Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ghinaa

NIM : 2110211220202

Mata Kuliah : Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Kelas :B

UTS

Dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
terdapat aturan tentang Hukum Acara Arbitrase.

I. Jelaskan secara sistematis hal-hal apa saja yang menjadi hukum acara dalam
penyelesaian sengketa di Lembaga Arbitrase, berikut dasar hukumnya.
II. Berikan perbedaannya dengan penyelesaian sengketa yang diselesaikan secara Litigasi.

JAWAB :

I. Ada banyak hal yang menjadi hukum acara dalam penyelesaian sengketa di Lembaga
Arbitrase. Sebelum dilakukannya prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
diwajibkan adanya kesepakatan oleh kedua belah pihak terlebih dahulu.
Hukum acara arbitrase ini diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, diantaranya :
a) Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase
Berdasarkan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Aternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), permohonan arbitrase dilakukan
secara tertulis dan memuat lengkap informasi seperti nama dan alamat Pemohon dan
Termohon; penunjukan klausula arbitrase yang berlaku pada perjanjian; perjanjian yang
menjadi sengketa;dasar tuntutan; jumlah yang dituntut (apabila ada); cara penyelesaian
sengketa yang dikehendaki; dan pengajuan jumlah arbiter yang dikehendaki.
b) Penunjukkan Arbiter
Setelah permohonan arbitrase diterima, merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan
2, Pemohon dan Termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan
ini dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam
jawaban Termohon. Forum arbitrase dapat dipimpin oleh hanya satu orang arbiter
(arbiter tunggal) atau majelis, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila
dalam waktu 14 hari tidak ditemukan kesepakatan antara para pihak, maka Ketua
Pengadilan dapat melakukan pengangkatan arbiter tunggal. Keputusan tersebut
kemudian akan mengikat kedua belah pihak.
c) Tanggapan Termohon dan Tuntutan Balik (Rekonvensi)
Setelah berkas permohonan didaftarkan, pengurus Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) akan memeriksa dan memutuskan apakah BANI memang berwenang untuk
melakukan pemeriksaan sengketa. Kemudian sekretariat BANI akan menyiapkan
salinan permohonan arbitrase, dasar hukumnya pasal 39 UU No. 30 Tahun 1999.
Pemohon dan dokumen lampiran lainnya untuk disampaikan kepada Termohon.
Termohon memiliki waktu 30 hari untuk memberikan jawaban, dan dapat diperpanjang
hingga 14 hari.
Jawaban tersebut, Termohon dapat melampirkan data dan bukti lain yang relevan
terhadap kasus yang dipersengketakan untuk mengajukan tuntutan balik atau disebut
sebagai rekonvensi, dasar hukumnya pasal 42 UU No. 30 Tahun 1999 . Tuntutan balik
ini dapat disertakan bersama jawaban Termohon.
d) Sidang Pemeriksaan
Pada proses pemeriksaan arbitrase, dilaksanakan sebagaimana yang telah diatur dalam
UU No. 30 Tahun 1999, pasal 27, 28, dan 29. Pengaturan ini antara lain: pemeriksaan
dilakukan secara tertutup, menggunakan Bahasa Indonesia, harus dibuat secara tertulis,
dan mendengar keterangan dari para pihak.
e) Putusan arbitrase
Setelah mempertimbangkan argumen dari kedua belah pihak, arbiter akan memutuskan
sengketa dan membuat putusan arbitrase bersifat final yang mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak. Dasar hukumnya pasal 60 UU No. 30 Tahun
1999.

II. Ada banyak perbedaan antara penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan litigasi,
diantaranya :
a) Proses penyelesaian
Dalam arbitrase, penyelesaian sengketa dilakukan melalui arbitrase, yang diatur dalam
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Sedangkan dalam litigasi, penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan, yang
diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
b) Biaya
Biaya arbitrase diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, yang menyatakan bahwa pihak yang kalah dalam arbitrase
harus membayar biaya arbitrase, kecuali arbiter memutuskan sebaliknya. Sedangkan
biaya litigasi diatur dalam Pasal 181 HIR, yang menyatakan bahwa biaya pengadilan
harus ditanggung oleh pihak yang kalah dalam sengketa.
c) Waktu
Waktu penyelesaian sengketa melalui arbitrase biasanya lebih singkat daripada litigasi,
karena diatur dalam Pasal 27 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa bahwa arbiter harus menyelesaikan sengketa dalam jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian arbitrase. Sedangkan dalam litigasi, waktu
penyelesaian sengketa tidak diatur dalam undang-undang, tetapi tergantung pada
kompleksitas kasus dan kepadatan jadwal pengadilan.
d) Keputusan akhir
Keputusan arbitrase bersifat final dan mengikat, sesuai dengan Pasal 60 UU No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sedangkan dalam
litigasi, keputusan pengadilan dapat diajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi,
sesuai dengan Pasal 197 HIR.
e) Kerahasiaan
Kerahasiaan dalam arbitrase diatur dalam Pasal 38 UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menyatakan bahwa arbitrase
dapat dilakukan secara tertutup atau rahasia, sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Sedangkan dalam litigasi, semua proses dan keputusan pengadilan bersifat terbuka
untuk umum, sesuai dengan Pasal 25 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
f) Kewenangan
Arbiter dalam arbitrase hanya memutuskan sengketa yang dihadapinya, sesuai dengan
Pasal 33 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Sedangkan pengadilan dalam litigasi memiliki kewenangan yang lebih luas
untuk memutuskan kasus-kasus yang berkaitan dengan hukum yang berlaku, sesuai
dengan Pasal 46 UU No. 48 Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai