Anda di halaman 1dari 17

TEORI PERILAKU KONSUMEN

(PENDEKATAN KARDINAL)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi pada pertemuan ini, mahasiswa mampu


menerangkan pendekatan kardinal dalam teori perilaku konsumen; dan menjelaskan
kepuasan konsumen dalam pendekatan kardinal.

B. URAIAN MATERI

1. KONSEP PERILAKU KONSUMEN


Ada tiga pelaku ekonomi yang utama, yaitu: produsen, konsumen dan juga
distributor. Akan tetapi pada pembahasan ini kita hanya akan membahas
mengenai konsumen sebagai pelaku ekonomi. Di mana konsumen mempunyai
peranan yang sangat penting dalam ekonomi suatu negara. Perlu diketahui bahwa
seorang konsumen merupakan pelaku atau pihak tertentu yang kegiatannya
mengurangi nilai guna suatu barang. Atau bisa juga diartikan sebagai seseorang
yang melakukan kegiatan menghabiskan barang (konsumsi). Dalam kegiatan
konsumsi tersebut mereka membeli atau memakai produk tertentu baik barang
ataupun jasa. Dalam kegiatannya, aktivitas dari konsumen yang bersangkutan
pasti akan nampak. Mereka akan membeli barang atau jasa.
Ketika kita masuk ke sebuah supermarket, kita akan menemukan ribuan
jenis barang yang dapat kita dibeli. Tentu saja karena pendapatan terbatas, tentu
kita tidak akan bisa membeli semua barang maupun jasa yang kita inginkan. Oleh
karena itu, maka seharusnya mempertimbangkan harga berbagai barang yang
ada. Dan membeli sesuai dengan jumlah pendapatan yang dimiliki dalam upaya
untuk memaksimumkan kepuasannya.
Perlu kita ketahui bahwa perilaku konsumen merupakan perilaku seorang
konsumen dalam mengeluarkan sumber daya yang dimiliki baik berupa waktu,
tenaga, uang dalam rangka memperoleh barang maupun jasa yang mereka
inginkan untuk mencapai kepuasan. Atau bisa juga diartikan sebagai perilaku dari
seorang konsumen dalam mencari sumber daya, menukar sumber daya,

1
menggunakan sumber daya, menilai sumber daya dan juga mengatur sumber
daya yang mereka anggap dapat memuaskan kebutuhan mereka masing-masing.
Dapat dilihat bahwa perilaku konsumen dapat terjadi pada beberapa tahap, antara
lain sebagai berikut. Pertama, tahap awal (tahap sebelum melaksanakan
pembelian); kedua, tahap pada saat pembelian; dan ketiga tahap setelah
melaksanakan kegiatan pembelian. Pada tahap awal, konsumen tentu akan
menggali ataupun mencari informasi terlebih dahulu terkait dengan produk yang
mereka ingin beli. Pada tahap pembelian, maka konsumen akan langsung
melaksanakan kegiatan transaksi dengan produsen terkait dengan barang dan
jasa yang diinginkannya. Tahap terakhir, yakni tahap setelah pembelian konsumen
bisa memakai dan juga menikmati produk yang dibelinya tersebut. Di samping itu
konsumen bisa melakukan penilaan terhadap produk yang dia konsumsi. Hal ini
terkait dengan sesuai atau tidak produk tersebut dengan keinginan mereka.
Apabila tidak sesuai mereka bisa membuang dan berhenti menggunakan produk
tersebut.
Dengan demikian apabila kita melihat dari tingkat pengonsumsian produk
tertentu, maka perilaku konumen dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, antara
lain sebagai berikut.
a. Perilaku seorang konsumen rasional
Kegiatan konsumsi rasional apabila ditandai dengan beberapa hal, yaitu
sebagai berikut.
1) Produk yang dimaksud dapat memberikan sebuah kepuasan tertentu dan
juga mempunyai nilai guna yang optimal.
2) Produk memang sangat dibutuhkan oleh konsumen yang bersangkutan,
tanpa bisa ditunda pemenuhannya.
3) Mutu atau kualitas produk sangat terjamin (baik).
4) Harga produk sudah setara dan sesuai dengan kemampuan finansial dari
konsumen yang bersangkutan.
b. Perilaku konsumen irasional
Perilaku irasional adalah kebalikan dari perilaku rasional. Suatu perilaku
yang dilakukan oleh konsumen bisa dikatakan irasional apabila konsumen
melakukan pembelian produk tanpa memperkirakan kegunaan dari produk
tersebut. Contoh perilaku irasional antara lain:
1) Merasa tertarik dan terpukau hanya dengan melihat promosi dan juga iklan
produk tertentu baik iklan dari media cetak, elektronik maupun sosial.

2
2) Hanya mau membeli produk yang mempunyai merk terkenal.
3) Menjunjung tinggi gensi ataupun prestise.
Pertanyaan yang muncul bagaimana mengukur kepuasan
individu/konsumen. Para ekonom merumuskan model preferensi individu
dengan menggunakan konsep kepuasan (utility), yang menunjukkan kepuasan
yang diterima oleh seorang akibat kepuasan dalam aktivitas ekonomi yang
dibuatnya.
Untuk mengukur kepuasan individu dapat dipergunakan dua pendekatan,
antara lain: (1) pendekatan kardinal (marginal utility) dan (2) pendekatan ordinal
(indifference curve). Pada pembahasan ini kita fokuskan pada pendekatan
pendekatan kardinal (marginal utility).

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN


Dalam upaya memahami suatu perilaku konsumen tergantung pada faktor
sosiologi dan juga psikologi. Hasilnya diperoleh kesimpulan bahwa yang menjadi
faktor utama yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen antara lain faktor
sosial, psikologis, budaya dan pribadi. Adapun pengaruh dari empat faktor tersebut
dapat diuraikan berikut ini.
1) Pengaruh sosial terdiri dari: (1) keluarga inti; (2) pendapat dari seorang
pemimpin (seseorang yang pendapatnya dapat diterima dan dilaksanakan
secara penuh oleh orang lain); (3) kelompok yang menjadi referensi lainya
misalnya teman sebaya; (4) rekan di tempat kerja; dan (5) rekan yang seprofesi.
2) Pengaruh psikologis yang meliputi: (1) persepsi; (2) motivasi; (3) kemampuan
belajar seseorang; dan (4) sikap perseorangan secara individu.
3) Pengaruh budaya meliputi: (1) budaya (cara hidup) yang dapat menjadi
pembeda atara suatu kelompok yang besar dengan kelompok lain; (2) subkultur
(kelompok yang lebih kecil); (3) kelompok etnis (kelompok yang mempunyai
nilai bersama); (4) kelas sosial (kelompok berdasarkan peringkat budaya) yang
bisa dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria misalnya latar belakang,
pekerjaan yang dijalani, dan juga pendapatan yang diterima setiap bulannya.
4) Pengaruh pribadi yang dapat mencakup: (1) gaya hidup yang dijalankan saat
ini; (2) kepribadian yang dimiliki orang tersebut; dan (3) status ekonominya.
Meskipun semua faktor tersebut bisa mempunyai dampak yang besar
terhadap pilihan yang dilakukan konsumen nantinya, dampak faktor tersebut
terhadap pembelian secara aktual terhadap beberapa produk menjadi

3
sangat lemah atau bisa dikatakan dapat diabaikan. Beberapa konsumen misalnya
hanya menunjukkan loyalitas mereka terhadap merek (Brand Loyalty) terkenal
saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara rutin mereka hanya melakukan aktivitas
pembelian terhadap produk tersebut hanya karena mereka merasa puas terhadap
kinerja dari merek produk tersebut.

3. PENDEKATAN NILAI GUNA (KARDINAL)


Pendekatan kardinal atau nilai guna merupakan daya guna yang bisa dapat
diukur melalui satuan uang (utilitas). Di samping itu tinggi rendahnya daya guna
atau nilai dari barang tersebut sangat tergantung pada subyek yang melakukan
penilaian. Adapun pendekatan ini beranggapan bahwa apabila suatu barang
tertentu semakin berguna bagi seseorang, tentu akan semakin banyak
peminatnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila semakin banyak
kuantitas barang yang diproduksi, maka akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan
mereka. Seorang konsumen rasional tentu akan akan selalu berusaha untuk
memaksimalkan kepuasannya sampai pada tingkat pendapatan yang dimilikinya.
Besarnya nilai kepuasan dari setiap individu tentu sangat bergantung pada
masing-masing individu (konsumen).
Perlu diketahui bahwa pendekatan cardinal ini dapat memberikan suatu
penilaian yang sifatnya subyektif terhadap pemuasan kebutuhan dari barang
tertentu. Dapat diartikan bahwa tinggi rendahnya barang sangat bergantung dari
sudut pandang subyek yang menilai. Biasanya penilaian tersebut akan berbeda-
beda antara penilai yang satu dengan lainnya.
Pendekatan ini adalah gabungan beberapa pendapat ahli ekonomi aliran
subyektif dari Austria seperti: Hendrik Gossen, Karl Menger, Leon Walras, dan
juga Yeavon. Berdasarkan pendekatan ini nilai atau daya guna suatu barang bisa
diukur melalui satuan uang (util). Disamping itu tinggi rendahnya nilai ataupun daya
guna suatu barang sangat tergantung pada subyek yang melakukan penilaian.
Pendekatan kardinal terdapat satu landasan hukum yang berlaku, yakni
hukum Gossen.
a. Hukum Gossen I. Hukum ini menyatakan bahwa kepuasan seorang konsumen
akan menurun apabila secara terus menerus kebutuhan mereka dipenuhi.
b. Hukum Gossen II. Hukum yang menjelaskan bahwa seorang konsumen akan
secara terus menerus akan memenuhi kebutuhannya sampai mereka

4
mencapai titik intensitas yang sama. Intensitas sama disini ialah suatu rasio
antara marginal utility dan harga produk yang satu dengan rasio marginal utility
dan juga harga produk lain.

Adapun hipotesis yang utama dari pendekatan kardinal di sini ialah nilai guna
marginal yang akan semakin turun. Hal ini dapat diartikan bahwa nilai guna yang
diperoleh seorang konsumen semakin menurun apabila mereka terus menerus
menambah konsumsi terhadap produk yang dimaksud. Apabila kita membahas
nilai guna marginal pasti erat kaitannya dengan bagaimana cara memaksimalkan
nilai guna yang dirasakan konsumen.
Dalam suatu pendekatan kardinal ada beberapa asumsi utama, yaitu
sebagai berikut.
a. Nilai guna atau daya dapat diukur melalui parameter satuan harga atau biasa
disebut dengan utilitas.
b. Konsumen disini bersifat rasional. Di mana mereka hanya akan mencukupi
kebutuhan hidup sesuai dengan batas kemampuan pendapatan yang dimiliki.
c. Konsumen tentu nantinya akan mengalami penurunan utilitas apabila secara
terus menerus melakukan kegiatan konsumsi produk yang dimaksud
(diminishing marginal utility) yaitu semakin banyak sesuatu barang yang
dikonsumsikan maka tambahan kepuasan (marginal utility) yang diperoleh dari
setiap satuan tambahan yang dikonsumsikan akan menurun.
d. Konsumen hanya mempunyai jumlah pendapatan yang tetap (tidak ada
pendapatan lain).
e. Nilai guna (daya) dari uang tersebut tetap (konstan).
f. Total utility dapat bersifat melengkapi (additive) atau dapat juga dikatakan bisa
berdiri sendiri (independent).
g. Produk yang konsumen konsumsi normal dan periode konsumsinya biasanya
berdekatan.
Melalui asumsi di atas, maka suatu pendekatan kardinal dapat menyusun
suatu formulasi fungsi permintaan dengan baik. Akan tetapi meskipun demikian
pendekatan ini mempunyai beberapa kelemahan yang muncul, antara lain:
a. Daya guna yang hanya dilihat dari sudut subjektif menyebabkan tidak ada satu
alat ukur yang pas, tepat dan juga sesuai.

5
b. Mempunyai suatu konsep constan marginal utility of money. Di mana konsep
tersebut membuat suatu anggapan bahwa nilai uang akan semakin menurun
apabila jumlah uang yang dimiliki seseorang semakin banyak.
c. Memiliki konsep diminishing marginal utility. Di mana konsep ini merupakan
suatu permasalah yang sangat susah dilihat dari segi psikologis dan juga susah
untuk diterima sebagai suatu aksioma.

Seorang konsumen bisa mencapai suatu titik equilibrium atau di mana


seorang konsumen mencapai suatu kepuasan maksimal apabila mereka dalam
menggunakan pendapatannya untuk mencapai kepuasan yang sama pada
berbagai tingkat barang. Perlu diketahui bahwa tingkat kepuasan seorang
konsumen dapat terdiri dari dua konsep antara lain: (1) kepuasan total (total utility);
dan (2) kepuasan tambahan (marginal utility).
Utility adalah suatu kepuasan yang dirasakan seorang konsumen dalam
mengkosumsi suatu barang ataupun jasa. Total Utility merupakan kepuasan total
yang dapat dilihat setelah mengkonsumsi sejumlah barang ataupun jasa tertentu.
Sedangkan Marginal utility ialah tambahan kepuasan konsumen yang diiperoleh
setelah menambah satu satuan barang ataupun jasa yang mereka konsumsi.
Berikut ini merupakan gambaran mengenai perbedaan antara kepuasan
total dengan kepuasan marginal (tambahan) yang diperoleh oleh seorang
konsumen pada waktu mereka melakukan konsumsi anggur yang digambarkan
melalui contoh numerik pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Total Utility dan Marginal Utility
Jumlah
Total Utility (TU) Marginal Utility (MU)
Anggur
0 0 …
1 12 12
2 18 6
3 22 4
4 24 2
5 24 0

Tabel 1 menunjukkan bahwa kepuasan total individu terus bertambah


sampai apel ke-4. Pada sisi lain, Marginal Utility (MU) bertambah dalam posisi
menurun hingga unit ke-5, Marginal Utility (MU) adalah nol. Dengan demikian Total
Utility (TU) sudah maksimal. Pada posisi tersebut, individu sudah jenuh sehingga
disebut sebagai titik jenuh. Tabel 1 dapat dijabarkan lebih lanjut dalam gambar 1.

6
Kepuasan Total Maksimum tercapai bila:
TU
MU X 
X
TU
MUY 
Y
MU X
1
PX
Atau Px = MUx

Perhatikan juga melalui pendekatan Marginal Utility, kita bisa melihat bahwa
kurva Marginal Utility tidak lain merupakan kurva Permintaan Konsumen. Hal ini
dikarenakan bahwa dari kurva tersebut konsumen dapat menunjukkan jumlah
pembeliannya (jumlah yang diminta) pada berbagai tingkat harga yang berlaku di
pasar.
Pertanyaan yang muncu bahwa apakah kepuasan dapat dihitung secara

7
pasti, jewabannya tentu tidak. Oleh karena itu, metode cardinal dewasa ini sudah
tidak umum lagi digunakan dalam mengukur kepuasan konsumen dalam ilmu
ekonomi modern dewasa ini.

4. ASUMSI UTILITY
Dalam menentukan preferensi individu digunakan beberapa asumsi, antara
lain:
Asumsi perbandingan. Dalam hal ini, setiap dua keranjang (bundle) yang
berbeda, masing-masing berisi barang A dan B, dan kedua barang tersebut
dibandingkan semacam preferensi dari individu. Setiap perbandingan semacam
itu pasti mengarah pada salah satu alternative, yaitu (1) keranjang A lebih disukai
dari keranjang B atau (2) keranjang B lebih disukai daripada atau (3) A dan B sama
saja. Asumsi inii merupakan gambar ideal dari keadaan yangs ebenarnya, dimana
kita menganggap bahwa individu tidak pernah mengatakan bahwa, “Saya
sesungguhnya tidak dapat membandingkan antara A dan B.” ia juga dianggap
tidak pernah mengatakan bahwa dua per tiga waktu saya menyukai A dan
sepertiga waktu menyukai B.
Asumsi transivitas. Misalkan ada tiga keranjang barang, yaitu A, B, dan C.
apabila barang A lebih disukai daripada barang B dan B lebih disukai daripada

8
barang C. maka tentulah barang A lebih disukai dari barang C. demikian halnya
barang A tidak berbeda dengan barang B, barang B tidak berbeda dengan barang
C, maka pastilah barang A tidak berbeda dengan barang C.
More Is Better atau lebih banyak lebih baik. Dalam hal itu seseorang lebih
menyukai barang yang lebih banyak daripada sedikit. Pada dasarnya untuk barang
normal, lebih banyak barang berarti lebih bermanfaat, meskipun tambahan
manfaat semakin kecil. Asumsi ini mengabaikan barang jelek seperti polusi udara,
sampah, dan lainnya yang tentunya tidak diinginkan oleh konsumen.

TEORI PERILAKU KONSUMEN


(PENDEKATAN ORDINAL)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mahasiswa mempelajari materi pada pertemuan ini, mahasiswa


mampu menerangkan pendekatan ordinal dalam teori perilaku konsumen; dan
menjelaskan kepuasan konsumen dalam pendekatan ordinal.

B. URAIAN MATERI

1. PENDEKATAN INDIFFERENCE CURVE (ORDINAL)


Pada era ini, para ekonom banyak yang menolak gagasan mengenai utilitas
yang bisa diukur dengan angka terhadap barang yang bisa dikonsumsi sehari-hari.
Pada saat ini sudah banyak berkembang pendekatan baru yang bisa menjelaskan
prinsip-prinsip dalam pemaksimuman utilitas oleh konsumen dengan
pendapatannya yang relatif terbatas. Teori tersebut dikenal dengan sebutan teori
utilitas ordinal. Di mana teori ini menjelaskan bahwa suatu utilitas tidak dapat
dihitung, akan tetapi hanya bisa dibandingkan saja. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa menurut teori ini yang berlaku ialah apakah seorang konsumen
tersebut akan lebih menyukai kombinasi barang tertentu dibandingkan kombinasi
barang lainnya. Dari teori utilitas ordinal dipergunakan pendekatan kurva utilitas
sama (indifference curve) dan juga garis anggaran (budget line).
Pendekatan ordinal (indifference curve) adalah nilai guna yang besarnya
9
tidak perlu diketahui oleh seorang konsumen. Dengan demikian pendekatan nilai
guna merupakan tingkat kepuasan dari seorang konsumen di mana mereka dapat
melakukan kegiatan mengkonsumsi barang ataupun jasa yang tidak bisa diukur
dengan uang atau juga angka, akan tetapi hanya dapat dikatakan lebih tinggi atau
lebih rendah (ke-1, ke-2, ke-3, dan sampai seterusnya).
Adapun asumsi yang berlaku dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut.
a. Seorang konsumen akan selalu melakukan pemilihan kombinasi barang yang
akan mereka konsumsi hanya untuk barang atau jasa yang nantinya
mendatangkan kepuasan maksimum.

10
b. Seorang konsumen disini sudah dianggap memiliki informasi yang sempurna
terhadap uang yang sudah tersedia baginya dan juga informasi mengenai harga
pasar yang berlaku saat itu.
c. Seorang konsumen hanya perlu memiliki preferensi yang telah disusun
berdasarkan besarnya nilai guna, walaupun dalam hal ini besarnya nilai guna
tersebut secara absolute tidak perlu mereka ketahui.

Oleh sebab itulah muncul suatu pendekatan ordinary, di mana pendekatan


tersebut menunjukkan tingkat kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi suatu
barang ataupun jasa yang digambarkan dalam model kurva indifferent. Perlu kita
pahami bahwa suatu pendekatan ordinal ini berdasarkan pembandingan antara
suatu barang yang satu dengan dengan barang lainnya. Selanjutnya kita dapat
memberikan urutan melalui hasil pembandingan tersebut. Misalnya penggunaan
metode ordinal dalam sebuah lomba atau kejuaraan, pengukuran indeks prestasi
dan disamping itu juga dapat digunakan dalam pengukuran yang sifatnya
kualitatatif . contohnya yang kita kenal dengan bagus, sangat bagus, dan paling
bagus.
Adapun pendekatan kardinal ini memilii kelemahan yang ada pada
anggapan yang pergunakan di mana kepuasan seorang konsumen dari
mengkonsumsi suatu barang ataupun jasa hanya dapat diukur dengan satuan
kepuasan. Seperti yang kita pahami bahwa pada kenyataannya pengukuran
tersebut sangat sulit untuk dilakukan. Pendekatan ordinal hanya mampu mengukur
kepuasan seorang konsumen dengan sebuah angka ordinal (relatif). Tingkat
kepuasan dari seorang konsumen dapat digambarkan dengan menggunakan
kurva indiferen, yaitu sebuah kurva yang bisa menunjukkan suatu tingkat
kombinasi dari jumlah barang yang dikonsumsi dan dapat menghasilkan suatu
tingkat kepuasan yang sama).

2. KURVA INDEFFERENT (INDEFFERENT CURVE)


Indefferent Curve (kurva indifferent) pertama kali digagaskan oleh seorang
ekonom yang lahir di Irlandia, Francis Edgeworth (1845-1926) dan juga seorang
ekonom yang lahir di Italia, yaitu Vilfredo Pareto (1848-1923). Keduanya
memeberikan gagasannya bahwa pendekatan ordinal harusnya dapat membentuk
suatu basis dari analisis ekonomi dibandingkan dengan pendekatan

11
kardinal. Pareto dan Edgeworth juga mengembangkan suatu perangkat analisis
yang saat ini dikenal dengan indifference curve (kurva indifferent).
kurva indifferent adalah suatu kurva yang menggambarkan kombinasi
konsumsi dari dua macam barang ataupun dari konsumen tertentu yang dapat
memberikan tingkat kepuasan yang sama. Atau dengan kata lain dapat
disimpulkan juga bahwa suatu kurva indifferent merupakan kurva yang dapat
menggambarkan suatu kombinasi dari beberapa barang yang sama-sama disukai
konsumen. Di mana tidak akan ada pilihan untuk satu kombinasi barang yang satu
dengan barang lainnya dikarenakan semua mempunyai tingkat utilitas yang sama
(jumlah utilitas yang sama pula) bagi seorang konsumen. Teori ini memiliki asumsi
bahwa seorang konsumen bisa memilih kombinasi konsumsi manapun tanpa dia
harus menjelaskan bagaimana dia memilih kombinasi tersebut.

Y
A
Y1

B
Y2
 D

Y3 C
IC

0 X1 X2 X3

Gambar 1 Kurva Indifferen

12
Gambar 1 menunjukkan kurva indifferen yang digambarkan oleh IC meliputi
berbagai kombinasi barang X dan Y yang memberikan kepuasan sama bagi
konsumen. Misalkan, barang X adalah makanan dan barang Y pakaian. Kurva
tersebut menunjukkan bahwa seseorang akan memperoleh kepuasan sama
dengan mengkonsumsi X1 makanan dan Y1 pakaian (titik A) dengan X2 makanan
dan Y2 pakaian (titik B), dan X3 makanan dan Y3 pakaian (titik C). titik pada IC
semua memberikan kepuasan yang sama bagi seseorang, dan tidak memiliki
alasan khusus untuk memilih di IC daripada titik lainnya.
Sebaliknya kombinasi makanan dan pakaian yang terletak di bawah atau di
sebelah kiri IC pada sisi lain, kurang disukai oleh seseorang kerena menawarkan
kepuasan yang lebih rendah, titik D menawarkan jumlah kedua barang tersebut
lebih rendah. Jadi D juga lebih tidak disukai disbanding titik A, B dan C yang ada
di kurva garis Indefferent Curve (IC).
Beberapa ciri dari Kurva indefferent (Indefferent Curve) adalah sebagai
berikut.
a. Suatu kurva indefferent memiliki kemiringan yang negatif (yang dapat dilihat dari
kiri atas ke kanan bawah). Hal itu menunjukkan bahwa apabila seorang
konsumen ingin mengkonsumsi suatu barang X yang lebih banyak tentu dia
harus mengorbankan konsumsi terhadap barang Y.
b. Suatu kurva indefferent yang terlihat lebih tinggi kedudukannya, maka hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat kepuasan yang semakin tinggi. Ketika
kurva bergeser ke kanan akan menunjukkan kombinasi barang X dan Y yang
bisa dikonsumsi oleh seseorang semakin banyak. Hal inilah yang menyebabkan
semakin bertambahnya kepuasan dengan pergeseran kurva ke kanan.
c. Suatu kurva indefferent tidak akan pernah berpotongan antara satu dengan
lainnya. Ini berakitan dengan asumsi bahwa masing-masing kurva indiferent
menunjukkan tingkat kepuasan yang sama. Dengan pengertian apabila A = B
dan A = C maka otomatis C = B padahal yang terjadi tidak demikian.
d. Suatu kurva indefferent akan cembung ke arah titik asal (titik 0). Derajat
penggantian antar barang konsumsi semakin menurun. Hal ini masih berkaitan
dengan hukum Gossen, di mana apabila pada titik tertentu semakin banyak
mengkonsumsi barang X akan mengakibatkan kehilangan atas barang X tidak
begitu berarti dan sebaliknya atas barang Y.

13
3. KETERBATASAN ANGGARAN
Dalam memaksimalkan kepuasannya, konsumen terkendala oleh jumlah
pendapatan yang dimiliki. Kita akan melihat bagaimana keterbatasan anggaran
pendapatan dalam membatasi pilihan konsumen. Kita ambil contoh Diva seorang
pegawai negeri sipil yang mempunyai pendapatan (I) tetap setiap bulan, yang
dapat dibelanjakan untuk pangan dan lainnya. Untuk konsumsi pangan, diberi
simbol X dan untuk konsumsi barang lainnya diberi simbol Y. harga masing-
masing barang tersebut diberi simbol Px dan Py. Kondisi tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut.

I = X. Px + Y. Py

Misalkan Diva mempunyai pendapatan Rp 6.000.000 per bulan, harga


pangan adalah 10.000 sementara harga lainnya adalah Rp 20.000 maka tabel 2
menunjukkan berbagai kombinasi pangan dan lainnya yang dapat dibeli setiap
bulannyadengan pendapatan Rp 6.000.000.
Tabel 2 Keranjang Produk garis Anggaran
Keranjang Pangan (X) Lainnya (Y) Pendapatan (I)
A 600 0 6.000.000
B 400 100 6.000.000
C 200 200 6.000.000
D 0 300 6.000.000

14
Y

D
300

200 C

100 Dapat Diperoleh B

A
0 X
100 200 300 400 500 600

Gambar 2 Garis Anggaran Diva

Gambar 2 menunjukkan bahwa kombinasi makanan (X) dan lainnya (Y),


yang dibeli individu ditunjukkan oleh segitiga 0AD. Dengan sumsi bahwa individu
lebih suka lebih banyak barang daripada sedikit, maka batas luar segitiga ini
merupakan kendala yang relevan menunjukkan seluruh pendapatan yang tersedia
untuk dipergunakan untuk membeli barang X dan Y. Slope batas anggaran yang
berbentuk segitiga ini ditentukan oleh –Px/Py, dalam hal ini menunjukkan -100/200
= -1/2.
Kemiringan garis anggaran –Px/Py adalah perbandingan negatif dari harga
dua jenis barang. Besarnya kemiringan menunjukkan tingkat di mana kedua
barang dapat dipertukarkan satu sama lain, tanpa mengubah jumlah uang yang
harus dibelanjakan.

15
4. KESEIMBANGAN KONSUMEN
Supaya bisa mengetahui tentang bagaimana seorang konsumen dapat
mengalokasikan pendapatannya diantara dua macam produk, maka perlu kiranya
digabungkan terlebih dahulu mengenai pengertian tentang apa yang mau
dilakukan dan apa yang bisa dilakukan oleh konsumen tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggabungkan suatu peta indifferent dan juga kurva garis
anggaran dari konsumen yang bersangkutan. Adapun penggabungan dari peta
indifferent dan juga kurva garis anggaran konsumen dapat digambarkan didalam
kurva 3 berikut ini.

Kuantitas
Pakaian

A
25 IC4
IC1 IC2 IC3
20 B

15

10 E

0 4 8 12 16 20
B

Kuantitas Buku

Kurva 3 Keseimbangan Konsumen

Dapat kita lihat dari kurva 9-3, maka garis anggaran dapat diletakkan pada
garis AB di atas peta indifferent dari seorang konsumen. Dari kurva tersebut
perhatikanlah posisi yang ada di kanan atas garis AB. Di mana menunjukkan
berbagai kombinasi barang yang belum bisa dibeli oleh konsumen tersebut dengan
sejumlah anggaran yang dimilikinya. Sementara itu perhatikanlah posisi yang ada
pada kiri bawah garis AB. Hal ini dapat menggambarkan suatu kombinasi dari
barang yang harga belinya lebih rendah dari pendapatannya, sehingga tidak akan
masuk dalam hitungan. Hal tersebut disebabkan karena asumsinya anda akan
mempergunakan pendapatan yang anda miliki misalnya sebesar Rp

16
500.000,00. Dari ilustrasi tersebut, maka pada posisi manakah yang akan anda pilih
nantinya supaya mencapai tingkat konsumsi yang optimal?
Pastinya semua konsumen termasuk anda ingin memaksimumkan utilitas.
Dengan demikian konsumen ingin mencapai kurva indifferent yang tertinggi yang
sekiranya mampu dicapai. Maka melalui kurva 3 kita bisa mengamati bahwa
seorang konsumen akan mencapai titik utilitas yang maksimum pada titik dimana
garis anggaran menyinggung langsung kurva indifferent tertinggi yang bisa mereka
capai. Kondisi ini dapat dikatakan sebagai titik keseimbangan konsumen. Dengan
kurva 3, maka kita bisa melihat secara bersama-sama bahwa kombinasi barang
yang banyak atau paling disukai dan bisa dicapai dengan anggaran yang tersedia
ada dan terletak pada titik E. Dengan demikian pada titik E itu, seorang konsumen
mampu mencapai titik utilitas yang maksimum dengan keterbatasan anggaran yang
dimilikinya. Dapat diartikan bahwa seorang konsumen dalam upaya mencapai titik
utilitas maksimum sangat dibatasi oleh pendapatan yang dimiliki. Pada
keterbatasan inilah merupakan suatu kenyataan dimana seorang konsumen tidak
akan bisa mengkonsumsi sejumlah barang ataupun jasa yang nilainya melebihi
pendapatan yang dimilikinya.

17

Anda mungkin juga menyukai