Makalah Studi Kemasyarakatan KLP 01
Makalah Studi Kemasyarakatan KLP 01
PENDAHULUAN
Heterogenitas bangsa Indonesia memang sudah tidak lagi menjadi hal baru dalam
nasional yang dimiliki. Walaupun dengan perbedaan itu, nilai-nilai yang terkandung
Budaya khas yang dimiliki oleh setiap negara seperti halnya Indonesia yang akan
menjadi topik dalam review kali ini sangat identik dengan apa yang namanya identitas jati
diri. Identitas jati diri itu kemudian menjadi tolak ukur penilaian kepribadian bangsa
Indonesia. Kepribadian sebagai hasil buah dari nilai dan budaya khas yang dimiliki
Salah satu budaya khas Indonesia adalah gotong royong. Konsep gotong royong
yang dinilai tinggi oleh bangsa Indonesia erat kaitannya dengan kehidupan rakyat Indonesia
yang bermata pencaharian sebagai petani dalam masyarakat agraris. Aktivitas gotong
royong merupakan pengerahan tenaga untuk suatu proyek pembangunan yang bermanfaat
bagi masyarakat umum. Konsep gotong-royong telah menjadi kunci budaya kontemporer
Indonesia yang menggambarkan masyarakat didalamnya dan segala sesuatu kebijakan yang
yang paling Indonesia, yaitu diantara semua nilai yang dianut warga negaranya. Sesuatu itu
berwujud pencarian tak berkesudahan akan sebuah perubahan sosial tanpa memutuskan
sama sekali dengan ikatan masa lampau (Abdurrahman 1981, 7). Konsep ini dapat
1
dijelaskan bahwa manusia-manusia Indonesia selalu bergerak dalam perubahan sosial
menurut perkembangan zaman. Pencarian itu seakan membuat bangsa ini lupa akan jati
dirinya, namun sebenarnya tanpa sadar mereka masih terikat dengan warisan sejarah masa
lalu. Menurut pendapat Abdurrahman Wahid lainnya, bahwa bangsa ini selalu mencari
suatu perubahan, tidak berarti bangsa tidak memiliki konsep mengenai nilai, budaya, dan
identitas nasional.
Abdurrahman Wahid juga memiliki pemikiran bahwa nilai budaya yang dimiliki
Indonesia adalah nilai budaya yang tidak berkesudahan. Pendapat ini jelas berbeda menurut
Mochtar Buchori, yang mengatakan bahwa nilai-nilai Indonesia itu ada (Buchori dan Lubis
1981, 38). Dalam dialognya Mochtar Buchori dan Moctar Lubis (1981), ia mengatakan nilai-
nilai Indonesia sedang dalam proses pembentukan, yakni yang diimplementasikan dalam
keaktifan dan kesadaran yang diperlukan bangsa Indonesia agar tidak terseret ke arah yang
tidak dikehendaki.
Proses pembentukan tersebut diartikan sebagai strategi menuju bentuk yang bisa
dinamakan Indonesia, dan dalam proses menuju pola kebudayaan yang terintegrasi tersebut,
bangsa Indonesia harus menggali kembali nilai-nilai yang benihnya ada dalam kebudayaan
etnis. Karena pada faktanya menurut Mochtar Lubis, dalam dua belas tahun terakhir ini,
erosi nilai-nilai etnis bangsa Indonesia semakin tampak. Erosi tersebut muncul dalam
industrialisasi dan terutama penerusan budaya bangsa Indonesia dirasakan telah terputus.
Ada budaya khas lainnya yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu negara dan ideologi
agama yang mengakar di lapisan masyarakat yang saling tumpang tindih sehingga sulit
untuk dibedakan. Negara Indonesia adalah salah satu negara dengan sifat pemerintahan
2
mengatakan bahwasannya Indonesia merupakan contoh yang hebat dari adanya kesesuaian
Islam (ideologi agama) dengan demokrasi. Walaupun rakyat Indonesia mayoritas beragama
Islam, tetapi para founding fathers berdasarkan keputusan bulat dengan lahirnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia bukan merupakan negara dengan pemerintahan yang bersifat
teokrasi.
Mereka menyetujui adanya nilai-nilai agama dan nilai-nilai patriotik, tetapi hal
tersebut dijadikan dasar pembentukan negara Indonesia. Selain itu pula, pada era reformasi
saat ini peluang berpartai politik semakin terbuka lebar, namun peran agama disini harus
hilang sebagai adanya sikap toleransi. Sekalipun agama memainkan peran penting dalam
nilai-nilai bermasyarakat tetapi arena politik harus sejalan dengan sebagai mana mestinya
Nilai dan budaya khas Indonesia tersebut seharusnya menjadi pegangan bangsa
Indonesia dalam tantangan selanjutnya yang akan dihadapi bangsa Indonesia di masa
mendatang. Karena menurut pandapat Mochtar Lubis, jika bangsa ini tidak berhasil
maka bangsa ini hanya akan menjadi ‘kacung’ bangsa lain (Lubis, 1981, 42). Sehingga
yang paling utama yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia yakni kekuatan bangsa
pernah pupus dan dapat diimplementasikan dalam penentuan kebiijakan strategis yang akan
Gotong royong adalah merupakan salah satu sistem kegiatan yang dilakukan oleh
manusia, gotong royong ini diketahui sebagai tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga
untuk mengisi kekurangan tenaga dalam masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas
produksi bercocok tanam di sawah, untuk itu seorang petani meminta dengan sopan santun
3
yang sudah tetap, beberapa orang lain sedesanya untuk membantunya. Semisalnya
mempersiapkan sawah untuk masa penanaman yang baru, memperbaiki saluran air dan
Gotong Royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa
Indonesia dari jaman dahulu kala hingga saat ini. Rasa kebersamaan ini muncul karena
adanya sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untuk meringankan beban
yang sedang dipikul. Hanya di Indonesia, kita bisa menemukan sikap gotong royong ini,
sebab di negara lain tidak ada ditemukan sikap seperti ini, dikarenakan di negara luar sikap
Ini merupakan sikap positif yang harus dilestarikan agar bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang kokoh dan kuat di segala lini. Tidak hanya di pedesaan bisa kita jumpai sikap
gotong royong, melainkan di daerah perkotaan pun bisa kita jumpai dengan mudah. Karena
secara budaya, memang sudah ditanamkan sifat ini sejak kecil hingga dewasa. Ini
merupakan salah satu cermin yang membuat Indonesia bersatu dari Sabang hingga
Merauke, walaupun berbeda agama, suku dan warna kulit, tetapi kita tetap menjadi
kesatuan yang kokoh. Inilah adalah satu budaya bangsa yang menjadikan Indonesia dipuja
dan dipuji oleh bangsa lain, karena budayanya yang unik dan penuh toleransi antar sesama
manusia.
Pada masyarakat Karo, gotong royong dalam tradisi masyarakat dikenal dengan
istilah aron. Menurut Teridah Bangun, aron dipakai dalam suatu pola kerja sama, tolong
menolong pada masyarakat Karo, baik dalam menghadapi ancaman pihak lain atau dalam
mengerjakan sesuatu. Istilah aron berasal dari kata sisaron-saron (saling bantu) yang
diwujudkan dalam bentuk kerja orang-orang muda atau dewasa 6-9 orang (Bangun T, 1986
b:149).
4
Aktivitas aron biasanya dimulai pada pagi hari, yaitu pukul 08.00 WIB- 17.00 WIB.
Di dalam pola kerjanya terdapat keteraturan antara sesama peserta aron dengan tujuan agar
tetap terjaga hubungan yang baik. Pola kerja dilakukan secara bergiliran (mena-tumbuk),
sesuai dengan kebutuhan di dalam mengerjakan sawah maupun ladang peserta aron.
Misalnya A akan menanam padi, maka anggota aron yang sebagian lagi wajib datang ke
bergilir setiap peserta aron, Misalnya dalam membuka lahan (ngerabi) tenaga laki-laki
yang lebih diutamakan perempuan cukup membersihkan kayu-kayu yang sudah ditebang.
Mena adalah sebutan untuk awal aktivitas aron dilakukan, tumbuk adalah sebutan dari akhir
Makna aron pada zaman sekarang ini telah berubah, masyarakat perlahan-perlahan
membayar (mengupahi) orang yang berkerja diladangnya atau lahannya. Pada saat ini aron
dikenal dengan orang/atau sebuah komunitas yang bekerja areal pertanian yang
mengharapkan upah atau balas jasa berupa uang dari si pemilik lahan.
Desa Lau Solu memiliki masyarakat mayoritas suku Karo yang memiliki mata
pencaharian rata-rata adalah sebagai petani. Masyarakat Desa Lau Solu umumnya memiliki
lahan pertanian milik sendiri dan dalam pengelolaan lahan pertanian tersebut masyarakat
alat-alat pertanian modern seperti traktor dan mesin pembabat. Bagi masyarakat yang
menggunakan alat pertanian tradisional memerlukan waktu yang relatif lama sehingga bagi
petani yang mengelola lahan pertanian menambah tenaga untuk membantu mengelola
pertanian mereka.
5
Untuk menambah tenaga dalam mengelola lahan pertanian masyarakat Desa Lau
Solu mencari orang untuk dapat membantu dan masyarakat setempat menyebutnya sebagai
aron. Para pekerja aron merupakan masyarakat yang didatangkan dari luar desa Lau Solu
yaitu dari Kab. Aceh Tenggara. Aron yang didatangkan dari daerah lain si pemilik lahan
pertanian yang akan memakai tenaga aron sudah terlebih dahulu menyediakan tempat
tinggal mereka. Para pekerja aron tersebut membawa seluruh anggota keluargannya untuk
Dengan melihat latar belakang seperti yang telah diuraikan diatas, maka penulis
mengungkapkan secara dekriptif tentang bagaimana perubahan konsep aron yang terjadi
pada masyarakat Karo khususnya dalam masyarakat Desa Lau Solu dan mengapa para
pekerja aron mayoritas adalah suku Alas yang berasal dari Aceh Tenggara.
proses belajar yang mereka gunakan untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi
dunia sekeliling mereka Spradley (1997), menjelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan
berada dalam pikiran manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan
individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam
pikiran (mind). Definisi tersebut ditulis ulang oleh Marzali dalam pengantar pada buku
Metode Etnografi oleh James P. S predley. Pada bagian pengantar ini Marzali menjelaskan
secara singkat apa itu etnografi sampai perkembangan metode dalam ertnografi.
6
Spencer (dalam choesin, E.M, 2002: 1-9), menyatakan bahwa pengunaan
pengetahuan diibaratkan membaca resep atau naskah atau flow chart (arus). Dalam
memahami dinamika pengetahuan saat terjadi pertemuan antara yang lokal dan global,
untuk itu diperlukan modal yang dapat menjawab sejumlah pertanyaan, misalnya: dari
mana dan bagaimana pengetahuan tersebut dipakai untuk mewujudkan tindakan, mengapa
bentuk-bentuk pengetahuan tertentu bertahan terus dalam diri individu atau kelompok,
Suku Karo tentang aktivitas aron. Dimana banyak terjadi dinamika yang terkait dengan
perubahan konsep aron dalam rentang waktu tahun 1980 hingga pada saat ini. Frans Boas
juga mengatakan “jika tujuan kita sungguh-sungguh untuk memahami pikiran suatu
sebagian besar pengetahuan yang dimiliki individu diperoleh melalui proses belajar yang
bersifat informal, atau melalui pengamatan (penerimaan rangsang) sehari-hari, dan bukan
dari instruksi formal. Selain mengetahui konsepsi masyarakat tentang aron, penulis juga
meskipun masuknya rangsangan-rangsangan seperti yang disebut diatas tidak serta merta
menggantikan pemahaman mereka yang lama, akan tetapi hal ini bisa saja berperan untuk
7
menghasilkan pemahaman yang baru. Salah satu bentuk tingkah laku manusia yang
universal ialah kerja sama. Menurut Soekanto (1983:66), kerja sama timbul dari adanya
orientasi masing-masing individu terhadap kelompok sebagai “in groubnya” dan kelompok
Sejalan dengan pernyataan ini, dapat dikatakan bahwa pada setiap masyarakat
dimana kerja sama berlangsung terdapat kelompok-kelompok sosial yang bersifat khusus.
Dimana para anggotanya saling berinteraksi menurut norma yang dianut. Seperti kita
ketahui bahwa penduduk Indonesia mayoritas tinggal di pedesaan dan pada umumnya
masyarakat di pedesaan tidak terlepas dari aktivitas kerja sama dengan anggota masyarakat
lainnya dari kelompok tersebut. Hal ini didasari dengan adanya kebutuhan masing-masing
Aron adalah merupakan pengerahan tenaga kerja dari sekelompok orang yang
tersebut. Dilihat dari segi positifnya, dalam aktivitas aron terkandung unsur saling
dengan individu atau kelompok lain untuk mencapai tujuan bersama. Prinsip timbal-balik
sebagai penggerak masyarakat dalam masyarakat komunitas kecil diseluruh dunia, saling
penduduk kepulaan Treobiand, sistem saling tukar menukar jasa tenaga dan benda dalam
keagamaan, maupun pertukaran harta mas kawin menjadi pengikat dan penggerak dalam
8
kehidupan masyarakat kecil yang disebut principle of reciprocity atau prinsif timbal-balik.
Menurut Marcell Mauss, sistem tukar menukar merupakan suatu sistem yang menyeluruh
(total sistem), dimana setiap unsur kedudukan atau harta milik terlibat di dalamnya dan
Dalam sistem tukar menukar setiap pemberian harus dikembalikan. Dapat diartikan
dalam suatu cara khusus yang menghasilkan suatu lingkaran kegiatan yang tidak ada habis-
habisnya dari generasi ke generasi berikutnya. Nilai dari pengembalian barang yang telah
diterima harus dapat mengimbangi nilai barang yang telah diterima, bersamaan dengan
pemberian tersebut adalah nilai kehormatan dari kelompok yang bersangkutan (Mauss,
1992:xix).
Hal yang sama pada masyarakat Sugihen prinsif timbal- balik dapat diamati dalam
aktivitas aron adanya saling tukar menukar tenaga yang dilakukan secara berigiliran untuk
setiap peserta aron tersebut sesuai dengan kesempatan yang ditentukan. Sebagaimana
diketahui bahwa kebudayaan selain bersifat stabil juga bersifat dinamis oleh karena itu
setiap kebudayaan pasti akan mengalami perubahan atau perkembangan. Perubahan itu bisa
saja berasal dari masyarakat dan perubaahan semata-mata bukanlah berarti suatu kemajuan
saja namun dapat juga berarti suatu kemunduran bagi suatu masyarakat pendukung
Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan dalam pola-pola
hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam
1981:01). Perubahan kebudayaan adalah merupakan perubahan yang terjadi dalam sistem
ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau sejumlah warga masyarakat yang
9
pegangan dalam kehidupan warga masyarakat, nilai-nilai teknologi, selera dan rasa
yang benar tanpa mengaitkannya dengan perubahan kebudayaan yang terwujud dalam
masyarkat yang bersangkutan. Untuk menjelaskan proses perubahan yang terjadi dalam
menyebutkan bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah aspek
historisnya.
aktivitas warga sehari-hari. Untuk membantu seorang antroplog dalam meneliti, Moore
(dalam Winarto 1999) menyarankan fokus kajian antropolog adalah peristiwa- peristiwa atau
evans yang melibatkan aktivitas atau tindakan manusia. Rangkaian hubungan antar
peristiwa-peristiwa inilah yang membentuk proses. Hal ini jugalah dilakukan oleh peneliti
untuk melihat dan mengetahui bagaimana proses perubahan aron di Desa Sugihen dengan
event yang mereka lakukan dalam kurun waktu 1980 hingga pada tahun 2009.
dalam aktivitas aron tersebut. Untuk mengetahui semua itu, peneliti harus bisa mengerti
bahasa setempat (native speaker). Sehingga penulis dapat berkomunikasi dengan baik
dengan para informan untuk ‘mengorek’ isi kepala mereka tentang permasalahan yang
diteliti.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh W.H Goodenoug (1997), dimana dalam aktivitas
sosial kelompok-kelompok sosial juga bahasa yang digunakan masyarakat yang diteliti.
10
Sama halnya untuk mengetahui isi pemikiran masyarakat Sugihen mengenai konsep aron.
Maka untuk itu, penulis perlu berkomunikasi dengan masyarakat Lau Solu dengan
memahami bahasa setempat. Melalui pengamatan yang terfokus pada rangkaian peristiwa
dalam rentang waktu dengan perhatian pada hubungan yang satu terkait antara satu
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah menguraikan tentang kehidupan aron di Desa Lau Solu. Maka ruang
2. Apa motivasi masyarakat Suku Alas ( Pendatang ) sebagai aron di Desa Lau Solu ?
A.Tujuan Penelitian
makna serta mengetahui pergeseran Aron pada masyarakat Desa Lau Solu dan
Bagaimana terbentuknya sebuah komunitas aron di Desa Lau Solu serta Apa motivasi
B. Manfaat penelitian
11
Manfaat penelitian ini dapat dilihat secara akademis dan praktis. Secara akademis,
manfaatnya menambah pemahaman mengenai makna Aron pada masyarakat Karo di Desa
Lau Solu. Secara praktis manfaatnya adalah memberikan sumbangan pemikiran dan
masukan-masukan kepada masyarakat luas dalam bagaimana sebuah realita sosial dalam
penelitian kualitatif. Metode ini digunakan dengan tujuan menghasilkan tulisan etnografis
yang bersifat deskriptif mengenai pergeseran makna aron tersebut. Creswell dalam
Kuswarno, 2008:34 menjabarkan elemen – elemen inti dari penelitian etnografi yaitu:
3. Menggali tema – tema kultural, seperti tema – tema tentang peran dan perilaku
masyarakat.
6. Hasil penelitian memfokuskan bukan pada apa yang menjadi agen perubahan
dengan memilih lokasi penelitian tertentu sebagai tempat untuk melakukan pengumpulan
data sesuai dengan masalah penelitian yang telah ditetapkan. Spradley (1997: 3)
12
bertujuan untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli.
Sebagaimana juga yang dikatakan Malinowski, tujuan etnografi adalah memahami sudut
mengenai dunianya (1922: 25). Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas
belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berfikir, dan
bertindak dengan cara yang berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu
etnografi berarti belajar dari masyarakat. Spradley (1997: xvi) menjelaskan ciri – ciri khas
dari metode penelitian lapangan etnografi ini adalah sifatnya yang holistic-integratif (saling
berkaitan dan menyatu), thick description (deskripsi yang mendalam dan analisis kualitatif
dalam rangka mendapatkan native’ s point of view (sudut pandang masyarakat yang
diteliti).
Prosedur penelitian kualitatif lebih bersifat sirkuler, artinya dalam hal – hal tertentu
langkah atau tahapan penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data
yang lengkap untuk membangun teori dasar (grounded theory). Dalam konteks ini, peneliti
dimungkinkan untuk beberapa kali turun kelapangan (Berutu, dkk. 2001:46). Dalam
penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan data sekunder.
Adapun data primer diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara, sedangkan
data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Karo serta
beberapa data dari internet, jurnal sebagainya yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dengan metode penelitian etnografi ini saya akan memaparkan makna dan bagaimana
terbentuknya aron sesuai dengan pokok permasalahan yang saya teliti. Dengan metode
etnografi saya akan berinteraksi langsung dengan masyarakat yang diteliti untuk
mendapatkan data – data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun teknik
pengumpulan data dalam penelitian etnografi yaitu: Hidup Bersama Masyarakat yang
13
diteliti Untuk mendapatkan data secara mendalam tentang permasalahan yang akan saya
kaji dalam penelitin ini maka saya akan tinggal bersama masyarakat yang akan saya teliti.
Dengan begitu, saya bisa lebih mendekatkan diri terhadap masyarakat yang akan saya teliti.
Dengan adanya interaksi antara saya dengan informan maka akan lebih memudahkan saya
Wawancara akan saya lakukan dengan para informan di tempat penelitian saya. Adapun
wawancara yang akan saya lakukan adalah wawancara mendalam untuk menggali data
yang lebih banyak mengenai permasalahan dalam penelitian ini. Saya juga akan
2. Pengamatan (observasi)
Saya juga akan melakukan observasi yang bersifat pasrtisipasi (terlibat) langsung
dengan tempat dimana saya akan melakukan penelitian. Dimana saya akan mengamati
perilaku setiap informan dengan cara lansung melibatkan diri dalam kegiatan tertentu yang
terjadi di lokasi penelitian. Dengan begitu saya akan jauh lebih banyak mengetahui hal –
hal yang tidak perlu saya tanyakan kepada informan, karena saya telah mengamati perilaku
3. Penggunaan Kamera
Pada saat melakukan pengumpulan data penelitian akan menggunakan kamera sebagai
alat untuk mendokumentasikan perilaku informan maupun hal – hal yang bersifat fisik atau
non fisik yang saya anggap penting untuk dijadikan dokumen dan akan mempermudah saya
14
untuk mengingat peristiwa atau kejadian penting yang terjadi selama saya melakukan
maupun hal – hal penting baik itu bersifat fisik atau non fisik untuk dijadikan sebagai data
6.Informan Penelitian
Informan penelitian terdiri dari informan kunci dan informan biasa. Informan kunci
adalah: Orang – orang yang paham dan mengerti benar mengenai masalah yang akan
diteliti dan terlibat langsung dalam masalah. Seperti pemilik atau penanggung jawab lokasi.
Sedangkan informan biasa adalah: Orang – orang yang dapat memberikan informasi
15