Penatalaksanaan Hipertensi Pada Usia Lanjut

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 35

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA USIA LANJUT

Bistok Sihombing, Dina Aprilia, Arianto Purba, Faisal Sinurat


Divisi Geriatri – Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK USU / RSUP Haji Adam Malik Medan

PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya usia maka penyakit kronis juga semakin meningkat,
sehingga usia lanjut lebih banyak membutuhkan terapi dengan obat untuk
penatalaksanaan berbagai penyakit yang diderita. Hipertensi merupakan suatu penyakit
yang prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Sekitar 90% usia dewasa
dengan tekanan darah normal akan berkembang menjadi hipertensi pada usia lanjut.1
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai beberapa kekhususan, umumnya disertai
dengan faktor resiko yang lebih berat, sering disertai penyakit – penyakit lain yang
mempengaruhi penanganan hipertensi seperti dosis obat, pemilihan obat, efek samping
atau komplikasi karena pengobatan lebih sering terjadi, terdapat komplikasi organ target,
kepatuhan berobat yang kurang sering tidak mencapai target pengobatan dan lain – lain.
Kesemua ini menjadikan hipertensi usia lanjut tergolong dalam risiko kardiovaskular
yang tinggi atau sangat tinggi. Oleh karena itu penanganan hipertensi pada usia lanjut
membutuhkan perhatian yang jauh lebih besar. 2
Banyak dokter tidak mengobati hipertensi pada usia lanjut sampai optimal
( mencapai target kurang dari 150/90 mmHg ) mengingat kekuatiran terjadinya efek
samping pengobatan yang lebih besar dibandingkan manfaatnya.Selain itu ada juga
beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan, yaitu faktor yang turut mempengaruhi
respon pasien usia lanjut terhadap terapi anti hipertensi, seperti aterosklerosis, perubahan
kardiovaskular akibat proses degeneratif, penurunan respons baroreflex dan lain- lain.3
Tekanan darah sistolik (TDS) akan terus meningkat seiring dengan pertambahan
usia, akan tetapi peningkatan Tekanan Darah Diastolik (TDD) seiring pertambahan usia
hanya terjadi sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian menurun oleh karena
terjadinya proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis. Pada kelompok usia 60 tahun,

1
Universitas Sumatera Utara
hanya 2/3 pasien hipertensi menderita hipertensi sistolik terisolasi ( HST), sedangkan
pada kelompok 75 tahun lebih dari ¾ pasien menderita HST. 3
Pemberian obat anti hipertensi pada usia lanjut dengan TDS atau TDD yang tinggi
telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Dari hasil penelitian yang terakhir, HYVET (2008), pada penderita populasi usia sangat
lanjut yang berusia lebih dari 80 tahun, pengobatan hipertensi berhasil mengurangi
morbiditas dan mortalitas. 3

II. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1988 – 1991 National Health and Nutrition Examination Survey
menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun sebagai berikut :
prevalensi keseluruhan 49,6 % untuk hipertensi derajat I ( TD 140-159/90-99 mmHg) ;
18,2 % untuk hipertensi derajat II ( TD 160-179/100-109 mmHg), dan 6,5 % untuk
hipertensi derajat III ( TD >180/>110 mmHg mmHg). Prevalensi Hipertensi Sistolik
Terisolasi (HST) adalah sekitar berturut –turut : 7%;11%;18% dan 25% pada kelompok
umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering dijumpai pada
perempuan daripada laki – laki. 4
Pada tahun 2010 populasi penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 60 tahun
diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 400 %, jauh lebih besar dibandingkan
dengan prediksi populasi balita (bawah usia lima tahun). Prevalensi hipertensi pada usia
> 60 tahun sangat tinggi, dan bila disertai faktor risiko penyakit kardiovaskular yang lain
( misalnya obesitas, hipertrofi ventrikel kiri, kurang aktivitas fisik / olahraga,
hiperlipidemia, penyakit ginjal kronik, dan diabetes ) akan menyebabkan risiko
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 3

2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Komposisi penduduk usia lanjut di Indonesia tahun 2012
(sumber : Kementrian Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia, 2012.

Gambar 1 diatas memperlihatkan komposisi penduduk usia lanjut di Indonesia


tahun 2012. Nampak proporsi penduduk usia lanjut pada tahun 2012 sebesar 7,59 %.
Jumlah penduduk usia lanjut perempuan (10.046.073 jiwa atau 54 %) lebih banyak dari
pada penduduk usia lanjut laki-laki (8.538.832 jiwa atau 46 %).5
Sejak tahun 2000, persentase penduduk usia lanjut melebihi 7 % yang berarti
Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population).
Adanya struktur ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya Usia
Harapan Hidup (UHH). Tingginya UHH merupakan salah satu indikator keberhasilan
pencapaian pembangunan nasional terutama di bidang kesehatan. 5

Gambar 2. Perkembangan proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia tahun 1980-2020


( Sumber : BPS, 2012)
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional ( RISKESDAS ) tahun 2007
didapatkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7 %, yang meningkat semakin
banyak, sehingga diatas 55 tahun melebihi 50%. Di negara maju seperti di Amerika
Serikat prevalensi hipertensi pada usia diatas 65 tahun adalah 72 %. Pada penelitian
Framingham, (Framingham Heart Study) menyebutkan bahwa pada kelompok yang
memiliki tekanan darah optimal (<120/80 mmHg), normal (120-129/80-84 mmHg)
maupun normal tinggi (130-139/85-89 mmHg) setelah dilakukan pengamatan selama
empat tahun, didapati bahwa terdapat peningkatan yang progresif untuk mengalami

3
Universitas Sumatera Utara
hipertensi pada saat usia > 65 tahun, (16, 26, dan 50 % masing – masing ). Hal yang
serupa dijumpai kelompok usia yang lebih muda, namun dengan dengan tingkat
progresifitas yang lebih rendah. Pada kelompok usia 55 sampai 65 tahun dengan tekanan
darah normal, sekitar 90 % akan menjadi hipertensi tahap I (TD 140-159/90-99 mmHg)
dan sekitar 40 % akan menjadi hipertensi tahap II ( TD ≥160/≥100 mmHg). 2,6

Tabel 1. Prevalensi Hipertensi di Indonesia dari RISKESDAS 2007

Kelompok Umur Prevalensi

18 -24 12,2
25 -34 19,0
35 -44 29,9
45 -54 42,4
55 -64 53,7
65 - 74 63,5
> 75 67,3
Rerata 31,7

Dikutip dari Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam, Edisi VI tahun 2014 2

Tabel 2 dibawah ini memperlihatkan 10 penyakit terbanyak yang diderita oleh


kelompok usia lanjut tahun 2013. Nampak jenis penyakit yang mendominasi adalah
golongan penyakit tidak menular, penyakit kronik dan degeneratif, terutama golongan
penyakit kardiovaskular. 5

4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 10 Penyakit terbanyak pada Lansia Tahun 2013 5

III. DEFINISI
Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang dikeluarkan oleh The
Seventh of Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure ( JNC VII ) 2003, World Health Organisation / International
Society of Hipertension ( WHO-ISH ) 1999, British Hypertension Society 2006,
European Society of Hypertension / european Society of Cardiology ( ESH/ESC ) 2007,
defenisi hipertensi sama untuk semua golongan umur di atas 18 tahun. Pengobatan juga
bukan berdasarkan penggolongan umur, melainkan berdasarkan tingkat tekanan darah
dan adanya risiko kardiovaskular pada pasien. 3

Tabel 3. Definisi Hipertensi dari JNC - 7


TD Sistolik TD Diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan < 80
Prehypertension 120 - 139 atau 80 - 90
Stage 1 Hypertension 140 - 159 atau 90 - 99
Stage 2 Hypertension ≥160 atau 100
Isolated Systoloc Hypertension ≥ 140 dan ≤ 90
Dikutip dari : JNC-7, 2003 7
Hipertensi Sistolik Terisolasi ( HST ) didefinisikan sebagai Tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dengan tekanan darah diastolik ≤90 mmHg. Kenaikan tekanan
darah sistolik dan penurunan tekanan darah diastolik umumnya terjadi diatas usia 60

5
Universitas Sumatera Utara
tahun. Hal ini sejalan dengan berkurangnya elastisitas pembuluh darah besar ( aorta ) dan
proses aterosklerosis. HST dijumpai pada sekitar 60 – 75 % dari kasus hipertensi pada
usia lanjut dengan peningkatan risiko 2 – 4 kali lipat untuk terjadinya infark miokard,
hipertrofi ventrikel kiri, gangguan fungsi ginjal, stroke, dan mortalitas kardiovaskular.
Komplikasi kardiovaskular berbanding lurus dengan peningkatan tekanan darah sistolik
(TDS) dan tekanan nadi serta sebanding terbalik dengan penurunan tekanan darah
diastolik (TDD). Semakin tinggi tekanan darah sistolik atau tekanan nadi, maka semakin
berat risiko komplikasi kardiovaskular. Tekanan nadi yang meningkat pada usia lanjut
dengan HST berkaitan dengan besarnya kerusakan yang terjadi pada organ target, yaitu
jantung, otak dan ginjal. Selain itu penurunan tekanan darah diastolik (TDD) yang terlalu
rendah berisiko mengurangi aliran darah ke arteri koroner. Dari penelitian SHEP
didapatkan bahwa peningkatan kejadian kardiovaskular terjadi apabila TD < 60 mmHg.
Pada penelitian lain didapatkan kenaikan kejadian stroke pada tekanan darah diastolik
( TDD ) < 65 mmHg. 2,3,6
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Keberhasilan pembangunan di berbagai
bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan terjadinya peningkatan Usia Harapan
Hidup penduduk dunia termasuk Indonesia. Namun di balik keberhasilan peningkatan
UHH terselip tantangan yang harus diwaspadai, yaitu kedepannya Indonesia akan
menghadapi beban tiga (triple burden) yaitu di samping meningkatnya angka kelahiran
dan beban penyakit (menular dan tidk menular), juga akan terjadi peningkatan Angka
Beban Tanggungan penduduk kelompok usia produktif terhadap kelompok usia non
produktif. Ditinjau dari segi aspek kesehatan, kelompok lansia akan mengalami
penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah maupun akibat penyakit. Oleh karena
itu sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut maka sejak
sekarang kita sudah harus mempersiapkan dan merencanakanberbagai program kesehatan
yang ditujukan pada kelompok usia lanjut.5

6
Universitas Sumatera Utara
IV. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA USIA LANJUT
Berbeda dengan kelompok usia yang lebih muda, pasien hipertensi pada usia
lanjut sering mengalami pengurangan elastisitas arteri atau meningkatnya kekakuan
arteri ( jaringan kolagen menggantikan lapisan elastin pada lamina elastik di pembuluh
aorta) yang dialami selama proses penuaan dan terjadi proses sklerosis terutama pada
arteri yang besar, sehingga mengakibatkan tekanan sistolik yang lebih tinggi dan tekanan
diastolik yang lebih rendah atau kenaikan dari tekanan nadi (pulse pressure). Hal ini
menyebabkan suatu keadaan yang dikenal sebagai hipertensi sistolik terisolasi, yang
penanganannya lebih sulit dibandingkan dengan hipertensi esensial biasa.2,3,8
Disfungsi endotel merupakan salah satu kontributor penting meingkatnya tekanan
darah pada usia lanjut. Cedera mekanis maupun karena inflamasi dari arteri yang menua
menyebabkan menurunnya ketersediaan vasodilator oksida nitrit ( Nitric oxide; NO),
yang menyebabkan ketidakseimbangan antara vasodilator ( seperti NO) dengan
vasokontriktor (seperti endothelin). 8
Selain itu pada usia lanjut juga sering mengalami disregulasi sistem saraf
otonom yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik yaitu menurunanya tekanan darah
sistolik >20 mmHg dan / atau tekanan darah diastolik > 10 mmHg setelah berdiri dari
posisi duduk selama tiga menit. Hipotensi orthostatik merupakan faktor risiko untuk
terjadinya jatuh (falls), sinkop (syncope) dan timbulnya kejadian kardiovaskular.
Disregulasi otonom juga dapat menyebabkan hipertensi orthostatik, yaitu peningkatan
tekanan darah sistolik pada saat perubahan posisi postur tubuh menjadi berdiri, dan
merupakan faktor risiko terjadinya hipertrofi ventrikel kiri ( LVH), penyakit arteri
koroner ( CAD), dan penyakit serebrovaskular lainnya yang asimptomatik ( silent
cerebrovascular disease). Sampai saat ini belum ada konsensus yang menjelakan
mengenai definisi hipertensi orthostatik, meskipun beberapa penelitian telah
menggunakan defenisi peningkatan sekitar 20 mmHg tekanan darah sistolik saat
perubahan posisi menjadi berdiri. 8
Komplikasi lain seperti kerusakan mikrovaskular pada ginjal juga menjadi salah
satu penyebab penyakit ginjal kronik (PGK), yang berakibat berkurangnya fungsi tubulus
ginjal dalam mengatur keseimbangan elektrolit natrium dan kalium. Fungsi ginjal yang
menurun secara progresif pada usia lanjut dapat terjadi juga oleh proses glomerulo-

7
Universitas Sumatera Utara
sklerosis dan fibrosis-intestinal yang menyebabkan kenaikan tekanan darah melalui
mekanisme peningkatan natrium intrasel, penurunan pertukaran ion natrium-kalsium, dan
ekspansi volume darah. 2
Peningkatan tekanan darah oleh karena adanya penyebab sekunder perlu
dipertimbangkan, seperti adanya stenosis arteri renalis yang diakibatkan oleh lesi
aterosklerosis, obstructive sleep apnoe (OSA), meningkatnya curah jantung (Cardiac
Output) karena anemia, insufisiensi aorta, fistula arteriovena, aldosteronisme primer,
penyakit Paget dan tirotoksikosis. Penyebab kenaikan tekanan darah yang lain adalah
gaya hidup berlebihan, kebiasaan minum minuman keras, merokok, konsumsi kafein,
obat-obatan AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid ), pemakaian steroid, hormon, narkotika,
kurang asupan kalsium, vitamin D dan vitamin C. 2,6

Pengaruh HST terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskular


Pada usia lanjut, hasil pengobatan tidak hanya diukur oleh keberhasilan
penurunan tekanan darah pada morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, tetapi juga oleh
berbagai hal, termasuk efek terhadap stroke, pencegahan demensia atau penurunan fungsi
kognitif, serta pengaruh dari diabetes, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau obesitas. 3

Stroke
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke utama yang memiliki potensi tinggi
untuk dimodifikasi. Setiap peningkatan 7 mmHg TDD dapat meningkatkan risiko relatif
untuk terkena stroke sebesar 100 %. Terapi preventif untuk meurunkan angka morbiditas
dan mortalitas stroke dengan cara pengendalian hipertensi menunjukkan keberhasilan
yang bermakna. Regimen terapi hipertensi yang dapat mempertahankan penurunan TDD
sebesar 5 – 6 mmHg dalam jangka waktu lama dapat menurunkan faktor risiko sebesar 35
– 40 %. 3

Fungsi Kognitif dan Demensia


Kemunduran kognitif ditandai dengan lupa pada hal yang baru, akan tetapi masih
dapat melakukan aktivitas dasar sehari – hari. Pada dekade terakhir ini, banyak peneliti

8
Universitas Sumatera Utara
yang melakukan observasi terhadap hubungan antara hipertensi dan demensia, termasuk
diantaranya penyakit Alzheimer. 3
Walaupun studi / penelitian Hypertension in the Very Elderly Trial – Cognitive
(HYVET-COG) tidak menjumpai perbedaan yang bermakna antara kelompok
antihipertensi dan kelompok non-hipertensi pada sisi demensia maupun penurunan fungsi
kognitif, kesimpulan yang seharunya digarisbawahi adalah bahwa pemberian terapi anti
hipertensi Tidak Meningkatkan risiko demensia maupun penurunan fungsi kognitif. Hal
ini lebih penting, karena beberapa pendapat yang beredar percaya bahwa pengobatan
hipertensi akan mengakibatkan penurunan aliran darah otak yang pada gilirannya akan
menyebabkan demensia maupun penurunan fungsi kognitif. 3,9

Diabetes Mellitus (DM)


Pasien dengan DM mempunyai risiko kardiovaskular yang lebih besar
dibandingkan dengan tanpa DM. Berdasarkan penelitian / studi SHEP yang dilaporkan
pertama kali tahun 1996, dan Syst-Eur tahun 1999 pada pasien usia lanjut dengan DM,
didapatkan bahwa pengobatan diuretik atau antagonis kalsium mempunyai efek
penurunan tekanan darah yang sama. Apabila dibandingkan dengan pasien non DM,
pasien dengan DM mempunyai penurunan morbiditas dan mortalitas yang lebih besar.
Hal ini penting mengingat anggapan bahwa hanya ACE Inhibitor atau ARB yang amat
dianjurkan pada pasien DM. Hasil dari dua studi ini lebih menekankan pada pentingnya
pencapaiaan kontrol tekanan darah pada usia lanjut. 3

Pengaruh Indeks Massa Tubuh ( IMT ) pada Prognosis Hipertensi Usia Lanjut
Penelitian SHEP yang menggunakan diuretik, menghasilkan parameter survival
dan kejadian klinik lebih baik pada yang termasuk obesitas, dibandingkan yang
mempunyai IMT normal. Sudah lama diketahui bahwa pasien hipertensi yang gemuk
mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang kurus. Salah satu
penjelasannnya adalah bahwa pada pasien hipertensi yang gemuk, peningkatan tekanan
darah terutama diakibatkan oleh peningkatan volume plasma, sedangkan pada pasien
hipertensi yang tidak gemuk diakibatkan oleh peningkatan sistem simpatis dan sistem
renin angiotensin. Selain itu peningkatan tekanan darah pada usia lanjut dengan obesitas,

9
Universitas Sumatera Utara
juga berkaitan dengan peningkatan aktivitas leptin dan terjadinya resistensi insulin.
Sehingga kontrol berat badan merupakan komponen yang penting dari pengobatan non-
farmakologik. 3

V. DIAGNOSA
Diagnosa hipertensi pada usia lanjut sama dengan mendiagnosa hipertensi lainnya.
Diagnosa hipertensi dilakukan berdasarkan pengukuran tekanan darah yang baik dan
benar dan dilakukan sedikitnya sebanyak 3 (tiga) kali pengukuran tekanan darah yang
berbeda, dan dilakukan pada lebih dari 2 (dua) kali kunjungan. Pengukuran tekanan darah
dilakukan sedikitnya 2 (dua) kali setiap kunjungannya, setelah pasien duduk dengan
nyaman sedikitnya selama 5 (lima) menit dengan sandaran punggung, kaki terletak di
lantai, lengan diletakkan pada sandaran lengan dengan posisi mendatar dan posisi manset
sejajar dengan letak jantung. Pengukuran tekanan darah pada kelimpok usia lanjut
seharusnya juga dilakukan pada posisi berdiri dari posisi duduk setelah 1 sampai dengan
3 menit. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi adanya hipotensi maupun hipertensi
postural. 15
Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah secara tepat sangat diperlukan, baik pada saat
menegakkan diagnosis hipertensi maupun untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
Pengukuran tekanan darah yang akurat dianggap mewakili nilai sebenarnya pada pasien
usia lanjut seringkali merupakan suatu tantangan tersendiri, terutama akibat fisiologi
proses penuaan (degeneratif) yang terjadi. 3, 16
Pengukuran tekanan darah yang tidak akurat juga dapat terjadi akibat faktor
pseudo-hipertensi, yang terjadi bila manset pengukur tekanan darah gagal mengkompresi
arteri brakhialis yang kaku dan mengeras akibat proses kalsifikasi. 3
Penurunan respon barorefkleks sesuai umur dapat mengakibatkan hipotensi
ortostatik. Oleh karena itu sering didapatkan tekanan darah yang menurun secara
berlebihan pada posisi berdiri, sesudah makan atau sesudah beraktivitas. Dengan
demikian pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada posisi duduk dan posisi
berdiri. 3

10
Universitas Sumatera Utara
Rekomendasi Pengukuran Tekanan Darah dari Canadian Hypertension Education
Program (CHEP,2009) 3 :
 Pengukuran sebaiknya dilakukan dengan spigmomanometer
 Gunakan manset yang sesuai, lebar bladder sekitar 40 % lingkar lengan, panjang
bladder sekitar 80 – 100 % lingkar lengan.
 Batas bawah manset sekitar 3 cm diatas lipat siku dan bladder harus diletakkan
sedemikian rupa sehingga arteri brakhialis berada ditengah – tengah bladder.
 Sebelum melakukan pengukuran, pasien harus duduk istirahat dengan nyaman pada
kursi berpunggung selama minimal 5 menit.
 Pengukuran dilakukan pada lengan telanjang. Lengan diletakkan sedemikian rupa
sehingga fossa antekubiti sejajar dengan jantung.
 Saat pemeriksaan dilakukan, pasien tidak boleh berbicara, kaki/tungkai tidak boleh
disilangkan.
 Kembangkan manset hingga 30 mmHg lebih tinggi dari tekanan saat pulsasi arteri
radialis menghilang.
 Kurangi tekanan manset dengan kecepatan 2 mmHg setiap detakan jantung.
 Nilai sistolik  saat suara detak jelas terdengar pertama kali ( fase I Korotkof )
 Nilai Diastolik  saat suara detak tidak terdengar lagi ( fase V Korotkof )
 Lanjutkan auskultasi hingga 10 mmHg di bawah fase V Korotkof
 Bila suara detak fase V Korotkof masih terdengar hingga 0 mmHg, maka yang
dianggap nilai diastolic adalah “Muffling Sound“ ( fase IV Korotkof )
 Bandingkan dengan frekuensi detak jantung
 Pengukuran minimal dilakukan tiga kali pada posisi yang sama. Beri jarak minimal
satu menit tiap pengukuran dilakukan. Pengukuran pertama diabaikan, kemudian
diambil rata – rata dari dua pengukuran selanjutnya.
 Tekanan darah saat berdiri juga harus diukur setelah pasien berdiri dua menit,
demikian pula bila pasien memiliki keluhan hipotensi ortostatik.
 Tekanan darah saat duduk digunakan untuk menetapkan diagnosis dan tatalaksana
hipertensi.

11
Universitas Sumatera Utara
 Tekanan darah saat berdiri digunakan untuk hipotensi postural, yang bila terdeteksi
dapat merubah tatalaksana hipertensi yang dipilih.
 Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan pada minimal
satu kali kunjungan. Bila salah satu lengan secara konsisten menunjukkan tekanan
darah yang lebih tinggi, maka lengan tersebut sebaiknya digunakan sebagai patokan
untuk pengukuran maupun interpretasi tekanan darah.
Selain mengukur tekanan darah di klinik (office), pengukuran tekanan darah juga
dapat dilakukan di rumah (out office) baik dengan cara Home Blood Pressure
Measurement (HBPM) maupun Ambulatory Blood Pressure Measurement (ABPM).
Keuntungan utama dari pengukuran HBPM dan ABPM adalah pengukuran tekanan darah
dilakukan tidak dalam suasana medis seperti di klinik atau rumah sakit, sehingga suasana
menjadi lebih nyaman dan santi bagi pasien.16
Pemantauan tekanan darah ambulatoris ( ABPM ; Ambulatory Bood Pressure
Monitoring ) dapat berguna dalam dokumentasi “white coat hypertension” dan untuk
memverifikasi gejala hipotensi pada pasien – pasien yang mendapat terapi anti hipertensi.
Sebuah studi menemukan bahwa monitoring tekanan darah ambulatoris merupakan
prediktor yang lebih baik untuk risiko kardiovaskular bila dibandingkan pengukuran
tekanan darah secara konvensional pada populasi usia lanjut dengan Hipertensi Sistolik
Terisolasi (HST ). Pilihan untuk melakukan HBPM atau ABPM didasarkan pada
ketersediaan alat, biaya dan ksediaan pasien. Umumnya HBPM dilakukan pada pusat
layan primer, sedangkan ABPM dilakukan pada pusat layanan spesialis3, 16
Tabel 4. Definisi Hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah di klinik dan
pengukuran tekanan darah di rumah(di luar klinik )16

12
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Indikasi Klinis untuk HBPM dan ABPM16

Gejala Klinis
Kebanyakan penderita hipertensi pada usia lanjut tidak memiliki gejala
(asimtomatik ). Gejala yang biasanya dijumpai pada hipertensi antara lain : pusing,
palpitasi ( jantung berdebar-debar), atau sakit kepala. Skit kepala pada pagi hari terutama
didaerah oksipital merupakan karakteristik dari hipertensi Stadium II. Kerusakan target
organ seperti stroke, penyakit jantung kongestif, atau gagal ginjal mungkin merupakan
tanda awal. 8

Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit dan perjalanan penyakit pasien harus diarahkan sesuai dengan
kemungkinan dari penyebab hipertensi sekunder, bisa berupa penambahan berat badan,
poliuria, polidipsi, kelemahan otot, riwayat sakit kepala sebelumnya, palpitasi,
diaphoresis ( keringat berlebihan ), kehilangan berat badan, ansietas, dan riwayat tidur
( misalnya : tidur lebih banyak pada siang hari, mengorok yang kuat, nyeri kepala pada
waktu dini hari ). 8

13
Universitas Sumatera Utara
Gejala dan tanda yang dicurigai sebagai kelainan pada organ target antara lain :
nyeri kepala, kelemahan ataupun kebutaan sementara, klaudikasio, nyeri dada, dan sesak
nafas. Penyakit komorbid seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, gagal
jantung, penyakit obstruksi paru menahun (PPOM), gout, dan disfungsi seksual
merupakan temuan penting, karena akan dihubungkan dengan stratifikasi faktor risiko
koroner dan pilihan terapi inisial (awal). 8
Riwayat pemakaian obat –obatan, termasuk pemakaian obat anti hipertensi
sebelumnya, obat bebas yang digunakan seperti NSAIDs dan obat flu, dan obat jenis
herbal perlu ditanyakan. Kebiasaan sehari – hari dan gaya hidup selama ini termasuk
kebiasaan merokok, minum alkohol, penggunaan obat-obatan ( narkotika), latihan fisik
yang teratur, dan derajat aktivitas fisik sehari-hari harus dinilai. Riwayat diet makanan
tertentu seperti diet tinggi garam ( yang bisa menaikkan tekanan darah ), konsumsi lemak
( meningkatkan risiko kardiovaskular), dan konsumsi alkohol ( yang bila dikonsumsi
dalam jumlah berlebihan bisa memicu kenaikan tekanan darah ) sangat penting untuk
ditanyakan kepada pasien maupun keluarga pasien saat dilakukan anamnesis. 8

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengkonfirmasi hipertensi dan untuk
mengidentifikasi kemungkinan penyebab dari hipertensi sekunder. Hasil pemeriksaan
fisik diarahkan kepada kelainan organ target seperti perubahan vaskular optalmologis
pada funduskopi, bruit pada karotis, pelebaran vena di leher, suara bunyi jantung ketiga
dan keempat, ronkhi basah paru, dan melemahnya pulsasi arteri perifer). Pemeriksaan
fungsi kognitif ( seperti Mini Mental State Examination (MMSE), Montreal Cognitive
Assessment, atau St. Louis University Mental Status Examination ) sangat membantu
dalam mendeteksi adanya gangguan fungsi kognitif pada pasien usia lanjut dengan
hipertensi. Penyebab hipertensi sekunder termasuk didalamnya bruit renalis ( stenosis
arteri renalis ); moon face, buffalo hump, dan abdominal striae ( pada sindroma cushing );
tremor, hiperrefleksia, dan takikardi ( pada thyrotoksikosis ) harus di periksa secaa
seksama. 2,3,8

14
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya faktor
risiko tambahan, mecari kemungkinan hipertensi sekunder dan kerusakan target organ.
Pemeriksaan darah rutin lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, asam urat, elektrolit, panel
metabolik, profil lipid, kadar gula darah puasa, tes fungsi tiroid ( thyroid stimulating
hormone ; TSH), urinalisia, EKG dan foto thoraks PA. 8

VI. DIAGNOSA BANDING


Pada umumnya pasien usia lanjut dengan hipertensi mengalami hipertensi primer
atau hipertensi esensial. Hipertensi sekunder merujuk kepada hipertensi yang
penyebabnya dapat diketahui dengan jelas ( teridentifikasi) dan bisa diobati. Hipertensi
renovaskular yang disebabkan oleh stenosis arteri renalis merupakan penyebab tersering
hipertensi sekunder yang bisa diobati pada pasien usia lanjut. Penyebab lainnya seperti
obstructive sleep apnoe (OSA), primary aldosteronism dan penyakit gangguan tiroid
harus dipertimbangkan pada kasus dimana tekanan darah tetap diatas target optimal
meskipun telah mendapatkan terapi dengan menggunakan tiga jenis rejimen obat anti
hipertensi dengan dosis maksimal, dan dimana anamnesis dan pemeriksaan fisik
mengarah kepada kelainan tersebut diatas. 2,3,8
Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan faktor risiko independen dan kuat
untuk progresivitas dan terjadinya hipertensi, terutama hipertensi yang resisten terhadap
pengobatan dan komplikasi ginjal dan kardiovaskular. Overload cairan dan pergantian
/perpindahan cairan, meningkatnya aktivasi saraf simpatis, stress oksidatif, inflamasi, dan
pelepasan substansi vaso aktif pada saat terjadinya hipoksemia intermiten, bisa
berkontribusi terhadap meningkatnya tekanan darah pada pasien yang mengalami
obstructive sleep apne (OSA). 2,3,8
Penggunaan obat – obatan anti inflamasi seperti NSAIDs dapat memicu terjadinya
hipertensi. Selain itu obat –obatan seperti cyclooxygenase-2 inhibitor, gluco corticoid,
erythropoietin analog, disease modifying anti rheumatic drug (DMARD) ( misalnya :
leflunomide), immunesuppressan ( seperti : cyclosoprin dan tacrolimus), dan obat anti
depresan ( seperti : venlaxapine dosis tinggi ) bisa meningkatkan tekanan darah. Narkoba

15
Universitas Sumatera Utara
jenis cocain, ecstasy, nikotin dan stimulansia ( seperti methyl phenidate ) penggunaan dan
reaksi putus obatnya juga dapat dihubungkan dengan hipertensi. 2,3,8
Pheochromacytoma adalah tumor yang jarang ditemui, dan bertanggungjawab
terhadap 0,5 % kasus hipertensi sekunder yang biasanya ditemui pada usia pertengahan
antara 30 – 60 tahun. Tumor intra kranial pada daerah yang dekat dengan nervus
glossopharyngeal bisa menyebabkan kegagaan system baroreseptor, yang bisa
menyebakan hipertensi yang labil (peningkatan tekaan darah secara mendadak , yang
berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam, takikardi dan sakit kepala ) atau
takikardi orthostatik (peningkatan detak jantung ( heart rate ; HR) >30 kali per menit dari
posisi terlentang ke posisi bangkit berdiri). 2,3,6, 8

VII. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar pasien usia lanjut yang didiagnosis hipertensi pada akhirnya
menjalani terapi menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi secara
farmakologi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda, karena adanya perubahan
– perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia
lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu eliminasi obat menjadi
lebih panjang, terjadi penurunan fungsi dan respon dari organ, adanya berbagai penyakit
penyerta lainnya (komorbiditas), adanya obat-obatan untuk penyakit penyerta yang
sementara dikonsumsi harus diperhitungkan dalam pemberian obat antihipertensi.
Perubahan sistem biologis pada usia lanjut akan mempengaruhi proses interaksi molekul
obat yang pada akhirnya mempengaruhi manfaat klinik dan keamanan farmakoterapi.
Frekuensi terjadinya efek samping pada kelompok usia lanjut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Selain itu pasien usia lanjut merupakan
salah satu pasien yang rentan terhadap interaksi obat. 1

16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3 . Algoritme Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut16

Target pengobatan hipertensi pada usia lanjut


Tujuan umum penatalaksanaan hipertensi adalah untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas dengan diagnosa dini pengobatan dengan prinsip least-invasive
dan metode yang paling cost-effecive. 8
The National Institute for Health and Clinical Excellence ( NICE )
merekomendasikan target penurunan tekanan darah < 140/90 mmHg pada kelompok usia
< 80 tahun, dan pada kelompok usia > 80 tahun target penurunn tekanan darah < 150/90
mmHg. The American Collage of Cardiology Foundation and American Heart

17
Universitas Sumatera Utara
Association ( ACCF/AHA) 2011 merekomendasikan pencapai target tekanan darah
sistolik (TDS) 140-145 mmHg. The Seventh Joint National Commitee (JNC-7)
merekomendasikan target penurunan tekanan darah pada penderita DM dan Hipertensi <
130/80 mmHg tanpa memandang usia, namun target ini dinilai terlalu agresif pada
kebanyakan penderita usia lanjut. 8 Menurut The Eight Joint National Commitee (JNC
8) for Management of High Blood Pressure in Adults tahun 2014, merekomendasikan
pada kelompok usia ≥60 tahun mulai pengobatan dengan anti hipertensi bila tekanan
darah ≥150/90 mmHg dan target penurunan tekanan darah <150/90 mmHg ( Level of
Evidence – Grade A ). 10
Penelitian ACCORD-BP ( rentang usia : 40-79 tahun) gagal membuktikan bahwa
penurunan resiko kejadian kardio vaskular baik fatal dan non fatal dengan penurunan
tekanan darah sistolik ( TDS) < 120 mmHg , bila dibandingkan dengan target tekanan
darah sistolik (TDS) < 140 mmHg pada kelompok usia lanjut dengan diabetes mellitus
yang memiliki resiko tinggi untuk kejadian kardiovaskular. Hal ini ditunjang dengan
penelitian INVEST diabetes sub group analysis, yang dilakukan pada kelompok usia
lanjut dengan rerata usia 66 tahun. 8,11,12
Penelitian AASK ( pada kelompok usia 18-70 tahun) membuktikan bahwa
penurunan Mean Arterial Pressure ( MAP) mencapai < 92 mmHg tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan ( nyata) terhadap semua penyebab kematian,kematian karena
serangan kardiovaskular, jika dibandingkan dengan target penurunan MAP yang biasa
yaitu antara 102 – 107 mmHg pada populasi Afrika – Amerika yang menderita Penyakit
Ginjal Kronis ( PGK ). 8
Penelitian HYVET ( Hypertension in the Very Elderly Trial ), pada kelompok
usia diatas 80 tahun dengan target penurunan tekanan darah < 150/80 mmHg
menunjukkan penurunan insidensi serangan stroke, namun terjadi peningkatan angka
kematian terutama disebabkan karena kejadian kardio vaskular bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang menggunakan plasebo. 8,9
Tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dapat meningkatkan risiko komplikasi
dan kematian akibat kelainan kardiovaskular. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa
penurunan tekanan darah yang dicapai secara bertahap dan tekanan darah diastolik (TDD)

18
Universitas Sumatera Utara
tidak boleh terlalu rendah karena dapat mengurangi perfusi jaringan. Kontrol tekanan
darah yang baik dapat mencegah demensia pada usia lanjut. 2,3
Pengelolaan hipertensi pada usia lanjut
Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya. Walaupun
risiko terjadinya komplikasi lebih besar. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi kardiovaskular. Hal ini sesuai
dengan hasil dari penelitian besar yang telah dilakukan pada hipertensi Sistolik dan
diastolik menghasilkan penurunan risiko yang sama. Dari banyak obat anti hipertensi
yang ada, tidak semuanya mempunyai efek dan derajat keamanan yang baik pada usia
lanjut. Disebut aman karena tidak meyebabkan komplikasi atau yang lebih penting adalah
tidak mengganggu kualitas hidup pasien. 2,3,13
Penatalaksanaan hipertensi stadium satu tanpa compelling indication dimulai
dengan perubahan / modifikasi gaya hidup yang dilakukan selama tiga bulan. Bila
tekanan darah tidak terkontrol dengan terapi ini maka dilanjutkan dengan terapi
farmakologi. Pada stadium satu dimulai dengan monoterapi obat antihipertensi tetapi
pada stadium duadianjurkan langsung menggunakan dua obat dengan alasan agar tekanan
darah dapat terkendali dengan lebih cepat. Dengan menggunakan kombinasi obat maka
pengendalian tekanan darah menggunakan dua jalur patofisiologi sehingga tekanan darah
lebih terkendali. Juga terdapat efek sinergi dari dua golongan obat yang menguntungkan
dalam pengendalian tekanan darah tinggi.17
Prinsip pengobatan hipertensi pada usia lanjut adalah selalu mulai dengan dosis
rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapa target, “start low and go slow”. Berbagai
kelas obat telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada usia lanjut, baik secara
tunggal maupun yang lebih sering dalam bentuk kombinasi. Diuretik, penyekat beta (β-
blocker), Calcium Channel Blocker (CCB ), Angiotensin Converting Enzyme –
Inhibitor (ACE-Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB), dan yang terakhir
adalah golongan Direct Renin Inhibitor (DRI) semua telah terbukti dapat menurunkan
tekanan darah dan mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada pasien hipertensi.
Selain pemberian obat anti hipertensi, juga dilakukan modifikasi gaya hidup,
berhenti merokok, pengelolaan diabetes, kadar lipid darah, pemberian obat anti agregasi
trombosit, latihan aktivitas fisik, dan pada obesitas mengurangi berat badan .

19
Universitas Sumatera Utara
Pada proses menua dan komplikasi kardiovaskular, umumnya sudah terjadi
penurunan kesehatan, fungsi kognitif, kemampuan aktivitas fisisk, dan seksual. Oleh
karena itu pemilihan obat dan target pengobatannya hendaknya selalu memperhatikan
aspek kualitas hidup Pasien. 2,3,6,8,10
Tabel 6 . Strategi penatalaksanaan hipertensi pada usia lanjut 16
Reccomendation Class Level
In elderly hypertensives with SBP ≥160 mmHg there is solid evidence to I A
recommend reducing SBP to between 150 and 140 mmHg.
In fit elderly patients <80 years old antihypertensive treatment may be IIB C
onsidered at SBP values ≥140 mmHg with a target SBP <140 mmHg if
treatment is well tolerated.
In individuals older than 80 years with an initial SBP ≥160 mmHg it is I B
recommended to reduce SBP to between 150 and 140 mmHg, provided they
are in good physical and mental conditions.
In frail elderly patients, it is recommended to leave decisions on I C
antihypertensive therapy to the treating physician, and based on monitoring
of the clinical effects of treatment.
Continuation of well-tolerated antihypertensive treatment should be IIA C
considered when a treated individual becomes octogenarian.
All hypertensive agents are recommended and can be used in the elderly, I A
although diuretics and calcium antagonists may be preferred in isolated
systolic hypertension.

Pengobatan Non Farmakologik


Modifikasi gaya hidup selalu dianjurkan sebagaimana penanganan hipertensi pada
umumnya. Bahkan pada sebagian pasien hipertensi ringan dengan cara ini dapat tanpa
obat. Tindakan penghentian merokok, pengendalian berat badan, mengurangi stres mental,
pembatasan konsumsi garam, alkohol, meningkatkan aktivitas fisik kesemuanya dapat
mengurangi tekanan darah dan juga penggunaan dosis obat anti hipertensi. 2,3,8
Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan untuk menurunkan
tekanan darah pada penderita usia lanjut, antara lain : 2,3,8,10,13
1. Diet rendah garam
Panduan dari kanada (CHEP 2011) menganjurkan asupan Na dalam
makanan untuk usia dewasa < 50 tahun: 1500 mg, usia 51-70 tahun: 1300 mg dan
usia > 70 tahun: 1200 mg. Rekomendasi ini lebih kecil dibandingkan anjuran
JNC-7, tahun 2004 yaitu sebesar 2400 mg natrium (Na ) atau 6 gram garam dapur.
Menurut USDA merekomendasikan konsumsi Natrium pada kelompok usia ≤ 50

20
Universitas Sumatera Utara
tahun adalah sebesar 2.300 mg atau 6 gram garam dapur, dan pada kelompok usia
> 51 tahun dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular
konsumsi natrium yang dianjurkan adalah < 1.500 gram per harinya. Namun
pembatasan diet rendah garam pada kelompok usia tua yang rapuh (frailty) bisa
menyebabkan atau bahkan memperburuk anoreksia, malnutrisi, sarkopenia dan
hipotensi ortostatik.
Bukti terkuat yang mendukung untuk melakukan diet rendah garam
( natrium ) pada kelompok usia lanjut dengan hipertensi adalah penelitian TONE,
yang menyatakan bahwa dijumpai manfaat klinis untuk menurunkan konsumsi
natrium menjadi berkiasar 2.300 mg pada kelompok usia > 70 tahun. 8,14
2. Perencanan Menu makanan yang baik
Menu diet menurut The Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH) menganjurkan diet yang mengandung biji-bijian, ikan, daging unggas,
dan kacang – kacangan karena kaya akan kalium, magnesium, kalsium, protein
dan serat, serta menghindari konsumsi daging merah, makanan yang manis dan
yang mengandung gula tambahan, dan minuman yang mengandung gula. Diet
menurut The DASH telah terbukti mampu menurunkan tekanan darah pada
penelitian jangka pendek ( selama lebih dari 8 minggu pengamatan ) pada
kelompok usia dewasa pertengahan, namun masih kekurangan data pada
pemantauan jangka panjang pada kelompok usia yang lebih tua. 8
3. Berhenti mengkonsumsi alkohol
Peminum alkohol berat ( > 300 mL/minggu atau 34 gr alkohol/hari)
terbukti secara independen, signifikan, dan kuat berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah, dan dapat juga dihubungkan dengan peningkatan risiko kejadian
kardiovaskular, stroke dan semua penyebab kematian lainnya bila dibandingkan
dengan kelompok yang bukan pecandu alkohol ( occasional drinking).
4. Latihan fisik teratur
Melakukan aktivitas fisik yang bersifat aerobik selama 30 – 45 menit selama 4
hari atau lebih dalam seminggu dianggap bermanfaat untuk usia lanjut dengan
hipertensi.

21
Universitas Sumatera Utara
5. Menurunkan berat badan
Kelompok dengan usia lanjut disebut obesitas bila indeks massa tubuh > 30 kg/m2.
Penelian TONE membuktikan bahwa terjadi penurunan tekanan darah dengan
penurunan berat badan baik dengan latihan fisik maupun dengan pembatasan diet.
Namun berdasarkan pengamatan selama 12 tahun terhadap angka kematian, data
dari penelitian TONE gagal membuktikan keuntungan dari segi angka mortalitas
antara kelompok usia lanjut yang menjalani proses penurunan berat badan bila
dibandingkan dengan kelompok usia lanjut yang tidak mengalami intervensi
untuk penurunan berat badan. Data populasi pada kelompok usia lanjut
menyebutkan bahwa pada orang yang mengalami malnutrisi ( under weight)
memiliki resiko yang sama untuk mengalami disabilitas fisik dibandingkan
dengan kelompok usia lanjut yang mengalami kelebihan berat badan
( overweight).
6. Berhenti merokok
Kelompok usia lanjut harus didorong untuk berhenti merokok, hal ini bisa
dilakukan dengan bantuan nikotin patch, nikotin gum, maupun dengan obat –
obatan seperti bupropion dan varenicline namun dengan pengawasan yang ketat
terhadap efek samping yang mungkin terjadi seperti kejang, skizofrenia, psikosis,
gangguan mood, ansietas, skin rash, gangguan kardiovaskular dan gangguan
pencernaan seperti mual dan muntah.
7. Menghindari polifarmasi
Menghindari penggunaan obat – obatan lainnya secara bersamaan yang berpotensi
untuk menaikkan tekanan darah seperti golongan NSAIDs, sebaiknya dihentikan
atau dipertimbangkan pemakaiannya dan dengan membandingkan antara manfaat
yang didapat dengan kerugian yang diperoleh terhadap pasien.
8. Mengkonsumsi “dark chocolate”
Dark Chocolate yang kaya akan kandungan “polyphenol” telah terbukti mampu
menurunkan tekanan darah pada berbagai penelitian. Namun belum tersedia data
klinis yang menunjukkan manfaat penurunan terhadap risiko stroke dan serangan
jantung.

22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7 . Modifikasi Gaya Hidup pada Penatalaksaan Hipertensi pada Usia Lanjut 15

Pengobatan Inisial pada Hipertensi tanpa komplikasi


Konsensus penatalaksanaan hipertensi pada usia lanjut membagi pengobatan
inisial menjadi hipertensi tanpa komplikasi dan hipertensi dengan komplikasi.
Berdasarkan hasil meta analisis terakhir, rekomendasi terapi inisasi pada usia lanjut yang
tanpa komplikasi adalah golongan diuretik thiazid, Calcium Channel Blocker (CCB ),
Angiotensin Converting Enzyme – Inhibitor (ACE-Inhibitor), Angiotensin Reseptor
Blocker (ARB), penyekat beta (β-blocker). 2,3,8
Rekomendasi dari Kanada (Canadian Hypertension Education Program ; CHEP)
tidak menganjurkan pemakaian penghambat receptor beta (β-blocker) mengingat
banyaknya kasus penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) pada usia lanjut.
Kebanyakan usia lanjut memerlukan dua obat anti hipertensi atau lebih untuk mencapai
target tekanan darah yang diinginkan. Rekomendasi JNC-7, European Society of
Hypertension dan lain- lain, pengobatan dimulai dengan menggunakan dua obat anti
hipertensi apabila tekanan darah sudah melebihi 20/10 mmHg dari target tekanan
darah.2,3,8 Sebelum menambahkan obat antihipertensi yang baru, kemungkinan alasan
tidak adekuatnya pengobatan anti hipertensi sebelumnya harus di evaluasi, termasuk
didalamnya kepatuhan, kelebihan cairan, interaksi obat ( penggunaan OAINs, kafein, anti
depresan, nasal dekongestan yang mengandung simpatomimetik ) dan situasi yang
berhubungan dengan kondisi seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol yang berlebih,

23
Universitas Sumatera Utara
resistensi insulin, dan pseudoresistensi. Pseudoresistensi adalah suatu respon yang
inadekuat terhadap terapi antihipertensi yang disebabkan oleh pengukuran tekanan darah
di klinik adalah positif palsu atau tekanan darahnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan
pengukuran tekanan darah diluar klinik seperti HBPM maupun ABPM. 15,16,17

Pengobatan Inisial Pada Hipertensi dengan Komplikasi


Konsensus yang terakhir menganjurkan pemilihan obat pada pasien usia lanjut
dengan komplikasi, sesuai dengan hasil uji klinik obat pada indikasi atau komplikasi
tertentu, yang didapat dari penelitian jangka panjang atau meta analisis. Pada panduan
JNC -7, indikasi ini disebut sebagai “Compelling indication”.

Tabel 8 . Indikasi Compelling untuk pengobatan Hipertensi pada usia lanjut.


KOMPLIKASI PENYAKIT PILIHAN OBAT ANTI HIPERTENSI
Gagal Jantung Tiazid, BB, ACE-I, ARB, CCB, Antagonist Aldosterone
Pasca Infark Jantung BB, ACE-I, Antagonist Aldosterone, ARB
Penyakit jantung Iskemik, atau
Tiazid, BB, ACE-I,CCB
Risiko tinggi penyakit kardiovaskular
Angina Pektoris BB, CCB
Aneurisma Aorta BB, ARB, ACE-I, CCB, Tiazid, BB
DM ACE-I, ARB, CCB, Tiazid, BB
Penyakit Ginjal Kronik ACE-I, ARB, CCB, Tiazid, BB
Pencegahan Stroke Berulang Tiazid, ACE-I, ARB, CCB
Dikutip dari Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam, Edisi VI tahun 20142

 Kombinasi yang
dianjurkan
 Kombinasi yang
bermanfaat ( dengan sedikit
pembatasan )
 Masih memungkin-
kan namun sedikit penelitian
tentang penggunaannya
 Kombinasi yang tidak
direkomendasikan

Gambar 4 . Kombinasi penggunaan obat anti hipertensi

24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 9 . Efek Samping Pengobatan Antihipertensi pada Usia Lanjut16

Berikut ini adalah golongan obat anti hipertensi yang bisa digunakan pada pasien usia
lanjut:2,3,6,8,10,13,15,16
a. Diuretik
Diuretik yang sering dipakai pada usia lanjut terutama golongan tiazid, antagonis
aldosteron. Diuretik loop suatu diuretik yang sangat kuat diberikan apabila ada
gagal jantung atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Golongan diuretik non-tiazid
seperti indapamid adalah turunan dari sulfonamid, dapat mengurangi morbiditas
kardiovaskular atau stroke pada usia > 80 tahun. Efek samping yang perlu
diperhatikan adalah kenaikan kadar gula darah.
b. Calcium Channel Blocker ( CCB)
Obat golongan Antagonis kalsium atau Calcium Channel Blocker (CCB) telah
terbukti keamanan dan efikasinya pada pengobatan hipertensi pada usia lanjut.

25
Universitas Sumatera Utara
CCB dianjurkan terutama apabila terdapat penyakit komorbid kardiovaskular.
Obat yang diberikan adalah yang memilki waktu kerja yang panjang. Penelitian
ACCOMPLISH menunjukkan bahwa penggunaan amlodipin (CCB golongan
dyhidropiridine) lebih efektif dibandingkan dengan tiazid dalam menurunkan
kejadian kardiovaskular pada pasien dengan risiko tinggi, termasuk diabetes dan
merupakan pilihan alternatif yang baik untuk pengobatan hipertensi dengan
diabetes. CCB golongan non dihydropyridine seperti diltiazem dan verapamil
tidak memilki efek inotropik maupun kronotropik terhadap fungsi sistolik
ventrikel kiri jantung bila dibandingkan dengan CCB golongan dihydropyridine
seperti amlodipin atau felodipin. Verapamil dan Diltiazem dapat digunakan
sebagai terapi tambahan pada pasien hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal
( renal pharenchymal disease) dan hipertensi yang resisten, namun sebaiknya
dihindari penggunaannya pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.
c. Angiotensin Converting Enzyme – Inhibitor & Receptor Blocker
Angiotensin Converting Enzyme – Inhibitor (ACE-Inhibitor) dan Angiotensin
Receptor Blocker ( ARB ) adalah obat yang bekerja dengan menghambat sistem
renin – angiotensin. Obat ini telah terbukti mempunyai efek diluar efek penurunan
tekanan darahnya. Pada hipertensi dengan risiko kardiovaskular yang tinggi, obat
– obatan golongan ini mampu memperbaiki atau menghambat kelainan organ
target yang terjadi. Penelitian LIFE menunjukkan penurunan angka mortalitas
kardiovaskular dan insidensi stroke pada penderita hipertensi sistolik terisolasi
(HST) dengan pemberian losartan (ARB) dibandingkan dengan atenolol ( Beta
blocker). Dikarenakan memiliki efek renoprotektif dari obat golongan ACE-
Inhibitor dan ARB pada penderita DM tipe 2, maka pedoman penatalaksanaan /
guideline anti hipertensi terbaru menyarankan penggunaan salah satu dari obat ini
sebagai terapi inisial pada hipertensi usia lanjut dengan diabetes mellitus. Efek
samping golongan ACE-Inhibitor yang sering terjadi adalah batuk kering yang
disebabkan oleh bradikinin, bila ini terjadi sebaiknya ACE-Inhibitor dihentikan
dan diganti dengan golongan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) seperti
valsartan ataupun losartan. JNC -8 melalui rekomendasi 9 tidak memperbolehkan
penggunaan ACE-Inhibitor dan ARB secara bersamaan pada satu paien.

26
Universitas Sumatera Utara
d. Direct Renin Inhibitor ( DRI )
Direct Renin Inhibitor ( DRI ) merupakan golongan obat anti hipertensi yang baru
dengan efektivitas serupa dengan ACE-Inhibitor ataupun ARB. Aliskiren adalah
satu-satunya obat dari golongan DRI yang tersedia ini dapat dikombinasikan
dengan obat lain seperti HCT, ramipril, dan amlodipin. Belum ada data yang
cukup pada pasien dengan eGFR kurang dari 30 ml/mnt.
e. Beta Blocker
Golongan Penyekat beta ( Beta Blocker ) seperti propranolol, bisoprolol, atenolol,
dan lain- lain tidak lagi dianjurkan sebagai terapi inisial pada pengobatan
hipertensi usia lanjut dikarenakan efek sampingnya yang besar terutama pada
saluran pernafasan, kecuali pada gagal jantung, penyakit jantung koroner, migrain
dan tremor senilis. Pada hipertensi obat golongan ini biasanya diberikan sebagai
kombinasi dengan diuretik.
f. Alfa Blocker
Golongan seletif alfa1 adrenergic antagonist seperti terazosin dan doxazosin
bermanfaat untuk pengobatan hipertensi yang disertai dengan benign prostatic
hypertrophy (BPH). Efek samping utama dari obat golongan alfa bloker ini adalah
hipotensi orthostatik, refleks takikardi dan sakit kepala. Penilitian ALLHAT
menunjukkan adanya efek samping berupa peningkatan risiko stroke, kejadian
kardio vaskular dan peningkatan risiko penyakit jantung kongestif dengan
penggunaan doxazozin bila dibandingkan dengan chlortalidone, hal ini
menunjukan bahwa penggunaan golongan alfa antagonis sebaiknya dihindari
sebagai penggunaan lini pertama obat anti hipertensi.
g. Aldosterone Antagonist
Golongan antagonis aldosteron seperti spironolakton biasanya digunakan pada
hipertensi yang resisten yang disebabkan oleh hiperaldosteronisme primer dan
obstructive sleep apnoe ( OSA).
h. Golongan anti hipertensi lainnnya
Golongan obat yang bekerja di sentral seperti klonidin, tidak dianjurkan dipakai
pada awal terapi mengingat efek sedasi, mengantuk, bradikardi, dan mulut kering.
Selain itu penggunaan obat ini pada usia lanjut dikhawatirkan dapat menyebabkan

27
Universitas Sumatera Utara
terjadinya hipertensi krisis karena penghentian obat secara mendadak (withdrawal
effect). Klonidin dapat diberikan dalam bentuk kombinasi dengan obat – obatan
lain untuk mencapai target tekanan darah yang optimal.

Penatalaksanaan Hipertensi Usia Lanjut pada Keadaan Khusus


Hipertensi dengan diabetes
Berdasarkan Pedoman JNC-8 pada kelompok usia ≥ 18 tahun dengan diabetes
mellitus, mulai pengobatan dengan anti hipertensi pada tekanan darah ≥ 140/90 mmHg,
dan target optimal penurunan tekanan darah pada adalah <140/90 mmHg ( Level of
Evidence E ; opini para ahli). Pada populasi umum yang tidak berkulit hitam, pilihan
terapi inisial obat anti hipertensi adalah golongan diuretic tiazid, antagonis kalsium
(CCB), ACE-Inhibitor dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) (Level of Evidence B).
Pada populasi berkulit hitam dengan diabetes mellitus pilihan utama obat antihipertensi
adalah diuretik golongan tiazid ataupun anti hipertensi golongan antagonis kalsium
( Calcium Channel Blocker ) ( Level of Evidence C). Hal ini sesuai dengan penelitian
ALLHAT yang menunjukkan bahwa penggunana diuretik tiazid terbukti lebih efektif
dalam menurunkan risiko serebrovaskular, kejadian kardiovaskular, maupun gagal
jantung dibandingkan dengan golongan ACE-Inhibitor pada populasi berkulit hitam.
Begitu juga dengan anti hipertensi golongan antagonis kalsium lebih superior bila
dibandingkan dengan golongan ACE-Inhibitor, namun tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna antara tiazid dengan CCB dalam hal manfaat kardiovaskular maupun
komplikasi klinis lainnya. Pilihan lain adalah penggunaan salah satu dari golongan ACE-
Inhibitor atau ARB. 8,10

Hipertensi dengan Penyakit Ginjal Kronik (PGK)


Berdasarkan Pedoman JNC-8 pada kelompok usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal
kronis (PGK), mulai pengobatan dengan anti hipertensi pada tekanan darah ≥ 140/90
mmHg, dan target optimal penurunan tekanan darah pada adalah <140/90 mmHg ( Level
of Evidence E ; opini para ahli). Pilihan obat anti hipertensi inisial untuk memperbaiki
fungsi ginjal adalah golongan ACE-Inhibitor dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB).
Hal ini berlaku untuk semua pasien Penyakit ginjal kronis (PGK ) dengan hipertensi

28
Universitas Sumatera Utara
tanpa memandang ras maupun penyakit diabetes.(Level of Evidence B). ACE-Inhibitor
maupun Angiotensin Receptor Blocker (ARB) direkomendasikan bila dijumpai adanya
proteinuria >300 mg/hari ataupun bersamaan dengan gagal jantung. Namun penelitian
AASK gagal untuk membuktikan adanya penurunan kejadian kardiovaskular dengan
penggunaan Beta Blocker dibandingkan dengan ACE-Inhibitor dibandingkan dengan
Antagonis kalsium (CCB) jenis amlodipine pada kelompok Afro-amerika yang menderita
hipertensi dengan penyakit ginjal kronis (PGK).8,10

Hipertensi dengan Gagal Jantung


Kelompok usia lanjut dengan hipertensi dan gagal jantung sistolik ( Systolic Heart
Failure;SHF) sebaiknya diobati dengan anti hipertensi golongan diuretik, Beta blocker,
ACE-Inhibitor dan antagonis aldosteron bila tidak dijumpai adanya hiperkalemia maupun
gangguan fungsi ginjal yang signifikan. Penderita hipertensi dengan disfungsi ventrikel
kiri yang asimtomatik ( asymptomatic left ventricle dysfunction ) sebaiknya
menggunakan golongan beta blocker dan ACE-Inhibitor. Gagal jantung diastolik sering
dijumpai pada pasien usia lanjut. Retensi cairan seharusnya diobati secara adekuat
dengan pemberian loop diretik, hipertensi harus terkontrol, dan penyakit komorbid
lainnya harus segera diatasi. 8,10

Hipertensi resisten
Disebut sebagai hipertensi resisten bila tekanan darah tidak dapat diturunkan
mencapai target dengan penggunaan tiga rejimen obat anti hipertensi sekaligus, termasuk
golongan diuretik (ditambah dengan ACE-Inhibitor, Antagonis Kalsium, Penyekat Beta
ataupun Angiotensin Reseptor Blocker) dan masing – masing dari ketiga obat tersebut
sudah mencapai ataupun mendekati dosis maksimum yang direkomendasikan. Pada
penderita hipertensi sitolik terisolasi ( HST) pada usia lanjut, dikatakan hipertensi resisten
bila dijumpai ketidakmampuan untuk menurunkan tekanan darah sistolik menjadi
dibawah 160 mmHg dengan menggunakan tiga rejimen obat anti hipertensi sekaligus. 8,10
Penyebab utama dari hipertensi resisten antara lain yaitu : ketidakpatuhan dalam
meminum obat yang diresepkan dan diet rendah garam, pemberian dosis obat yang terlalu
rendah, interaksi obat, pseudotolerance ( garam, retensi air), hipertensi sekunder, pseudo

29
Universitas Sumatera Utara
hipertension dan white coat/office hypertension. Pilihan obat anti hipertensi yang dapat
digunakan sebagai rejimen tambahan pada hipertensi resisten adalah golongan klonidin.
Penggunaan klonidin secara per oral ataupun transdermal patch maupun obat anti
hipertensi yang bekerja sebagai simpatolitik sentral lainnya dapat digunakan dengan dosis
rendah untuk mengurangi efek sedasi dan hipotensi ortostatik. Penggunaan minoxidil,
reserpine dan hydralazine sebaiknya digunakan secara hati-hati dikarenakan tingginya
efek samping yang ditimbulkannya terutama pada pasien usia lanjut. 8
Tabel 10. Dosis obat anti hipertensi ( JNC 8)10

Abbreviations: ACE,angiotensin-converting enzyme; RCT,randomized controlled trial.


aCurrent recommended evidence-based dose that balances efficacy and safety is 25-50 mg daily.

Tabel 11. Rekomendasi penatalaksanaan hipertensi menurut JNC 8 10


Recommendation 1
In the general population aged _60 years, initiate pharmacologic treatment to lower blood
pressure (BP) at systolic blood pressure (SBP)_150 mmHg or diastolic blood pressure
(DBP)_90mmHg and treat to a goal SBP <150 mm Hg and goal DBP <90 mm Hg. (Strong
Recommendation – Grade A)
Corollary Recommendation
In the general population aged ≥ 60years, if pharmacologic treatment for high BP results in lower
achieved SBP (eg, < 140mmHg) and treatment is well tolerated and without adverse effects on
health or quality of life, treatment does not need to be adjusted. (Expert Opinion – Grade E)

30
Universitas Sumatera Utara
Recommendation 2
In the general population < 60 years, initiate pharmacologic treatment to lower BP at DBP ≥ 90
mmHg and treat to a goal DBP ≥ 90mmHg. (For ages 30-59 years, Strong Recommendation –
Grade A; For ages 18-29 years, Expert Opinion – Grade E)

Recommendation 3
In the general population < 60 years, initiate pharmacologic treatment to lower BP at SBP ≥
140mmHg and treat to a goal SBP < 140mmHg. (Expert Opinion – Grade E)

Recommendation 4
In the population aged ≥ 18 years with chronic kidney disease (CKD), initiate pharmacologic
treatment to lower BP at SBP ≥ 140 mmHg or DBP ≥ 90 mmHg and treat to goal SBP < 140
mmHg and goal DBP < 90mmHg. (Expert Opinion – Grade E)

Recommendation 5
In the population aged ≥ 18years with diabetes, initiate pharmacologic treatment to lower BP at
SBP ≥ 140mmHgorDBP ≥ 90 mmHg and treat to a goal SBP <140 mmHg and goal DBP < 90
mmHg. (Expert Opinion – Grade E)

Recommendation 6
In the general non black population, including those with diabetes, initial antihypertensive
treatment should include a thiazide-type diuretic, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-
converting enzyme inhibitor (ACEI), or angiotensin receptor blocker (ARB). (Moderate
Recommendation – Grade B)

Recommendation 7
In the general black population, including thosewith diabetes, initial antihypertensive treatment
should include a thiazide-type diuretic or CCB. (For general black population: Moderate
Recommendation – Grade B; for black patients with diabetes: Weak Recommendation – Grade C)

Recommendation 8
In the population aged ≥18 years with CKD, initial (or add-on) antihypertensive treatment should
include an ACEI or ARB to improve kidney outcomes. This applies to all CKD patientswith
hypertension regardless of race nor diabetes status. (Moderate Recommendation – Grade B)

The main objective of hypertension treatment is to attain and maintain goal BP. If goal BP is
not reached within amonth of treatment, increase the dose of the initial drug or add a second drug
from one of the classes in recommendation 6 (thiazide-type diuretic, CCB,
ACEI, or ARB). The clinician should continue to assess BP and adjust the treatment regimen until
goal BP is reached. If goal BP cannot be reached with 2 drugs, add and titrate a third drug from
the list provided. Do not use an ACE Ihibitor and an ARB together in the same patient. If Goal
BP cannot reached using only the drugs in recommendation 6 because of contraindication or the
need to use more than 3 drugs to reach goal BP, anti Hypertensive drugs from other classes can be
used. Referral to a hypertension specialist may be indicated for patients in whom goal BP cannot
be attained using the above strategy or for the management of compicated patients for whom
additional clinical consultation is needed. (Expert Opinion – Grade E)

31
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Algoritme Panduan Penatalaksanaan Hipertensi 2014 menurut JNC-810

32
Universitas Sumatera Utara
Tabel 12 . Strategi dan dosis penggunaan obat anti hipertensi ( Dikutip dari JNC 8) 10

Tabel 13. Perbandingan target tekanan darah dan Saat memulai pengobatan anti hipertensi
pada orang dewasa ( Dikutip dari JNC 8) 10

33
Universitas Sumatera Utara
VIII. KESIMPULAN
Prevalensi hipertensi pada usia lanjut lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
yang usianya lebih muda. Sebagian besar hipertensi pada usia lanjut merupakan
hipertensi primer dan hipertensi sistolik terisolasi (HST). Diagnosis hipertensi sama
dengan diagnosis hipertensi lainnya yaitu berdasarkan pengukuran tekanan darah yang
benar dan sesuai guideline / pedoman dari WHO dan JNC VII. Mekanisme hipertensi
pada usia lanjut belum sepenuhnya diketahui, meningkatnya kekakuan arteri, disfungsi
endotel, disregulasi sistem saraf otonom, kerusakan mikrovaskular pada ginjal,
penurunan sensitivitas baro reseptor dan retensi terhadap natrium dipercaya sebagai
mekanisme terjadinya hipertensi pada usia lanjut. Penatalaksanaan hipertensi pada usia
lanjut pada prinsipnya tidak berbeda dengan hipertensi pada umumnya, yaitu terdiri dari
modifikasi gaya hidup dan bila diperlukan dapat dilanjutkan dengan pemberian obat-
obatan antihipertensi. Obat yang umum digunakan adalah golongan diuretik dan
antagonis kalsium dengan prinsip start low and go slow. Pengobatan terhadap hipertensi
pada usia lanjut mulai dilakukan bila TDS ≥ 150 mmHg dan TDD ≥ 90 mmHg, dan target
tekanan darah yang diingin dicapai pada penatalaksanaan hipertensi pada usia lanjut
sesuai dengan JNC 8 yaitu < 150/90 mmHg, dan bila disertai penyakit komorbid seperti
diabetes mellitus dan hipertensi menjadi lebih rendah yaitu < 140/90 mmHg.

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Ikawati, Z, Djumiani,S,Putu, ID. Kajian Keamanan Obat Anti-Hipertensi di
Poliklinik Usia Lanjut Instalasi Rawat jalan RS. DR. Sardjito. Majalah Ilmu
Kefarmasian. 2008;Vol.V No. 3,150-69.
2. Suhardjono, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Geriatri dan gerontology; Hipertensi
pada Usia Lanjut, Edisi ke-6, Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,
Cetakan pertama, 2014; Bab 40.519;3855-58.
3. Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia 2009 : Penatalaksanaan hipertensi
pada keadaan khusus: Hipertensi pada usia lanjut, Perhimpunan Hipertensi Indonesia
(Ina SH), Jakarta, 2009; 1-18.
4. Rigaud, AS, Forette, B, Hypertension in Older Adults. J. gerontol 2001; 56A: M217-5.
5. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Situasi dan
Analisis Lanjut Usia. Tersedia dari : http://www.depkes.go.id/resources/download
/pusdatin/infodatin/infodatin-asi.pdf

34
Universitas Sumatera Utara
6. Kaplan, NM, Rose, BD, Up to date: Treatment of Hypertension in the Elderly
patient, particularly isolated systolic hypertension, Tersedia di : http://www.
UpToDate/ contents/mobipreview.htm?18/21/18769
7. Chobanian, AV, George L.B, Henry R, et all: American Heart Association: The Seventh
Report of The Joint national Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure Downloaded from http://hyper.ahajournals.org/:
November 5, 2003.
8. Syed,Q, Barbara,M-R, Current Diagnosis & Treatment 2nd Edition: Geriatrics:
Hypertension, Mc. Graw Hill Education, North America: Internationaledition, 2014,
Chapter 30: 202-12.
9. Sarah J: The HYVET study: Answering the question of wther or not to treat
hypertension in the very elderly, Primay Care Cardiovascular Journal :Volume 1,
Issue 2, July 2008.
10. The American Academy of Family Physicians Practice Guideline: JNC 8 Guidelines
for The Management of Hypertension in Adults. Am. Fam Physician,
2014;90(7):503-04
11. Henry. N, Ginsberg : The ACCORD ( Action to Control Cardiovascular Risk in
Diabetes) Lipid Trial : What we learn from subgroup analyses,
care.diabetesjournals.org: Diabetes care, volume 34, Suplement 2, 2012:S107-8.
12. Giueseppe. M : American Heart Association: Effects of Intensive Blood Pressure
Control in The Management of patients With Type 2 Diabetes Mellitus in The Action
to Control Cardiovascular Risk in Diabetes ( ACCORD) Trial, Circulation,
2010;122:847-49. Downloaded from: http;//circ.ahajournals.org
13. Suhardjono, Naskah Lengkap The 11th Jakarta Nephrology and Hypertension Course
and Symposium on Hypertension: Hipertensi pada Usia Lanjut, PERNEFRI
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia), Jakarta-Indonesia: Edisi 1, Cetakan I, 2011;
113-16.
14. Lawrence.J, Appel, Mark.A, Espeland, et all :Effects of Reduced Sodium Intake on
Hypertension Control in Older Individuals : results From the Trial of
Nonpharmacologic Interventions in the Elderly (TONE):Arch Intern Med;161:685-
93 Tersedia dalam: http://archinte.jamanetwork.com
15. Willbert.S.A, Jerome.L.Fleg, Carl.J.P, et all: ACCF/AHA 2011 Expert Consensus
Document on Hypertension in the Elderly, Jornal of the American College of
Cardiology : Volume 57, No. 20. 2011, Tersedia dalam content.onlinejacc.org
16. Mancia.G, Fagard.R, Narkiewicz.K, Redon.J, Zanchetti.A, Bohm.M, et all : Practice
Guidelines for the management of arterial hypertension of the European Society of
Hypertension (ESH) and the European Society of Cardiology (ESC); Journal of
Hypertension ; Volume 31, Number 10, okteober 2013 Tersedia dalam
www.jhypertension.com
17. Ginova.N : Naskah Lengkap Penyakit Dalam PIT 2013: Terapi kombinasi anti
hipertensi, Interna Publishing, Jakarta, Oktober 2013: 109-11

35
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai