Anda di halaman 1dari 5

Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4

Surabaya, 05 Desember 2020


Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Pangastuti, Puja Hayu., dkk

INFEKSI Trichostrongylus sp. PADA KELINCI REX DI BANYUWANGI


Trichostrongylus sp Infection in Rex Rabbit at Banyuwangi

Puja Hayu Pangastuti¹*, Iwan Sahrial Hamid², Faisal Fikri²


¹Student of Veterinary Medicine, ²Departement of Veterinary Science,
Faculty of Veterinary Medicine, PSDKU Banyuwangi Universitas Airlangga,
Jl. Wijaya Kusuma No. 113, Mojopanggung, Giri, Banyuwangi
*Corresponding author: puja.hayu.pangastuti-2017@fkh.unair.ac.id

Abstrak

Studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan kasus nematodiasis melalui pengamatan gejala klinis
serta pemeriksaan terhadap feses kelinci yang masih segar secara makroskopis dan mikroskopis.
Pemeriksaan secara makroskopis meliputi pengamatan pada warna, bau, serta konsistensi feses.
Pemeriksaan feses meliputi uji natif, uji sedimen, serta uji apung. Hasil diagnosa melalui pengamatan
gejala klinis serta pemeriksaan feses menunjukkan bahwa kelinci Rex tersebut positif terinfeksi
Trichostrongylus sp.

Kata kunci: Kelinci, Trichostrongylus sp, Nematodiasis

Abstract

This case study aimed to explain the case of nematodiasis based on clinical sign and examination
of rabbit’s fresh faeces macroscopically and microscopically. Macroscopic examination observed the
color, smell, and consistency of faeces. Faeces examination performed native test, sediment test, and
floating test. Result of clinical sign finding and faeces examination shown that the Rex rabbit positively
infected with the Trichostrongylus sp.

Keywords: Rabbit, Trichostrongylus sp, Nematodiasis

1. PENDAHULUAN kurang paham serta kurang memperhatikan


Kelinci merupakan hewan yang manajemen pemeliharaan yang baik
multifungsi, hewan ini dapat dimanfaatkan sehingga kelinci mudah terkena penyakit.
sebagai hewan pedaging, hewan coba, Kelinci cukup sensitif terhadap penyakit,
penghasil bulu, serta hewan kesayangan. namun penyakit pada sistem pencernaan
Tidak sedikit masyarakat yang memelihara seringkali menjadi alasan utama penyebab
kelinci karena bentuknya yang lucu dan kematian pada kelinci (Astrid dkk., 2020).
menarik. Kelinci yang sering dipelihara Penyakit pencernaan pada kelinci
masyarakat adalah Kelinci Rex karena dapat disebabkan oleh agen infeksius berupa
harganya murah dan mudah dipelihara. bakteri dan endoparasit. Penyakit yang
Sayangnya banyak pemelihara kelinci yang umum diderita kelinci diantaranya

36
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Pangastuti, Puja Hayu., dkk

Salmonellosis, Pasteurellosis, melalui pemeriksaan feses dengan metode


Staphylococcosis, Koksidiosis, serta natif, sedimen, serta apung.
Cestodosis (Iskandar, 2005). Helminthiasis
pada kelinci disebabkan oleh manajemen
lingkungan serta pakan yang kurang baik 2. MATERI DAN METODE
serta faktor predisposisi seperti stres. Kelinci Penelitian dilaksanakan pada bulan
November 2020. Sampel feses diperoleh
tertular melalui ingesti larva infektif (L3)
yang terdapat pada pakan maupun minuman. dari Kelinci Rex peliharaan di wilayah
Larva infektif akan menuju saluran cerna Kecamatan Giri, Banyuwangi. Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi cacing
kemudian tumbuh dan berkembang. Cacing
yang telah berubah menjadi larva stadium menggunakan tiga metode pemeriksaan
empat (L4) dapat merusak saluran cerna yakni natif, sedimen, dan apung di
laboratorium Universitas Airlangga, PSDKU
serta menimbulkan gejala klinis pada kelinci
yang tertular. Banyuwangi.
Gejala klinis yang timbul akibat Alat dan Bahan
infeksi cacing diantaranya berupa penurunan Alat yang diperlukan berupa
berat badan, kelinci terlihat lemas, bulu timbangan digital, pot sampel, spidol,
terlihat suram, serta diare dengan atau tanpa label, pipet, gelas plastik, saringan,
darah. Pada kasus helminthiasis yang parah centrifuge, tabung reaksi, gelas beker,
cacing dewasa dapat ikut keluar bersama objek glass, cover glass, dan mikroskop.
feses (Subekti dkk, 2011). Kasus cacingan Bahan yang diperlukan berupa feses, air,
pada kelinci biasanya disebabkan oleh aquades, serta larutan gula jenuh.
Cestoda, namun kasus helminthiasis yang
disebabkan oleh Nematoda dapat juga Gejala Klinis
ditemukan pada kelinci rumahan maupun Kelinci Rex peliharaan bernama
kelinci peternakan. Gejala klinis yang Cimoy, berwarna putih, berjenis kelamin
ditimbulkan hampir sama karena predileksi jantan, umur 8 bulan dengan berat badan
yang berdekatan. Diagnosa terhadap empat kg. Kelinci Cimoy lebih kurus dari
nematodiasis dilakukan dengan pendekatan sebelumnya dengan bulu yang kotor serta
terhadap gejala klinis yang tampak terdapat feses kering dibagian kaki
dilanjutkan dengan pemeriksaan belakang, kelinci ini terlihat lemas dan
laboratorium. Pemahaman terhadap siklus kurang aktif. Fesesnya encer berwarna
hidup dan faktor predisposisi merupakan hal hijau kecoklatan tanpa darah.
yang penting disamping pendekatan
Metode
terhadap gejala klinis dan pemeriksaan
Metode yang digunakan untuk
laboratoris (Samosir, 2008).
mendeteksi infeksi nematodiasis dengan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengambil sampel feses kemudian
menjelaskan kasus nematodiasis pada
dilanjutkan dengan uji laboratorium.
Kelinci Rex beserta penjabaran siklus hidup
Sampel feses diletakkan dalam pot

37
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Pangastuti, Puja Hayu., dkk

sampel dengan label yang berisi


keterangan hewan, nama hewan, jenis
kelamin, berat badan, waktu pengambilan
sampel dan lokasi pengambilan sampel.
Uji laboratorium dilakukan secara
makroskopis dan mikroskopis.
Pengamatan secara makroskopis
dilakukan dengan cara mengamati
konsistensi, warna, dan bau dari feses. Gambar 1. Hasil pemeriksaan feses
Pengamatan secara mikroskopis Trichostrongylus sp.
dilakukan dengan tiga cara yakni uji
Uji natif dan uji sedimen
natif, uji sedimen, dan uji apung. Feses
menunjukkan hasil negatif atau tidak
seberat lima gram dilarutkan dalam 100
ditemukan sama sekali baik telur maupun
ml zat pelarut kemudian dilakukan
cacing, pada pemeriksaan uji apung baru
filtrasi. Filtrat dimasukkan ke dalam
ditemukan terdapat cacing dengan 4 telur
tabung reaksi hingga larutan membentuk
meniskus dengan bentuk atasnya dalam tubuhnya yang diidentifikasi sebagai
cacing Trichostrongylus sp. Morfologi
cembung. Letakkan kaca penutup diatas
cacing tersebut berupa panjang tubuh empat
filtrat yang telah dibuat selama 15 menit.
mm, bentuk anterior yang runcing, tidak
Angkat kaca penutup setelah 15 menit
ditemukan bukal kapsul, esofagusnya
kemudian letakkan diatas gelas objek.
pendek serta bagian posterior cacing
Pengamatan dilakukan menggunakan
membentuk suatu bulbus. Telur dari cacing
mikroskop dengan perbesaran 40x dan
Trichostrongylus berbentuk lonjong
100x (Rinaldi et al., 2014).
berdinding tipis dengan gambaran embrio
3. HASIL DAN PEMBAHASAN yang berada di tengah dan tidak memenuhi
Hasil pemeriksaan parasitologis telur. Panjang telur Trichostrongylus sp. 90
terhadap feses kelinci Rex cimoy mikron dengan lebar 40 mikron (Mukti dkk,
menunjukkan adanya infeksi parasit pada 2016).
saluran pencernaan. Pemeriksaan feses Trichostrongyliasis merupakan
secara uji natif, uji sedimen, dan uji apung penyakit cacingan yang seringkali
menunjukkan hasil positif terinfeksi menyerang ruminansia dan kelinci. Kelinci
Trichostrongylus sp. tua memiliki kemungkinan terserang
penyakit ini sebanyak 39,07% sementara
kelinci muda memiliki kemungkinan
terserang sebesar 42,85%. Spesies
trichostrongylus yang sering ditemukan
dalam usus halus kelinci diantaranya
Trichostrongylus retortaeformis,
Trichostrongylus affis, serta
38
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Pangastuti, Puja Hayu., dkk

Trichostrongylus calcaratus. Parasit ini 30% lebih besar dari L1 (Audebert et al.,
menyebabkan inflamasi akut maupun kronis 2000)
serta fibrinous gastritis diikuti dengan Spesies trichostrongylus yang
masalah pencernaan (Audebert et al., 2003). menyerang ruminansia memiliki siklus
Trichostrongylus dapat menginfeksi hidup yang hampir sama dengan spesies
manusia melalui infeksi incidental. Penyakit trichostrongylus yang menyerang kelinci.
pada manusia disebut dengan Keduanya memiliki perbedaan pada durasi
trichostrongyliasis (Ghanbarzadeh et al., periode prepaten. Trichostrongylus mampu
2018) bermigrasi menuju mukosa intestinal selama
Infeksi Trichostrongylus terjadi fase awal infeksi yang dapat menyebabkan
ketika inang definitif terpapar stadium catarrhal enteritis. Infeksi pada kelinci
infektif cacing yakni larva tiga (L3). Kelinci dipengaruhi oleh usia kelinci serta
dapat tertular melalui kotoran hewan lain perubahan musim yang dapat menyebabkan
seperti domba, sapi, hewan pengerat. imunosupresi (Dos santos et al.,, 2016).
Penularan diawali dengan adanya siklus Gejala yang umum terjadi pada kelinci yang
hidup yang bermula dari telur yang keluar mengalami trichostrongyliasis diantaranya
bersama feses inang. Telur menetas dalam adalah penurunan berat badan yang
kondisi suhu dan kelembaban yang optimal. disebabkan oleh infeksi parah karena
Larva rhabditiform menetas kemudian banyaknya cacing dalam tubuh, anemia,
mengalami dua moulting menjadi L1 dan diare, serta peningkatan eosinofil. Penyakit
L2, moulting selanjutnya akan terbentuk ini juga dapat menyebabkan kematian
larva filariform (L3) yang merupakan mendadak pada kelinci. Saat dilakukan
stadium infektif. Inang yang menelan L3 nekropsi akan tampak kerusakan pada
akan terinfeksi cacing Trichostrongylus. intestinal (Dawabsheh et al., 2018).
Larva L1, L2 dan L3 yang memiliki Pengobatan yang direkomendasikan
selubung secara morfologis tampak sama. untuk penyakit trichostrongyliasis
Perbedaan dapat diamati pada bentuk faring, diantaranya golongan Benzimidazole:
L1 dan L2 nampak sama namun L3 fenbendazole 10-20 mg/kg berat badan
memiliki faring yang lebih panjang. L3 secara per oral diulangi pada hari ke 10-14,
memiliki pori ekskretoris yang terletak thiabendazole 100-200 mg/kg berat badan
diantara cincin saraf dan ujung secara per oral, albendazole 10 mg/kg berat
kerongkongan. Ketiga fase memiliki badan, serta ivermectin diberikan melalui
bentukan genital primordium yang sama subkutan dengan dosis 0,2-0,4 mg/kg berat
dengan ukuran yang sama yakni 10 µm badan diulangi pada hari ke 10-14 (Ilic et al.,
dengan lokasi yang sama di pertengahan 2018)
tubuh sedikit kebawah mendekati
ekstremitas caudal. L1 dan L2 secara umum 4. KESIMPULAN
terlihat sama namun L2 memiliki ukuran Pemeriksaan feses cacing kelinci
cimoy dengan metode uji natif, uji sedimen

39
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Pangastuti, Puja Hayu., dkk

dan uji apung mendapatkan hasil positif southern Brazil. Semina: Ciencias
terinfeksi Trichostrongylus sp dengan Agrarias, 37(5), 3201-3204.
ditemukannya telur cacing Trichostrongylus Ghanbarzadeh, L., Saraei, M., Kia, E. B.,
Amini, F., & Sharifdini, M. (2018).
sp. Gejala klinis yang ditimbulkan dari
Clinical and haematological
infeksi ini berupa penurunan berat badan, characteristics of human
bulu suram, serta diare berdarah. trichostrongyliasis. J Helminthol, 93,
149-53.
Illic. T., Stepanovic, P., Nenadovic, K., &
DAFTAR PUSTAKA Dimitrijevic, S. (2018). Improving
Astrid, T., Zebua, T., & Sihite, A. H. (2020). agricultural production of domestic
Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pada rabbits in Serbia by follow-up study of
Sistem Pencernaan Kelinci their parasitic infection. Iranian
Menggunakan Metode Fuzzy Expert Journal of Veterinary Research, 19(4),
System. JOURNAL OF 290.
INFORMATION SYSTEM Iskandar, T. (2005). Beberapa penyakit
RESEARCH (JOSH) Vol 1 No 3 April penting pada kelinci di Indonesia.
2020, 1. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi
Audebert, F., Cassone, J., Hoste, H., & dan Peluang Pengembangan Usaha
Durette-Dusset, M. C. (2000). Kelinci. Bandung, 30, 168-175.
Morphogenesis and distribution of Mukti T., I. Oka, & I. Made. (2016).
Trichostrongylus retortaeformis in the Prevalensi cacing nematoda saluran
intestine of the rabbit. Journal of pencernaan pada kambing peranakan
helminthology 74(2), 95-107. ettawa di Kecamatan Siliragung ,
Audebert, F., Vuong, P. N., & Durette- Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Desset, M. C. (2003). Intestinal Indonesia Medicus Veterinus, vol. 5,
migration of Trichostrongylus no. 4, pp. 330-336.
retortaeformis (Trichostrongylina, Rinaldi, L., Levecke, B., Boscoa, A.,
Trichostrongylidae) in the rabbit. Ianniello, D., Pepe, P.,et al. (2014).
Veterinary parasitology, 112(1-2), Comparasion of individual and pooled
131-146. faecal samples in sheep for the
Dawabsheh, I., Husseain, A., & Ali, O. assessment of gastrointestinal
(2018). Occurance of Gastrointestinal strongyle infection and anthelmintic
Parasite in Rabbits. drug efficacy using mcmaster and
Dos Santos, L. M. J. F., Mendes, M., de mini-flotac. Vet. Parasitol., 6(11), 1-8.
Oliveira, P. A., de Oliveira, F. C., da Subekti, S., Mumpuni, S., & Kusnoto, S. K.
Rosa Farias, N. A., & Ruas, J. L. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit
(2016). Trichostrongylus Helminth Veteriner. Fakultas
retortaeformis (Zeder, Kedokteran Hewan, Surabaya :
1800)(Nematoda. Trichostrongylidae) Universitas Airlangga
in Lepus europaeus (Pallas, 1778) in

40

Anda mungkin juga menyukai