut ! 7. Apakah yang dimaksud dengan karya ilmiah ?, berikan ulasan anda mengenai pokok-pokok penulisan karya ilmiah yang baik ! 8. Apa tujuan dan manfaat mempelajari Bahasa Indonesia sebagai salah satu pelajaran di sekolah ? 9. Tulislah 5 contoh kata baku dan kata tidak baku ! 10. Bacalah sebanyak-banyaknya buku tentang Bahasa Indonesia dan bacalah buku-buku yang tercantum dalam daftar pustaka atau referensi !

Anda mungkin juga menyukai