604-Article Text-1192-1-10-20191024
604-Article Text-1192-1-10-20191024
Abstrak
Keywords: Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi neonatus dimana kadar
Hiperbilirubinemia; bilirubin lebih dari 10 mg/dl ditandai dengan ikterus pada sklera
Fototherapi; Alih mata, kuku, kulit yang bersifat patologis dan berpotensi untuk
Baring menimbulkan kerusakan otak (kernicterus). Fototherapi merupakan
terapi pilihan pertama yang dilakukan pada bayi dengan
hiperbilirubinemia, selain itu dilakukan tindakan keperawatan alih
baring selama fototherapi untuk mempercepat penurunan bilirubin.
Tujuan penelitian ini adlaah menjelaskan asuhan keperawatan
tentang alih baring neonatus pada tindakan fototherapi dengan
masalah hiperbilirubinemia di Ruang Melati RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Metode karya Ilmiah ini
menggunakan desain studi kasus deskriptif, cara pengambilan data
dengan mengobservasi tindakan alih baring setiap 3 jam sekali pada
ketiga pasien selama fototherapi 18 jam. Hasil evaluasi menunjukkan
diagnosa keperawatan hiperbilirubinemia neonatal teratasi.
Tindakan keperawatan yang diberikan yaitu alih baring (perubahan
posisi miring kanan, miring kiri dan tengkurap) setiap 3 jam sekali
selama fototherapi 18 jam yang dilakukan pada tiga pasien, masing-
masing memiliki rata-rata penurunan kadar bilirubin total 9.55
mg/dl, bilirubin direk 0.15 mg/dl dan bilirubin indirek 9.40 mg/dl.
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang
tindakan keperawatan alih baring fototherapi dengan kriteria pasien
berbeda dan alat fototherapi menggunakan dua lampu fototherapi
yaitu lampu atas dan bawah pada neonatus yang mengalami
hiperbilirubinemia.
1
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
2500 gram atau usia gestasi < 37 minggu mengalami banyak komplikasi (Ningsih,
(Maria, 2013). Data epidemiologi 2017). Hiperbilirubinemia dapat
menunjukkan bahwa 50% bayi baru lahir mengakibatkan banyak komplikasi yang
menderita hiperbilirubinemia, ditandai merugikan jika tidak segera ditangani,
dengan adanya perubahan warna kuning komplikasi yang dapat terjadi dalam
(ikterik) pada kulit, kuku dan sklera mata jangka pendek bayi akan mengalami
(Swaramedia, 2010). kejang-kejang, kemudian dalam jangka
Menurut WHO (World Health panjang bayi bisa mengalami cacat
Organization) (2015) dimana setiap neurologis contohnya gangguan bicara,
tahunnya, sekitar 3,6 juta dari 120 juta bayi retradasi mental dan tuli (gangguan
baru lahir mengalami hiperbilirubinemia pendengaran) (Siska, 2017).
dan hampir 1 juta bayi yang mengalami Penatalaksanaan hiperbilirubinemia
hiperbilirubinemia kemudian meninggal. secara fisiologis dan patologis yaitu: secara
Hiperbilirubinemia di Indonesia fisiologis bayi mengalami kuning pada
merupakan masalah yang sering ditemukan bagian wajah dan leher, atau pada derajat
pada bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, satu dan dua dengan kadar bilirubin
hiperbilirubinemia terjadi sekitar 25-50% (<12mg/dl), kondisi tersebut dapat diatasi
bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada dengan pemberian intake ASI (Air Susu
bayi kurang bulan (Depkes RI, 2010). Ibu) yang adekuat dan sinar matahari pagi
Berdasarkan data Riset kesehatan sekitar jam 7:00-9:00 selama 15 menit,
dasar (Riskesdas, 2015) menunjukan angka sedangkan secara patologis bayi akan
kejadian hiperbilirubin/ikterus neonatorum mengalami kuning diseluruh tubuh atau
pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar derajat tiga sampai lima dengan kadar
51,47% dengan faktor penyebabnya yaitu: bilirubin (>12mg/dl) kondisi tersebut di
Asfiksia 51%, BBLR 42,9%, Sectio indikasikan untuk dilakuakan fototherapi,
Cesarea 18,9%, Prematur 33,3%, Kelainan jika kadar bilirubin >20 mg/dl maka bayi
Congenital 2,8%, Sepsis 12%. Penelitian di indikasikan untuk diberikan transfusi
oleh Saptanto (2014) di RSUD Tugurejo tukar (Aviv, Atikah & Jaya, 2015).
Semarang diketahui angka kejadian Pemberian fototherapi merupakan
hiperbilirubinemia pada tahun 2014 pilihan utama untuk mengatasi bayi
terdapat 74 neonatus dengan kasus hiperbilirubinemia, tujuannya untuk
hiperbilirubinemia dan sebanyak 32 mengurangi kadar bilirubin darah yang
(61,5%) mengalami hiperbilirubinemia tidak normal dan mengurangi ikterus pada
patologis. tubuh bayi, untuk hasil yang maksimal
Hiperbilirubinemia pada neonatus seluruh tubuh bayi diusahakan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu mendapatkan sinar (irradiance) dengan
ikterus fisiologis dan patologis. melakukan alih baring yaitu: perubahan
Hiperbilirubinemia fisiologis merupakan poisisi miring kanan, miring kiri,
ikterus normal yang dialami bayi baru terlentang dan tengkurap setiap 3 jam
lahir, tidak memiliki dasar patologis sekali selama fototherapi, alih baring ini
sedangkan hiperbilirubinemia patologis bertujuan untuk meningkatkan proses
adalah ikterus yang memiliki dasar pemerataan sinar terhadap kadar bilirubin
patologis dengan kadar bilirubin melebihi yang tidak larut dalam air (indirek)
nilai normal yaitu >5 mg/dl (Vivian, 2010). menjadi bilirubin yang larut dalam air
Hiperbilirubinemia yang terjadi pada bayi (direk), sehingga dapat diekskresikan
baru lahir umumnya fisiologis, kecuali melalui urin (Kosim, 2010). Namun,
timbul dalam waktu 24 jam pertama fototherapi memiliki dampak negatif pada
kehidupan, bilirubin indirek untuk bayi bayi yaitu dapat mencederai mata dan
cukup bulan >13 mg/dl atau bayi kurang genital, selain itu bayi hiperbilirubinemia
bulan >10 mg/dl, peningkatan bilirubin >5 yang dilakukan fototherapi dapat berisiko
mg/dl/24 jam, kadar bilirubin direk >2 mengalami kerusakan intensitas kulit,
mg/dl dan hiperbilirubinemia menetap hipertermi, dan diare. Sehingga peran
pada umur >2 minggu yang akan perawat sangat penting untuk
2
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
3
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
akhir ini dilakukan pada bulan April 2019 bilirubin pada pasien dengan
dan subjeknya adalah bayi dengan hiperbilirubinemia yaitu dengan
hiperbilirubinemia di Ruang Melati RSUD fototherapi, selama fototherapi inovasi
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tindakan keperawatan alih baring
yang berjumlah 3 bayi dengan umur 0-28 (perubahan posisi miring kanan, miring
hari. Instrumen pengumpulan data kiri dan tengkurap) dilakukan untuk
menggunakan lembar observasi alih baring membantu proses pemerataan sinar pada
selama fototherapi dengan analisa data dan tubuh bayi dan mempercepat penurunan
penyajian data menggunakan teori induksi, kadar bilirubin.
reduksi data, sajian data dan penarikan Evaluasi dari penerapan tindakan alih
kesimpulan. baring (perubahan posisi miring kanan,
miring kiri dan tengkurap) setiap 3 jam
3. HASIL DAN PEMBAHASAN sekali selama fototherapi 18 jam yang telah
Hasil Penerapan Inovasi Tindakan dilakukan pada ketiga pasien, disimpulkan
Keperawatan bahwa ketiga pasien mengalami penurunan
Tindakan yang dilakukan di Ruang kadar bilirubin, hasil penurunan kadar
Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bilirubin disajikan dalam bentuk tabel
Purwokerto untuk menurunkan kadar dibawah ini:
Tabel 4.1. Hasil Laboratorium Kadar Bilirubin Sebelum dan Sesudah Alih Baring (Perubahan
Posisi Miring Kanan, Miring Kiri dan Tengkurap) selama Fototherapi
4
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
genetik konjugasi bilirubin) dilaporkan yaitu CTEV dan atresia ani. CTEV adalah
lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu kelainan bawaan yang ditemukan pada bayi
12,4%, dibandingkan perempuan yaitu baru lahir ditandai dengan adanya
4,8%. Kemudian defisiensi glukosa-6- deformitas pada kaki dan atresia ani adalah
fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan kelainan bawaan yang ditemukan pada bayi
suatu kelainan enzim tersering pada baru lahir ditandai dengan tidak adanya
manusia yang terkait kromosom sex (x- lubang atau saluran pada anus (Wong et al,
linked) dimana pada umumnya hanya 2009). Kelainan CTEV dan atresia ani
bermanifestasi pada laki-laki dengan dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada
munculnya penyakit kuning atau bayi selama tindakan fototherapi dan dapat
hiperbilirubinemia neonatal (Mustarim & mengganggu proses fototherapi khususnya
Shalahuden, 2013). pada saat alih baring akan mengalami
Menurut Susiatmi & Mawarti (2009) kesulitan, sehingga dalam merubah posisi
menyatakan bahwa jenis kelamin laki-laki atau alih baring perlu memperhatikan
lebih sering mengalami hiperbilirubinemia kondisi pasien dan harus dilakukan dengan
daripada perempuan dikarenakan adanya hati-hati supaya tidak terjadi cedera fisik
pengaruh dari kadar hemoglobin dalam atau masalah lain yang lebih parah
darah. Kadar hemoglobin laki-laki yaitu (Muttaqin, 2008).
13,5-18 g/dl lebih banyak dibandingkan 2. Analisis Masalah Keperawatan Utama
kadar hemoglobin perempuan yaitu 12-16 Berdasarkan data hasil pengkajian
g/dl, dapat disimpulkan bahwa, jika terjadi yang dilakukan pada ketiga pasien
peningkatan perombakan hemoglobin didapatkan diagnosa utama
dalam darah akan menghasilkan lebih hiperbilirubinemia neonatal berhubungan
banyak hemoglobin sehingga kadar dengan usia <7 hari. Hiperbilirubinemia
bilirubin dalam darah juga akan neonatal adalah akumulasi bilirubin tak-
mengalami peningkatan, ini sejalan dengan terkonjugasi didalam sirkulasi (kurang dari
studi kasus yang lakukan peniliti, bahwa 15 mg/dl) yang dapat terjadi setelah 24 jam
dari 3 responden ada 2 responden yang kelahiran. Batasan karakteristik
berjenis kelamin laki-laki. hiperbilirubienmia antara lain: jaundice,
b. Usia profil darah abnormal, memar kulit,
Berdasarkan penelitian yang membran mukosa kuning, sklera kuning,
dilakukan oleh Pusparani & Ariguntar kulit kuning sampai orange, muntah,
(2014), ditinjau dari kelompok usia anoreksia, warna urin gelap dan feces
neonatus saat muncul ikterus diketahui pucat, kadar bilirubin lebih dari 10 mg/dl
banyak terjadi pada usia kurang dari 3 hari, (Herdman, 2018).
dimana ikterus muncul paling banyak pada Masalah keperawatan
usia 2 hari yaitu sebanyak (28,1%) pasien hiperbilirubinemia neonatal dapat dilihat
dan didapatkan rata-rata ikterus muncul dari pemeriksaan fisik yang menunjukan
pada usia 4 hari. Hal tersebut dapat adanya ikterik pada tubuh bayi, kulit, kuku
disebabkan karena adanya defisiensi termasuk sklera mata bayi atau
konjugasi bilirubin dalam menghambat menggunakan pengkajian derajat ikterik
transfer bilirubin dari darah ke empedu menurut kramer dan diperkuat dengan
yang terjadi selama 2-4 hari kehidupan, hasil laboratorium. Diagnosa keperawatan
sehingga hiperbilirubinemia sering terjadi hiperbilirubinemia neonatal menjadi
pada rentang usia minggu pertama. diagnosa utama dikarenakan apabila kadar
c. Diagnosa medis bilirubin yang tinggi tidak segera ditangani
Diagnosa medis pada pasien satu akan dapat menyebabkan komplikasi yang
yaitu BBLC dengan hiperbilirubinemia dan merugikan, komplikasi dalam jangka
congenital talipes equinovarus (CTEV) pendek bayi akan mengalami kejang,
pada kaki sebelah kiri, pasien dua BBLC kemudian dalam jangka panjang bayi bisa
dengan hiperbilirubinemia dan pasien tiga mengalami cacat neurologis contohnya
atresia ani dengan hiperbilirubinemia, ada gangguan bicara, retradasi mental, dan tuli
dua pasien yang mengalami masalah lain (gangguan pendengaran) (Siska, 2017).
5
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
6
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
yaitu ASI yang keluar setelah persalinan miring kiri dan tengkurap) setiap 3 jam
dan memang jumlahnya sangat sedikit sekali selama fototherapi efektif untuk
sehingga harus sering diberikan pada bayi, meningkatkan proses pemerataan sinar ke
kolostrum mengandung zat laksatif, seluruh tubuh bayi dan efektif dalam
dimana zat laksatif dapat mempercepat mempercepat penurunan kadar bilirubin,
atau merangsang bayi supaya lebih sering selain itu alih baring juga dapat
BAB atau mengeluarkan mekonium, memberikan kenyamanan serta mencegah
kemudian bilirubin yang terdapat dalam terjadinya kerusakan kulit bayi selama
mekonium dapat dikeluarkan dan jumlah fototherapi tanpa menggunakan obat
kadar bilirubin dalam darah dapat (Nursanti, 2014).
berkurang (Nursanti, 2011). Tindakan keperawatan alih baring
4. Analisis Inovasi Tindakan Keperawatan (perubahan posisi miring kanan, miring
Sesuai Dengan Hasil Penelitian (Jurnal kiri dan tengkurap) juga didukung oleh
Penelitian) penelitian Wikanthiningtyas (2016) dari 25
Hasil evaluasi dari ketiga pasien, neonatus yang mengalami ikterus
sebelum semua pasien dilakukan alih neonatorum diketahui kadar bilirubin
baring (perubahan posisi miring kanan, sebelum dilakukan fototherapi yaitu 18,39
miring kiri dan tengkurap) selama mg/dl, sedangkan rata-rata kadar bilirubin
fototherapi dan setelah dilakukan alih setelah fototherapi selama 24 jam yang
baring setiap 3 jam sekali selama dilakukan alih baring (perubahan posisi
fototherapi memiliki rata-rata penurunan miring kanan, miring kiri dan tengkurap)
kadar bilirubin total 9.55 mg/dl, bilirubin yaitu 15,22 mg/dl. Penurunan rata-rata
direk 0.15 mg/dl dan bilirubin indirek 9.40 sebelum dan sesudah fototherapi yaitu 3,17
mg/dl. mg/dl dengan nilai signifikasi 0,00 (p<
Pasien By Ny. N sebelumya, kadar 0.05) artinya ada pengaruh alih baring
bilirubin total 14.06 mg/dl, bilirubin direk selama fototherapi terhadap nilai kadar
0.16 mg/dl, bilirubin inderek 13.90 mg/dl, bilirubin pada neonatus yang mengalami
setelah dilakukan alih baring (perubahan ikterus.
posisi miring kanan, miring kiri dan Berdasarkan penelitian yang
tengkurap) setiap 3 jam sekali selama dilakukan oleh Shinta (2015) dari 40
fototherapi 18 jam hasil kadar bilirubin responden terdapat 20 responden yang
total 4.68 mg/dl, bilirubin direk 0.08 dilakukan intervensi posisi miring kanan,
mg/dl, bilirubin inderek 4.60 mg/dl. Pasien miring kiri, terlentang dan tengkurap
By Ny. R sebelumnya, kadar bilirubin total dengan kadar bilirubin terendah 12,28
12.58 mg/dL, bilirubin direk 0.08 mg/dl, mg/dl dan bilirubin tertinggi 21,45 mg/dl,
bilirubin inderek 12.50 mg/dl, setelah sedangkan 20 responden yang dilakukan
dilakukan alih baring (perubahan posisi posisi terlentang sebagai kelompok kontrol
miring kanan, miring kiri dan tengkurap) dengan kadar bilirubin terendah 12,57
setiap 3 jam sekali selama fototherapi 18 mg/dl dan nilai bilirubin tertinggi 20,54
jam hasil kadar bilirubin total 4.13 mg/dl, mg/dl, diketahui pada kelompok intervensi
bilirubin direk 0.05 mg/dl, bilirubin rata-rata kadar bilirubin awal 15,51 mg/dl,
inderek 4.08 mg/dl. Pasien By Ny. E sedangkan hasil kadar bilirubin setelah
sebelumnya, kadar bilirubin total 17.03 fototherapi selama 44,74 jam dengan
mg/dl, bilirubin direk 0.83 mg/dl, bilirubin perubahan posisi miring kanan, miring kiri,
inderek 16.20 mg/dl , setelah dilakukan terlentang dan tengkurap mengalami
alih baring (perubahan posisi miring penurunan menjadi 7,93 mg/dl, sehingga
kanan, miring kiri dan tengkurap) setiap 3 disimpulkan bahwa perubahan posisi
jam sekali selama fototherapi 18 jam hasil berpengaruh dalam penurunan kadar
kadar bilirubin total 6.20 mg/dl, bilirubin bilirubin pada neonatus yang dilakukan
direk 0.50 mg/dl, bilirubin inderek 5.70 fototherapi.
mg/dl. Penelitian yang dilakukan oleh
Artinya tindakan keperawatan alih Bhethanabhotla et al (2013) tentang
baring (perubahan posisi miring kanan, pengaruh posisi bayi selama fototerapi
7
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
pada bayi prematur dengan masalah (perubahan posisi miring kanan, miring
hiperbilirubinemia, didapatkan hasil bahwa kiri, tengkurap) setiap 3 jam sekali.
tidak ada perbedaan dalam durasi 4. Implementasi yang dilakukan ketiga
fototherapi antara kelompok posisi pasien yaitu dengan melakukan alih
terlentang dan kelompok posisi bolak baring (perubahan posisi miring kanan,
balik, dimana rata-rata durasi pada miring kiri, tengkurap) masing-masing
kelompok posisi terlentang yaitu 25,5 jam setiap 3 jam sekali.
dan rata-rata pada kelompok posisi bolak- 5. Hasil evaluasi tindakan alih baring
balik yaitu 24,8 jam, untuk tingkat (perubahan posisi miring kanan, miring
penurunan kadar bilirubin pada kedua kiri dan tengkurap) setiap 3 jam sekali
kelompok terlentang dan posisi bolak balik selama fototherapi efektif mempercepat
juga tidak ada perbedaan dalam tingkat penurunan kadar bilirubin dan ketiga
penurunan bilirubin dalam 24 jam pertama pasien yang dilakukan alih baring
setelah memulai fototherapi dengan masing-masing memiliki rata-rata
perbedaan rata-rata 0,02 mg/dl. penurunan kadar bilirubin total 9.55
Sedangkan, menurut penilitian mg/dl, bilirubin direk 0.15 mg/dl dan
Farkhraee et al (2011) dari 40 neonatus bilirubin indirek 9.40 mg/dl.
yang mengalami ikterus, dirawat di
bangsal neonatal Rumah Sakit Mofid SARAN
Children, kemudian bayi secara acak Berdasarkan hasil studi kasus dan
dibagi menjadi dua kelompok, kelompok kesimpulan yang telah dipaparkan, penulis
pembalik diposisikan secara bergantian dapat memberikan saran sebagai berikut:
setiap 6 jam sekali dan kelompok 1. Institusi Pendidikan
terlentang hanya diposisikan terlentang, Diharapkan karya tulis akhir ini
total serum bilirubin (TSB) diukur sebelum dapat digunakan sebagai sumber
inisiasi selama 24 jam fototherapi. pustaka dan bermanfaat untuk
Hasilnya tidak ada perbedaan yang menambah ilmu pengetahuan
signifikan secara statistik dalam penurunan khususnya mengenai penerapan asuhan
TSB setelah 24 jam diamati antara dua keperawatan pada neonatus dengan
kelompok, tetapi penurunan TSB secara masalah hiperbilirubinemia.
signifikan dilihat dari perubahan posisi dan 2. Rumah Sakit
penurunan kadar bilirubin lebih besar pada Inovasi tindakan keperawatan alih
bayi yang dilakukan perubahan posisi baring (perubahan posisi miring kanan,
setelah 24 jam fototherapi, sehingga miring kiri dan tengkurap) dapat
disimpulkan bahwa perubahan posisi digunakan sebagai prosedur tetap dalam
efektif untuk mempercepat penurunan penatalaksanaan pada neonatus yang
kadar bilirubin. dilakukan fototherapi.
3. Pasien/Keluarga pasien
5. KESIMPULAN Diharapkan keluarga atau orang
Berdasarkan hasil studi kasus dan tua pasien dapat memberikan ASI
pembahasan yang telah dipaparkan, dapat setiap 2 jam selama fototherapi untuk
disimpulkan sebagai berikut: membantu mempercepat penurunan
1. Hasil pengkajian ketiga pasien kadar bilirubin pada neonatus yang
menunjukan pasien mengalami masalah mengalami masalah hiperbilirubinemia.
utama hiperbilirubinemia. 4. Peniliti Selanjutnya
2. Prioritas diagnosa keperawatan ketiga Diharapkan peneliti selanjutnya
pasien adalah hiperbilirubinemia dapat melakukan penelitian tentang
neonatal berhubungan dengan usia <7 tindakan keperawatan alih baring
hari. selama fototherapi dengan kriteria
3. Intervensi keperawatan yang dilakukan pasien berbeda dan alat fototherapi
pada ketiga pasien yaitu alih baring yang menggunakan dua lampu
fototherapi yaitu lampu atas dan bawah
dalam mempercepat proses penurunan
8
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
kadar bilirubin pada neonatus yang [11] Marmi & Rahardjo, K. (2012). Asuhan
mengalami hiperbilirubinemia. Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[12] Mustarim & Shalahuden. (2013).
REFERENSI Gambaran Faktor Resiko Ikterus
[1] Aviv, J., Atikah, M. V., & Jaya, P. Neonatorum pada Neonatus di Ruang
(2015). Buku Ajar Kebidanan pada Perinatologi RSUD Raden Mattaher
Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: CV. Jambi Tahun 2013. The Jambi Medical
Trans Info Medik. Journal, Volume 1 Nomor 1.
[2] Bhethanabhotla, S., et al. (2013). Effect [13] Muttaqin., Arif., & Sari, K. (2011).
of position of infant during phototherapy Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
in management of hyperbilirubinemia in Asuhan Keperawatan Medical Bedah.
late preterm and term neonates: a Jakarta: Salemba Medika.
randomized controlled trial. Journal of [14] Ningsih, A. E. (2017). Perubahan Posisi
perinatology: official journal of the pada Neonatus dengan Masalah
California Perinatal Association, June Hiperbilirubinemia dengan Tindakan
2013. Fototerapi di Ruang Melati RSUD. Prof.
[3] Bunyaniah, D. (2013). Pengaruh Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik STIKES Muhammadiyah Gombong.
Pada Bayi Baru Lahir Di Rsud Dr. Karya Tulis Akhir Ners ini tidak
Moewardi Surakarta. Universitas diterbitkan.
Muhammadiyah Surakarta. Skripsi ini [15] Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi
tidak diterbitkan. Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
[4] Depkes RI. (2010). Survei Demografi Cipta.
Kesehatan Indonesia. (dokumen pada [16] Nursanti, I. (2011). Pengaruh Kecukupan
internet Indonesia). Tersedia dari ASI Terhadap Risiko Terjadinya Ikterus
http://www.depkes.ac.id. Neonatorum di Yogyakarta. Yogyakarta:
[5] Fakhraee., et al. (2011). Effect of Infants' Universitas Gadjah Mada.
Position during Phototherapy on the [17] Pusparani, H., & Ariguntar, T. W.
Level of Serum Bilirubin. Journal of (2014). Gambaran Kadar Bilirubin
Isfahan Medical School .11/7/2011, Vol. Pada Ikterus Neonatorum Sebelum
29 Issue 153, p1-7. 7p. Dan Pasca Fototerapi Di Rumah Sakit
[6] Herdman, T. H. (2018). Diagnosis Pertamina Cirebon Periode Januari-
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi Agustus 2014. Ibnu Sina Biomedika
2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC. Volume 1, No.2 (2017).
[7] Kementrian Kesehatan Republik [18] Saptanto, A. (2014). Asfiksi
Indonesia. (2015). Riset Kesehatan Meningkatkan Kejadian
Dasar (Riskesdas) 2015. Jakarta: Hiperbilirubinemia Patologis pada Bayi
Departemen Kesehatan Republik di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal
Indonesia. Keperawatan.
[8] Kosim, S. (2010). Buku Ajar [19] Shinta, T. P. (2015). Pengaruh Perubahan
Neonatologi. Jakarta: IDAI. Posisi Tidur pada Bayi Baru Lahir
[9] Lynn, B. C., & Sowden, L. A. (2009). Hiperbilirubinemia dengan Fototerapi
Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC. Terhadap Kadar Bilirubin Total. Jurnal
[10] Maria, R. D., & Rahmadeni, S. (2013). Keperawatan.
Hubungan Frekuensi Pemberian ASI [20] Siska, Y. (2017). Faktor-faktor yang
dengan Kejadian Ikterus pada BBL 2-10 Berhubungan dengan Hiperbilirubinemia
hari di BPM “N” Padang Panjang Tahun Patologis pada Bayi Baru Lahir di
2013. Jurnal Kesehatan, Volume 4, No. Ruangan Perinatologi RSUD Dr. Adnaan
1, Januari 2013. WD Payakumbuh Tahun 2016.
Universitas Andalas. Karya Tulis Ilmiah
ini tidak diterbitkan.
9
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah