Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL


BATCH SHEET 1

Disusun Oleh:
Febby Pratama 31119158
Tria Gita Gayatri Irawan 31119180
Anindia Nuralifanisa 31119184
Sely Silviana Salsabila 31119191
Siti Daniati Toyibah 31119198
Rifa Sopiatul Huda 31119204
Farmasi 4D

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2022
I. Tujuan
- Untuk membuat sediaan injeksi dengan zat aktif acidum folicum 0,5%
- Untuk mengevaluasi karakteristik sediaan injeksi acidum folicum 0,5%
II. Dasar Teori
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak menimbulkan penyakit),
baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam
keadaan statis tidak dapat berkembang biak), tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung
yang kuat seperti mikroba patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan penyakit
tifus dan e-coli yang menyebabkan sakit perut. Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat
ruang atau benda menadi steril.Sanitasi adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan
menjadi sehat. Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan
parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). (Lachman 1989).
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Beberapa macam yang masuk kedalam produk steril diantaranya
sediaan parentral, tetesmata, hidung, telinga, infus. Sediaan parenteral merupakan sediaan yang
unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan
pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat
kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan
produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara
fisik, kimia atau mikrobiologi.
Sediaan parenteral merupakan bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus.
Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh
untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam aliran
darah, jaringan, atau organ (Lukas, 2006).
Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat
yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan
baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau
bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain. Hampir semua suntikan
dilakukan oleh dokter atau asisten dokter atau perawat dalam pemberian pengobatan. Bearti,
suntikan-suntikan terbanyak dilakukan di rumah sakit, rumah perawatan dan klinik, sangat
sedikit dilakukan dirumah. Ahli farmasi menyediakan sediaan-sediaan yang disuntikkan untuk
dokter dan perawat sesuai dengan yang dibutuhkan mereka di lembaga, klinik, kantor, atau
program perawatan rumah (Ansel, 1989).
Salah satu sediaan steril contohnya adalah injeksi asam folat, injeksi asam folat merupakan
sediaan yang digunakan untuk membantu tubuh memproduksi dan mempertahankan sel-sel
baru, dan juga membantu mencegah perubahan DNA yang dapat menyebabkan kanker.
Sebagai obat, asam folat digunakan untuk mengobati kekurangan asam folat dan beberapa jenis
anemia (kekurangan sel darah merah) yang disebabkan oleh kekurangan asam folat.
III. Batch Sheet (Lembar Kerja)
1. Formula
Acidum Folicum 0,5%
Obat suntik dalam vial 10 ml
2. Spesifikasi
A. Bahan Berkhasiat :
1) Acidum Folicum (Asam Folat)
a. Pemerian : Serbuk hablur kuning, kuning kecoklatan atau jingga kekuningan
(FI VI hal 180).
b. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, segera larut dalam alkali hidroksida
dan dalam alkali karbonat encer, larut dalam asam hidroklorida 3N panas,
dalam asam sulfat 2N panas, larut dalam asam hidroklorida 3N panas dalam
asam sulfat larutan menjadi kuning pucat, tidak larutdalam etanol, dalam
aseton, dalam kloroform dan dalam eter (FI VI hal 180).
c. BM : 441,40
d. Dosis Lazim : 1.m 15 mg/hari (FI III, 959).
e. Daftar Obat : Obat keras : Sediaan Injeksi
f. pH : 8-11 (Martindale, 1647).
g. Stabilitas : Cukup stabil terhadap panas, kelembaban dan oksigen atmosfer,
tetapi akan kehilangan aktivitasnya saat terpapar sinar matahari, sinar
ultraviolet, oksidator atau reduktor dan lingkungan asam atau basa
(Sanggarkara, 2011).
h. Inkompatibilitas : Molekul menjadi tidak aktif apabila berinteraksi dengan
riboflavin (Sanggarkara, 2011).
i. OTT : Terhadap oksidator, reduktor dan logam berat (Martindale, 1647).
B. Bahan Tambahan :
2) Natrii Chloridum (Natrium Klorida)
a. Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau hablur putih, rasa asam
(FI VI hal 1225).
b. Kelarutan : Mudah arut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol
(FI VI hal 1225).
c. BM :-
d. pH :-
e. Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan, larutan stabil dapat menyebabkan
pengguratan partikel dari tipe gelas (Hope 2000 : 440).
f. OTT : Inkompatibilitas dengan logam Ag, Hg, dan Fe (Hope 2000 : 440).
3) Dinatrii Edetas (Dinatrium Edetat)
a. Pemerian : Serbuk kristal putih, dengan sedikit rasa asam.
b. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sedikit larut dalam
etanol (95%) larut 1 dalam II bagian air.
c. BM :-
d. pH : 4,3-4,7 untuk % larutan dalam karbondioksida bebas air.
e. Stabilitas : Sedikit stabil dalam bentuk padat, lebih stabil dalam bentuk basa
bebas, sediit higroskopis, maka harus dilindungi dari kelembapan.
f. OTT : Inkompatibel dengan bahan pengoksidasi kuat, basa kuat, ion
logam polivalen seperti besi.
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sejuk & kering.
4) Natrii Hydroxidum (Natrium Hidroksida)
a. Pemerian : Putih atau praktis putih, massa lebur, berbentuk pelet, kecil,
serpihan atau batang serta bentuk lain keras rapuh dan menunjukkan pecahan
hablur. Jika terpapar di udara, akan cepat menyerap karbndioksida dan lembab.
(FI VI hal 1224)
b. Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol (FI VI hal 1224).
c. BM :-
d. pH :-
e. Stabilitas : Saat terkena udara, natrium hidroksida dengan cepat menyerap
kelembaban dan mencairkan, tetapi kemudian menjadi padat lagi karena
penyerapan karbondioksida dan pembentukan natrium karbonat (Hope ed 6 hal
649)
f. OTT : Natrium hidroksida adalah basa kuat dan tidak cocok dengan
senyawa yang mudah mengalami hidrolisis atau oksidasi (Hope ed 6 hal 649)
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (FI VI hal 1225).
5) Aqua Pro Injectionium
a. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
b. Kelarutan : Mudah larut dalam air, mudah tercampur dengan banyak pelarut.
c. BM : 18,02
d. pH :-
e. Stabilitas : Stabil secara kimia dalam bentuk fisika bagian dingin dengan
cairan uap.
f. OTT : Bereaksi dengan obat dan bahan tambahan yang mudah
terhidrolisis (terurai karena adanya air) ata kelembaban pada suhu tinggi,
bereaksi kuat dengan logam alkali.
C. Dosis
a. Dosis Lazim : im 15 mg/hari (FI III, 959).
b. Dosis maksimal :-
c. Perhitungan dosis :-
D. Daftar Obat Obat kera : Sediaan Injeksi (Semua obat suntik termasuk obat keras).
E. Sediaan Obat
Pemerian : Larutan
Stabilitas :
OTT : Terhadap oksidator, reduktor, logam berat (Martindale, 1943)
pH : 8-11 (Clarke's Analysis of Drugs and Poisons HTML, 2005)
Pengawet : -
Antioksidan : Dinatrium edetas 0,05%
Zat tambahan : NaOH 0,1 N
Stabilisator : Dinatrii edetas (Chelating Agent)
IV. Pendekatan Formula
Acidum Folicum 0,5%
Natrii Chloridum 0,8283%
Dinatrii Edeta 0,05%
Natrii Hydroxidum 0,1N add larut
Aqua Pro Injection ad 10 mL
V. Tonisitas
Zat ∆Tb C
Natrium Folat 0,069 0,526
Dinatrii Edeta 0,132 0,05
𝐵𝑀 𝑁𝑎−𝐹𝑜𝑙𝑎𝑡 0,52−(∆𝑇𝑏−𝐶)
𝐶 = 𝐵𝑀 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐹𝑜𝑙𝑎𝑡 × 𝐶 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐹𝑜𝑙𝑎𝑡 𝑊= 0,576
464,4 0,52−(0,069×0,526)+(0,132×0,05)
𝐶 = 441,1 × 0,5 𝑊= 0,576
𝐶 = 0,526% 𝑊 = 0,8283% (𝐻𝑖𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑖𝑠)
Jadi, ditambahkan NaCl sebanyak 0,8283% (b/v) agar larutan isotonis
VI. Sterilisasi
Waktu
Alat Sterilisasi
(Menit)
Beaker glass 30 Oven 170oC
Corong dan kertas Otoklaf 115 – 116
30 o
saring C
Vial 30 Oven 170 oC
Kaca arloji 20 Api langsung
Spatula logam 20 Api langsung
Batang pengaduk 20 Api langsung
Syringe 20 Api langsung
VII. Perhitungan dan Penimbangan Bahan
• Acidum Folicum 0,5%
550
50 mg x 11 = 1000 = 0,55 gr

• Natri Chloridum 0,8283%


911,13
82,83 x 11 = = 0,911 gr
1000

• Dinatri edetes 0,05%


55
5 x 11 = 1000 = 0,055 gr

No Bahan Satuan Dasar Volume prosuksi


(10,5 ml)
1 Acidum Folicum 0,5% 0,55 gram
2 Natri Chloridum 0,911 gram
3 Dinatri Edetes 0,055 gram

VIII. Prosedur Pengolahan

Siapkan alat dan bahan. Didihkan aqua pro injection dalam beker glass selama 10 menit
(jam 08.59 s/d 09.09)

Suspensikan asam folat dalam sebagian a.p.i (M1)

Tambahkan larutkan NaOH 0,1 N ke dalam suspensi (M1) sampai larut diperlukan 33 tetes

Larutkan NaCl dalam sebagian a.p.i (M3)

Masukan larutan M2 ke dalam larutan M3, aduk sampai homogen

Tambahkan larutan Dinatrii Edetas (cek pH 9)

Larutan ditambahkan a.p.i ad 10 mL

Larutan di saring dan filtrat pertama di buang

Larutan di isikan ke dalam vial 10,5ml. Sterilisasi dalam autoklaf 115-116ºC


IX. EVALUASI
No Jenis Evaluasi Penilaian
1 Penampilan Fisik Wadah Warna : Tidak bening (Agak
kekuningan
Bau : Tidak berbau
Penampilan Wadah : Baik,
wadah tertutup rapat
2 Jumlah Sediaan 10 botol
3 Kejernihan Sediaan Sediaan Jernih
4 Keseragaman Volume Volume seragam sebanyak
10,5 ml
5 Brosur Terlampir
6 Kemasan Terlampir
7 Etiket Terlampir
8 PH 4,66
9 Kebocoran Tidak ada yang bocor

X. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukannya percobaan pembuatan sediaan steril parenteral
injeksi dengan zat aktif yang digunakan yaitu asam folat. Tujuan dari praktikum ini untuk mmbuat
sediaan injeksi dengan zat aktif acidum folicum (asam folat) 0,5% secara steril dan melakukan
evaluasi karakteristik sediaan injeksi acidum folicum (asam folat) 0,5%. Sediaan injeksi asam folat
ini dibuat dalam vial berukuran 10 mL sebanyak 10 vial bening. Sediaan injeksi adalah sediaan
parenteral dimana sediaan yang bertujuan untuk penyuntikan dengan melewati kulit atau batas
jaringan eksternal lain, dimana zat aktif yang diberikan dengan adanya gravitasi atau kekuatan,
mengalir langsung ke pembuluh darah, organ, atau jaringan (FI VI hal 50.,2022). Sediaan injeksi
yang dibuat adalah sediaan injeksi dengan volume kecil yaitu injeksi yang dikemas dalam wadah
bertanda volume 100 ml atau kurang. Dalam sediaan parenteral harus steril dan juga tidak boleh
mengandung partikel yang memberikan reaksi pada pemerian bahan yang digunakan dan tidak
boleh mengandung pirogen.
Pada praktikum ini dilakukan dengan cara steril maka semua alat-alat yang digunakan
disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat-alat yang digunakan yaitu ada beaker gelas
yang berfungsi untuk menghomogenkan bahan-bahan dalam pembuatan sediaan injeksi.
Selanjutnya batang peengaduk yang dignakan untuk mengaduk bahan-bahan, lalu ada corong dan
kertas saring yang digunakan untuk menyaring sediaan agar tidak adanya partikel atau pirogen
yang masuk dalam sediaan. Ada vial dan syringe, vial dingunakan sebagai adah untuk sediaan
injeksi, dan syringe digunakan untuk memindahkan sediaan yang sudah siap dikemas kedalam
vial.

Sterilisasi yang dilakukan sebelum dilakukan praktikum ini yaitu dengan cara mensterilkan
alat-alat dan juga ruangan yang akan dilakukan. Sterilisasi adalah terbebasnya bahan dan alat dari
berbagai mikroorgamisme atau pirogen hidup atau yang masih memiliki daya untuk hidup. Dengan
melakukan sterilisasi, maka kita dapat memberikan jaminan bahwa sediaan yang kita buat
memenuhi jaminan sterilitas, yaitu nilai Sterility Assurance Level (SAL) kurang dari 10-6. Untuk
beberapa sediaan injeksi dilakukan proses sterilisasi di pertengahan pembuatan sediaan, misalnya
sediaan larutan dilakukan sterilisasi filtrasi terlebih dahulu sebelum dilakukan sterilisasi dengan
metode panas basah menggunakan autoklaf, untuk mengurangi kontaminan awal dalam sediaan
atau disebut dengan istilah bioburden (Ayuhastuti. A, 2016).

Pada pembuatan sediaan injeksi acidum folicum 0,5% dilakukan dengan mendidihkan
terlebih dahulu aqua pro injection agar terbebas dari CO2, hal ini karena CO2 dalam suatu sediaan
dapat berinteraksi dengan salah satu zat dan akan menyebabkan terbentuknya endapan. Sedangkan
salah satu syarat sediaan injeksi adalah harus jernih, maka dari itu larutan aqua pro injection di
didihkan terlebih dahulu agar terbebas dari CO2. Untuk Langkah selanjutnya ialah mensuspensikan
asam folat dengan menggunakan aqua pro injection, lalu dilakukan penambahan larutan NaOH 1N
sebanyak 33 tetes ke dalam suspensi yang terbentuk, batas penetesan NaOH 1N ini yaitu sebanyak
40 tetes. Penambahan larutan NaOH 1N berfungsi sebagai pembentuk garam untuk mengubah
asam folat menjadi bentuk garamnya atau sering disebut proses penggaraman. Kemudian, yang
digunakan dalam pembuatan injeksi asam folat ini adalah bentuk garamnya yaitu Natrium Folat,
hal ini dikarenakan asam folat tidak larut di dalam air. Sedangkan, sediaan injeksi yang berupa
larutan harus jernih serta tidak boleh mengandung partikulat dan pada akhirnya yang digunakan
adalah bentuk garamnya. Selanjutnya, dikarenakan larutan memiliki sifat hipotonis maka
dilakukan penambahan larutan NaCl 0,8283% yang berfungsi untuk membuat larutan menjadi
isotonis. Penambahan tersebut disebabkan karena apabila larutan injeksi yang bersifat hipotonis
masuk ke dalam peredaran darah akan menyebabkan sel darah merah mengalami hemolisis
(pecahnya sel darah merah). Maka, dibuat isotonis dimana kondisi suatu larutan tekanan
osmotiknya sama besar dengan tekanan osmotik cairan tubuh, sehingga tidak akan terjadi
pertukaran cairan diantara keduanya yang dapat menyebabkan hemolisis dan plasmolisis.

Selanjutnya kedua campuran tersebut ditambahkan larutan dinatri edetes sampai pH nya
mencapai 9. pH tidak boleh kurang ataupun lebih dari batas pH tersebut, penambahan larutan
dinatri edetas disini berfungsi sebagai agen pengkelat untuk mengikat ion logam – logam yang
berasal dari beaker glass sebagai wadah larutan yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi serta
untuk mempertahankan pH larutan injeksi, selanjutnya larutan ditambahkan aqua pro injection
yang di add 200 mL. Selanjutnya larutan disaring menggunakan kertas saring dan filtrasi pertama
dibuang, hal ini disebabkan sediaan harus jernih, jika sediaan tidak jernih maka apabila
diinjeksikan ke dalam tubuh menggunakan jarum suntik akan menyebabkan terbentuknya emboli
dan menimbulkan rasa nyeri saat diinjeksikan. Setelah itu, larutan dimasukkan ke dalam vial di
add 10,5 mL dilebihkan sebanyak 0,5 mL hal ini agar ketika diinjeksikan sediaan akan pas
volumenya 10 mL, lalu setelah itu sediaan yang sudah dimasukkan ke dalam vial disusun ke dalam
beaker glass 250 mL lalu dibungkus dengan menggunakan kertas cokelat untuk selanjutnya di
sterilkan pada autoklaf dengan suhu 115 – 116 o
C selama 30 menit, hal ini dilakukan untuk
membunuh mikroorganisme yang terdapat pada larutan injeksi melali proses pendidihan yang akan
menghasilkan uap air lalu terkondensasi dan akan melepaskan panas sebanyak 400 kkal dan panas
yang dihasilkan akan menembus kaca vial dan membunuh mikroorganisme yang terdapat dalam
sediaan injeksi yang sudah dibuat.

Agar sediaan injeksi dinyatakan layak untuk digunakan, maka harus melewati beberapa
tahap pengujian evaluasi yang diantaranya evaluasi Penampilan Fisik Wadah, Jumlah Sediaan,
Kejernihan Sediaan, Keseragaman Volume, Uji Kebocoran, dan Uji pH. Untuk pengujian yang
pertama yaitu uji evaluasi penampilan fisik wadah, dilakukan dengan mengamati wadah sediaan,
lalu untuk Uji Kejernihan dilakukan dengan wadah sediaan bagain bawah disinari dengan
menggunakan senter dari samping dengan latar belakang warna hitam untuk melihat partikel
berwarna putih dan latar belakang putih untuk melihat partikel yang berawrna (FI ED IV, Hal.
998). Hasil yang diperoleh dari sediaan yang kami buat, semua sediaan jernih dengan jumlah
sediaan sebanyak 10 vial serta memiliki penampilan fisik yang baik. Kemudian, untuk Uji
Keseragaman volume dilakukan dengan meletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu
dilihat keseragaman volume secara visual dan berdasaran pengujian, diperoleh bahwa semua
sediaan volumenya seragam sebanyak 10,5 mL. Selanjutnya, dilakukan Uji Kebocoran dengan
menggunakan larutan Metilent Blue, dilakukan dengan memasukkan vial pada beaker glass yang
sudah diisi larutan, jika larutan yang berada di dalam vial berubah menjadi biru maka sediaan
dikatakan bocor, akan tetapi sebaliknya jika larutan yang ada di dalam sediaan tidak berubah warna
menjadi biru maka sediaan dikatakan tidak bocor. Proses ini memanfaatkan tekanan atmosfer yang
ketika sediaan dimasukkan ke dalam larutan Metilent Blue akan menyebabkan zat warna
berpenetrasi ke dalam lubang. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh bahwa sediaan tidak
mengalami kebocoran/tidak ada larutan warna yang masuk ke dalam larutan yang ada pada sediaan
(Lachman, 1994). Selanjutnya, dilakukan Uji pH sediaan menggunakan alat pH Meter Mettler
Toledo (FI ED IV Hal. 1039). Tujuan dari pengujian pH ini untuk menentukan apakah pH larutan
dalam sediaan sudah sesuai dengan syarat pH untuk diijeksikan ke dalam tubuh atau tidak,
berdasarkan hasil pengujian, pH larutan dalam sediaan yang kelompok kami buat hasilnya 4,66.

XI. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan kali ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Dosis sediaan parenteral asam folat adalah 5 mg/mL


2. Isotonis sediaan dicapai dengan penambahan NaCL secanyak 0,8283%
3. Berdasarkan hasil evaluasi, sediaan yang dibuat memenuhi syarat:
a. Untuk Uji Kejernihan larutan yang ada di dalam sediaan vial jernih.
b. Pada Uji Keseragaman Volume hasilnya semua sediaan volumenya seragam masing –
masing sebanyak 10,5 mL.
c. Sediaan stabil, baik secara organoleptic (warna dan bau tidak berubah selama
penyimpanan) maupun pada pH sediaan.
d. Tidak ada penyimpangan volume lebih dari 10%.
e. Pada Uji Kebocoran, sediaan tidak bocor.
f. Untuk Uji pH, dihasilkan pH larutan sebesar 4,66.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2020, Farmakope Indonesia Edisi VI, Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.

Ayuhastuti. A, 2016, Praktikum Teknologi Sediaan Steril, Jakarta: Kemenkes Kesehatan RI

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Kedua, 1091-
1098, UI Press, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
LAMPIRAN

Gambar 1. Penimbangan Gambar 2. Sediaan

Gambar 3. Sterilisasi Ruangan


Gambar 4. Uji Kebocoran

Gambar 5. Uji Partikel


Gambar 6. Uji pH

Anda mungkin juga menyukai