Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

GASTRITIS

DISUSUN OLEH:
ABURIZAL

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya
sehingga makalah tentang Gastritis ini dapat diselesaikan tepat waktu.
makalah tentang Gastritis ini disusun sebagai menyelesaikan tugas kuliah dan
pembelajaran kurikulum.
Terima kasih yang tak terhingga kepada teman teman yang telah memberikan bimbingan
dan pembelajaran yang tak henti-hentinya dan kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan perhatian sehingga makalah tentang gastritis ini dapat diselesaikan.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kekurangan serta kekhilafan adalah milik
kita. Kritik, saran dan masukan dari semua pihak akan sangat kami hargai sebagai dorongan
untuk selalu memperbaiki kualitas buku ini demi terciptanya pelayanan yang memuaskan bagi
pasien.

Wassalamualaikum Wr.Wb

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastritis merupakan gangguan kesehatan proses pencernaan terutama di
lambung, yaitu kondisi dimana terdapat luka pada lambung yang disebabkan
oleh berbagai hal. Kerusakan pada lambung bisa diakibatkan oleh proses
peremasan yang terjadi secara terus menerus tanpa berhenti selama hidup.
Kondisi lambung yang kosong akan membuat lambung meremas dinding
lambung itu sendiri yang dapat menyebabkan lecet dan luka pada dinding
lambung tersebut. Selain itu, gastritis juga bisa disebabkan oleh faktor lain
seperti pola makan tidak sehat, konsumsi alkohol, merokok, konsumsi kopi
berlebih, konsumsi obat penghilang nyeri, stress fisik, stress psikologis,
kelainan autoimun. Dengan gejala yang timbul antara lain perasaan tidak
nyaman pada perut, perut kembung disertai mual, sakit kepala juga lidah
berlapis (Wahyudi et al., 2018). Gastritis merupakan salah satu dari sekian
banyak penyakit yang sering diderita oleh manusia.
Dari data yang dikutip dari World Health Organization (WHO) pada
tahun 2020, angka kejadian gastritis di dunia mencapai angka 1.8-2.1 juta
penduduk setiap tahunnya, di Inggris (22%), China (31%), Jepang (14,5%),
Kanada (35%), dan Perancis (29,5%). Angka kejadian di Asia Tenggara ada
diangka 583.635 dari total jumlah penduduknya tiap tahun. Lebih lanjut
jumlah penduduk Negara Indonesia yang memiliki penyakit gastritis yaitu
sekitar 234.796 dari total penduduk 238.452.952 jiwa penduduk (Eka
Novitayanti, 2020). Di Kota Surakarta tahun 2019, gastritis termasuk dalam
10 besar pola penyakit di Puskesmas dengan jumlah 12.864 pasien atau 1,38%
dengan menempati urutan ke Sembilan (Dinas Kesehatan Jawa Tengah,
2019). Banyaknya jumlah kasus yang mucul berdasarkan data diatas berkaitan

3
dengan tingkat kesadaran mayarakat yang masih rendah mengenai bahaya
dan komplikasi gastritis.
Komplikasi yang dapat muncul akibat dari penyakit gastritis antara lain
perdarahan saluran cerna bagian atas , ulkus gaster, hematemesis dan melena
yang apabila berlanjut akan menyebabkan shock hemoragik (Notoadmojo, S.,
& Rizem, 2016). Efek negatif lain yang dapat ditimbulkan dari gastritis yaitu
gangguan penyerapan vitamin B12. Penyerapan vitamin B12 yang tidak
efektif dapat menyebabkan anemia perneniosa, gangguan penyerapan zat besi,
dan penyempitan pylorus yaitu bagian yang menghubungkan antara lambung
dengan usus halus (Muttagin dan Sari, 2011 dalam Notoadmojo, S., & Rizem,
2016). Masyarakat pada umumnya menganggap penyakit gastritis adalah sakit
perut biasa, yang apabila minum obat dari warung dianggap sudah sembuh.
Pada kenyataannya apabila gastritis dibiarkan secara terus menerus dapat
merusak fungsi lambung dan dapat menimbulkan risiko kematian pada
penderitanya (Muttagin, 2011 dalam Notoadmojo, S., & Rizem, 2016).
Melihat bahwa terdapat risiko kematian yang menyertai penyakit gastritis,
perlu diperhatikan secara lebih serius dalam pemberian tindakan pada pasien
gastritis terutama dalam bidang keperawatan.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat yaitu melakukan terapi
tirah baring, pendidikan kesehatan mengenai diet makanan cair dan
pendidikan kesehatan mengenai jenis makanan atau minuman yang
meningkatkan risiko kambuh. Selain tindakan yang sudah disebutkan, terdapat
juga jenis terapi lain yang dapat diterapkan yaitu terapi farmakologis dan non
farmakologis. Terapi farmakologis adalah jenis terapi dengan menggunakan
obat sebagai tindakan utama, obat yang sering digunakan antara lain antasida,
domperidon, ranitidine, dan omeprazole (Asiki et al., 2020). Terapi non
farmakologis adalah terapi yang berfokus pada latihan-latihan atau rangkaian
terapi yang bertujuan untuk meredakan rasa sakit dari gastritis. Untuk terapi
non farmakologis yang dapat digunakan antara lain yaitu teknik distraksi atau

4
pengalihan, relaksasi misalnya nafas dalam, pijat efflurage, teknik imajinasi
yang dipandu, kompres air hangat, relaksasi otot progresif dalam, dan
relaksasi genggam jari (Utami & Kartika, 2018). Berdasarkan penjelasan
diatas penulis ingin melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gastritis Di Bangsal Flamboyan Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada kasus di atas yaitu Bagaimana Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Gastritis Di Bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Moewardi Surakarta?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendiskripsikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Gastritis.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan pengkajian pada pasien dengan Gastritis.
b. Mendiskripsikan masalah keperawatan pasien dengan Gastritis.
c. Mendiskripsikan tindakan keperawatan yang tepat untuk pasien
dengan Gastritis.
d. Mendiskripsikan tindakan keperawatan yang tepat untuk pasien
dengan Gastritis.
e. Mendiskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
Gastritis.
f. Mendiskripsikan dokumentasi pada pasien Gastritis.

5
D. Manfaat
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya mengenai penyakit Gastritis
dalam bentuk Asuhan Keperawatan serta keluarga memperoleh informasi
mengenai penanganan yang bisa diberikan pada pasien gastritis.
2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Dapat digunakan sebagai tambahan literasi dalam rangka pengembangan
dan peningkatan mutu pendidikan keperawatan dimasa yang akan datang.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Gastritis
1. Pengertian
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung dimana memiliki
sifat akut, kronik difus, atau lokal. Kemungkinan tanda dan gejala
terjadinya peradangan pada lambung yang muncul antara lain anoreksia,
rasa sebah pada perut, nyeri epigastrium, mual dan muntah (Safitri &
Nurman, 2020).
Gastritis merupakan radang pada lambung sebagai respon terhadap
trauma baik lokal maupun sistemik yang ditandai dengan masuknya sel
inflamasi termasuk limfosit dan sel plasma (Rahmani et al., 2016).
Gastritis kronis menyebar dan biasanya juga akan berefek pada
permukaan lambung yang dapat menyebabkan kerusakan intensif
kelenjar, atrofi dan metaplasia.
Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gastritis
adalah peradangan pada mukosa lambung sebagai respon terhadap trauma
yang memiliki sifat akut, kronis, difus, atau lokal. Kemungkinan tanda
dan gejala yang muncul antara lain anoreksia, perut sebah, nyeri
epigastrium, mual dan muntah.

2. Anatomi dan Fisiologi


Gaster adalah salah satu organ dalam manusia yang berbentuk
seperti kantung yang kosong mirip huruf “J”, letaknya ada dikuadran kiri
atas abdomen. Ukuran lambung orang dewasa berkisar antara 10 inchi
dimana dapat mengembang dengan ukuran bervariasi, tergantung pada
volume makanan yang ada. Saat dalam keadaan tidak terisi maka
lambung akan melipat, lalu saat mulai terisi dan mengembang lipatan-
lipatan tersebut secara perlahan akan terbuka.

7
Menurut Larassari (2017), lambung tersusun atas 4 lapisan yaitu:
a. Tunika Mukosa
Lapisan lambung yang tersusun dari lipatan-lipatan memanjang
yang disebut rugae. Dalam lapisan ini terdapat kelenjar kardia
yang berfungsi untuk sekresi mucus, serta kelenjar fundus atau
gastric.
b. Tunika Submukosa
Lapisan lambung yang tersusun dari jaringan areolar longgar
yang menjadi penghubung antara tunika mukosa dengan tunika
muskularis. Jaringan areolar ini yang membuat tunika mukosa
bergerak secara peristaltik.
c. Tunika Muskularis
Lapisan lambung yang tersusun atas 3 otot polos yaitu stratum
longitudinal, stratum circulare, dan stratum oblique. Susunan
otot polos ini menimbulkan kontraksi untuk memecah makanan
menjadi partikel kecil, mengaduk, mencampur makanan serta
mendorong makanan ke duodenum
d. Tunika Serora
Merupakan lapisan paling luar penyusun lambung yang terdiri
dari jaringan ikat longgar, jaringan lemak, dan pembuluh darah.

Lambung memiliki 3 fungsi motorik yaitu menyimpan makanan


sementara, menggabungkan makanan dengan secret lambung sampai
berbentuk kimus, dan kemudian mendorong hasil makanan tadi ke usus
halus (Husairi, et al., 2020). Gaster memiliki sebuah cincin otot yang
berada dalam sambungan antara esophagus dan gaster, cincin tersebut
akan terbuka saat makanan masuk kedalam eshopagus lalu akan menutup
kembali setelah makanan masuk ke dalam lambung. Saat makanan masuk
ke dalam lambung, maka lambung akan berada dalam kondisi melemas

8
sebagai efek dari proses refleks relaksasi reseptif (Husairi, et al., 2020).
Dinding gaster tersusun lapisan-lapisan yang kuat, saat makanan sudah
berada didalam lambung dinding-dinding lambung akan mulai
menghaluskan makanan tersebut. Secara bersamaan kelenjar-kelenjar di
mukosa pada dinding lambung akan mengeluarkan cairan lambung
termasuk enzim-enzim yang terkandung didalamnya guna membantu
proses penghalusan makanan. Otot-otot lambung jarang ada dalam
kondisi tidak aktif. Seketika saat lambung dalam kondisi kosong, akan
terjadi kontraksi peristaltik ringan yang secara perlahan-lahan akan
semakin kuat setelah 1 jam. Apabila kontraksinya kuat, akan dapat
dirasakan da nada kemungkinan menimbulkan nyeri (Husairi, et al.,
2020).
Salah satu zat penyusun dari cairan lambung adalah asam
hidroklorida. Memiliki sifat korosif yang mampu melarutkan paku besi
dalam cairan ini. Dengan sifat korosif yang dimiliki oleh asam
hidroklorida ini maka dinding lambung melindungi dirinya dengan
mukosa-mukosa bicarbonate yang secara regular mengeluarkan io
bicarbonate untuk menyeimbangkan kadar asam dalam lambung sehingga
asam hidroklorida tidak dapat melukai dinding lambung. Gastritis akan
timbul saat mekanisme perlindungan ini kewalahan sehingga
menimbulkan kerusakan serta peradangan dinding lambung.
Mekanisme perlindungan lambung menurut Putri (2017), yaitu:
a. Mukus Barrier
Lapisan mukus ini melapisi permukaan mukosa dengan tebal 2-
3 kali tinggi sel epitel permukaan. Mukus dan bikarbonat
berfungsi melindungi mukosa terhadap pengaruh asam dan
pepsin, empedu dan zat perusak luar.
b. Resistensi Mukosa

9
Faktor yang berperan disini adalah daya regenerasi sel (cell turn
over), potensial listrik membran mukosa dan kemampuan
penyembuhan luka.
c. Aliran Darah Mukosa
Aliran darah mukosa yang menjamin suplai oksigen dan nutrisi
yang adekuat adalah penting untuk ketahanan mukosa. Setiap
penurunan aliran darah baik lokal maupun sistemik akan
menyebabkan anoksia sel, penurunan ketahanan mukosa dan
memudahkan terjadinya ulserasi.
d. Prostaglandin dan Faktor Pertumbuhan lain
Peranan PG tersebut antara lain meningkatkan sekresi mukus
dan bikarbonat, mempertahankan pompa sodium, stabilisasi
membran sel dan meningkatkan aliran darah mukosa.
Komponen lain yang akan memelihara ketahanan mukosa
adalah epidermal growth factor (EGF) dan transforming
growth factor alpha (TGF-α). Kedua peptida ini pada lambung
akan meningkatkan produksi mukus dan menghambat produksi
asam.

3. Etiologi
Bakteri Helicobacter pylori adalah penyebab utama dari timbulnya
gastritis, faktor lain yang juga dapat menyebabkan gastritis yaitu virus
atau parasit lainnya. Konsumsi minuman beralkohol secara berlebih,
makanan yang terkontaminasi, dan penggunaan kokain juga dapat
memicu terjadinya gastritis. Selain itu, penggunaan obat yang termasuk
Kortikosteroid seperti NSAID, aspirin, dan ibuprofen. (Dewit, Stromberg
& Dallred, 2016). Stress juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab
gastritis.

10
Menurut Samy A. (2020) penyebab gastritis baik itu akut maupun
kronis ialah bakteri H. pylory-associated gastritis. Bakteri ini menginfeksi
lambung yang menyebabkan menurunnya kemampuan proteksi lambung
terhadap HCl dan pepsin yang kemudian menimbulkan gastritis.

4. Klasifikasi
Pada umumnya, penyakit gastritis yang sering ditemui tergolong
menjadi dua jenis yaitu gastritis superfisialis atau gastritis akut dan
gastritis atrofik kronis.

a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses inflamasi mukosa yang kemungkinan
tidak terdapat atau tidak muncul tanda dan gejala klinis yang biasa
menyertainya. Pada beberapa kasus yang lebih parah bisa terjadi erosi,
ulserasi, perdarahan, perdarahan dan muntah darah. Tidak
menimbulkan gejala namun menyebabkan dyspepsia, anoreksia dan
muntah darah atau malena merupakan ciri dari gastritis tipe akut (Nisa,
2018).
b. Gastritis Kronis
Gastritis kronis memiliki fase awal yang disebut gastritis superfisial.
Gastritis tipe ini sering kali disebabkan oleh infeksi dari helicobacter
pylori. Hampir sama seperti gastritis akut, gastritis tipe ini tidak
memiliki gejala yang jelas sehingga sulit untuk diidentifikasi (Nisa,
2018).

5. Patofisiologi
Gastritis disebabkan oleh stres, bahan kimia seperti obat-obatan
dan alcohol, makanan pedas, asam atau panas. Bagi mereka yang stress
akan terjadi rangsangan Stimulasi saraf simpatis NV (saraf vagus) yang
meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di lambung. Adanya HCl

11
dalam di perut dapat menyebabkan mual, muntah dan anoreksia. Zat
kimia atau makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel
kolumnar mengalami penurunan produksi lendir. Lendir berfungsi untuk
melindungi mukosa lambung agar tidak tercerna. Respon mukosa
lambung karena penurunan sekresi mucus antara lain vasodilatasi sel
mukosa lambung. Lapisan mukosa lambung mengandung sel-sel yang
menghasilkan HCl di fundus dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa
lambung akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga
berpengaruh terhadap timbulnya rasa sakit. Nyeri disebabkan oleh kontak
HCl dengan mukosa lambung (Sya’diyah, 2016).

Gastritis akut ditandai dengan kerusakan lapisan mukosa lambung


yang disebabkan oleh adanya edema serta hiperemi pada membrane
mukosa gaster, hal tersebut menyebabkan kongesti cairan dan darah
sebagai efek dari iritasi local. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya
kontak antara HCl dan pepsin dengan jaringan gaster yang menimbulkan
iritasi, kemudian inflamasi serta erosi superfisial mukosa gastric
mengalami regenerasi secara cepat. Gastritis akut merupakan self limiting
disorder yang penyembuhannya dapat terjadi dalam hitungan hari.
Kondisi paling parah dari gastritis akut disebabkan karena mencerna asam
atau alkali kuat baik itu disengaja ataupun tidak disengaja, inflamasi berat
atau nekrosis dan gangren lambung yang menyebabkan perforasi,
perdarahan, sampai peritonitis (Bachrudin & Najib, 2016).

Gastritis Kronis terjadi karena adanya kerusakan progresif yang


diawali dengan inflamasi superfisial yang secara bertahap akan
berkembang menyebabkan atrofi pada jaringan gaster. Tahap awal terjadi
perubahan pada mukosa gaster dan menurunnya produksi mucus. Infeksi
dari Helicobacter pylori menyebabkan inflamasi pada mukosa gaster
yang secara bersamaan terjadi infiltrasi neutrophil dan lymfosit ,

12
inflamasi tersebut menyebabkan lapisan terluar dari gaster menjadi tipis
dan atrofi sehingga kemampuan untuk melindungi gaster gaster dari
autodegestif oleh HCl dan pepsin menurun sehingga meningkatkan risiko
terjadinya ulkus peptikum dan Ca. gaster(Bachrudin & Najib, 2016).

13
6. Pathway Gastritis

Faktor-faktor
penyebab

Bakteri Stre Gaya hidup


H. pylori ss (Pola makan,
minum,
konsumsi obat-
Inflamasi Stimulasi obatan NSID
mukosa saraf

Menurunny
Menurunnya a sekresi
kemampuan
Terjadi
proteksi
kontak antar
terhadap Meningkatnya Vasodilatasi mukosa
HCl dengan lambung
produksi HCl

Timbul Defisit Nutrisi Hipovolemia


Mual Muntah
nyeri

Sumber
Nyeri : ((Safitri & Nurman, 2020), (Rahmani et al., 2016), (Dewit,
Akut
Stromberg & Dallred, 2016), (Nisa, 2018), (Sya’diyah, 2016), (Bachrudin
& Najib, 2016), (Catur et al., 2018)).
Skema 2.1 Pathway Gastritis

14
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul sebagai akibat terjadinya gastritis
disebut dengan syndrome dyspepsia. Syndrome dyspepsia adalah
penyakit yang memiliki beberapa gejala yang berkolerasi langsung
dengan gastroduodenal seperti rasa nyeri epigastrium, rasa terbakar
epigastrium, rasa sebah pada perut dan juga rasa cepat kenyang serta ada
kemungkinan ditemukan perdarahan pada penderita gastritis (Catur et al.,
2018).
Pada beberapa kasus penderita gastritis, juga ditemukan tidak
menunjukan gejala yang semestinya atau sebenarnya gejala itu ada namun
hal tersebut dianggap bukanlah sebuah masalah yang serius. Hal ini
berpengaruh langsung terhadap kondisi lambung penderita karena apabila
tidak segera mendapatkan penanganan yang seharusnya kemungkinan
terjadi kanker lambung akan bertambah mengingat penanganan yang
terlambat pada kondisi lambung yang sudah bisa dikatakan parah.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita gastritis menurut (Nurarif
& Kusuma, 2015) antara lain :
a. Pemeriksaan darah. Digunakan untuk memeriksa adanya antibody H.
pylori dalam darah. Selain itu pemeriksaan darah juga digunakan
untuk mengetahui apakah terjadi anemia akibat dari perdarahan
lambung.
b. Pemeriksaan feses. Hasil tes positif menunjukan bahwa terdapat H.
pylori dalam feses yang mengindikasikan terjadi infeksi. Selain itu
pemeriksaan feses juga bertujuan untuk mengetahui adakah
perdarahan lambung.

15
c. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Abnormalitas pada saluran cerna
bagian atas dapat terlihat yang mungkin tidak dapat terlihat
menggunakan sinar X.
d. Rontgen saluran cerna bagian atas. Hasil dari rontgen untuk melihat
tanda gastritis atau kemungkinan adanya penyakit pencernaan lain.

9. Terapi
Dalam jangka waktu 1-3 hari umumnya lambung dapat
memperbaiki kerusakan mukosa yang secara mandiri. Untuk mendukung
proses ini tindakan keperawatan yang bisa dilakukan antara lain adalah
menghentikan asupan makanan yang bersifat iritatif terhadap lambung
seperti rokok, kopi, alcohol, dan sejenisnya. Apabila ditemukan
perdarahan sebaiknya pasien dipuasakan terlebih dahulu. Selain itu,
penggunaan obat-obatan yang berfungsi menetralkan asam lambung juga
dibutuhkan apabila penyebab gastritis sangat iritatif. Pada kondisi yang
lebih membahayakan seperti dehidrasi, perdarahan hebat, dan syok,
penggunaan terapi suportif seperti pemasangan NGT analgetic sedative,
antacid, dan terapi intravena sangat diperlukan.
Modifikasi gaya hidup merupakan hal utama yang harus
diperhatikan pada penderita gastritis kronis. Kebiasaan konsumsi alcohol,
merokok, dan minum kopi berlebih benar-benar harus dihentikan sejalan
dengan mengatur diet dan mencukupi kebutuhan istirahat. Apabila terjadi
kontaminasi oleh bakteri Helicobacter Pylory, berikan tindakan eradikasi
dengan pemberian antibiotic (seperti tetracycline atau amoxicillin,
dikombinasi clarithromycin) dan proton pump inhibitor (seperti
lansoprazole, garam bismuth (Pepto-Bismol) (Diyono & Mulyanti, 2013).

16
10. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas. Ulkus peptikum, perforasi dan
anemia karena gangguan absorbsi vitamain B12 (Sjamsuhidajat, 2013).
Kemungkinan komplikasi yang dapat muncul akibat dari penyakit
gastritis antara lain perdarahan saluran cerna bagian atas , ulkus
gaster, hematemesis dan melena yang apabila berlanjut akan
menyebabkan shock hemoragik (Notoadmojo, S., & Rizem, 2016).
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan dari gastritis yaitu gangguan
proses absorbs vitamin B12. Penyerapan vitamin B12 yang tidak optimal
dapat menyebabkan anemia perneniosa, gangguan penyerapan zat besi,
dan penyempitan pylorus yaitu bagian yang menghubungkan antara
lambung dengan usus halus (Muttagin dan Sari, 2011 dalam Notoadmojo,
S., & Rizem, 2016).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan adalah suatu metode terstruktur yang digunakan
dalam memberikan asuhan keperawatan oleh perawat dan menjalin kerjasama
dengan pasien (baik itu individu, keluarga, dan masyarakat). Proses
keperawatan memiliki tujuan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan
melalui pengkajian, menentukan Diagnosis, menyusun rencana tindakan yang
akan dilakukan, melakukan rencana tindakan yang disusun kemudian
mengevaluasi hasil rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang telah
diberikan pada pasien (Budiono, 2016).

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari rangkaian proses
keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan
data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

17
status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar
pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien ( Budiono, 2016 ).

a. Identitas
Pengambilan data pada poin ini bisa dilakukan dengan metode
wawancara atau juga bisa melalui data rekam medis klien, meliputi :
nama, umur, alamat, jenis kelamin, status pekerjaan, status
perkawinan, dan agama.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yaitu keluhan yang dirasakan oleh klien, pada kasus
penyakit gastritis terdapat nyeri di epigastrium/ulu hati.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Penjelasan mengenai penyakit yang dirasakan oleh klien sampai
dibawa ke rumah sakit.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Berupa riwayat penyakit yang pernah dialami atau masih dimiliki
sebelum keluhan mengenai gastritis muncul.
3) Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang
sama karena faktor genetik.
4) Riwayat pengobatan dan alergi
Riwayat pengobatan berupa pernah berobat dimana saja,
pengobatan yang dilakukan seperti apa, apa saja obat-obatan yang
dikonsumsi dan juga apakah ada alergi sebagai efek samping dari
konsumsi obat tersebut atau alergi terhadap faktor lain.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum

18
Keadaan umum yang sering dijumpai pada penderita gastritis
yaitu lemah.
2) Kesadaran
Kesadaran yang sering dijumpai yaitu composmentis atau apatis.
3) Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan, berat badan
dan tinggi badan.
4) Pemeriksaan Head to Toe
Pemeriksaan dari ujung kepala sampai ujung kaki yang berfokus
pada daerah yang sakit. Pemeriksaan fisik memerlukan 4
modalitas pemeriksaan dasar, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi.
Pemeriksaan Head to Toe antara lain :
a) Kepala
(1) Inspeksi
Bentuk kepala
(2) Palpasi
Adakah nyeri tekan, benjolan, pembengkakan, lesi
b) Mata
(1) Inspeksi
Kesimetrisan, konjungtiva, sklera, pupil
c) Telinga
(1) Inspeksi
Kesimetrisan telinga kanan dan kiri, kebersihan telinga,
adakah luka
(2) Palpasi
Adakah nyeri tekan, bekas luka, pembengkakan atau
benjolan
d) Hidung

19
(1) Inspeksi
Bentuk hidung, kesimetrisan, bekas luka
(2) Palpasi
Adakah nyeri tekan, benjolan atau pembengkakan
e) Mulut
(1) Inspeksi
Warna bibir, kesimetrisan, kelembapan, minta pasien
membuka mulut, amati kebersihan gigi, minta pasien
menjulurkan lidah, amati warna atau adakah kelainan
f) Leher
(1) Inspeksi
Bentuk leher, adakah bekas luka, adakah nodul, lesi atau
peningkatan JVP, amati gerakan tiroid (pasien diminta
menelan)
(2) Palpasi
Palpasi kelenjar limfe apakah ada pembesaran, palpasi
kelenjar tiroid
g) Thorax
(1) Inspeksi
Bentuk dada, adakah kelainan bentuk, frekuensi nafas
(2) Palpasi
Gerakan dinding dada kemudian bandingkan kanan dan
kiri (tangan pemeriksa menempel didada), pengembangan
dada saat bernafas (tangan pemeriksa dipunggung pasien)
(3) Perkusi
Langkah-langkah
(a) Atur posisi pasien supine/terlentang atau duduk
(b) Untuk perkusi paru anterior, perkusi di mulai dari atas
klavikula ke bawah spasium interkostalis dengan

20
interkostalis denga interval 4-5 cm mengikuti pola
sistematis Bandingkan sisi kiri dan sisi kanan
(c) Anjurkan pasien untuk duduk
(d) Untuk perkusi paru posterior lakukan perkusi mulai
dari puncak paru ke bawah
(e) Bandingkan sisi paru kiri dan kanan
(f) Instruksikan pasien untuk tarik nafas panjang dan
menahannya untuk menderminasikan gerakan
diafragmanya
(g) Lakukan perkusi sepanjang garis skapula sampai
resonan berubah menjadi redup
(h) Tandai area yang memiliki bunyi redup dengan spidol
(tanda I)
(i) Minta pasien untuk menghembuskan nafas secara
maksimal kemudian menahannya
(j) Lanjutkan perkusi dari tanda I kearah atas. Biasanya
bunyi redup ke II terdengar di atas tanda I. Tandai
bunyi redup ke II
Ukur jarak antara tanda I dan II. Pada wanita, jarak
normal wanita (3-5 cm) pada pria (5-6 cm)
h) Abdomen
(1) Inspeksi
Inspeksi dari prosesus xifoid sampai simpisis pubis,
amati bentuk perut secara umum
(2) Palpasi
Palpasi ringan tiap kuadran, jari menekan 1 cm, catat
adanya kelainan. Palpasi abdomen dalam, pemeriksa
berdisi disisi kanan pasien, letakan tangan kiri dibawah
tulang rusuk 11-12, letakan tangan kanan diatasnya, saat

21
pasien ekshalasi beri tekanan keatas dan sedalam 4-5 cm
pada batas ke bawah kosta kanan, pertahankan posisi
tangan lalu minta pasien tarik nafas, rasakan pergerakan
batas hati pasien
(3) Perkusi
Perkusi searah jarum jam, catat bila ada keluhan
(4) Auskultasi
Langkah-langkah
(a) Letakkan diafragma stetoskop di kuadran kanan bawah
area sekum, berikan tekanan ringan dan minta pasien
tidak berbicara
(b) Kemudian dengarkan bising usus dalam 1 menit penuh
perhatikan kuantitas, kualitas
(c) Jika bising usus tidak terdengar lanjutkan pemeriksaan
di setiap kuadran abdomen (4 kuadran)
Catat bising usus terdengar normal, tidak ada,hiperaktf,
hipoaktif
e. Pola fungsi kesehatan
Pengkajian menggunakan metode pola kesehatan fungsional
berfokus pada fungsi normal klien, perubahan atau risiko terjadinya
perubahan fungsi normal tubuh(Gordon, (1994 dalam Rahmah, 2014).
Pola fungsi kesehatan yang dikaji antara lain :
1) Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan
Menggambarkan pemahaman klien tentang kesehatan,
kesejahteraan, dan upaya penangan yang dilakukan saat sakit.
2) Pola cairan dan nutrisi
Mengkaji riwayat diet klien mengenai pola kebiasaan makan
seperti, pilihan makanan, frekuensi makan, alergi terhadap
makanan, jenis makanan dan kuantitas makanan. Faktor yang

22
mungkin berpengaruh antara lain; terdapat kesulitan menelan atau
tidak, mual/muntah, dan makan favorit. Kemudian data mengenai
persentase berat badan.
3) Pola eliminasi
Mendapatkan informasi mengenai pola defekasi atau BAB apakah
ada perubahan bentuk, warna, tekstur, atau bau serta frekuensi.
Untuk pola eliminasi urin dilakukan pengkajian apakah pola
berkemih normal atau tidak, frekuensi, warna, apakah ada
masalah berkemih dimasa lalu atau saat ini dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi lainnya.
4) Pola aktivitas-latihan
Mengkaji pola aktivitas atau tipe latihan yang dilakukan untuk
meningkatkan kebugaran fisik klien, lalu frekuensi dan lama
latihan yang dilakukan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pola aktivitas atau mobilitas (penyakit jantung, penyakit paru,
masalah neuromuscular, masalah muskuloskeletal, atau nyeri).
5) Pola tidur-istirahat
Menggambarkan pola tidur pasien, istirahat, jumlah jam tidur
pada siang dan malam, kualitas tidur, dan adakah masalah tidur.
6) Pola persepsi sensori
Menggambarkan keadekuatan sensori atau panca indera
(penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan
penghidu/penciuman), perasaan mengenai persepsi nyeri dan
kemampuan fungsi kognitif
7) Pola konsep diri
Konsep diri menggambarkan gambaran diri atau citra tubuh,
peran, harga diri, peran, identitas diri, manusia sebagai sistem
terbuka dan makhluk bio-psiko-sosiokultural-spiritual,
kecemasan, ketakutan dan dampak terhadap sakit klien.

23
8) Pola hubungan – peran
Menggambarkan keterkaitan peran dengan hubungan, mencakup
peran pokok serta tanggung jawab dalam kondisi kehidupan
sekarang.
9) Pola seksualitas
Menggambarkan kepuasan dan ketidakpuasan dalam seksualitas,
status reproduksi wanita, pada anak-anak bagaimana dia mampu
membedakan jenis kelamin dan mengetahui alat kelaminnya.
10) Pola stress dan koping
Mengkaji kemampuan koping klien dalam mengatasi suatu
stressor, dan tindakan apa saja yang dilakukan bila stressor
muncul atau saat menghadapi suatu tekanan.
11) Pola spiritual
Menggambarkan pola nilai, tujuan, atau kepercayaan (termasuk
kepercayaan spriritual) yang mengarahkan pilihan dan keputusan
gaya hidup, dan apakah penyakit yang diderita klien mengganggu
klien dalam beribadah.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai respon dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan saat ini atau yang mungkin terjadi.
Diagnosis keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017)
Diagnosis keperawatan gastritis menurut Tim Pokja PPNI SDKI (2017)
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi
mukosa lambung/asam lambung meningkat).
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (muntah).

24
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah rangkaian kegiatan penentuan
langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan,
rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien/klien
berdasarkan analisis data dan Diagnosis keperawatan. (Dinarti &
Mulyanti, 2017)
Intervensi keperawatan yang digunakan menurut Tim Pokja PPNI SIKI,
(2018 ) :
a. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi mukosa lambung/asam lambung meningkat).
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri
klien menurun dengan kriteria hasil : tingkat nyeri menurun (L.08066)
1) Keluhan nyeri menurun
2) Kemampuan melakukan aktivitas
meningkat Intervensi :
Manajemen nyeri (I.08238)
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, dan skala nyeri.
Rasional: Untuk mengetahui lokasi timbulnya nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri.
Rasional: Untuk mengukur pada skala berapa rasa nyeri
tersebut.
3) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. teknik relaksasi napas dalam, hypnosis, terapi music,
akupressur).

25
Rasional: Untuk meringankan rasa nyeri yang dialami oleh
pasien dan pasien juga bisa melakukan secara mandiri.
4) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
Rasional: Untuk memberikan penjelasan pada pasien
mengenai faktor yang memicu timbulnya nyeri tersebut.
5) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Rasional: Sebagai terapi farmakologis
6) Fasilitasi minum obat
Rasional: Untuk memastikan pasien benar-benar meminum
obat yang diberikan.
b. (D.0023) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake
cairan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status cairan
klien membaik dengan kriteria hasil : status cairan (L.03028)
1) Turgor kulit meningkat.
2) Output urine meningkat.
3) Berat badan meningkat.
4) Frekuensi nadi membaik.
5) Tekanan darah membaik.
6) Intake cairan
membaik. Intervensi :
Manajemen hipovolemia (I.03116)
1) Perhatikan tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat,
haus, lemah).
Rasional: Untuk memonitor kemungkinan terjadinya
hipovolemia.

26
2) Monitor intake dan output cairan.
Rasional: Untuk mengukur apakah pasien mengalami
kekurangan cairan.
3) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
Rasional: Untuk menambah asupan cairan pada pasien.
4) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis/hipotonis, jika
diperlukan
Rasional: Untuk menambah cairan pada tubuh pasien.
c. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi
terpenuhi dengan kriteria hasil : status nutrisi membaik (L.03030)
1) Porsi makan meningkat
2) Indeks masa tubuh klien meningkat
3) Frekuensi serta nafsu makan meningkat
Intervensi :
Manajemen nutrisi (I.03119)
1) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Rasional: Untuk menilai apakah ada makanan yang
menyebabkan alergi pada pasien
2) Identifikasi makanan yang disukai
Rasional: Untuk mengidentifikasi makanan apa yang menjadi
kesukaan pasien
3) Monitor berat badan
Rasional: Untuk memantau berat badan pasien
4) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
Rasional: Untuk menentukan diet yang cocok untuk pasien
5) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Rasional: Untuk mencegah terjadinya konstipasi pada pasien.

27
6) Anjurkan diet yang diprogramkan
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
7) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antlemetik), jika perlu
Rasional: Untuk meredakan nyeri yang dirasakan pasien.

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah pengelola dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada
tahap ini perawat akan memberikan perawatan kepada pasien dan perawat
akan berkolaborasi dengan tenaga ahli medis lain untuk memenuhi
kebutuhan pasien (Ida, 2016).

5. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilain atau evaluasi menurut adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan kriteria
hasil yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara yang
berkesinambungan dengan melibatkan tenaga medis yang lain agar
mencapai tujuan kriteria hasil yang ditetapkan (Ida, 2016).
a. S (Subyektif) : data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien
setelah dilakukan tindakan.
b. O (Obyektif) : data berdasarkan hasil pengukuran (observasi langsung
kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah melakukan
tindakan).
c. A (Analisis) : masalah keperawatan yang terjadi jika terjadi perubahan
status klien dalam sata subyektif dan obyektif.
d. P (Planning) : perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan atau
dihentikan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Arini, L. A., & Wijana, I. K. (2020). Korelasi Antara Body Mass Index (BMI)
Dengan Blood Pressure (BP) Berdasarkan Ukuran Antropometri Pada Atlet.
JURNAL KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health Journal), 7(1), 32–40.
https://doi.org/10.33653/jkp.v7i1.390

Asiki, Y. S., Tuloli, T. S., & Mustapa, M. A. (2020). Kajian Penatalaksanaan Terapi
Pada Pasien Gastritis Di Instalasi Rawat Jalan Di Puskesmas Dungingi. Journal
Syifa Sciences and Clinical Research, 2(2), 1–10.
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr/index

Azer SA, Akhondi H. 2021. Gastritis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls. PMID: 31334970. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31334970/

Biokimia, F. D. A. N., Husairi, A., Ag, M., Imun, M., Sanyoto, D. D., Kes, M., Ed,
M. M., Yuliana, I., Biomed, M., Panghiyangani, R., Si, S., Biomed, M., Sc, M.,
Kes, M., Irdh, C. V, & Biokimia, F. D. A. N. (n.d.). SISTEM PENCERNAAN -
TINJAUAN ANATOMI ,.

Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Konsep-
dasar-keperawatan-Komprehensif.pdf

Catur, M. M. S. P., Rahmatika, A., & Oktaria, D. (2018). Faktor-Faktor yang


Memengaruhi Prestasi Akademik pada Mahasiswa Kedokteran Prelinik. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 6(2), 109–117.

Dewit,Susan C,Stromberg,Holly,Dallred,Carol. (2016). Medical Surgical Nursing :


Concept and Practice. Philadelphia : Elsevier.http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/545/1/Medical- Surgical%20Nursing%20Concepts%20%20Practice
%20by%20Susan%20C.%2 0deWit%20Holly%20Stromberg%20Carol
%20Dallred%20%28z- lib.org%29.pdf

Dinarti, & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia, 172. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/PRAKTIKA-DOKUMEN-KEPERAWATAN-
DAFIS.pdf

Dinas Kesehatan Kota Surakarta. (2019). Profil Kesehatan Surakarta.


https://dinkes.surakarta.go.id/profil-kesehatan/
Diyono, Mulyanti, (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan,
Dilengkapi Contoh Studi Kasus Dengan Aplikasi Nanda Nic Noc

Djafar, M., & Sulistyowati, H. (2016). Hubungan nafsu makan, pengetahuan gizi
dengan asupan energi, protein dan status gizi di rumkital dr. mintohardjo tahun
2016. Jurnal Impuls Universitas Binawan, 2.

Dm, M. F., & Permana, D. (2020). Penggunaan Obat Anti Mual dan Muntah pada
Pasien Mual dan Muntah di Puskesmas Karang Rejo Kota Tarakan. Yarsi
Journal of Pharmacology, 1(2), 61–68.

Eka Novitayanti. (2020). Identifikasi Kejadian Gastritis Pada Siswa Smu


Muhammadyah 3 Masaran. Infokes: Jurnal Ilmiah Rekam Medis Dan
Informatika Kesehatan, 10(1), 18–22.
https://doi.org/10.47701/infokes.v10i1.843

Ida, M. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pencernaan. Jakarta : Pustaka Baru Press. International Reviews of Immunology,
66(1), 1-15. https://doi.org/10.3109/08830185.2014.902451

Larassari, Lolyta Indah (2017) PENGARUH EKSTRAK DAGING ALOE VERA


TERHADAP JUMLAH BAKTERI PADA LAMBUNG TIKUS PUTIH JANTAN
(Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIINDUKSI
INDOMETASIN. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah
Malang

Muhammad Ishak Ilham, Haniarti, & Usman. (2019). Hubungan Pola Konsumsi Kopi
Terhadap Kejadian Gastristis Pada Mahasiswa Muhammadiyah Parepare. Jurnal
Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2(3), 433–446.
https://doi.org/10.31850/makes.v2i3.189

Naisali, M. N. (2017). Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kejadian Gastritis Pada


Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Nursing
News, 2(1), 304–317.

Ndruru, R. K., Sitorus, S., & Barus, N. (2017). Gambaran Diagnostik dan
Penatalaksanaan Gastritis Rawat Inap BPJS di RSU Royal Prima Medan Tahun
2017. 209–216.

Nisa, S. (2018). Gastritis (Warm-e-meda): A review with Unani approach.


International Journal of Advanced Science and Research, 43(October), 43–45.
https://doi.org/10.22271/all
Notoadmojo, S., & Rizem, A. (2016). (2016). Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang
Perawatan Dispepsia di RS Umum Bangkatan Binjai. Jurnal Riset Hesti Medan,
1(2), 105–109.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Nuryanti, A. (2020). Uji Coba Instrumen Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah


Berbasis Pola Fungsional Kesehatan Gordon. Jurnal Keperawatan, 9(2), 1–10.
https://doi.org/10.47560/kep.v9i2.243

Putri, Nirvana Nabilla Abadi (2017) PERBANDINGAN PENINGKATAN AKTIVITAS


SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) ANTARA REBAMIPIDE DAN LIDAH
BUAYA (Aloe vera) PADA ACUTE EROSIVE GASTRITIS TIKUS PUTIH
JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIINDUKSI
ASPIRIN. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang

Rahmah. (2014). Blok Nursing Process.

Rahmani, A., Moradkhani, A., Hafezi Ahmadi, M. R., Jafari Heirdarlo, A., Abangah,
G., Asadollahi, K., & Sayehmiri, K. (2016). Association between serum levels
of high sensitive C-reactive protein and inflammation activity in chronic gastritis
patients. Scandinavian Journal of Gastroenterology, 51(5), 531–537.
https://doi.org/10.3109/00365521.2015.1102318

Safitri, D., & Nurman, M. (2020). Pengaruh Konsumsi Perasan Air Kunyit Terhadap
Rasa Nyeri Pada Penderita Gastritis Akut Usia 45-54 Tahun Di Desa Kampung
Pinang Wilayah Kerja Puskesmas Perhentian Raja. Jurnal Ners, 4(2), 130–138.

Santiasari, R. N. (2020). Intervensi Terapi Akupresure (Titik L14) pada Nyeri


Persalinan Kala I Aktif. Jurnal Keperawatan, 9(2), 33–42.
https://doi.org/10.47560/kep.v9i2.261

Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-deJong Edisi 3 Cetakan


2013. Jakarta: EGC.

Suwindiri. (2021). FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN GASTRITIS DI


INDONESIA : LITERATURE REVIEW Mahasiswa IKesT Muhammadiyah
Palembang , Sumatera Selatan , Indonesia IKesT Muhammadiyah Palembang ,
Sumatera Selatan , Indonesia. Jurnal Keperawatan Merdeka (JKM),
1(November), 209–223.

Sya'diyah, H. (2016). Keperawatan Lanjut Usia. Sidoarjo: Pindomedia Pustaka


Utami, adinna dwi, & Kartika, imelda rahmayunia. (2018). Terapi Komplementer
Guna Menurunkan Nyeri Pasien Gastritis: REAL in Journal, 1(3), 123–132.
https://dx.doi.org/10.32883/rnj.v1i3.341.g109

Wahyudi, A., Kusuma, F. H. D., & Andinawati, M. (2018). Hubungan antara


kebiasaan mengkonsumsi minuman keras (alkohol) dengan kejadian gastritis
pada remaja akhir (18-21 tahun) di asrama putra papua kota malang. Nursing
News : Jurnal Ilmiah Keperawatan, 3(1), 686–696.
https://doi.org/10.33366/nn.v3i1.840

Anda mungkin juga menyukai