Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR


DIRUANG ICU RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

DISUSUN OLEH :

RETNO KARUNIA DEWI

(202002030134)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR
DIRUANG ICU RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk memfasilitasi
transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli untuk tujuan
meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough, 2010). Ventilator
merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan
ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008).
2. Indikasi
Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden, Stacy,
Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen
noninvasif gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang
adekuat. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan
pasien memenuhi kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan
pasien untuk secara klinis mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat
yang dapat diterima yang menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal
tersebut merupakan indikasi yang umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay &
Burns, 2006).
3. Tujuan ventilasi mekanik
Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat
untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan
memaksimalkan transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk
melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka
dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi
membantu pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri),
meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas residu
fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi mengatasi
hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress pernafasan, mencegah
atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan, memberikan sedasi dan
blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi tekanan
intrakranial, dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).
4. Mode mode ventilasi mekanik
a. Control mode ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu antisipasi
jumlah dan volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns, 2006). Pada mode
control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan ke pasien pada
frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan
upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010).
Biasanya pasien tersedasi berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking
agents neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2006). Indikasi
untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-obatan,
trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest, paralisa karena
obat- obatan, penyakit neuromuskular (Rab, 2007).
b. Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada VT
yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas.
Bila pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak diberikan (Hudak &
Gallo, 2010). Kesulitannya buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila
pasien menjadi apnea model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C
(Rab, 2007).
c. Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode
yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal
untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil alih (control
mode) dan mempreset kepada volume tidal (Rab, 2007). Ini menjamin bahwa
pasien tidak pernah berhenti bernafas selama terpasang ventilator. Pada mode
assist control, semua pernafasan-apakah dipicu oleh pasien atau diberikan pada
frekuensi yang ditentukan-pada VT yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi
(karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk
dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai
dukungan ventilasi ketika dukungan ventilasi tingkat tinggi diperlukan (Chulay
& Burns, 2006). Secara klinis banyak digunakan pada sindroma Guillain Barre,
postcardiac, edema pulmonari, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan
ansietas (Rab, 2007).
d. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya sebagian,
merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika pasien
bernafas spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi mandatori
intermiten. Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien
mengharapkan untuk bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya.
Namun tidak seperti pada mode assist control, berapapun pernafasan dapat
diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak & Gallo, 2010).
e. Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-
paru. Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa bervariasi.
Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-paru yang
disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
f. Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan
PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan
spontan atau untuk mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator.
Belakangan ini PSV digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama
penyapihan dari ventilasi mekanik (Marino, 2007).
g. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi
pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan
pertukaran gas dan menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu tekanan posistif
diberikan pada jalan nafas di akhir ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan
kolaps alveolar pada akhir ekspirasi (Marino, 2007).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP
meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi
alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan
memperbaiki komplain paru (Morton & Fontaine, 2009).
h. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang siklus
respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan mode pernafasan
spontan digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional
dan memperbaiki oksigenasi dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada
akhir ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik
(Urden, Stacy, Lough, 2010).
5. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik
Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator
(Smith-Temple & Johnson, 2011):
a. Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang
diberikan selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat ditingkatkan
sampai15 ml/kg
b. Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal biasanya10
kali dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi klien.

c. Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2): persentase


oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2 21%.
Pengaturan awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam rentang 50%
sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih dari 50%
dihubungkan dengan toksisitas oksigen.
d. PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap
terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal
biasanya adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk
kondisi seperti sindrom gawat nafas pada orang dewasa (ARDS). Setiap
perubahan yang dilakukan pada pengaturan ventilator harus dievaluasi setelah 20
sampai 30 menit melalui analisis gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau
hasil pembacaan karbon dioksida tidal-akhir untuk melihat keefektivitasan
ventilator
6. Komplikasi Ventilasi mekanik
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:
a. Komplikasi jalan nafas
Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang
ventilator, penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat
menyebabkan infeksi pada paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Risiko aspirasi
setelah intubasi dapat diminimalkan dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan suksion oral dan selang
kontinyu secara adekuat (Hudak & Gallo, 2010).
b. Masalah selang endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat
terjadi. Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam
dengan etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk
kemungkinan sumber infeksi (Hudak & Gallo, 2010).
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama.
Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset
diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila
edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi
(Hudak & Gallo, 2010).
c. Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4
jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat
disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau ventilator
terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang,
tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang
endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
d. Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,
menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan, tekanan
ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area
pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang
sakit (Hudak & Gallo, 2010).
e. Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi
gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan
urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan nyeri dada
(Hudak & Gallo, 2010).
f. Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran
hormon antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang
respon aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis,
hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan dalam jumlah
besar dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak &
Gallo, 2010).
g. Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke
atas. Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan
dalam hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan
intravaskuler intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel,
Tenhunen, Pradl, Takala, 2010). Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012),
didapatkan bahwa ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi
independen untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang
terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika dirawat
dan harus dimonitor terus-menerus khususnya jika pasien mendapatkan PEEP
walaupun mereka tidak memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya
IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi
respirasi dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress
syndrome (ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji.
Manajement ventilator yang optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH
meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi
dengan tidal volume yang protektif, dan PEEP diatur berdasarkan komplain
yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru; sedasi dalam dengan atau
tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat; melakukan open abdomen
secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi & Vargas, 2012).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian fokus
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Fluid
2. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan fisik (head to toe)
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai penyakit sekarang. Berikut pola
pemeriksaan fisik sesuai Review of System:
1) B1 (Breathing)
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan nafas simetris. Pada klien
dengan gagal napas sering ditemukan peningkatan frekuensi nafas cepat dan
dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercosta space (ICS). Nafas
cuping hidung pada sesak berat. Pada klien biasanya didapatkan batuk
produktif disertai dengan adanya batuk dengan produksi sputum yang
purulen. Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan, getaran suara
( vokal fremitus ) biasanya teraba normal, Nyeri dada yang meningkat
karena batuk. Gagal napas yang disertai komplikasi biasanya di dapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi
pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronchopneumonia
menjadi suatu sarang (konfluens). Pada klien dengan juga di dapatkan bunyi
nafas melemah dan bunyi nafas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit.
2) B2 (Blood)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Biasanya klien tampak
melindungi area yang sakit. denyut nadi perifer melemah, menentukan batas
jantung, mengukur tekanan darah, dan auskultasi bunyi jantung tambahan
3) B3 (Brain)
Pada klien dengan terpasang ventilator yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer bila gangguan perfusi jaringan berat.
Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih,
meregang dan menggeliat.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Pada pasien terpasang ventilator, perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, dan penurunan berat
badan.
6) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
b. Prosedur diagnostic dan laboratoriun
Prosedur Indikasi dan Kemungkinan
Nilai Normal
Diagnostik/Laboratorium Tujuan Hasil

3. Diagnosa keperawatan utama


Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI) tahun 2016 adalah :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
b. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan perubahan membran
alveoulus-kapiler
c. Gangguan penyapihan ventilator (D.0002) berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
4. Intervensi dan rasionalisasi

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
1. Bersihan jalan nafas tidak Tujuan: C. Manajemen Jalan napas
efektif berhubungan dengan Setelah dilakukan (I.01011)
sekresi yang tertahan intervensi 1. Monitor pola napas dengan
Di buktikan dengan : keperawatan selama melihat monitor
2. Monitor bunyi napas
1 jam Bersihan jalan
Gejala dan Tanda Mayor tambahan (mis. Gurgling,
Subjektif: napas Meningkat mengi, wheezing, ronkhi)
tidak tersedia dengan kriteria hasil 3. Monitor sputum
Objektif: : 4. Monitor tanda vital
1. Batuk tidak efektif atau - Batuk efektif 5. Posisikan 60°
tidak mampu batuk meningkat 6. Berikan minuman hangat
2. Sputum berlebih/obstruksi - Produksi sputum 7. Lakukan fisioterapi dada
di jalan napas/meconium di menurun 8. Lakukan penghisapan lender
jalan napas (pada neonates) - Mengi menurun kurang dari 15 detik
3. Mengi, wheezing, dan/atau - Wheezing menurun 9. Hiperoksigenasi
ronkhi - Dispnea menurun 10. Ajarkan batuk efektif
- Gelisah menurun 11. Kolaborasi pemberian
Gejala dan Tanda Minor - Frekuensi napas bronkodilator, ekspetoran,
Subjektif: membaik mukolitik, jika perlu
1. Dispnea - Pola napas D. Pemantauan Respirasi
2. Sulit bicara membaik (I.01014)
3. Ortopnea 1. Palpasi kesimetrisan
Objektif: ekspansi paru
1. Gelisah 2. Auskultasi bunyi napas
2. Sianosis 3. Monitor saturasi oksigen
3. Bunyi napas menurun 4. Dokumentasikan hasil
4. Frekuensi napas pemantauan
berubah
5. Pola napas berubah
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Gangguan pertukaran gas Tujuan: C. Pemantauan Respirasi
2. berhubungan dengan Setelah dilakukan (I.01014)
perubahan membran alveolus- intervensi 1. Monitor frekuensi,
kapiler keperawatan selama irama,kedalaman dan upaya
Dibuktikan dengan : 24 jam pertukaran napas dengan melihat ke
monitor
gas Meningkat
2. Monitor pola napas (seperti
Gejala dan Tanda Mayor dengan kriteria hasil bradipnea, takipnea,
Subjektif: : hiperventilasi, kussmaul,
Dispnea 1. Tingkat cheyne-stokes, biot, atksik)
Objektif: kesadaran 3. Monitor kemampuan batuk
1. PCO2 meningkat efektif
meningkat/menurun 4. Monitor adanya sumbatan
2. PO2 menurun jalan napas
3. Takikardia 5. Palpasi kesimetrisan
4. Ph arteri ekspansi paru
meningkat/menurun 6. Auskultasi bunyi napas
5. Bunyi napas tambahan 7. Monitor saturasi oksigen
Gejala dan Tanda Minor 2. Dispnea 8. Monitor nilai AGD
Subjektif: menurun 9. Monitor hasil X-ray Toraks
1. Pusing 3. Bunyi napas 10. Atur interval pemantauan
tambahan respirasi sesuai kondisi
menurun pasien
4.Pusing menurun 11. Dokumnetasikan hasil
5. diafore pemantauan
sis 12. Jelaskan tujuan dan prosedur
menur pemantauan
un
2. Penglihatan kabur 6. Gelisah menurun D. Terapi Oksigen (I.01026)
7. Napas cuping 1. Monitor kecepatan aliran
Objektif: hidung menurun oksigen
` - Sianosis 8. PCO2 membaik 2. Monitor efktifitas terapi
8. Diaforesis 9. PO2 membaik
1. Gelisah 1. Takikardia oksigen
2. Napas cuping hidung membaik 3. Monitor tanda-tanda
3. Pola napas abnormal 2. Ph membaik hipoventilasi
4. Warna kulit abnormal 3. Sianosis membaik 4. Bersihkan secret pada mulut,
5. Kesadaran menurun 4. Pola napas hidung, dan trakea jika perlu
membaik 5. Pertahankan kepatenan jalan
5. Warna kulit napas
membaik 6. Berikan oksigen tambahan
7. Ajarkan teknik relaksasi

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
32. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
3 Gangguan penyapihan Tujuan: C. Penyapihan Ventilasi
ventilator berhubungan Setelah dilakukan Mekanik (I.01021)
dengan hambatan upaya intervensi 1. Periksa kemampuan untuk
napas keperawatan selama disapih
Dibuktikan dengan 2. Monitor prediktor untuk
1 jam penyapihan
Gejala dan Tanda Mayor penyapihan
Subjektif: ventilator Meningkat 3. Monitor tanda-tanda
- dengan kriteria hasil kelelahan
Objektif: : 4. Posisikan 60°
1. Frekwensi napas meningkat 1. Kesinkronan 5. Lakukan suction
2. Penggunaan otot bantu bantuan ventilator 6. Lakukan fisioterapi dada
napas menurun 7. Lakukan uji coba
3. Napas megap-megap 2. Penggunaan otot penyapihan
4. Upaya napas dan bantuan bantu napas 8. Beri dukungan fisiologis
ventilator tidak sinkron menurun
5. Napas dangkal 3. Napas gasping D. Pemantauan Respirasi
6. Agitasi menurun (I.01014)
7. Nilai gas darah arteri 4. Napas dangkal 1. Monitor frekuensi,
abnormal menurun irama,kedalaman dan upaya
5. Agitasi menurun napas
Gejala dan Tanda Minor
6. Lelah menurun 2. Monitor pola napas (
Subjektif:
7. Perasaan kuatir seperti bradipnea, takipnea,
1. Lelah alat rusak hiperventilasi, kussmaul,
menurun cheyne-stokes, biot, atksik)
2. Kuatir mesin rusak
8. Napas paradoks 3. Monitor kemampuan batuk
3. Fokus meningkat pada
abdominal efektif
pernapasan
menurun 4. Monitor adanya sumbatan
Objektif: 9. Diaforesis jalan napas
1. Auskultasi suara napas menurun 5. Palpasi kesimetrisan
menurun 10. Frekuensi napas ekspansi paru
2. Warna kulit abnormal membaik 6. Auskultasi bunyi napas
3. Napas paradoks 11. Nilai gas darah 7. Monitor saturasi oksigen
4. Diaforosis arteri membaik 8. Monitor nilai AGD
12. Upaya napas 9. Monitor hasil X-ray Toraks
membaik 10. Atur interval pemantauan
13. Auskultasi suara respirasi sesuai kondisi
inspirasi membaik pasien

C. DAFTAR PUSTAKA
Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing. United States of
America, The McGraw-Hill Companies.
Cortes, G.A., Dries, D.J., Marini, J.J. (2012). Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine: Position and the Compromised Respiratory System. New
York, Springer.
Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.

Fink, M. P., Abraham, E., Vincent, J., Kochanek, P.M. (2005). Textbook of Critical Care.
Philadelphia, Elsevier Saunder.
Grap, M. J. (2009). Not-So-Trivial Pursuit: Mechanical Ventilation Risk Reduction.
American Journal of Critical Care, 18, 299-309. doi: 10.4037/ajcc2009724.
Grossbach, I., Chlan, L., Tracy, M.F. (2011). Overview of Mechanical Ventilatory
Support and Management of Patient and Ventilator-Related Responses. Critical
Care Nurse, 31, 30-44. doi: 10.4037/ccn2011595.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical Thinking
for Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier.
Kementerian Kesehatan RI, (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit.
LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client
Care. United Stated, Pearson Prentice Hall.
Malbrain, M.L.N.G., Laet, D., Cheatham, M. (2007). Consensus Conference Definitions
and Recommendations on Intra-Abdominal Hypertension (IAH) and The Abdominal
Compartment Syndrome (ACS) -The Long Road to the Final Publications, How Did We
Get There? Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 44-59.
D.

Anda mungkin juga menyukai