Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas hidup individu
atau masyarakat. Baik buruknya kualitas pendidikan menjadi faktor penentu baik
buruknya kualitas masyarakat. Disinilah, kiranya pendidikan (sudah saatnya)
diperankan sebagai “agen perubahan masyarakat” (agent of community development).
Pendidikan harus bertolak, berorientasi dan berbasis pada realitas kebutuhan
masyarakat sebenarnya (felt-needs). Adapaun implikasinya, orientasi, paradigma,
model atau prakik pendidikan tidak selamanya harus seragam mengikuti model
pendidikan yang seragam yang berorientasi dan menitikberatkan pada pemenuhan
kebutuhan yang sama. Mode penyeragaman pendidikan sangat tepat dikembangkan
pemerintah bagi komunitas pengguna pendidikan yang homogen atau berorientasi
pada kebutuhan peserta didik atau pengguna yang sama. Masalah yang dihadapi
adalah bagaimana menyelenggarakan pendidikan nasional yang fungsional untuk
mewujudkan manusia indonesia berkualitas. Permasalahan mendasar yang dihadapi
dunia pendidikan indonesia saat ini adalah kurang berfungsinya pendidikan naional
dalam meningkatkan sumber daya manusia indonesia untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan nasional yang berbasis sumber daya alam indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Meliputi Apa Sajakah Landasan Filosofis Pendidikan Itu
2. Apakah itu Realisme
3. Apakah itu Idealisme
4. Apakah itu Progresivisme
5. Apakah itu Esensialisme
6. Apakah itu Eksistensialisme
7. Apakah itu Perenialisme
8. Apakah itu Pragmatisme
9. Apakah itu Rekonstruksionisme
10. Apakah itu Filsafat Pendidikan Pancasila
C. Tujuan Penulisan
bertujuan untuk memperlancar proses pembelajaran agar sasaran dan ilmu
yang disampaikan dapat maksimal saat diterima masing-masing peserta didik.
Sehingga dapat dikatakan bahwa memahami kepribadian peserta dapat dianggap
modal atau langkah awal para pendidik sebelum kegiatan belajar mengajar
berlangsung. untuk mengembangkan individu sebagai individu, tetapi juga dalam
kaitannya dengan pola kehidupan masyarakat yang bervariasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Landasan Idealisme

Para filosof ini mengklaim bahwa realitas pada hakikatnya bersifat spiritual. Karena
manusia itu adalah makhluk yang berpikir, yang memiliki tujuan hidup, dan yang hidup
dalam aturan moral yang jelas. Menurut epistemologis, pengatuhan itu diperoleh dengan cara
mengingat kembali melalui intuisi, sedangkan aksiologi bahwa manusia itu diperintah
melalui nilai moral imperatif yang bersumber dari realitas yang absolut.

2. Landasan Realisme

Para filosof realisme, memandang bahwa dunia ini adalah materi yang hadir dengan
sendirinya, yang tertata dalam hubungan-hubungan di luar campur tangan manusia. Dan
mereka beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman dan penggunaan
akalnya, sedangkan tingkah laku manusianya diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang
rendah diatur oleh kebijaksanaan yang teruji.

3. Landasan Progressivisme

Aliran Progressivisme ini adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang
dengan pesat pada permulaan abad ke XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan
pendidikan yang didorong oleh terutama aliran naturalisme dan experimentalisme,
instrumentalisme, evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama
progressivisme sering disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi. Progressivisme dalam
pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian "the liberal road to cultural" yakni
liberal dimaksudkan sebagai fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka,
serta ingin mengetahuidan menyelidiki demi pengembangan pengalaman. Progressivisme
disebut sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya
adalah alam semesta ini (bukan kenyataan spiritual dari supernatural).

Naturalisme dapat menjadi materialisme karena memandang jiwa manusia dapat menurun
kedudukannya menjadi dan mempunyai hakikat seperti unsur-unsur materi. Dan
progressivisme identik dengan experimentalisme berarti aliran ini menyadari dan
memperaktekkan bahwa experiment (percobaan ilmiah) adalah alat utama untuk menguji
kebenaran suatu teori dan suatu ilmu pengetahuan. Disebut juga dengan instrumentalisme
karena aliran ini menganggap bahwa potensi intelegensi manusia (merupakan alat,
instrument) sebagai kekuatan utama untuk menghadapi dan memecahkan problem kehidupan
manusia. Dengan sebutan lain yakni environtalisme, karena aliran ini menganggap
lingkungan hidup sebagai medan tempat untuk berjuang menghadapi tantangan dalam hidup
baik lingkungan fislk maupun lingkungan sosial. Manusia diuji sejauh mana berinteraksi
dengan lingkungan, menghadapi realita dan perubahan. Sedangkan disebut sebajai aliran
pragmatisme dan dianggap aliran ini pelaksana terbesar dari progressivisme dan merupakan
petunjuk bahwa pelaksanaan pendidikan lebih maju dari sebelumnya. Dari pemikiran yang

2
demikian ini maka tidaklah heran kalau pendidikan progressivisme selalu menekankan akan
tumbuh dan berkembangnya pemikiran dan sikap mental, baik dalam pemecahan masalah
maupun kepercayaan kepada diri sendiri bagi peserta didik. Progres atau kemajuan
menimbulkan perubahan dan perubahan menghasilkan pembaharuan. Juga kemajuan adalah
di dalamnya mengandung nilai dapat mendorong untuk mencapai tujuan. Kemajuan nampak
kalau tujuan telah tercapai. Dan nilai dari suatu tujuan tertentu itu dapat menjadi alat jika
ingin dipakai untuk mencapai tujuan lain lagi. misalnya faedah kesehatan yang baik akan
mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.

4. Landasan Essensialisme

Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung
Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat
mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi
pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi
adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu,
yaitu zaman Renaisans.

Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama
adalah Johan Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui
indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah Johan Frieddrich
Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa
seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada penyesuaian dengan hukum
kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut sebagai
pengajaran.

Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun dan
menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat. Dari pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar landasan pendidikan adalah nilai-
nilai esensial yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan telah turun-temurun
dari zaman ke zaman.

Essentialisme merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Dan praktek-
praktek filsafat pendidikan Essentialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan
jika ia hanya mengambil posisi yang sepihak dari salah satu aliran yang ia sinthesakan itu. Ide
pokok idealisme berprinsip tentang semesta raya dan hakekat sesuatu. Ide pokok realisme
berprinsip realita itu ada jika independen terlepas daripada kesadaran jiwa manusia.

Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan


dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
Essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

3
Pada prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa potensial
yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorption (menyerap) apa yang berasal
dari luar. Yaitu dari warisan-warisan sosial yang disusun di dalam kurikulum tradisional, dan
guru berfungsi sebagai perantara.

5. Landasan Eksistensi

a. Pengetahuan

Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi,


suatu pandangan yang menggambarkan penampakan benda-benda dan peristiwa-peristiwa
sebagaimana benda-benda tersebut menampakan dirinya terhadap kesadaran manusia.
Pengetahuan manusia tergantung kepada pemahamannya tentang realitas, tergantung pada
interpretasi manusia terhadap realitas, pengetahuan yang diberikan di sekolah bukan sebagai
alat untuk memperoleh pekerjaan atau karir anak, melainkan untuk dapat dijadikan alat
perkembangan dan alat pemenuhan diri. Pelajaran di sekolah akan dijadikan alat untuk
merealisasikan diri, bukan merupakan suatu disiplin yang kaku dimana anak harus patuh dan
tunduk terhadap isi pelajaran tersebut. Biarkanlah pribadi anak berkembang untuk
menemukan kebenaran-kebenaran dalam kebenaran.

b. Nilai

Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan.


Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan merupakan
suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun
menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan-pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar.
Berbuat akan menghasilkan akibat, dimana seseorang harus menerima akibat-akibat tersebut
sebagai pilihannya. Kebebasan tidak pernah selesai, karena setiap akibat akan melahirkan
kebutuhan untuk pilihan berikutnya. Tindakan moral mungkin dilakukan untuk moral itu
sendiri, dan mungkin juga untuk suatu tujuan. Seseorang harus berkemampuan untuk
menciptakan tujuannya sendiri. Apabila seseorang mengambil tujuan kelompok atau
masyarakat, maka ia harus menjadikan tujuan-tujuan tersebut sebagai miliknya, sebagai
tujuan sendiri, yang harus ia capai dalam setiap situasi. Jadi, tujuan diperoleh dalam situasi.

c. Pendidikan

Eksistensialisme sebagai filsafat sangat menekankan individualitas dan pemenuhan


diri secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia
bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, Sikun
Pribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan erat sekali dengan
pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya pada masalah-masalah
yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungan anatar manusia, hakikat kepribadian, dan
kebebasan. Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah “keberadaan” manusia, sedangkan
pendidikan hanya dilakukan oleh manusia

d. Tujuan Pendidikan

4
Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu
mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap indivudu memiliki
kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam
menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum.

e. Kurikulum

Kaum eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu


berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suiatu tingkatan
kepekaaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”. Kurikulum ideal adalah
kurikulum yang memberikan para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan
mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian
mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Menurut pandangan
eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang
lainnya. Mata pelajaran merupakan materi dimana individu akan dapat menemukan dirinya
dan kesadaran akan dunianya. Mata pelajaran yang dapat memenuhi tuntutan di atas adalah
mata pelajaran IPA, sejarah, sastra, filsafat, dan seni. Bagi beberapa anak, pelajaran yang
dapat membantu untuk menemukan dirinya adalah IPA, namun bagi yang lainnya mungkin
saja bisa sejarah, filsafat, sastra, dan sebagainya. Dengan mata-mata pelajaran tersebut, siswa
akan berkenalan dengan pandangan dan wawasan para penulis dan pemikir termasyhur,
memahami hakikat manusia di dunia, memahami kebenaran dan kesalahan, kekuasaaan,
konflik, penderitaan, dan mati. Kesemuanya itu merupakan tema-tema yang akan melibatkan
siswa baik intelektual maupun emosional. Sebagai contoh kaum eksistensialisme melihat
sejarah sebagai suatu perjuangan manusia mencapai kebebasan. Siswa harus melibatkan
dirinya dalam periode apapun yang sedang ia pelajari dan menyatukan dirinya dalam
masalah-masalah kepribadian yang sedang dipelajarinya. Sejarah yang ia pelajari harus dapat
membangkitkan pikiran dan perasaannya serta menjadi bagian dari dirinya.

Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora


dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan
instrospeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. Pelajar harus didorong untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta
memperoleh pengetahuan yang diharapkan. Eksistensialisme menolak apa yang disebut
penonton teori. Oleh karena itu, sekolah harus mencoba membawa siswa ke dalam hidup
yang sebenarnya.

f. Proses Belajar Mengajar

Menurut Kneller (1971), konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat


diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakan percakapan
antara pribadi dengan pribadi, dimana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainnya.
Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan. Anak dipaksa menyerah
kepada kehendak guru, atau pada pengetahuan yang tidak fleksibel, dimana guru menjadi
penguasanya. Selanjutnya Buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya tidak boleh
disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan dengan instruktur maka ia hanya

5
akan merupakan perantara yang sederhana antara materi pelajaran dan siswa. Seandainya ia
hanya dianggap sebagai alat untuk mentransfer pengetahuan, dan siswa akan menjadi hasil
dari transfer tersebut. Pengetahuan akan menguasai manusia, sehingga manusia akan menjadi
alat dan produk dari pengetahuan tersebut.

Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan melainkan


ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog,
maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa harus menjadi bagian dari pengalaman
pribadi guru itu sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara
pribadi dengan pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang
diberikan kepada siswa yang tidak dikuasainya, melainkan merupakan suatu aspek yang telah
menjadi miliknya sendiri.

g. Peranan Guru

Menurut pemikiran eksistensialisme, kehidupan tidak bermakna apa-apa, dan alam


semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di dalamnya. Kendatipun
demikian dengan kebebasan yang kita miliki, masing-masing dari kita harus commit sendiri
pada penentuan makna bagi kehidupan kita. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Maxine
Greene (Parkay, 1998), seorang filosof pendidikan terkenal yang karyanya didasarkan pada
eksistensialisme “kita harus mengetahui kehidupan kita, menjelaskan situasi-situasi kita jika
kita memahami dunia dari sudut pendirian bersama”. Urusan manusia yang paling berharga
yang mungkin paling bermanfaat dalam mengangkat pencarian pribadi akan makna
merupakan proses edukatif. Sekalipun begitu, para guru harus memberikan kebebasan kepada
siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka
menemukan makna dari kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan dengan keyakinan
banyak orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh melakukan apa saja yang mereka suka.
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam suatu
dialog. Guru menyatakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain,
kemudian membimbing siswa untuk memilih alternatif-alternatif, sehingga siswa akan
melihat bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia melainkan dipilih oleh manusia. Lebih
dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam suatu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus
belajar keras seperti gurunya. Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa
dengan seksama sehingga siswa mampu berpikir relative dengan melalui pertanyaan-
pertanyaan. Dalam arti, guru tidak mengarahkan dan tidak member instruksi. Guru hadir
dalam kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata
pelajaran. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan eksistemsialisme. Siswa
memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang pelajaran. Sekolah merupakan suatu
forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-temannya, dan guru membantu
menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.

6. Landasan Perenialisme

Perenialisme berasal dan kata perenial yang diartikan sebagai continuing througbout the
whole year atau lasting for a very long time (abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada

6
akhir. Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-
norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi realita sosial budaya manusia,
seperti realita sepohon bunga yang terus menerus mekar dari musim ke musim, datang dan
pergi, berubah warna secara tetap sepanjang masa, dengan gejala yang terus ada dan sama.
Jika gejala dari musim ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah
merupakan benang dengan corak warna yang khas, dan terus menerus sama.

Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan


abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman
sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi
abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi
perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan
berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.

Filsafasat pendidikan Perenialisme adalah mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini
penuh dengan kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan
kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki keadaan ini dengan
kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat
pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai
ini sudah ada pada setiap budaya yang ada pada masyarakat).

Ciri Utama memandang Perenialisme bahwa keadaan sekarang adalah zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpang siuran,
berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengaman
lapangan moral,inteltual dan lingkungan sosial kultural yang lain,ibarat kapal yang akan
berlayar zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan yang jelas .

Perenialisme mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah


Uyoh,2004:23) :

1. Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato,
Aristoteles dan Santo Thomas Aquines.

2. Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan


nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.

3. Nilai bersifat tak berubah dan universal.

4. Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman
pertengahan (renaissance).

Kondisi dunia yang terganggu oleh budaya yang tak menentu yaang berada dalam
kebingungan dan kekacauan seperti diungkapkan diatas, maka dengan ini memerlukan usaha
serius untuk menyelamatkan manusia,dari kondisi yang mencekam dengan mencari dan
menemukan orientasi dan tujuan yang jelas,dan ini adalah tugas utama filsafat
pendidikan.perenialisme dalam hal ini mengambil jalan regresif dengan mengembalikan
7
arahnya seperti yang menjadi prinsip dasar perilaku yang dianut pada masa kuno dan dan
abad pertengahan.

Motif Perenialisme dengan mengambil jalan regresif bukanlah hanya nostaligia atau
rindu akan nilai nilai lama untuk diingat atau dipuja,melainkan berpendapat bahwa nilaai
tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembaangunan kebudayaan abad ke dua
puluh.prinsip prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu itu terkandung dalam sejarah.

Perenialisme memiliki dasar pemikiran yang melekat pada aliran klasik yang ditokohi
oleh plato,aristoteles,augustinus,dan aquinas,perenialisme dalaam konteks pendidikan
ditokohi oleh Robert maynard Hutchins,Mortimer J.Aadler,dan Sir Richard livingstone.

Prinsip mendasar perenialis kemudian dikembangkan pula oleh Sayyed Husein Nasr
seorang filsuf islam kontemporer yanh mengatakan bahwa manusia memiliki fitrah yang
sama yang berpangkal pada asal kejadiannya yang fitri yang memiliki konsekuensi logis pada
watak kesucian dan kebaikan.perenialisme dalam konteks Sayyed Husein Nasr terlihat
hendak mengembalikan kesadaran manusia akan hakikatnya yang fitri akan membuatnya
berwatak kesucian dan kebaikan.

Dalam perjalanan sejarahnya,perenialisme berkembang dalam dua sayap yang


berbeda yaitu golongan teologis yang ingin menegkkan supremasi ajaran agama dan dari
kelompok yang skuler yang berpegang teguh dengan ajaran filsafat Plato Dan Aristoteles.

7. Landasan Pragmatisme

Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang
mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya
adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.

Sedangkan menurut istilah adalah berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti
perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan
demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran itu menuruti
tindakan.

Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran
dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan
demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme
memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori
atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata
lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).

Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka
maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari

8
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan
pengertian pragmatisme.

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep
atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi
terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh
masyarakat yang kedua.

Kelebihan dan Kekurangan Landasan Pragmatisme

Kelebihan

Ø kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di


Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan
maupun teknologi.

Ø Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu
menyangsikan segala yang ada

Ø Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
“kepercayaan yang mapan”.

Kelemahan

Ø Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran
absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah,
dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung
pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam
semesta).

Ø Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang
nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme
menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis.

Ø Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa


memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.

8. Landasan Rekontruksionisme

Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930
yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil.

9
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir
didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.

Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori
melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi
lebih baik.karena itu pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang
demokratis.

Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresif hanya


memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat
sekarang ini.Dalam aliran rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan
memperbaharui kurikulum lama.

Progresivisme pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat


pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang studi.ini berkelanjutan pada
pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru harus menyadarkan sipendidik terhadap masalah-
masalah yang dihadapi manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki
kemampuan memecahkan masalah tersebut.

Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme merupakan suatu
aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern.

Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu


berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam, kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.

Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip
yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda
dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam
kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu,
aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus
yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar


sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan
seluruh lingkungannya.Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan
rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.[4]

Aliran rekonstuksionisme bercita-cita uutuk mewujudkan dan melaksanakan sinthesa


atau perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni

10
modern didalam suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-
bangsa sedunia.

Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu dunia baru, dengan kebudayaan


baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam control mayoritas umat manusia.Dengan kata
lain perkataan aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang menghendaki agar anak
didiknya dapat dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari
ilmu pengetahuaan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak didik akan tetap berada
dalam suasana aman dan bebas.

Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme bercita-cita untuk


mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau
subordinate dari kedaulatan dan otoritas internasional.

Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksionisme

Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan Harold Rugg
pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang
pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif
Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat
pragmatism. Meskipun mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya
dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of Educational Philosophy
(1950), Toward recunstucted Philosophy of Education (1956), dan Education of power
(1965)

9. Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa

Sangatlah wajar kalau Pancasila dikatakan sebagai filsafat hiup bangsa karena menurut
Muhammad Noor Syam (1983: 346), nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup
dan berkembang sejak awal peradabannya, yang meliputi:

1. Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana.

2. Kesadaran kekeluargaan, di mana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat
terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi.

3. Kesadaran musyaawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama.

4. Kesadaran gotong royong, tolong-menolong.

5. Kesadaran tenggang rasa, atau tepo seliro, sebagai semangat kekeluargaan dan
kebersamaan, hormat demi keutuhan, kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan.

Itulah yang termaktub dalam Pancasila deng , walaupun sifatnya masih merupakan
kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah beradab lamanya
mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah
hidup bangsa.
11
bangsa Indonesia telah menemukan filsafat Pancasila.

1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui
akal atau panca indra dan dari ide atau Tuhan. Berbeda dengan Pancasila, ia lahir tidak secara
mendadak, tetapi melalui proses panjang yang dimatangkan dengan perjuangan. Pancasila
digali dari bumi Indonesia yang merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa,
kepribadian bangsa, tujuan atau arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat
Indonesia (Widjaya, 1985:176-177). Dalam rangka pikiran seperti ini, maka cita-cita telah
merupakan ideologi (lihat Deliar Noer, 1983: 25).

2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kepribadian manusia adalah subjek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu
atas eksistensi diri, dunia, bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruang dan waktu “tidak
ada” apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Pancasila adalah ilmu yang diperoleh
melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan mempunyai ilmu moral, diharapkan
tidak ada lagi kekerasan dan kesewenang-wenangan manusia terhadap yang lainnya.

3) Sila Persatuan Indonesia

Proses terbangunnya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau
produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar denga faktor kondisi lingkungan yang
memadai akan membentuk pengetahuan.

4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan


Perwakilan

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai pemimpin di muka bumi ini untuk
memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin
dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan memang mempunyai
peranan yang besar, tetapi itu tidak menutup kemungkinan peran keluarga dan masyarakat
dalam membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Jadi, dalam hal ini diperlukan suatu ilmu
keguruan untuk mencapai guru yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas
mengeluarkan pendapat dengan melalui lembaga penidikan. Setiap ada permasalahan
diselesaikan dengan jalan musyawarah, agar mendapat kata mufakat.

5) Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta sebagai karya
budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia (IKIP Malang, 1983: 63).
Dalam arti luas, adil di atas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal
ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu informal, formal dan non formal. Dalam sistem
pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan yang mengejar Iptek dan Imtaq. Di
bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordidir dalam hal mengentaskan

12
kemiskinan, di mana hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila. Kita harus menghormati dan
menghargai hasil karya orang lain, hemat yang berarti pengeluaran sesuai dengan kebutuhan.

Pancasila syarat akan nilai.

1) Sila Ketuhanan yang Maha Esa

Percaya kepada Allah merupakan hal yang paling utama dalam ajaran Islam. Di setiap
kita mengucapkan kalimah Allah, baik itu dalam shalat, menikahkan orang, dikumandangkan
adzan, para dai mula-mula menyiarkan Islam dengan menanamkan keimanan. Pendidikan,
sejak tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi, diberikan pelajaran agama dan hal ini
merupakan sub-sistem pendidikan nasional.

2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dalam kehidupan umat Islam, setiap Muslim yang datang ke masjid untuk shalat
berjamaah berhak berdiri di depan dengan tidak membedakan keturunan, ras dan kedudukan.
Di mata Allah sama, kecuali ketakwaan seseorang. Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-
nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat Islam.

3) Sila Persatuan Indonesia

Islam mengajarkan supaya bersatu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan,


mengajarkan untuk taat kepada pemimpin. Memang Indonesia adalah negara Pancasila,
bukan negara yang berdasarkan satu agama. Meskipun demikian demikian, warga negara kita
tidak lepas dari pembinaan dan bimbingan kehidupan beragama untuk terwujudnya
kehidupan beragama yang rukun dan damai.

4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan


Perwakilan

Jauh sebelum Islam datang, di Indonesia sudah ada sikap gotong-royong di


musyawarah. Dengan datangnya Islam, sikap ini lebih diperkuat lagi dengan datangnya al-
Qur’an.

5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu
seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama di mana ilmu agama adalah sub-sistem dari
sistem pendidikan nasional.

13
BAB III

KESIMPULAN

Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas hidup individu atau
masyarakat. Baik buruknya kualitas pendidikan menjadi faktor penentu baik buruknya
kualitas masyarakat.

SARAN

Permasalahan mendasar yang dihadapi dunia pendidikan indonesia saat ini adalah
kurang berfungsinya pendidikan naional dalam meningkatkan sumber daya manusia
indonesia untuk memenuhi kebutuhan pembangunan nasional yang berbasis sumber daya
alam indonesia. Mode penyeragaman pendidikan sangat tepat dikembangkan pemerintah bagi
komunitas pengguna pendidikan yang homogen atau berorientasi pada kebutuhan peserta
didik atau pengguna yang sama.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://www.makalah.co.id/2016/10/makalah-filsafat-pendidikan-pancasila.html?m=1

https://penadarisma.wordpress.com/makalah/pragmatisme-dalam-aliran-filsafat/

http://sriastutiolivemon.blogspot.com/2015/10/makalah-filsafat-pendidikan-aliran.html?m=1

http://www.academia.edu/3857157/
MAKALAH_FILSAFAT_EKSISTENSIALISME_DALAM_PENDIDIKAN

https://tips-trik-cyberspace.blogspot.com/2017/04/makalah-aliran-filsafat-pendidikan.html?
m=1

http://adanfa.blogspot.com/2012/11/makalah-filsafat-pendidikan.html?m=1

https://van88.wordpress.com/aliran-filsafat-pendidikan-progresivisme/

http://anshar-mtk.blogspot.com/2013/07/filsafat-pendidikan-progresivisme.html?m=1

https://penadarisma.wordpress.com/makalah/pragmatisme-dalam-aliran-filsafat/

15

Anda mungkin juga menyukai