Demam BerdarahTrombositHematokrit
Demam BerdarahTrombositHematokrit
Diajukan Oleh:
Azeli Riswan
I1A002019
Pebruari, 2008
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana korelasi nilai trombosit
dan hematokrit dengan derajat DBD?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi nilai trombosit
dan hematokrit pada penderita DBD di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Ulin Banjarmasin periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2006.
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui rerata jumlah trombosit,
rerata hematokrit, distribusi derajat DBD, korelasi jumlah trombosit terhadap
derajat
DBD, dan korelasi hematokrit terhadap derajat DBD pada penderita DBD di
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ulin Banjarmasin periode 1 Januari-31
Desember 2006.
5
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi dalam
penatalaksanaan DBD yang tepat. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan
sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya demi perkembangan ilmu pengetahuan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Epidemiologi
Demam berdarah dengue telah menjadi endemis di 112 negara di wilayah tropis
dan subtropis yang meliputi benua Amerika, Eropa Selatan,Timur Tengah,
Afrika
Utara, Asia, dan Australia serta pada beberapa pulau di Samudera
Hindia, Pasifik
dan Karibia (13). Distribusi geografis DBD tersebar luas dan jumlah
kasusnya terus
meningkat selama 3 dekade terakhir. Empat puluh persen dari populasi dunia ( 2.5-3
milyar orang) memiliki risiko terinfeksi, dan diprediksikan terjadi 50
juta infeksi
pertahun (2,3).
Setiap tahun diperkirakan 250.000-500.000 kasus DBD dengan mortalitas
sekitar 5% atau 25.000 kematian dilaporkan oleh World Health Organization (WHO)
(3).
7
C. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue yang dapat dibedakan menjadi 4
strain yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group
B Arthropod borne viruses (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae (1,13).
Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Virus ini hidup (survive)
di
alam lewat dua mekanisme yaitu (15):
9
10
11
dan teori infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau teori
infection
enhancing antibody (23).
Teori pertama menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang
lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
wabah (1).
Teori tersebut dibuktikan oleh para peneliti di bidang virus yang mencoba
memeriksa sekuens protein virus. Penelitian secara molekuler biologi ini
mendapatkan hal yang menarik. Pada saat sebelum KLB, selama KLB dan
setelah
reda KLB ternyata sekuens protein tersebut berbeda (16).
Teori kedua menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer
dengan satu jenis virus , akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi
jenis virus
tersebut untuk jangka waktu yang lama tetapi jika orang tersebut mendapatkan
infeksi
sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat
(23).
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam
sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (1,16).
12
12
13
14
15
16
menunjukkan perubahan pada frekuensi denyut nadi dan tekanan darah. Pada kasus
yang kurang berat, perubahan ini minimal dan sementara, merefleksikan
suatu
derajat ringan kebocoran plasma. Sebagian besar pasien sembuh spontan,
atau
setelah periode singkat terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus lebih
berat, ketika
kehilangan banyak melampaui batas kritis maka syok pun terjadi dan berkembang
kearah kematian bila tidak ditangani secara tepat.
e. Sindroma syok dengue didiagnosa bila memenuhi semua dari empat kriteria untuk
DBD ditambah bukti kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi lemah dan cepat dan
tekanan nadi menurun menjadi <20 mmHg, hipotensi, kulit lembab dan
dingin,gelisah serta perubahan status mental.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada DBD hasil pemeriksaan laboratorium umumnya memberikan hasil sebagai
berikut:
a. Leukopenia dan limfositosis
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan sumsum tulang
penderita DBD pada masa awal demam,terdapat hipoplasia sumsum tulang
dengan
hambatan pematangan dari semua sistem hemopoesis (16).
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis sedang.
Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung
jenis yang
masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga
sampai
kedelapan. Dalam sediaan apus darah tepi penderita DBD dapat ditemukan
limfosit
bertransformasi atau atipik, terutama pada infeksi sekunder (19).
b. Trombositopenia
17
17
18
F. Diagnosis DBD
Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah kriteria yang
disusun oleh WHO (1999) . Kriteria tersebut terdiri atas kriteria klinis dan
laboratoris
(8).
Kriteria klinis terdiri atas:
1. Demam tinggi mendadak 2-7 hari, terus menerus.
2. Manifestasi perdarahan seperti uji torniquet positip, perdarahan spontan
(bintik-
bintik merah dikulit, epitaksis/mimisan, perdarahan gusi dan perdarahan
saluran
cerna).
3. Pembesaran hati
4. Manifestasi kebocoran plasma (hemokonsentrasi), mulai yang ringan
seperti
kenaikan nilai hematokrit > 20% dibandingkan sebelumnya, sampai yang berat
yaitu syok (nadi cepat, lemah, kaki/tangan dingin, lembab, anak gelisah,
sianosis/kebiruan dan kencing berkurang).
Kriteria laboratoris terdiri atas:
1. Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000/ul )
2. Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit > 20%).
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan dua kriteria klinis dan dua
kriteria laboratoris. (8)
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan:
a.. Derajat I: demam tinggi disertai gejala tidak khas. Satu-satunya tanda
perdarahan adalah tes torniquet positif atau mudah memar.
19
19
20
21
G. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding untuk DBD antara lain:
1. Campak
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, Genus Morbilivirus Famili
Paramyxoviridae dengan masa inkubasi selama 8-12 hari dan penularan
melalui
aerosol (percikan batuk maupun bersin penderita). Gejala prodromal ditandai
22
22
23
3. Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang dapat bersifat akut maupun kronik,
disebabkan oleh protozoa intraselular obligat Plasmodium falciporum, P.
vivax,
P. ovale, dan P. malariae yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.
Penularan juga dapat terjadi melalui tranfusi darah, transplantasi organ,
dan
transplasenta. Masa inkubasi 1-2 minggu, tetapi kadan-kadang lebih dari setahun.
Gejala malaria yaitu demam, menggigil, malaise, anoreksia, mual, muntah,
diare
ringan, sakit kepala, pusing, mialgia, nyeri tulang. Peningkatan suhu
dapat
mencapai 40 derajat, bersifat intermitten yaitu demam dengan suhu badan
yang
mengalami penurunan ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari
diantara periode kenaikan demam. Periode timbulnya demam tergantung pada
jenis plasmodium yang menginfeksi. Pada malaria juga dapat ditemui
hepatomegali, splenomegali,anemia, ikterus, dan dehidrasi. Pada pemeriksaan
laboratorium umumnya ditemukan anemia, leukopenia, dan trombositopenia (26).
4. Demam tifoid
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi. Penularan tifoid biasanya melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi feses. Masa inkubasi tifoid sangat berbeda, berkisar dari 3-60 hari.
Gejala awal penyakit adalah demam(peningkatan suhu hingga 40◦C) terutama
sore atau malam hari, kedinginan, malaise, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk,
dan kadang-kadang sakit perut dan konstipasi atau diare. Sebagai perkembangan
penyakit, umumnya didapatkan kelemahan, distensi abdomen,
hepatosplenomegali, anoreksia, dan kehilangan berat badan. . Tanda
penting
24
24
yang ditemui antara lain agak tuli, lidah tifoid (tremor, tengah kotor,
tepi
hiperemis, nyeri tekan/spontan pada perut di daerah Mc Burney (kanan
bawah).
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopenia, limfositosis
relatif.
Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan (27).
H. Komplikasi
Demam berdarah dengue dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati,
kegagalan fungsi hati,miokarditis, gagal ginjal akut, sindroma uremik akut
dan DIC
yang menyebabkan perdarahan massif. Komplikasi tersebut umumnya jarang
terjadi
(13).
I. Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak
dideteksi lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu
monitoring
trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika
trombosit
<100.000/ul dan hematokrit meningkat waspadai DSS (22).
J. Penatalaksanaan
Pengobatan simptomatik dan suportif merupakan terapi efektif pada penderita
DBD. Terapi simptomatik yakni pemberian analgetik (parasetamol), kompres hangat.
Terapi suportif antara lain penggantian (replacement) cairan, pemberian oksigen
dan
jika diperlukan dapat dilakukan tranfusi darah. Pemantauan tanda vital
(tekanan
darah, nadi, respirasi), hematokrit, trombosit, elektrolit, kecukupan
cairan, urine
25
25
K. Pencegahan
Sampai saat ini belum ada obat spesifik atau vaksin yang tersedia untuk
mematikan virus dengue. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada
pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu (1,19,28) :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan perkembangbiakan vektor yakni
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) :
a. Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah.
2. Biologis
Metode kontrol biologi ditujukan untuk stadium larva dari vektor. Pengendalian
biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik seperti
Gambusia
affinis dan Poecilia reticulate (ikan adu/ikan cupang), bakteri penghasil
endotoksin
(Bacills thuringiensis serotipe H-14 dan Bacillus sphaericus) (13).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
26
26
27
27
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA
A. Landasan Teori
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 dengan manifestasi klinis
demam 5-7
hari disertai gejala perdarahan, bila timbul renjatan risiko kematiannya
meningkat.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopeni (trombosit kurang dari
normal) dan hematokrit cenderung meningkat lebih dari 20% dari normal (12).
Demam berdarah dengue dapat disertai syok atau tanpa syok. Demam
berdarah tanpa syok dimasukkan dalam derajat I dan II, sedangkan bila disertai syok
termasuk derajat III dan IV atau sering disebut Sindroma Syok Dengue (SSD) (23).
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan yaitu:
derajat 1, demam tinggi disertai gejala tidak khas. Satu-satunya tanda
perdarahan
adalah tes torniquet positip atau mudah memar; derajat 2, gejala derajat
1 ditambah
dengan perdarahan spontan di kulit atau di tempat lain; derajat 3,
ditemukan tanda-
tanda kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, hipotensi, kaki
atau tangan
dingin dan lembab, sianosis, anak menjadi gelisah; dan derajat 4, terjadi
syok berat
dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diperiksa (1).
Nilai trombosit dan hematokrit diduga memilliki korelasi terhadap derajat DBD
(29). Bahkan prediksi probabilitas kematian penderita menurut umur dan
tingkat
beratnya penyakit menunjukkan bahwa semakin muda penderita dan semakin
berat
derajat penyakit, semakin besar pula risiko kematiannya (28).
28
28
Memiliki korelasi
Gambar 3.1 Skema hubungan antara nilai trombosit dan hematokrit dengan derajat
DBD
B. Hipotesa
Pada penelitian ini dihipotesiskan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara
jumlah trombosit dan hematokrit terhadap derajat DBD.
29
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif retrospektif.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien DBD di RSUD Ulin Banjarmasin, dengan
kriteria inklusi meliputi:
1. kriteria klinis dan laboratoris DBD
2. umur 0-14 tahun
3. tanggal dirawat di Bagian/SMF Anak RSUD Ulin Banjarmasin antara 1Januari-31
Desember 2006.
Kriteria eksklusi yakni pasien yang tidak memenuhi kriteria klinis dan
laboratoris DBD menurut WHO.
C. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini meliputi:
1. derajat DBD
2. nilai hematokrit
3. nilai trombosit
30
30
D. Definisi Operasional
1. Penderita DBD adalah orang yang didiagnosis menderita DBD pada status rekam
medis RSUD Ulin Banjarmasin oleh dokter berdasarkan kriteria WHO 1999.
2. Umur penderita DBD adalah lama waktu hidup penderita saat masuk rumah sakit
dan menurut ketentuan WHO batasan umur untuk mengetahui frekuensi penyakit
digolongkan menjadi < 1 tahun, 1 – 4 tahun, 5 – 9, tahun, dan 10 – 14 tahun.
3. Derajat DBD yaitu tingkat berat ringannya penyakit secara klinis,
diukur oleh
dokter sesuai gradasi yang ditetapkan WHO (derajat 1, derajat 2,
derajat 3 dan
derajat 4) dan datanya terdokumentasi pada rekam medik penderita DBD yang
diteliti.
4. Hematokrit adalah prosentasi volume eritrosit dalam darah dan datanya
terlampir
pada rekam medik penderita DBD yang diteliti.
5. Jumlah trombosit adalah hasil hitung trombosit yang dianalisa melalui alat
hitung
trombosit otomatis dan datanya terdokumentasi pada rekam medik penderita DBD
yang diteliti.
E. Prosedur Penelitian
Nomor registrasi semua penderita DBD selama periode penelitian di bagian
rawat inap unit kesehatan anak RSUD Ulin Banjarmasin dilakukan pencatatan.
Kemudian sesuai dengan nomor registrasi tersebut dicari kartu status
penderita di
bagian Rekam Medik RSUD Ulin Banjarmasin. Data yang diperoleh dari kartu status
tersebut dibuat catatan yang meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur,
tanggal
dirawat, derajat DBD dan hasil laboratorium berupa jumlah trombosit dan hematokrit.
31
31
32
32
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur
(tahun)
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-
laki
Wanita
<1 1 3 4
1-4 1 6 7
5-9 13 18 31
10-14 2 4 6
Jumlah 17 31 48
33
12 orang, demikian pula derajat III sebesar 25% penderita DBD atau 12 orang. Pada
penelitian ini tidak ditemukan penderita DBD derajat IV (syok berat)
seperti yang
ditunjukkan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi kasus DBD berdasarkan derajat DBD dan jenis kelamin pada
penderita DBD di Bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin periode 1 Januari-
31 Desember 2006
Phoung dkk pada penelitian mereka menemukan bahwa semakin muda usia
penderita DBD maka semakin besar pula kemungkinan mengalami syok dan anak
perempuan mempunyai risiko lebih besar terkena DSS dibandingkan anak laki-
laki
(3). Sarwanto menyatakan bahwa faktor yang diperkirakan berpengaruh
terhadap
terjadinya kematian pada anak karena DBD adalah umur, kecepatan rujukan
ke
rumah sakit untuk penanganan segera, beratnya penyakit, jenis kelamin, dan
status
gizi. Hanya umur dan beratnya penyakit yang berpengaruh secara bermakna (28).
Banyaknya jumlah penderita DBD derajat I dibandingkan derajat II dan III
yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan bahwa sudah cukup tinggi
kewaspadaan masyarakat terhadap gejala demam berdarah, sehingga mereka
lebih
Derajat
DBD
Jenis Kelamin
Jlh kasus (N)=
48 (100%)
Laki-
laki
Wanita
I 6 18 24 ( 50%)
II 5 7 12 ( 25%)
III 5 7 12 ( 25%)
IV - - -
34
34
cepat datang untuk berobat ke Rumah Sakit. Sedangkan tidak ditemukannya penderita
DBD derajat IV di RSU Ulin Banjarmasin ini kemungkinan dikarenakan penanganan
yang sudah tepat oleh tenaga medis RSUD Ulin Banjarmasin sehingga tidak sampai
mengarah pada kasus syok berat. Volume cairan intravena yang diberikan
untuk
mencegah syok hipovolemik pada penderita DBD secara bermakna lebih besar
diperlukan daripada penderita demam dengue, sehingga diduga besarnya
pemberian
cairan intravena untuk mencegah DSS secara bertahap dapat menyebabkan penurunan
hematokrit pada pederita DBD dan pada akhirnya menghambat progresifitas
penyakit (2).
Pada gambar 5.1 terlihat fluktuasi kasus DBD berdasarkan saat terjadinya
penyakit dalam periode bulan. Pada bulan Januari merupakan puncak kasus
DBD,
kemudian menurun pada Pebruari, Maret, April dan mengalami peningkatan
kasus
lagi pada bulan Mei,seterusnya periode Juni sampai dengan Desember jumlah
kasus
DBD menurun dan tidak lagi melampaui kasus pada periode sebelumnya.
35
35
Gambar 5.1 Distribusi kasus DBD berdasarkan bulan di Bagian/SMF Anak RSUD
Ulin Banjarmasin periode 1 Januari- 31 Desember 2006.
Distribusi frekuensi hematokrit dan trombosit tidak normal sehingga untuk
ukuran pemusatan menggunakan modus.
Pada penderita DBD derajat I didapatkan modus hematokrit dan
trombosit
masing-masing 27,2 dan 51000 seperti dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hematokrit dan trombosit pada penderita DBD Derajat I
Jumlah
pasien
Minimum Maksimum Modus
Hematokrit 24 27,20 48,10 27,2
Trombosit 24 8000 472000 51000
36
Jumlah
pasien
Minimum Maksimum Modus
Hematokrit 12 34,4 47,7 40
Trombosit 12 12000 498000 37000
Untuk uji korelasi dipakai uji korelasi Spearman karena data yang digunakan
tidak normal hasilnya, didapatkan nilai signifikan 0.021 yang menunjukkan
bahwa
korelasi antara trombosit dan derajat DBD adalah bermakna (p<0.05). Nilai
korelasi
Spearman (r) sebesar -0.333 menunjukkan arah korelasi negatif dengan
kekuatan
korelasi yang lemah (0.20-0.399).
Hasil analisis statistik korelasi Spearman antara hematokrit dengan derajat
DBD, didapatkan nilai signifikan 0,036 yang menunjukkan bahwa korelasi
antara
hematokrit dan derajat DBD adalah bermakna (p<0,05). Nilai korelasi
Spearman (r)
sebesar 0,303 menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi
yang
lemah (0,20-0,399).
37
37
38
39
39
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
40
40
B. Saran
Dilakukan tindak lanjut dari hasil penelitian ini untuk menganalisis
korelasi
hasil pemeriksaan darah rutin berupa angka eritrosit, leukosit, limfosit dan Hb
dengan
derajat DBD
41
41
DAFTAR PUSTAKA
2. Carlos CC, Oishi K, Cincio MTDD, Mapua CA, Inoue S, Cruz DJM et
al.
Comparison of clinical features and hematologic abnormalities between
dengue
fever and dengue hemorrhagic fever among children in the Philippines. The
American Society of Tropical Medicine and Hygiene2005; 73(2):435-440.
3. Phuong CXT, Nhan NT, Kneen R, Thuy PT, Thien CV, Nga NTT et al.
Clinical
diagnosis and assessment of severity of confirmed dengue infections in
Vietnamese children: is the World Health Organization classification helpful?. The
American Society of Tropical Medicine and Hygiene 2004;70(2):172-179.
5. WHO Regional Office for South Asia. Dengue. South East Asia Region
2006;
(online),http://www.searo.who.int/EN/Section10/Section332_1103.htm,diakses 26
Pebruari 2007).
42
42
11. MalavigeGN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL. Dengue viral infection.
Post grad Med J 2004;80:588-601.
12.Hung NT, Lan NT, Lei HY, Lin YS, Lien LB, Huang KJ et al.
Association
between sex, nutritional status, severity of dengue hemorrhagic fever, and
immune status in infants with dengue hemorrhagic fever. The American Society
of Tropical Medicine and Hygiene2005; 72(4): 370-374.
14. Rezeki S, Satari HI. Demam berdarah dengue. Jakarta: FKUI, 2002.
15. Data Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Per Kab/Kota Propinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2006. Banjarmasin: Dinas Kesehatan Propinsi
Kalimantan Selatan,2007.
18.Anonymous.Dengue.CDC,2005;(online),(http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/
dengue/index htm, diakses 26-02-2007).
20. Collins F, Duane J, Gubler, Hayes EB. Dengue and dengue hemorrhagic
fever.
CDC1992; (online), (http://www.cdc.gov/search.htm, diakses 16-03-2007).
21. Aryati. Diagnosis laboratorium DBD terkini. Medicinal J urnal Kedokteran 2004;
4(5):13-19.
43
43
28. Saito M, Oishi K, Inoue S, Dimaano EM, Alera MT, Robles AM, et al.
Association of increased platelet-associated immunoglobulins with
thrombocytopenia and the severity of disease in secondary dengue virus
infections. Clin Exp Immunol 2004;138:299–303.
29. Sarwanto. Kematian karena DBD pada anak dan faktor penentunya.Badan
Litbang Depkes 2004; (online), (http://www.google.com/, diakses 22-03-2007).
44
44
LAMPIRAN
45
45
1. Gejala klinis DBD pada pasien DBD di Bagian/SMF Anak RSUD Ulin
Banjarmasin periode 1 Januari-31 Desember 2006.
46
19.
Efusi pleura 1(2)
20.
Nyeri ulu hati 1(2)
21.
Lemah 1(2)
22.
Konstipasi 1(2)
23.
Athralgia 1(2)
24.
Hematochezia 1(2)
25. Sakit
tenggorokan
1(2)
26.
Perdarahan gusi 1(2)
27.
Myalgia 1(2)
2 Nilai p P<0,05
p>0,05
Terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji
- (negatif)
Searah, semakin besar nilai suatu
variabel, semakin besar pula nilai
variabel lainnya
Trombosit DerajatDBD
Spearman's rho Trombosit Koefisien Korelasi 1,000 -,333(*)
Sig. (2-arah) . ,021
N=jumlah pasien 48 48
DerajatDBD Koefisien Korelasi -,333(*) 1,000
Sig. (2-arah) ,021 .
N=jumlah pasien 48 48