Anda di halaman 1dari 8

JurnalKeperawatan

Jurnal KeperawatanJiwa,Volume
Jiwa 7No 1, Hal
7 No39
1 -Hal
46, 39
Mei- 46,
2019Mei 2019 e-ISSN 2655-8106
FIKKesUniversitas
FIKKes UniversitasMuhammadiyah
MuhammadiyahSemarang
Semarangbekerjasama
bekerjasamadengan
denganPPNI
PPNIJawa
JawaTengah
Tengah p-ISSN2338-2090

KEPATUHAN MINUM OBAT MEMPENGARUHI RELAPS PASIEN SKIZOFRENIA


Jesika Pasaribu1, Roslince Hasibuan2
1,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus Jakarta
2
Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit Jakarta
pasariboe.jesika@gmail.com

ABSTRAK
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat yang ditandai dengan gejala positif, gejala
negatif dan gangguan kognitif. Kondisi kronis yang dialami pasien berpotensi mengalami relaps.
Penelitian ini dilakukan di RSKD Duren Sawit bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan
minum obat terhadap relaps pasien Skizofrenia. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain penelitian longitudinal yakni cross-sectional berulang (time-series). Jumlah sampel sebanyak
48 responden yang diperoleh dengan teknik total sampling. Hipotesis di uji dengan mengguanakan uji
chi square. Alat ukur penelitian : PANSS dan lembar observasi pemantauan minum obat. Pengambilan
data dilakukan setiap bulan (selama 3 bulan) saat responden kontrol ke poliklinik. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan kepatuhan minum obat terhadap relaps pasien Skizofrenia (p value
=0,043). Diharapkan perawat dan keluarga pasien tetap melanjutkan pemantauan minum obat kepada
pasien dengan lembar observasi. Penelitian ini juga merekomendasikan kepada perawat agar
memberikan psikoedukasi keluarga tentang psikofarmaka pada pasien.

Kata kunci: relaps, kepatuhan minum obat, Skizofrenia

MEDICATION ADHERENCE INDUCED RELAPSE IN SCHIZOPHRENIC PATIENT

ABSTRACT
Schizophrenia is a very severe mental disorder characterized by positive symptoms, negative
symptoms, and cognitive impairment. Chronic conditions experienced by patients potentially lead to
an experience of recurrence. The study was conducted at RSKD Duren Sawit to reveal the relationship
of medication adherence to recurrence of schizophrenic patients.This study type of quantitative
research using a longitudinal research design: cross-sectional (time-series). The number of samples
was 48 respondents obtained by the total sampling technique. The hypothesis was tested using the chi-
square test. The instruments used in this study were PANSS and an observation sheet of taking the
medication. Data retrieval was taken every month (for 3 months). The results showed that there was a
relationship between medication adherence to Schizophrenia relapse (p-value = 0.043). It is well
expected that nurses and families keep observing of taking medication with an observation sheet. This
study also recommends that nurses give family psycho-education about medication to patients.

Keywords: Schizophrenia, Relapse, Compliance

PENDAHULUAN Skizofrenia adalah sindrom perilaku dan


Skizofrenia merupakan gangguan jiwa kronik kognitif yang kompleks, heterogen yang
yang mempengaruhi bagaimana seseorang diakibatkan oleh gangguan perkembangan otak
berpikir, merasa, dan berperilaku. Menurut karena faktor genetik/biologik atau
data WHO (2016), terdapat sekitar 21 juta lingkungan, atau keduanya (Owen, Sawa, dan
mengalami Skizofrenia (Kementerian Mortensen, 2016). Secara biologik, diketahui
Kesehatan RI, 2016). Prevalensi Skizofrenia di terdapat disfungsi neurotransmisi
Indonesia pada tahun 2013 yakni sebesar 1,7 dopaminergik yang berkontribusi pada
per mil secara nasional dan mengalami pembentukan awal gejala psikotik. (Stuart,
peningkatan signifikan menjadi 6,7 per mil 2016). Faktor lingkungan dapat meliputi
menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 masalah psikologis dan juga sosial seperti
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). masalah pada tumbuh kembang, masalah

39
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

ekonomi, pekerjaan serta penggunaan koping buruk pada otak dalam hal kemunduran
maladaptif. kognitif dan pemulihan menjadi lambat pada
relaps berikutnya.
Manifestasi klinis Skizofrenia ditandai oleh
gejala psikopatologi; gejala positif (delusi dan Selain relaps, kondisi yang mengancam
halusinasi), gejala negatif (gangguan motivasi, penderita Skizofrenia yakni mortalitas
pengurangan kata-kata secara spontan, dan Skizofrenia yang lebih tinggi jika
sosial sosial), serta gangguan kognitif. Secara dibandingkan dengan gangguan psikiatrik
umum penderita Skizofrenia menampilkan lainnya (Walker, McGee, dan Druss 2015).
distorsi cara berpikir, persepsi, emosi, bahasa, Saat ini, pengobatan terutama terdiri dari obat-
dan perilaku. Gejala positif cenderung kambuh obatan antipsikotik yang dikombinasikan
dan timbul sedangkan gejala negatif dan dengan psikologis terapi, dukungan sosial, dan
kognitif cenderung bersifat kronis dan rehabilitasi, tetapi kebutuhan mendesak untuk
dikaitkan dengan efek jangka panjang pada perawatan yang lebih efektif dan pemberian
sosial fungsi penderita (Owen, Sawa, dan layanan ada. Oleh karena itu pengobatan
Mortensen, 2016). skizofrenia harus dilakukan terus menerus
sehingga relaps Skizofrenia dapat dicegah serta
Penanganan Skizofrenia membutuhkan waktu dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
yang lama dan kepatuhan pengobatan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
Kepatuhan pengobatan menjadi poin penting mengetahui hubungan kepatuhan minum obat
yang harus diwaspadai penderita, keluarga dan terhadap relaps pasien skizofrenia? Diharapkan
petugas kesehatan. Masalah yang sering pencegahan relaps dapat dilakukan secara
muncul dalam pengobatan Skizofrenia adalah kontinu dengan kepatuhan minum obat.
relaps atau kambuh. Penyebab relaps
Skizofrenia menurut Keltner dan Steele (2015) METODE
adalah ketidakpatuhan pengobatan dan Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
munculnya stressor yang sangat signifikan metode kuantitatif dengan rancangan
mengganggu. Relaps akibat ketidakpatuhan penelitian longitudinal yakni cross-sectional
pengobatan juga ditemukan melalui survey berulang (time-series). Penelitian ini dilakukan
Riskesdas tahun 2018 yakni sebesar 36,1 % untuk mengukur tingkat kepatuhan minum
tidak minum obat karena merasa sudah sehat obat dan relaps penderita Skizofrenia.
dan 33,7% tidak rutin berobat ke fasyankes Pengukuran dilakukan selama 3 kali yakni
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). pada bulan ke-1, bulan ke-2, dan bulan ke-3
Selanjutnya dari hasil survei Riskesdas (Skema 1). Populasi dalam peneliti ini adalah
ditemukan populasi minum obat rutin hanya penderita Skizofrenia pasien pernah
sebesar obat rutin 48.9 %. Angka statistik mengalami relaps. Diagnosis Skizofrenia
tersebut sudah menunjukkan bahwa penderita ditegakkan oleh psikiater berdasarkan riwayat
Skizofrenia di Indonesia sangat berisiko terdahulu dan melalui pemeriksaan status
mengalami relaps. mental sesuai dengan kriteria ( American
Psychiatric Association, 2013). Sampel
Kejadian relaps mengalami peningkatan jika diperoleh sejumlah 48 pasien dengan
tidak memiliki pengetahuan tentang menggunakan teknik total sampling. Kriteria
Skizofrenia atau tidak patuh dalam minum pemilihan sampel sbb: penderita Skizofrenia
obat dan tidak mendapat dukungan keluarga. yang sudah pernah mengalami relaps
Penelitian Eticha, Teklu, Ali, Solomon, sebelumnya, sedang menjalani rawat jalan,
Alemayehu (2015) menyatakan salah satu yang kooperatif, bisa membaca dan menulis,
mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah memiliki caregiver di rumah.
daya tilik diri (insight) dan efek samping obat.
Daya tilik diri pasien yang baik diperoleh dari X0 X1 X2 X3
pendapingan dan pengetahuan keluarga Awal Bulan I Bulan II Bulan III
tentang kepatuhan minum obat yang baik. PANSS I PANSS II PANSS III
Pasien yang kambuh membutuhkan waktu Kepatuhan I Kepatuhan II Kepatuhan III
yang lebih lama untuk kembali pada kondisi Skema 1. Alur pengumpulan data
semula. Relaps berulang juga memiliki efek

40
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Instrumen penelitian untuk mengukur relaps definisi operasional di Indonesia (Departemen


penderita Skizofrenia berupa kuesioner Psikiatri FKUI, 2008).
PANSS (Positive and Negative Syndrome
Scale For Schizophrenia). PANSS terdiri dari Instrumen kedua yakni lembar observasi
30 pertanyaan berdasarkan 3 gejala, yaitu 7 pemantauan minum obat untuk mengukur
pertanyaan gejala positif, 7 pertanyaan gejala tingkat kepatuhan minum obat dirumah yang
negatif, dan 16 pertanyaan gejala psikopatologi diisi oleh pengawas minum obat
umum. Skor PANSS 30- 210 dengan skala 1-7 (keluarga/caregiver). Lembar pemantauan
(1 : tidak ditemukan – 7 : sangat parah). minum obat dievaluasi setiap bulan saat
PANSS digunakan untuk mengidentifikasi responden datang kontrol. Keluarga telah di
gejala psikotik terkait target pengobatan dan ajarkan terlebih dahulu cara dan pengisian
memprediksi secara akurat respon pasien penggunaan dari lembar observasi pemantauan
terhadap pengobatan yang diberikan. PANSS minum obat. Sebelum dilakukan
diukur setiap bulan selama 3 bulan berturut- pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu
turut saat responden datang kontrol kembali ke menjelaskan cara pengisian lembar observasi
poliklinik. pemantauan minum obat dirumah. Lembar
observasi ini berisi nama pasien, nama obat,
PANSS diterbitkan pada tahun 1987 oleh dosis, cara pemberian, tanggal dan paraf
Stanley Kay, Lewis Opler, dan Abraham pemberi obat. Lembar ini sudah dilengkapi
Fiszbein dan banyak digunakan dalam studi dengan cara pemberian obat secara 6 benar
terapi antipsikotik (Kay, Opler, dan Fiszbein, (benar nama pasien, benar nama obat, benar
1987). Kuesioner PANSS pada penelitian ini dosis obat, benar cara pemberian, benar waktu
diisi oleh psikiater. Kuesioner PANSS ini telah pemberian, dan benar dokumentasi).
baku dan menjadi standar penilaian kepada
pasien Skizofrenia yang digunakan pada HASIL
institusi kesehatan di seluruh dunia dan juga Adapun karakteristik responden sebagai
pada RSKD Duren Sawit dan mengacu pada berikut:

Tabel 1.
Karakteristik Responden (n=48)
Karakteristik f %
Usia
17-25 tahun 10 20,8
26-35 tahun 16 33,3
36-45 tahun 5 10,4
46-55 tahun 14 29,2
>60 tahun 3 6,3
Jenis Kelamin
Laki-laki 30 62,5
Perempuan 18 37,5
Pendidikan
SD 17 35,4
SMP 12 25
SMA 11 22,9
Perguruan Tinggi 8 16,7
Berdasarkan tabel 1, persebaran karakteristik ketidakpatuhan minum obat sebesar 6,3%,
berdasarkan usia menunjukkan bahwa bulan kedua menjadi 16,7 % dan bulan ketiga
persentase tertinggi adalah usia 26-35 tahun naik menjadi 37,5%. Berdasarkan tabel 3,
sebanyak 33,3% dan mayoritas pendidikan didapatkan data bahwa relaps pasien
responden adalah pendidikan rendah (SD dan skizofrenia pada bulan kedua sebesar 4,2 %
SMP) sebesar 60,4%. Tabel 2 menunjukkan sedangkan pada bulan ketiga persentase
tingkat kepatuhan minum obat mengalami kambuh sebesar 12,5%.
penurunan. Pada bulan pertama terdapat

41
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Tabel 2.
Tingkat Kepatuhan Pasien Skizofrenia Selama III Bulan (n=48)
Variabel f %
Kepatuhan minum obat bulan I
Tidak patuh 3 6,3
Patuh 45 93,8
Kepatuhan minum obat bulan II
Tidak patuh 8 16,7
Patuh 40 83,3
Kepatuhan minum obat bulan III
Tidak patuh 18 37,5
Patuh 30 62,5

Tabel 3.
Tingkat Relaps Pasien Skizofrenia Selama III Bulan (n=48)
Variabel f %
Relaps pasien skizofrenia bulan I
Kambuh 0 0
Tidak kambuh 48 100
Relaps pasien skizofrenia bulan II
Kambuh 2 4,2
Tidak kambuh 46 95,8
Relaps pasien skizofrenia bulan III
Kambuh 6 12,5
Tidak kambuh 42 87,5

Tabel 4.
Hubungan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Relaps Pasien Skizofrenia (n=48)
Relaps Pasien Skizofrenia
Total
Kepatuhan Minum Kambuh Tidak Kambuh
p value
Obat f % f % f %
Tidak patuh 5 27,8 13 72,2 18 100 0,043
Patuh 1 3,3 29 96,7 30 100
Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,043 single. Sementara temuan terkait usia beberapa
(tabel 3), maka hipotesisi gagal ditolak, yakni menemukan tidak ada kaitan usia dengan
ada hubungan antara kepatuhan minum obat relaps Skizofrenia.
dengan relaps pasien skizofrenia.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa
PEMBAHASAN responden yang paling banyak ditemui yakni
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa laki-laki sebesar 62,5%. Laki-laki dan
persentase tertinggi adalah usia 26-35 tahun perempuan memiliki perbedaan pada usia
sebanyak 33,3% dan pendidikan responden onset, gejala, tingkat keparahan penyakit, dan
adalah pendidikan rendah (SD dan SMP) lamanya pengobatan. Laki-laki memiliki onset
sebesar 60,4%. Hasil penelitian ini sesuai yang lebih dini untuk terjadinya Skizofrenia,
dengan teori yang menyatakan bahwa gejala kecenderungan yang lebih tinggi terhadap
skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja gejala negatif, fungsi sosial yang lebih rendah,
akhir atau dewasa muda. Mulai timbul gejala dan penyalahgunaan zat komorbiditas
(onset) pada penderita skizofrenia antara 15-25 dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan
tahun. Hasil uraian sistematik review Gabriela, perempuan menunjukkan onset penyakit yang
Larissa, Ferreira, dan Kátia (2018) menemukan relatif terlambat dengan menampilkan gejala
berbagai macam faktor yang berhubungan yang menyerang afektif (Li, Ma,Wang, Yang,
dengan relaps penderita Skizo antara lain: dan Wang, 2016). Selain itu, faktor hormonal
pendidikan rendah, belum bekerja, dan status juga memengaruhi prevalensi Skizofrenia.

42
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Kaplan, Sadock, Grebb (2010) menguraikan skor Clinical Global Impression (CGI), serta
bahwa hormon estrogen memiliki efek munculnya kembali tanda dan gejala
protektif terhadap skizofrenia. Estrogen Skizofrenia. Hospitalisasi merujuk pada
mempengaruhi pelepasan dopamin melalui pengertian bahwa penderita dirawat kembali.
neuron GABA melalui pengikatan reseptor Sementara hasil pengukuran PANSS dan CGI
dopamine D2. menunjukkan manifestasi klinis yang dialami
penderita sehingga dikategorikan mengalami
Ketidakpatuhan pengobatan dinilai sebagai relaps. Pada penelitian ini, responden
prediktor utama kekambuhan. Berbagai dikategorikan kambuh jika skor PANSS > 80
penelitian menyebutkan penyebab dan responden langsung dilakukan rawat inap
relaps/eksaserbasi penderita Skizofrenia sesuai dengan prosedur yang berlaku di RSKD
memiliki banyak faktor antara lain : Duren Sawit-Jakarta.
penyalahgunaan zat, ketidakpatuhan
pengobatan, efek samping pengobatan Hasil studi Sullivan, Northstone, Gadd,
(Chaurotia, Verma, Baniya, 2016); tinggal Walker, Margelyte, et.al (2017) menyatakan
tanpa keluarga, tidak patuh pada pengobatan, tingkat relaps kumulatif lima tahun setelah
dukungan sosial rendah, religiusitas rendah, pemulihan awal dari psikosis adalah 82%.
efek samping obat (Fikreyesus, Feyissa, dan Selanjutnya, sistematik review Gabriela Lemos
Soboka, 2016); usia saat onset penyakit, de, Larissa, Ferreira, dan Kátia, (2018)
pengaturan hidup, latar belakang keluarga, menemukan bahwa relaps dapat terjadi pada
kelas sosial, status pekerjaan, status bulan pertama berkisar antara 9,5 - 31%, bulan
pendidikan, durasi penyakit dan kepatuhan ketiga sekitar 49,5%, dan bulan keenam antara
obat (Adebiyi, Mosaku, Irinoye, Oyelade, 15,3-31,2 %. Ancaman terhadap kekambuhan
2018). Penelitian tersebut mengarah pada senantiasa mengintai penderita Skizofrenia
kepatuhan pengobatan. Di Indonesia, hasil setelah hospitalisasi. Semakin sering pasien
penelitian ini sejalan dengan penelitian mengalami relaps, maka semakin pendek pula
Gemilang, Lesmana, dan Aryani (2017) jarak relaps berikutnya. Hal ini yang membuat
menyimpulkan bahwa ketaatan atau kepatuhan seolah pasien tidak pernah lepas dari
pengobatan menjadi salah satu faktor risiko hospitalisasi dan rehospitalisasi.
relaps.
Gabriela Lemos de, Larissa, Ferreira, & Kátia.
Pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah (2018) menggambarkan relaps sebagai
mengapa ketidakpatuhan pengobatan dialami fenomena pintu putar (the revolving door
oleh penderita Skizofrenia. Penelitian Eticha, phenomenon), yakni masalah psikiatrik yang
Teklu, Ali, Solomon, & Alemayehu (2015) berulang sesudah pulang perawatan dan segera
menemukan jawaban bahwa ketidakpatuhan masuk kembali untuk dirawat. Relaps akan
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan pasien, mengurangi fungsi sosial, meningkatkan
sikap terhadap penyakit yang diderita dan pengeluaran, meningkatkan stigma, bahkan
obat-obatan yang dikonsumsi. Sikap positif penurunan kognitif. Setiap relaps akan
terhadap pengobatan menampilkan kepatuhan membawa dampak kemunduran fungi kognitif
yang lebih baik, sebaliknya sikap negatif pada relaps selanjutnya (Owen, Sawa, dan
membawa ketidakpatuhan-sebagai presipitasi Mortensen, 2016). Masuk kembali untuk
relaps. Temuan ini menunjukkan intervensi dirawat (rehospitalisasi) mengisyaratkan
yang mengeksplorasi dan meningkatkan sikap sulitnya kontinuitas perawatan diluar rumah
pasien terhadap pengobatan mereka dapat sakit dan pelayanan kesehatan mental
meningkat kepatuhan pengobatan. dikomunitas yang kurang.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa terjadi Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,043
peningkatan relaps Skizofrenia pada bulan (tabel 3), maka hipotesisi gagal ditolak, yakni
selanjutnya. Olivares, Sermon, Hemels, dan ada hubungan antara kepatuhan minum obat
Schreiner (2013) menguraikan beberapa dengan relaps pasien skizofrenia. Berdasarkan
kriteria yang mendefinisikan relaps dari studi Owen, Sawa, dan Mortensen (2016);
berbagai temuan penelitian sebelumnya, antara Sullivan, Northstone, Gadd, Walker,
lain : hospitalisasi, hasil skor PANSS, hasil Margelyte, et.al (2017) ditemukan bahwa

43
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

antipsikotik generasi kedua lebih efektif dalam proses penyembuhan dan meminimalkan
mencegah relaps. Sesuai dengan beberapa relaps menjadi penting menjadi bagian dari
penelitian dan review sistematik yang intervensi keperawatan. Penelitian Aldersey
menyatakan bahwa antipsikotik generasi kedua dan Whitley (2015) menemukan peran
lebih baik menurunkan relaps pada psikosis. keluarga yang mendukung kesebuhan dan
Namun temuan menarik diuraikan oleh menghambat kesembuhan. Keluarga dapat
Stępnicki, Kondej dan Kaczor (2018), memfasilitasi dan mempercepat proses
menyatakan bahwa antipsikotik saat ini penyembuhan pasien melalui dukungan moral,
memang masih memiliki keterbatasan sebagai dukungan praktis, sebagai motivator bagi
terapi mengatasi gejala Skizofrenia. penyembuhan pasien. Namun disisi lain
ternyata keluarga juga berperan sebagai
Keterbatasan tersebut antara lain : antipsikotik penghambat dalam kesembuhan pasien
efektif hanya bagi setengah populasi pasien dengan cara menjadi stressor bagi pasien,
yang mendapat pengobatan; sebagian besar menunjukkan stigma dan ketidakpahaman
antipsikotik lebih mengatasi gejala positif, terhadap kondisi pasien serta memaksa pasien
namun gejala negatif dan kognitif masih belum agar dirawat saja di RS.
teratasi; efek samping pengobatan memiliki
efek pada neurologis dan metabolik yang dapat Psikoedukasi dapat diberikan meliputi cara
mengakibatkan disfungsi seksual atau perawatan pasien dirumah, pengobatan, dan
agranulositosis. Biasanya psikofarmaka akan rujukan pasien. Pemberian pendidikan
bekerja pada reseptor neurotransmitter utama kesehatan yang memadai tentang efek samping
seperti dopamin, serotonin dan adrenalin. obat serta penanganannya sangat penting untuk
Sesuai dengan fungsi neurotransmitter tersebut meningkatkan kepatuhan pengobatan.
yang memiliki dampak utama terhadap gejala Pendidikan kesehatan dilakukna kepada pasien
positif sehingga pemberian antipsikotik serta keluarga bertujuan untuk meningkatkan
memiliki kecenderungan mengatasi gejala wawasan tentang pengobatan serta
positif Skizofrenia. meningkatkan kesadaran diri (insight),
khususnya bagi pasien. Dengan demikian,
Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengukur diperlukan kolaborasi/ pendekatan
efek samping pengobatan maupun jenis obat multidisiplin yang melibatkan berbagai
yang dipakai. Pada beberapa penelitian profesional perawatan kesehatan dan lembaga,
terdahulu, efek samping obat menjadi termasuk kegiatan perawatan komunitas.
kontributor penting untuk masalah kepatuhan.
Besarnya dampak negatif yang dialami SIMPULAN DAN SARAN
membuat penderita menghentikan pengobatan Simpulan
sendiri atau merubah dosis obat tanpa Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada
persetujuan medis. hubungan antara kepatuhan minum obat
Meskipun obat antipsikotik menjadi dengan relaps pasien skizofrenia dengan nilai
penanganan utama, manajemen/ p-value 0,043.
penatalaksanaan yang efektif membutuhkan
farmakoterapi yang terintegrasi pada dukungan Saran
psikologis dan sosial yang kuat, misalnya Penelitian merekomendasikan kepada perawat
pendekatan untuk meningkatkan kepatuhan, agar memberikan psikoedukasi keluarga
kegiatan vokasional dan pendidikan kesehatan tentang psikofarmaka pada pasien. Bagi
serta dan rehabilitasi. Sejalan dengan pelayanan kesehatan diharapkan lembar
penelitian Olivares, Sermon, Hemels, dan observasi pemantauan minum obat dapat
Schreiner (2013) merekomendasikan intervensi dijadikan masukan untuk memonitoring
non-farmakologis, seperti psikoedukasi dan kepatuhan minum obat pada pasien yang
terapi perilaku kognitif (TPK) untuk mengatasi berobat rawat jalan. Bagi keluarga pasien tetap
relaps dikikuti dengan pemberian melanjutkan pemantauan minum obat kepada
psikofarmaka. pasien dengan lembar observasi yang telah
dibuatkan oleh peneliti.
Pemberian psikoedukasi keluarga (family
psychoeducation/FPE) untuk mempercepat

44
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

DAFTAR PUSTAKA Factors associated with psychiatric


Adebiyi, M.O., Mosaku, S.K., Irinoye, O.O., readmissions: A systematic
Oyelade, O.O (2018) Socio- review.Paideía, 28 doi:http://e-
demographic and clinical factors resources.perpusnas.go.id:2130/10.1590/
associated with relapse in mental illness. 1982-4327e2814
International Journal of Africa Nursing
Sciences Gemilang, B.M., Lesmana, C.B., Aryani, L.N
(2017). Karakteristik Pasien Relapse
Aldersey, H. M., & Whitley, R. (2015). Family pada Pasien Skizofrenia dan Faktor
influence in recovery from severe Pencetusnya di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
mental illness. Community Mental Provinsi Bali. E-Jurnal Medika, Vol. 6
Health Journal, 51(4), 467-476. No. 10, Oktober, 2017 : 61 – 65. ISSN:
doi:http://e- 2303-1395
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1007/
s10597-014-9783-y Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
American Psychiatric Association (APA), Psikiatri Klinis. Tangerang : Binarupa
2013. Diagnostic and statistical manual Aksara; 2010
of mental disorders—fifth edition:
DSM-5. Arlington, VA: American Kay, S., Opler, L and Fiszbein, A. (1987). The
Psychiatric Association. Positive and Negative Syndrome Scale
(PANSS) for Schizophrenia.
Chaurotia, V.K., Verma , Baniya, G.C (2016). Schizophrenia Bulletin Vol. 13, No. 2
A Study of Psychosocial Factor Related
with Relapse in Schizophrenia. IOSR Keltner dan Steele (2015). Psychiatric Nursing.
Journal of Dental and Medical Sciences Seventh Edition. Sint Louis, Missouri.
(IOSR-JDMS) e-ISSN: 2279-0853, p- Elsevier
ISSN: 2279-0861.Volume 15, Issue 4
Ver. XIV. DOI: 10.9790/0853- 1. Kementerian Kesehatan RI (2016).
1504142634 Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Diunduh dari
Departemen Psikiatri FKUI. 2008. Pedoman http://www.depkes.go.id/article/print/16
definisi PANSS (Positive and Negative 100700005/peran-keluarga-dukung-
Syndrome Scale For Schizophrenia). kesehatan-jiwa-masyarakat.html
RSCM.
Kementerian Kesehatan RI (2018). Riset
Eticha, T., Teklu, A., Ali, D., Solomon, G., & Kesehatan Dasar. Riskesdas 2018.
Alemayehu, A. (2015). Factors Jakarta: Badan Penelitian dan
Associated With Medication Adherence Pengembangan Kesehatan
Among Patients With Schizophrenia In
Mekelle, Northern Ethiopia. PLoS Li,R.,Ma,X., Wang,G., Yang.G., dan Wang, C.
One, 10(3) doi:http://e- (2016). Why sex differences in
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1371/ schizophrenia? J Transl Neurosci
journal.pone.0120560 (Beijing). 16 September ; 1(1): 37–42.

Fikreyesus, G.T. Feyissa, M. Soboka (2016). 2. Olivares, J. M., Sermon, J., Hemels, M.,
Psychotic relapse and associated & Schreiner, A. (2013). Definitions and
factors among patients attending drivers of relapse in patients with
health services in Southwest Ethiopia: schizophrenia: a systematic literature
A cross sectional study. BMC review.Annals of general
Psychiatry, 16 (2016), psychiatry, 12(1), 32. doi:10.1186/1744-
p. 354, 10.1186/s12888-016-1076-2 859X-12-32

Gabriela Lemos de, P. Z., Larissa, M. M., Owen, M. J., Sawa, A., & Mortensen, P. B.
Ferreira, G. S., &Kátia, B. R. (2018). (2016).Schizophrenia. The
45
Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 – 46, Mei 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Lancet,388(10039), 86-97. doi:http://e- Sullivan, S., Northstone, K., Gadd, C., Walker,
resources.perpusnas.go.id:2130/10.1016/ J., Margelyte, R., Richards, A., &
S0140-6736(15)01121-6 Whiting, P. (2017). Models to predict
relapse in psychosis: A systematic
Stępnicki, P., Kondej, M., & Kaczor, A. A. review. PLoS One, 12(9) doi:http://e-
(2018). Current concepts and treatments resources.perpusnas.go.id:2130/10.1371/
of schizophrenia. Molecules, 23(8) journal.pone.0183998
doi:http://e-
resources.perpusnas.go.id:2130/10.3390/ Walker E, McGee R, Druss B (2015).
molecules23082087 Mortality in mental disorders andglobal
disease burden implications: a
Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik systematic review and meta-analysis.
Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. JAMA Psychiatry 72, 334–341.
Elsevier: Singapura. Editor : Budi
Anna Keliat dan Jesika Pasaribu

46

Anda mungkin juga menyukai