Manfaat Penerapan Perencanaan SDM Dan Si
Manfaat Penerapan Perencanaan SDM Dan Si
Jafar Basalamah
I. PENDAHULUAN
495.250 per bulan dan terrendah adalah dari Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu
Rp 712.000 per tahun atau Rp 59.333 per bulan, atau hanya sekitar 12 persen
daripada pendapatan per kapita penduduk DKI Jakarta. Kinerja pendapatan per
kapita di Nusa Tenggara Timur adalah yang paling rendah (paling buruk) di
Indonesia. Kinerja pendapatan per kapita lingkup kabupaten/kota tertinggi (PDRB
real per kapita—tanpa minyak dan gas) adalah dari Kota Madya Jakarta Pusat
(Provinsi DKI Jakarta) yaitu Rp 15.820.000 per tahun atau Rp 1.318.333 per bulan
dan terrendah adalah dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (Provinsi Nusa
Tenggara Timur) yaitu Rp 497.000 per tahun atau Rp 41.417 per bulan, atau hanya
sekitar 3,14 persen daripada pendapatan per kapita penduduk Jakarta Pusat.
Terdapat dua kabupaten di NTT yang memiliki kinerja pendapatan per kapita
terrendah di Indonesia (ranking 293 dan 294 dari 294 kabupaten yang dipelajari),
yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (pendapatan per kapita Rp 497.000 per
tahun ranking 294 dari 294 kabupaten di Indonesia) dan Kabupaten Sumba Barat
(pendapatan per kapita Rp 501.000 per tahun ranking 293 dari 294 kabupaten di
Indonesia).
Data tersebut mengindikasikan bahwa, perencanaan SDM menjadi hal yang
urgen, vital dan strategis dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia
yang berkualitas dan professional di setiap negara khususnya di Indonesia.
Perubahan karakteristik angkatan kerja yang ditandai oleh berkurangnya
tingkat pertumbuhan tenaga kerja, semakin meningkatnya masa kerja bagi golongan
tua, dan peningkatan diversitas tenaga kerja membuktikan perlunya kebutuhan
perencanaan SDM. Dengan demikian, proyeksi demografis terhadap angkatan kerja
di masa depan akan membawa implikasi bagi pengelolaan sumberdaya manusia
yang efetif. Peramalan kebutuhan sumberdaya manusia dimasa depan serta
perencanaan pemenuhan kebutuhan sumberdaya manusia tersebut merupakan
bagian dalam perencanaan sumberdaya manusia yang meliputi pencapaian tujuan
dan implementasi program-program.
Dalam perkembangannya, perencanaan sumberdaya manusia juga meliputi
pengumpulan data yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan program-
program yang sedang berjalan dan memberikan informasi kepada perencanaan bagi
pemenuhan kebutuhan untuk revisi peramalan dan program pada saat diperlukan.
Tujuan utama perencanaan adalah memfasilitasi keefektifan organisasi, yang harus
diintegrasikan dengan tujuan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang
4
II. PEMBAHASAN
Dalam kaitan itu, Bukhari Zainun dalam Inu Kencana (1998:50) menyatakan
bahwa:
Perencanaan adalah persiapan bagi setiap perbuatan, dan juga
merupakan proses peletakan dasar bagi setiap perbuatan yang akan
dilaksanakan. Jadi perencanaan pada dasarnya terdapat pada setiap
perbuatan manusia yang sadar , secara ilmiah bergerak terus-
menerus. Sehingga dengan demikian jelas apa yang dituju,
sederhanakah rencana tersebut, stabilkah, mendasarkah dan
diperlukankah.
diinginkan oleh suatu organisasi sehingga sumber daya organisasi tidak terpancar
sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada
hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang
penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus
selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
2. Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur
pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar
yaitu sekitar 63,2%.
Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan
kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor
ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai
saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan
perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan
tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan
kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan
perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran
sarjana di Indonesia.
III. KESIMPULAN
17