Anda di halaman 1dari 7

Cerpen B.

Indo dan IPS


Valerie
9B-29

Judul : “Sosial Media”


Tema : Kisah cinta dari iseng bermain sosmed.
Tokoh :
- Gianna, tokoh utama. Seorang gadis waspada dan tidak mudah percaya,
apalagi dengan orang yang baru ia kenal. Cerdas dan cermat, selalu
memikirkan solusi resiko yang dihadapi.
- Bona, pria misterius yang Gianna temui dari sosial media. Menjadi
kenalan Gianna dalam sehari lalu menghilang.
Struktur Alur :
Perkenalan (Orientasi)
1. Gianna kenal akan sosial media.
2. Gianna penasaran dan mencoba mengunduh salah satu aplikasi sosial media.
3. Gianna asik dengan sosial media yang ia coba.
4. Gianna menjelajahi lebih dalam mengenai sosial media.
Komplikasi
1. Gianna terlalu asik dengan sosial media.
2. Muncul kebiasaan buruk dari bermain sosial media.
3. Gianna berkenalan dengan orang baru dari sosial media (Bona).
4. Bona terus mengajak Gianna berkomunikasi.
5. Gianna dan Bona bertemu.
6. Gianna awalnya tidak mempercayai Bona dan waspada.
7. Mereka bercerita dan mengenal lebih dalam.
8. Bona tidak menghubungi Gianna, Gianna rindu akan Bona.
9. Gianna beranggapan buruk akan Bona
Resolusi
1. Tiba-tiba Bona kembali menghubungi Gianna.
2. Bona datang membawa sesuatu untuk Gianna.
3. Gianna terkejut dengan apa yang disiapkan Bona.
4. Bona melamar Gianna.
Amanat
Kita tetap harus waspada akan apa yang ada di sosial media, jangan mudah percaya karena
orang orang yang ada di sosial media tidak selalu sama dengan apa yang mereka tampakan.
Mereka bisa memalsukan identitas, dan lainnya.

Sosial Media
Awal aku mendengar kata itu, aku tak paham maksudnya. Sosial media, apakah itu koran,
majalah atau.. Setelah mendengar istilah itu beberapa kali, baru kutemukan makna dari kata
itu. Ternyata itu adalah suatu media digital yang memungkinkan kita bersosialisasi dengan
banyak orang, baik yang kita kenal maupun tidak, orang baru yang baik maupun jahat.
Berawal dari rasa penasaran, aku mengunduh salah satu aplikasi sosial media berinisial I.
benar-benar aplikasi yang menyenangkan untuk dijelajahi, di dalamnya banyak sekali
informasi yang bisa kita dapatkan. Kita bisa pasang story, dapat like dan komen, mengunggah
foto dan lainnya. Bahkan, kita bisa berkomunikasi dengan keluarga maupun teman yang
terpisah jauh. Aplikasi ini sangat membantuku menemukan orang-orang yang dulu dekat dan
entah tinggal dimana sekarang.
“Wah, keren banget aplikasi ini. Bener-bener bantu gue ketemu sama kawan lama, asik
bener dah.”
Aku terhanyut pada keasikan berselancar di sosial media, terkadang aku lupa dengan
kehidupan nyata dan tidak peduli dengan orang-orang di sekitarku. Kebiasaan buruk
memang, tapi aku menikmatinya. Aku paling suka dengan aplikasi chat yang dimiliki oleh
aplikasi tersebut (direct massage). Waktu tak terasa cepat sekali berlalu kalau sudah asik
mengobrol disana, beberapa ada yang kukenal, tapi sebagian besar adalah orang asing, dalam
artian mereka yang kukenal melalui dunia maya. Tiba-tiba saja, tiada angin tiada apa, sebuah
akun yang tidak kukenal mengikuti ku dan bersuara di dm.
Bona : Hai cantik
Gianna : Hai juga
Bona : Kenalan, boleh?
Gianna : Bolehh
Bona : Gw Bona, salam kenal
Gianna : Gw Gianna, salam kenal balik
Obrolan itu berlanjut ke pembahasan soal hidup masing-masing, dari obrolan soal
pekerjaan, sampe status.
Dari obrolan itu kuketahui Bona adalah seorang pilot, entah itu nyata entah tidak, tapi
itu pengakuannya. Dia sedang mencari pasangan. Dia bilang kalau dia senang mengobrol
denganku, karena aku enak diajak diskusi, aku bisa memberinya penghiburan sekaligus
pencerahan atas beberapa masalah yang dia hadapi.
Komunikasi kami berlanjut di Whatsapp, hamper setiap hari dia kirimkan pesan
sekedar menanyakan kabar atau ingin tahu kegiatanu di hari itu. Ya, dia pria yang perhatian
dan cukup dewasa. Usianya juga sudah cukup matang untuk berumah tangga.
Singkat cerita, setelah tiga bulan kami berkomunikasi lewat chat, kami bertemu di
Bali. Sengaja kami pilih Bali karena jadwal penerbangan dia yang sering kali take of dan
landing di Bali.
Beberapa kali kami saling bertukar foto, maka tak sulit buatku mengenalinya ketika
bertemu di bandara. Dia gagah, badannya tegap dan berisi, tingginya mungkin seratus
delapan puluh senti, matanya keabu-abuan, alis matanya tebal, hidungnya mancung,
berlesung pipit. Pertama melihatnya, aku tak mampu berkata-kata dan tidak percaya ini pria
yang selama ini berkomunikasi dengan ku dari sosial media. Dia Nampak seperti model
catwalk memakai rancangan busana designer ternama.
“Hai, Gianna?” sapanya sedikit ragu.
“I-iya, haii” sapaku balik.
“Apa kabar?” tanyanya.
“Ba-baik” jawabku gugup serta senyuman pasta gigiku.
“Kenapa gugup begitu?”
“Ah, anuu..”
“Kita ke café sana yuk, ngobrol-ngobrol sembari ngopi? Kamu suka ngopi, kan?”
sambarnya
“I-iya suka. Ya udah yuk kesana.” Aku menyejajari langkahnya yang lebar. Sadar
kalau aku sedikit kewalahan mengikutinya, dia memperlambat langkahnya.
“Makasih.” Ucapku membuatnya terkejut dan bertanya, “Untuk apa?”
“Kamu jalannya pelan-pelan jadi aku gak perlu lari.” Kataku sambil tersenyum malu.
“Sebagai pria yang baik harus memperhatukan wanitanya, bukan?” tegasnya.
Aku mendengar perkataannya berfikir keras. Siapa wanita yang dia maksud? Apakah
aku? Masa iya?
Aku tak mau ambil pusing dengan hal itu, maka kuputuskan untuk diam dan
mengikutinya. Sesampainya kami di coffee shop, dia menuntunku menuju salah satu meja
yang terletak dekat dengan jendelaa di sisi kiri café.
Setelah duduk dan memesan minuman juga makanan, tiba-tiba dia menarik tangan
kiriku. Dia belai halus punggung tangan kiriku lalu berkata, “Terima kasih sudah mau
menemuiku. Aku tak mengira kau akan menuruti kemauanku. Beberapa wanita yang pernah
kukenal taka da yang berani bertemu. Mereka bahkan tidak percaya aku seorang pilot,
mereka anggap aku pembohong, penipu, cuma ingin mendapat keuntungan pribadi, tapi kamu
tidak. Aku senang mengenalmu.”
“E-eh iya, sama-sama. Awalnya juga aku waspada dan tidak percaya, yaa Namanya
juga kenal dari sosmed, bisa aja mereka palsuin identitas mereka juga. Jujur aku sedikit ragu
dan takut juga, tapi aku beranikan diri. Kalaupun kamu ternyata orang jahat, aku bisa teriak
kalua-kalau kamu berbuat jahat, toh kita ketemuan di tempat ramai.”
“Cerdas” ucapnya sambil tersenyum.
Ohh, senyumannya benar-benar menawan, aku sungguh tak sanggup kalau setiap
hari disuguhkan dengan hal manis seperti itu, batinku.
“Kau kenapa? Senyam senyum sendiri? Ini makanan sama minumannya udah dateng”
“enggak apa-apa, seneng aja akhirnya bisa ketemu sama kamu. Menatap langsung
juga ngobrol berdua.”
“Jadi setelah ketemu, menurutmu aku orangnya gimana?”
“Uhmm.. kamu sangat menaarik. Gagah, tinggi, ganteng, ideal lah pokoknya.”
“Oke sselain fisik, menurutmu aku gimana?”
“Maksudnya, kepribadianmu?” Dia mengangguk.
“Kalau kepribadian aku belum bisa banyak menilai, tapi dari sikapmu padauk dan
orang lain, kamu baik, sopan, ramah, juga pengertian, dan perhatian.”
“Terima kasih.” ucapnya sambil menatapku dan tersenyum tipis.
“Ka-kalau aku, gimana?” tanyaku balik.
Dia tegakan duduknya, lalu menatapku dalam, seolah sedang menjelajah sampai ke
dalam hatiku, membuatku salah tingkah. Tanpa sengaja salah satu kakinya menyenggol
kakiku.
“Eh, maaf. Sakit ga?” tanyanya sambil memegang lutut kakiku yang disenggolnya.
“Eh, enggak kok. Gapapa, kan cuma kesenggol.” Jawabku dengan tersenyum.
Dia meneguk kopinya dan menatapku kambali, mengatakan dengan tiba-tiba “Aku
menyukaimu. Kau baik, perhatian, keibuan, penyayang, dan kau seorang yang lemah
lembut.”
Perkataannya membuatku kaget dan hampir memuntahkan kopi yang baru saja
kuteguk.
“Ma-maaf.” Jawabku sambal batuk kecil sisa kopi yang terasa di tenggorokan.
Dia tertawa terbahak melihat reaksiku, sungguh mempesona melihat tawa yang
terukir di wajah tampannya. Pemandangan itu membuat ku reflek menyalakan kamera ponsel
dan memotret nya. Dia terkejut, kukira dia akan marah, sebaliknya dia ambil handphone-ku
dan mengubah kameranya menjadi kamera selfie, lalu mendekat dan mengambil gambar
bersamaku.
“Jangan di hapus, kalau perlu jadiin wallpaper di hp mu, atau dicetak sekalian.”
Aku yang mendengar perkataannya terkejut, bagaimana bisa pria segagah dia
mengizinkanku memotret, bahkan memberikan diri secara sokarela sebagai objek dan
memintaku menyimpan fotonya?
“Kenapa melongo gitu? Awas rohnya keluar” dia berkata tanpa ekspresi.
Sadar dengan kebodohanku, aku menunduk malu. Dia sentuh daguku dan menariknya
ke atas sampai mata kami saling bertatapan, “Jangan pernah menunduk, aku ga suka litany,
wajahmu terlalu manis untuk disembunyikan.”
“Jangan kau berikan kata-kata manis padaku, aku tak ingin hanyut dalam angan-angan
palsu.”
“Kau tak percaya padaku? Kau itu manis, terutama saat tersenyum. Aku suka
melihatmu tersenyum karena senyumanmu berasal dari hati dan itu terpancar di matamu.”
“Aku tak ingin tertipu mulut manis seorang pria.”
“Aku akan buktikan keseriusan ku. Aku tak ingin bermain-main dengan perasaan dan
hati seseorang, karena itu akan menyakiti hatiku sendiri.”
Dia memintaku bersabar, memberinya sedikit waktu untuk memantapkan hatinya. Dia
berjanji akan memberiku kepastian dalam waktu dekat. Aku tak mengaharapkan apa-apa dari
seorang yang muncul entah dari mana dan kukenal melalui sosial media. Bisa bertemu dan
bertatap muka serta mengobrol dengannya sudah menjadi anugerah bagiku.
Setelah pertemuan pertama, dia tidak lagi menghubungiku. Chatku hanya dibaca
tanpa dibalas, telponku selalu ditolaknya. Hanya status Whatsapp yang menjadi obat rinduku.
Aku sudah mengira hal ini akan terjadi, dia hanya pria asing yang tak kukenal yang sama
seperti orang orang diluar sana yang ada di sosial media. Pemberi harapan palsu kepada para
wanita. Seperti hewan buas, setelah ia dapatkan kemauannnya, dengan mudah ia pergi
mencari mangsa yang lain.
Dua bulan berlalu sejak pertemuan pertama, tiba-tiba ia menghubungiku lewat chat,
tetapi sekedar menanyakan alamat tanpa memberi penjelasan apapun. Aku kesal sekali,
sebenarnya apa maunya?
Tanpa ku duga, dia datang ke tempat tinggalku, membawa sebuket mawar merah
dengan jas yang melekat sempurna di tubuhnya. Harum parfumnya benar-benar membuatku
mabuk. Dia juga membawa paperbag, menyerahkannya padaku dan memintaku segera
bersiap. Bersiap untuk apa? Aku benar-benar seperti orang dungu, tapi kuputuskan untuk
menurutinya. Kuambil kotak yang ada di dalam paperbag, kubuka dan Nampak sebuah gaun
bewarna senada dengan jas yang ia kenakan, biru laut. Aku semakin penasaran apa amaunya.
Setengah jam kugunakan waktu untuk bersiap, aku pun bergegas keluar dari apartemen.
Ketika kubuka pintu, dia terdiam melihat penampilanku. “Kau… sungguh cantik.”
Kata-kata itu berhasil membuatku tersipu.
“Bagaimana kau bisa tahu ukuran bajuku? Lalu untuk apa kita berpakaian begini?”
“Aku bisa menebak dari bentuk tubuhmu, badanmu sama dengan adikku, jadi aku
minta dia mencoba dan ternyata pas. Pas juga dibadanmu, kamu terlihat anggun dan cantik.”
“Sudah gombalnya, ini mau kemana?”
“Oh iya, ayo sayang.” Tanpa menjawab pertanyaanku dia berkata seperti itu,
membuat jantungku berdegup kencang saat dia memanggilku sayang. Benarkah yang
kudengar itu?
“Sayang, heii… kok bengong? Ayo” ajaknya. Kami berjalan melewaati lorong
apartemen menuju ke lift.
Sesampainya di parkiran, dia mebukakan pintu mobilnya untukku, lalu memasangkan
sabuk pengaman. Wajah kami sangat dekat, sampai-sampai kurasakan hembusan nafasnya.
Dia melirik padaku, bertepatan dengan momen aku menatapnya. Mata kami bertemu selama
beberapa detik, membuat jantungku ingin melompat keluar dari tempatnya.
Ternyata dia memberiku kejutan istimewa, dia membawaku ke sebuah restoran di
rooftop suatu hotel, di sana sudah berkumpul keluarganya dan keluargaku. Dia
mempersiapkan acara lamaran tanpa sepengetahuanku, dan pura-pura menanyakan alamatku
hanya untuk membuat ku penasaran.
Pria ini, yang kukenal dari sosial media, yang awalnya aku hanya kepo dengan
perkembangan jaman yaitu sosial media, yang awalnya hanya ingin ikut ikutan, kenal dengan
pria ini, yang sekarang menjadi tunanganku. Ternyata dia tidak seperti pria lain dan hal buruk
apa yang aku bayangkan dari sosial media. Beruntungnya aku dipertemukan dengannya. Aku
bahagia sekali.
Analisis Kebahasaan
Kalimat Ekspresif “Eh, maaf. Sakit ga?” tanyanya sambil memegang lutut
kakiku yang disenggolnya.

Perasaan khawatir
Majas Seperti hewan buas, setelah ia dapatkan kemauannnya,
dengan mudah ia pergi mencari mangsa yang lain.

Majas Alegori : kiasan atau penggambaran


Kalimat Narasi Obrolan itu berlanjut ke pembahasan soal hidup masing-
masing, dari obrolan soal pekerjaan, sampe status.
Kalimat Deskripsi Dia gagah, badannya tegap dan berisi, tingginya mungkin
seratus delapan puluh senti, matanya keabu-abuan, alis
matanya tebal, hidungnya mancung, berlesung pipit.
Kalimat Dialog “Bagaimana kau bisa tahu ukuran bajuku? Lalu untuk apa
kita berpakaian begini?”
Ragam Bahasa Baku Dia gagah, badannya tegap dan berisi, tingginya mungkin
seratus delapan puluh sentimeter, matanya keabu-abuan, alis
matanya tebal, hidungnya mancung, berlesung pipit.

Tidak Baku : centimeter


Ragam Bahasa Tidak Baku Aku mendengar perkataannya berfikir keras. Siapa wanita
yang dia maksud? Apakah aku? Masa iya?
Baku : berpikir

Anda mungkin juga menyukai