Anda di halaman 1dari 7

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pada Kentang

Info Aktual (hms/05 Sep 2011) Pengendalian terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada kentang perlu dilakukan secara berkala. Pada musim hujan seringkali mengalami serangan penyakit busuk daun, tetapi sebaliknya pada musim kemarau hama sering menimbulkan masalah yang serius. Disadari bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan akan memberikan dampak yang merugikan. Untuk menghadapi permasalahan tersebut dalam upaya meningkatkan produktivitas kentang sebaiknya para petani perlu dibekali pengendalian hama terpadu (PHT).

Pada budidaya kentang, sering terdapat gangguan seperti masalah teknis dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Centre International Potatobekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang telah mengiventarisasi OPT pada kentang yang menghasilkan 72 jenis, terdiri dari 4 bakteri patogen, 13 cendawan patogen, 15 jenis virus patogen, 8 jenis penyakit fisiologi, 31 jenis hama dan 1 jenis mikoplasma patogen. Jumlah sebanyak itu dikumpulkan dari beberapa negara maupun daerah penghasil utama kentang. Pendekatan PHT lebih kepada upaya pengelolaan lingkungan yang tidak disukai oleh OPT, tetapi tetap menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman kentang. Pelaksanaan PHT perlu tindakan bijaksana sejak perencanaan sampai hasil panen, termasuk didalamnya pemilihan lahan, bibit, pemeliharaan, pemantauan, tindak lanjut yang harus diambil, dll.

Informasi Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kentang perlu dipahami dengan baik agar para petani dapat meningkatkan produktivitasnya. Informasi ini dilengkapi dengan pengetahuan tentang OPT penting pada tanaman kentang, pengetahuan tantang musuh alami, penerapan PHT yang baik serta penggunaan pestisida yang selektif maupun penggunaan pestisida nabati.

Informasi lebih lanjut : Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang - Kab. Bandung Barat, Jawa Barat.

http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/982/ 5sept 2011

Mengenal KLINIK AGROMINA BAHARI Klinik Agro Mina Bahari (KAB) adalah sebuah organisasi di fakultas pertanian UGM yang telah berdiri sejak 14 September 2004. KAB bergerak dan fokus di bidang keilmuan dan kontribusi di masyarakat dan karenanya KAB memposisikan diri sebagai Kelompok Studi Mahasiswa dan Mitra Masyarakat Tani Nelayan. Kenapa Klinik? Mengambil filosofi arti klinik adalah sebuah tempat pengobatan dan perawatan sehingga pasien menjadi lebih baik kondisinya. Nah untuk itulah pada saat itu, ketika kebutuhan akan informasi keilmuan, riset, dan kontribusi di masyarakat kurang bisa di akses di Fakultas Pertanian, dibentuklah Kelompok Studi Fakultas. Klinik Agro Mina Bahari yang harapannya bisa menjadi tempat anak-anak pertanian mendapatkan solusi dari permasalahannya. Kenapa Agromina Bahari? karena yang tergabung di Klinik Agro Mina Bahari terdiri dari mahasiswa yang mempelajari masalah perairan (jurusan perikanan) dan yang mempelajari masalah pertanian (jurusan budidaya pertanian, ilmu hama penyakit

tanaman, sosial ekonomi pertanian, ilmu tanah dan mikrobiologi). KAB berusaha memfasilitasi teman-teman yang ingin lebih dari sekedar mendengarkan materi di kelas. KAB memiliki beberapa acara rutin, seperti : Diskusi riset, SMART CAMP, pelatihan, Kunjungan Lapangan, Proaktif di Kegiatan keilmuan dan pengabdian masyarakat, serta aktif mengirim duta kompetisi-kompetisi nasional.. Pengurus KAB 2011

DAMPAK IKLIM..
Pertama, perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim
hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Sehingga, pola tanam juga akan mengalami pergeseran. Disamping itu kerusakan pertanaman terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin.

Kedua, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman.

Ketiga, menurunnya kesejahteraan ekonomi petani. Dua hal diatas jelas merugikan petani dan sektor
pertanian karena akan semakin menyusutkan dan menurunkan hasil pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani.

DAMPAK degradasi pertanian


Pembangunan disamping akan menghasilkan manfaat juga akan membawa resiko (dampak negatip). Keduanya harus di perhitungkan secara seimbang. Dampak negatip harus kita hilangkan atau kita metigasi menjadi seminim mungkin. Kegiatan pembangunan sering akan membawa dampak terhadap degradasi lahan, yang akan mengancam terhadap keberlanjutan usaha tani dan pencapain swasembada pangan ataupun kecukupan pangan. Dampak terhadap degradasi lahan meliputi: terjadinya erosi,

ketimpangan hara, pencemaran lingkungan, dan degradasi akibat galian C dan alih fungsi lahan. Upaya untuk mengatasi degradasi lahan tersebut dapat dilakukan upaya strategis antara lain: konservasi dan rehabilasi lahan, pola usaha tani konservasi, agroforestry, multipelcroping, pertanian organik ramah lingkungan, pertanian terpadu, dan upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian.

DAMPAK hama dan penyakit


hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian.

Hama dan penyakit pada tanaman merupakan momok dalam budidaya tanaman meningkatkan hasil produksi. Penanggulangan hama dan penyakit yang tepat dan meminimalkan dampak negatif terhadap erorganisme-organisme biotik sebagai musuh alami menjadi prioritas penting dalam pengendalian. Penyakit tanaman dapat disebabkan oleh organisme, keadaan genetik tanaman maupun kondisi lingkungan. Penyanyit ysng disebabkan oleh organisme ditularkan melaui inang yang berupa hama. Penyakit berdasarkan sifat genitik tanaman merupakan sifat yang dibawa oleh tanaman yang berasal dari induknya sedangkan yang dipengaruhi oleh lingkungan karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat hidup tanaman tersebut. Dampak yang timbul akibat serangan hama dan penyakit menyebabkan kerugian baik terhadap nilai ekonomi produksi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta petani sebagai pelaku budiaya tanaman dengan kegagalan panen serta turunnya kwalitas dan kuantitas hasil panen. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan perebutan unsur hara dan mineral, air, cahaya matahari, proses fisiologi tanaman, pertumbuahan dan perkembangan tanaman yang terhambat akibat hama dan penyakit. Selain berdampak pada tanama budidaya, serangan hama dan penyakit juga berdampak terhadap agroekosistem pertanian. Kerugian-kerugian tersebut disebabkan oleh adanya pemikiran oleh para pembudidaya tanaman untuk mengendalikan serta memusnahkan hama dan penyakit yang menyerangan tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang tidak sesuai dan tepat tersebut memberikan dampak kerugian yang lebih besar dari pada serangan hama dan penyakit itu sendiri terhadap tanaman.

DAMPAK bencana alam Tahun 2010 adalah tahun yang sulit buat petani. Bencana alam datang bertubi-tubi, mulai dari letusan gunung berapi, banjir, gempa, hingga tsunami. Perubahan iklim yang ekstrem, yang membuat hujan turun hampir sepanjang tahun. Serangan hama dan penyakit tanaman pun bermunculan.Dampaknya, produktivitas hampir semua tanaman pangan menurun. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, produksi padi tahun ini tumbuh 2,46 persen dibandingkan 2009. Ini berarti 0,74 persen di bawah target 66,68 juta ton gabah kering giling. Adapun jagung, dari target 19,8 juta ton, realisasi produksi hanya 17,8 juta ton. Produksi kedelai turun 7,13 persen dibandingkan tahun lalu. Sementara produksi gula turun 400.000 ton dibandingkan tahun 2009.

Perubahan iklim, kata Ketua Umum Dewan Hortikultura Nasional Benny A Kusbini, membuat sebagian tanaman sayuran busuk. Sementara petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah, banyak yang gagal panen.Kemerosotan produksi juga menimpa peternak sapi perah.Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia Dedi Setiadi, produksi susu peternak tahun ini turun 100 ton per hari. Ini terjadi karena kualitas rumput kurang bagus akibat terlalu banyak kadar air, ujarnya.Kondisi serupa juga dialami pekebun kelapa sawit, kakao, dan karet.Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Sleman, Boyolali, Klaten, dan Magelang, sekitar 3.000 sapi perah dan potong mati terkena dampak erupsi Gunung Merapi.Bangsa ini tak berharap terjadi bencana, tetapi bencana alam tak bisa dielakkan. Kini, terpulang pada upaya untuk meminimalisasi kerugian.Desain besarSayangnya, kata Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria, pemerintah belum memiliki desain besar pembangunan pertanian di tengah bencana. Terkait bencana vulkanik, misalnya, hingga saat ini belum ada riset yang menunjukkan manfaat limbah Merapi bagi pertanian.Sistem pengelolaan bencana pun belum ada.Jepang telah membangun sistem pembuangan lahar dingin melalui jalur khusus langsung dibuang ke laut sehingga tidak merugikan masyarakat.Sementara di negeri ini, sistem deteksi dini pun belum optimal. Andai ada mekanisme deteksi dini dan petunjuk pelaksanaan yang jelas dalam evakuasi ternak, seperti sapi dan kambing di Merapi, kematian 3.000 sapi bisa dihindarkan.Sebenarnya pada beberapa sisi, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim sudah dilakukan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, misalnya, telah menghasilkan benih padi varietas unggul yang tahan kekeringan, rendaman, dan salinitas.Namun, itu tidak cukup. Harus dipastikan, varietas yang dikembangkan itu benar-benar dimanfaatkan petani sebagai respons atas iklim yang berubah.Kepala Balitbang Pertanian Kementerian Pertanian Haryono meyakini pengembangan pertanian ke depan bertumpu pada riset. Anggaran memadai. Alokasi dana riset di kementerian 10-12 persen, katanya.Namun, secara nasional anggaran riset relatif kecil, hanya 0,02 persen, dari total anggaran. Apalagi, ke depan tantangan tak hanya peningkatan produktivitas tanaman, tetapi juga bagaimana produktivitas tinggi bisa dicapai di tengah bencana dan gangguan iklim yang kian nyata.Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian Kementerian Pertanian Gatot Irianto mengatakan, untuk mendorong peningkatan produksi, pemerintah fokus pada pemanfaatan lahan pertanian marjinal, selain memberikan benih unggul spesifik lokasi, dan bantuan pupuk.Penanganan dampak bencana tak bisa diseragamkan, tetapi spesifik berdasarkan jenis bencana dan komoditas yang akan dikembangkan.Untuk tanaman musiman, misalnya, petani membutuhkan ketepatan ramalan iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Informasi tentang iklim ini harus sampai kepada petani sehingga mereka bisa mengantisipasi sedari dini.Adapun untuk padi, petani membutuhkan varietas yang tepat untuk kondisi setempat.Benih dari varietas itu harus tersedia kapan pun dibutuhkan.Selain itu, menurut Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Nur Gaybita, dalam kondisi iklim basah seperti saat ini, petani padi butuh sarana pengeringan.Padahal, menurut pengamat perberasan Husein Sawit, saat ini hanya 30 persen penggilingan di Indonesia yang punya sarana pengeringan modern.Untuk jagung, tantangan terbesar adalah mendorong industri perbenihan jagung nasional menghasilkan benih yang tahan kondisi basah dan kering.

Sementara kedelai, butuh benih yang mampu mencapai produktivitas di atas 3 ton per hektar serta tahan hama dan penyakit.Oleh karena itu, sudah saatnya desain besar pembangunan pertanian di tengah bencana dirancang. Kalau lima tahun lalu fokus program dan riset hanya meningkatkan produksi, kini sekaligus diarahkan pada peningkatan produktivitas dan adaptasi pada perubahan iklim.Tantangan kian berat. Tetapi, bila semua pihak bekerja cerdas dan sungguh-sungguh, negeri ini pasti bisa membangun pertanian yang unggul, sekalipun didera bencana.http://nasional.kompas.com/read/2010/12/24/03400053/pertanian-ditengah-ancaman-bencana

Rekonstruksi Merapi Belum Capai Sasaran


Pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp1,2 triliun untuk rekonstruksi pasca erupsi Merapi.
SELASA, 2 AGUSTUS 2011, 12:22 WIB

VIVAnews - Pemerintah Daerah Yogyakarta menegaskan perkembangan rekonstruksi pasca erupsi Gunung Merapi belum mencapai sasaran mikro dan baru pada tahap global. Pemda saat ini baru sebatas mengatur dana bantuan dan belum menentukan peruntukannya. "Global maksudnya jumlah uang saja, tetapi peruntukannya untuk apa kan belum," ujar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, usai rakor di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa 2 Agustus 2011. Saat ini, dia melanjutkan, telah disiapkan dana dari pemerintah pusat yang diperuntukan bagi rekonstruksi sebesar Rp600 miliar, dari total keseluruhan Rp1,2 triliun selama dua tahun. "Rekonstruksi sebuah rumah sebesar Rp30 juta dengan luas 6x6 meter untuk satu keluarga. Jenis bangunan rumah adalah permanen. Selain rumah, keluarga diberikan tanah di lokasi relokasi seluas 100 meter persegi," ujar Sultan. Sultan menambahkan, realisasi perbaikan hingga saat ini telah dirasakan 640 keluarga yang berada di titik bahaya Merapi. Sisanya, sebanyak 750 keluarga tidak bersedia direlokasi. "Karena tidak mau, karena mereka merasa memang aman," tuturnya. Sementara itu, Menteri Pertanian, Suswono, mengatakan bahwa untuk penggantian sapi korban Merapi, pemerintah menempatkan sejumlah dana di rekening para korban dan dapat diambil jika memenuhi persyaratan. "Uangnya sudah ada di rekening, mereka cuma tinggal mencairkan. Tapi, mekanismenya harus sudah ada sapi yang mau dibeli. Supaya diganti sapi lagi, kalau uang nanti tidak diganti sapi," ujarnya.

Saat ini, dia menambahkan, sebagian besar peternak dan petani sapi sudah mencairkan dana ganti rugi yang terdapat di rekening bank. "Di bawah 10 persen yang belum mencairkan, artinya kecil sekali, rata-rata sudah terselesaikan," tuturnya. Total dana yang telah disiapkan pemerintah untuk penggantian ini adalah Rp100 miliar. Namun, hingga saat ini, baru terpakai Rp30 hingga Rp35 miliar. Sebab, ditengarai hanya sedikit sapi yang mati saat terjadi bencana tersebut. "Jadi, kecil sekali, karena hanya sekitar 3.000 ekor sapi yang mati. Kemudian, ada yang kami bantu untuk pakan ternak juga, yakni sekitar Rp35 miliar," katanya. (art) VIVAnews

Makanan dan Energi: Masa Depan Pertanian AS


Dengan Amanda Cuellar Maret 30, 2010 Kategori: Musim Semi '10 Showcase: Energi & Lingkungan

Energi telah kunci dalam pengembangan ajaib dari industri makanan, dan, ironisnya, juga dapat menjadi kendala utama di masa depan. Meskipun mengenai tren dalam sistem pangan, ada peluang dieksploitasi banyak perbaikan dalam semua langkah produksi pangan. Dengan perhatian publik baru-baru ini tentang kualitas, dampak lingkungan dan keamanan makanan, pembuat kebijakan memiliki kesempatan unik untuk mendorong sistem pangan untuk menyesuaikan dengan kendala modern populasi yang lebih besar dan lingkungan yang semakin rapuh. Sepanjang sejarah, penggunaan bahan bakar fosil telah mereda input tenaga kerja oleh powering baik produksi mesin pertanian dan operasi mereka, memaksimalkan hasil sebagai bahan utama dalam bahan kimia pertanian (pupuk dan pestisida) dan menyediakan energi yang diperlukan untuk mengembangkan makanan yang dimodifikasi secara genetik. Penggunaan bahan bakar fosil telah menyebabkan kelimpahan dan berbagai makanan yang kita sekarang dapat menikmati di banyak negara di seluruh dunia. Meskipun banyak manfaat input bahan bakar fosil dan energi-intensif teknik telah menyediakan, telah ada efek merugikan yang serius terhadap lingkungan juga. Hari ini, pertanian secara langsung menghasilkan 6 persen dari emisi gas rumah kaca tahunan di Amerika Serikat di samping emisi dari makanan, distribusi pengolahan dan persiapan. Bahan kimia pertanian dan jumlah berlebihan kotoran hewan dari operasi makanan hewan terkonsentrasi mencemari sumber air dan tanah. Kotoran hewan dan bahan kimia pertanian (kebanyakan pupuk) juga volatize untuk membuat array polutan yang membahayakan kesehatan hewan ternak dan manusia.Budidaya berulang telah menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah, sedangkan irigasi telah berkurang aliran sungai untuk menetes dan segera dapat menyebabkan penipisan akuifer terkemuka di seluruh negeri. Pertumbuhan penduduk ditambah dengan penerapan luas energi-intensif, tinggi hasil pertanian telah memperparah dampak negatif lingkungan pertanian ke titik menghasilkan banyak zona mati di dalam tubuh besar air di seluruh dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB proyek yang akan kita butuhkan produksi pangan 70 persen lebih tahun 2050 untuk memberi makan populasi diproyeksikan akan mencapai 10 miliar. Para ahli memperkirakan bahwa kita dapat menghasilkan makanan yang diperlukan melalui penggunaan hasil tinggi pertanian di negara-negara berkembang dan mengolah lahanlahan marjinal, namun pada apa biaya untuk lingkungan? Dan bagaimana berkelanjutan akan sistem seperti itu harus mempertimbangkan efek merugikan yang telah kita lihat dari produksi makanan? Sektor makanan AS melambangkan keuntungan yang input energi tinggi dan mekanisasi dapat menghasilkan dalam sistem pangan. Dengan demikian, kita juga memiliki kesempatan untuk contoh efisiensi energi dan kepedulian terhadap lingkungan dalam produksi pangan melalui pelaksanaan kebijakan yang mendorong industri makanan untuk mengurangi input energi sementara memaksimalkan produksi. Meskipun sektor pertanian menghasilkan banyak polutan kriteria, baik dari bahan kimia pertanian volatization dan kotoran hewan, mereka tidak diatur oleh Clean Air Act. Peraturan emisi udara pertanian mungkin tidak menjadi ukuran populer, tetapi merupakan salah satu insentif yang diperlukan untuk petani untuk menggunakan teknologi (seperti digester anaerobik) dan praktik yang meminimalkan emisi. Subsidi pertanian juga harus direformasi untuk mendorong petani untuk menghasilkan tanaman beberapa, karena polycultures telah terbukti memerlukan lebih sedikit pestisida daripada monokultur, yang didorong oleh kebijakan saat ini. Subsidi juga harus mendorong petani untuk menggunakan energi yang rendah dan teknik dampak lingkungan dan untuk membatasi kelebihan produksi dari beberapa produk komoditas. Meskipun penggunaan bahan kimia pertanian telah merevolusi pertanian, penggunaannya belum dioptimalkan. Dalam hal pupuk, hanya 30 sampai 50 persen dari 45 persen nitrogen dan fosfor diterapkan untuk tanaman diserap oleh tanaman.Mengurangi pupuk run-off dengan mengoptimalkan penyerapan menggunakan teknologi yang tersedia saat ini dan teknik akan meringankan keparahan dampak lingkungan dari pertanian. Kebijakan yang mendanai pengajaran metode ini untuk para petani, mensubsidi pembelian peralatan yang diperlukan dan dana penelitian dan pengembangan praktekpraktek yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya di bidang pertanian akan insentif pelaksanaan macam teknik yang meminimalkan penggunaan sumber daya. Sebagaimana dibuktikan oleh popularitas makanan organik, pasar petani dan gerakan makanan lokal, orang ingin membuat pilihan yang terbaik bagi diri mereka sendiri dan lingkungan ketika datang ke makanan. Dengan gerakan ini datang kesempatan untuk program pendidikan dan kesadaran yang akan membantu konsumen mengurangi dampak dari pilihan makanan mereka.Salah satu pilihan adalah dampak lingkungan nasional mandat pelabelan untuk makanan disertai dengan

prosedur untuk menghitung indeks dampak lingkungan dan bantuan pemerintah bagi produsen untuk label produk mereka. Label ini dapat memberikan konsumen dengan alat yang ampuh yang akan memungkinkan mereka untuk membeli makanan sesuai dengan kemampuan mereka dan masalah lingkungan. Inisiatif lain, seperti mendorong konsumen untuk mengurangi limbah makanan, memasak lebih efisien dan untuk membeli peralatan hemat energi, juga akan menghasilkan penggunaan energi yang lebih rendah untuk produksi pangan. Mungkin cara terbesar bagi individu untuk mengurangi intensitas energi makanan mereka, dan yang paling kontroversial, adalah untuk makan lebih sedikit daging. Memelihara hewan untuk konsumsi manusia dibutuhkan energi paling per kapita dari semua kategori makanan pada tahun 2002 dan memiliki efek merugikan yang serius terhadap lingkungan. Dengan mengatur dampak lingkungan dari sistem pertanian, seperti yang disarankan di atas, harga efek ternak pada lingkungan kemudian akan tercermin dalam harga produk, yang akan mendorong konsumen untuk mengevaluasi kembali pentingnya konsumsi daging secara teratur terhadap lingkungan efek produksi daging dalam istilah moneter. Secara keseluruhan ada banyak kesempatan untuk mengurangi intensitas energi dan dampak lingkungan dari sistem pangan di luar yang tercantum di sini. Solusi ini memerlukan pemerintah untuk mengevaluasi nilai lingkungan yang sehat dan untuk mendorong produsen makanan untuk mengurangi dampaknya. Makanan pengecer dan konsumen juga harus dididik tentang efek produksi pangan pada lingkungan dan cara dengan mana mereka dapat mengurangi dampaknya. Keberlanjutan sumber daya kami yang paling berharga, produksi pangan, adalah isu yang menjadi perhatian besar, tapi satu yang kita memiliki pengetahuan untuk meningkatkan.

Anda mungkin juga menyukai