Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTEK KLINIS

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN EPILEPSI DENGAN


FEBRIL CONVULTION BACTERIAL

BANGSAL ANAK ASTER RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

PERIODE 10 JULI – 2 SEPTEMBER 2023

Disusun
Oleh:

Annisa Fitriani Bakhri 2220801010

PRODI STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. DEIFINISI
Kejang epileptik adalah kejadian klinis yang ditandai aktivitas sinkronisasi
sekumpulan neuron otak yang abnormal, berlebihan, dan bersifat transien. Aktivitas
berlebihan tersebut menyebabkan disorganisasi paroksismal pada satu atau beberapa
fungsi otak yang dapat bermanifestasi eksitasi positif (motorik, sensorik, psikis),
negatif (hilangnya kesadaran, tonus otot, kemampuan bicara), atau gabungan
keduanya. Kejang pertama kali tanpa demam dan tanpa provokasi (first unprovoked
seizure) adalah satu atau lebih kejang tanpa demam maupun gangguan metabolik akut
yang terjadi dalam 24 jam disertai pulihnya kesadaran di antara kejang. Epilepsi
didefinisikan sebagai serangan kejang paroksismal berulang tanpa provokasi dengan
interval lebih dari 24 jam tanpa penyebab yang jelas.
B. KLASIFIKASI
Pada tahun 1981, ILAE membagi kejang menjadi kejang umum dan kejang
fokal (parsial) berdasarkan tipe bangkitan (yang diobservasi secara klinis maupun
hasil pemeriksaan elektrofisiologi), yaitu apakah aktivitas kejang dimulai dari satu
bagian otak, melibatkan banyak area, atau melibatkan kedua hemisfer otak.
Klasifikasi epilepsy berdasarkan tipe bangkitan (ILAE 1981) :

C. ETIOLOGI
Etiologi epilepsi umumnya tidak diketahui. Klasifikasi berdasarkan ILAE
2010, mengganti terminologi dari idiopatik, simtomatis, atau kriptogenik, menjadi
genetik, struktural/metabolik, dan tidak diketahui. Genetic epilepsy syndrome adalah
epilepsi yang diketahui/diduga disebabkan oleh kelainan genetik dengan kejang
sebagai manifestasi utama. Structural/metabolic syndrome adalah adanya kelainan
struktural/metabolik yang menyebabkan seseorang berisiko mengalami epilepsi,
contohnya; epilepsi setelah sebelumnya mengalami stroke, trauma, infeksi SSP, atau
adanya kelainan genetik seperti tuberosklerosis dengan kelainan struktur otak (tuber).
Epilepsi digolongkan sebagai “unknown cause” bila penyebabnya belum diketahui.
Kelainan genetik yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain:
1. Kelainan kromosom: sindrom fragile X, sindrom Rett.
2. Trisomi parsial 13q22-qter berhubungan dengan epilepsi umum awitan lambat
dan leukoensefalopati.
Kelainan struktural/metabolik yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain :
1. Kelainan neurokutan: tuberosklerosis, neurofibromatosis, hipomelanosis Ito,
sindrom Sturge-Weber.
2. Palsi serebral (PS); epilepsi didapatkan pada 50% PS spastik kuadriplegia atau
hemiplegia dan 26% PS spastik diplegia atau diskinetik.
3. Sklerosis hipokampus, gliosis, dan hilangnya neuron sehingga mengubah
rangkaian sirkuit menjadi epileptogenesis, termasuk mesial temporal sclerosis.
4. Malformasi serebral atau kortikal (didapatkan pada 40% epilepsi intraktabel),
hemimegalensefali, focal cortical dysplasia (FCD), heterotopia nodular
periventrikular, agiria, pakigiria, skizensefali, polimikrogiria.
5. umor otak dan lesi lain; astrositoma, gangliositoma, ganglioglioma, angioma
kavernosum.
6. Trauma kepala.
7. Infeksi; ensefalitis herpes simpleks, meningitis bakterial, malaria serebral,
sistiserkosis.
8. Kelainan metabolik bawaan.
D. KRITERIA DIAGNOSIS
Epilepsi umum dengan kejang demam plus (generalized epilepsy with febrile
seizures plus, GEFS+), Diturunkan secara autosomal dominan, Kejang umum disertai
demam, diawali dengan kejang demam pada usia 6 tahun, Umumnya menghilang
pada usia remaja namun dapat berlanjut sampai dewasa.
E. TATALAKSANA
Sebelum memulai pemberian OAE, diagnosis epilepsi atau sindrom epilepsi
harus pasti. Respons individu terhadap OAE tergantung dari tipe kejang, klasifikasi
dan sindrom epilepsi, serta harus dievaluasi setiap kali kunjungan. Pengobatan
epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Oleh sebab itu, untuk menjamin
keberhasilan terapi diperlukan kerjasama yang baik antara dokter, pasien, dan
keluarga pasien untuk menjamin kepatuhan berobat.
BAB II
KASUS
A. GAMBARAN KASUS
Pada tanggal 14 Juli 2023 pasien inisial An. MA datang dibawa kelurgan ke
IGD karena 1 kali kejang dirumah selama 5 menit, setelah kejang sadar, pasien
mengatakan badang sakit, pusing. Pasien dengan Riwayat kejang demam 7 bulan
yang lalu.

B. REKONSILIASI OBAT
Nama : An. MA
Prof. Dr. MARGONO
RM : 021xxxxx
SOEKARJO
Tgl Lahir : 11/ 11/2016
PURWOKERTO
Usia : 6 tahun
INSTALASI FARMASI
RUANG Kelas: I/II/III/Umum/VIP/VVIP Alergi Obat : Tidak ada
ASTER L/P
REKONSILIASI OBAT
SAAT ADMISI
Dari: Rumah
Aturan Tindak lanjut Keterangan
Nama Obat pakai/terakhir aturan pakai Perubahan
penggunaan oleh DPJP
Asam Valproat syr 2 x 6 mL Lanjut/Ada
perubahan/stop*)
SAAT TRANSFER
Dari: IGD Ke : Aster (14/07/2023)
Aturan Tindak lanjut Keterangan
Nama Obat
pakai/terakhir aturan pakai Perubahan
penggunaan oleh DPJP
Inj. Paracetamol 3 x 200 mg Lanjut/Ada
perubahan/stop*)
Inj. Diazepam 1 x 4 mg Lanjut/Ada
perubahan/stop*)
P.O Diazepam 3 x 2 mg Lanjut/Ada
perubahan/stop*)
Inf. Kaen 3A 15 tpm Lanjut/Ada
perubahan/stop*)
SAAT DISCHARGE Tgl :
Nama Obat Aturan Tindak Lanjut Aturan Keterangan
Pakai/Terakhir Pakai Oleh DPJP Perubahan
Penggunaan
C. PEMANTAUAN TERAPI OBAT

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO


RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
Nama Pasien: MA, An omor RM : 0 2 0 1 X X X

Tgl lahir/Umur : 11/11/2016/6thn BB : 19 kg; TB : ............. cm; Kamar : Aster 6


RPM : Badan Sakit, Pusing RPD : kejang dengan demam 7 bulan yang lalu
DPJP : AF, Dr. SpA Diagnosis : Epilepsi dengan Febrile convultion bacterial
Merokok : ....... batang/hr; Kopi : ....... gelas/hr; Lainnya : ...................................................
Alergi : Tidak ada

RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT HARIAN


Diisi oleh Apoteker yang merawat :
Parameter Penyakit / Tanggal Nilai Normal 14/7 15/7 16/7 17/7 18/7
Tekanan Darah (mm Hg)
Tanda
Vital

Nadi (kali per menit) 88 112 112 110 110


Suhu Badan (oC) 37 C 37 37 37 36
Respirasi (kali per menit) 22 28 28 29 30
Demam + + - - -
KELUHA

Kejang + - - - -
N

Sianosis + - - - -
Batuk + + + + +
Nafsu makan menurut + + + + +

Laboratorium Rutin / Tanggal Nilai Normal 13/7 15/7 18/7


RDW 16,1 (H)
Laboratorium

MPV 7,4 (L)


Rutin

Eosinofil 0,3 (L)


Batang 0,1 (L)
Monosit 10,1 (L)
Eritrosit 0,3
Hemoglobiin 11,4
Hematokrit 33,9
Leukosit 10990
Trombosit 267000
PARENTERAL

PH urine 8 (H)
Uji Serologi (Anti Salmonella 2
RUTE

IgM (negatif)

Terapi (Nama Obat, Kekuataan) Aturan Pakai 14/7 15/7 16/7 17/7 18/7
Inj. Paracetamol 3x200 mg     
Inj. Diazepam 1 x 4mg  - - - -
Inj. Cefotaksim 500mg/8jam -   - -
Inj. Phenobarbital 1x200 mg  -    
dilanjut 2 x
50mg
Inj. ceftriaxon 1 gr/24 jam - - -  

Diazepam 3x2 mg  - - - -
Asam valproat 2x6 m     
NAC 1x100 mg - - -  

Inf. KAEN 3A 15 tpm     


I.V.F.D.

BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit Dahulu

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO


RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
Nama : MA, An Nomor RM : 0 2 0 1 x x x

Tanggal lahir :11/11.23 Berat Badan : 19 kg Tinggi Badan : .................... cm


Umur : 6 thn

PEMANTAUAN TERAPI OBAT (2)


Diisi oleh Apoteker yang merawat :
Nama &
Tanggal
Asuhan Kefarmasian Paraf
Apoteker
& Jam
Assesment
Subyektif Obyektif Planning
(DRP)
14/7/23 Pasien Diagnosa Pasien Mengusulkan
mengatakan DPJP: mengeluhkan pemberian N-
badan sakit, Epilepsi dengan batuk, tetapi Acetylcystein 3 x
pusing, di febril belum ada 100 mg
bawa ke IGD convultion terapi
karena 1 kali bacterial
kejang
dirumah TTV:
selama 5 Nadi : 88/memit
menit, setelah Suhu badan : 37
kejang sadar, C
pasien Respirasi : 22
demam (+), x/menit
Sianosis (+),
batuk (+) Hasil lab:
(13/7/23)
Batang : 0,1 (L)
Eosinofil : 0,3
(L)
Monosit : 10,1
(H)
MPV : 7,4 (L)
RDW : 16,1 (H)
Hemoglobin:
11,4
Hematokrit:
33,9
Leukoksit:
10990
Trombosit:
267000

15/7/23 Keluhan Diagnosa Tidak ada Monitaring KU,


pasien DPJP: potensial DRP lab, dan TTV
Kejang (-), Epilepsi dengan dan interaksi
sianosis (-), febril obat
Demam (+), convultion
Batuk (-) bacterial

TTV:
Nadi : 88/memit
Suhu badan : 37
C
Respirasi : 22
x/menit

Hasil lab:
(13/7/23)
Batang : 0,1 (L)
Eosinofil : 0,3
(L)
Monosit : 10,1
(H)
MPV : 7,4 (L)
RDW : 16,1 (H)
Hemoglobin:
11,4
Hematokrit:
33,9
Leukoksit:
10990
Trombosit:
267000
(15/7/23)
Pemeriksaan
Urin lengkap :
PH : 8 (H)

16/7/23 Keluhan Diagnosa Pasien Merekomendasikan


pasien DPJP: mengalami suplemen makanan
Kejang (-), Epilepsi dengan penurunan dan vitamin elkana
sianosis (-), febril nafsu makan syr 1 x 5 mL
Demam (+), convultion
Batuk (+), bacterial
penurunan
nafsu makan TTV:
(+) Nadi : 88/memit
Suhu badan : 37
C
Respirasi : 22
x/menit

Hasil lab:
(13/7/23)
Batang : 0,1 (L)
Eosinofil : 0,3
(L)
Monosit : 10,1
(H)
MPV : 7,4 (L)
RDW : 16,1 (H)
Hemoglobin:
11,4
Hematokrit:
33,9
Leukoksit:
10990
Trombosit:
267000
(15/7/23)
Pemeriksaan
Urin lengkap :
PH : 8 (H)

17/7/23 Keluhan Diagnosa Tidak ada Monitoring KU, lab


pasien DPJP: potensial DRP dan TTV
Kejang (-), Epilepsi dengan dan interaksi
sianosis (-), febril obat
Demam (+), convultion
Batuk (+), bacterial
penurunan
nafsu makan TTV:
(+) Nadi : 88/memit
Suhu badan : 37
C
Respirasi : 22
x/menit

Hasil lab:
(13/7/23)
Batang : 0,1 (L)
Eosinofil : 0,3
(L)
Monosit : 10,1
(H)
MPV : 7,4 (L)
RDW : 16,1 (H)
Hemoglobin:
11,4
Hematokrit:
33,9
Leukoksit:
10990
Trombosit:
267000
(15/7/23)
Pemeriksaan
Urin lengkap :
PH : 8 (H)

18/7/23 Keluhan Diagnosa Tidak ada Monitoring KU,


pasien DPJP: potensial DRP lab, dan TTV
Kejang (-), Epilepsi dengan dan interaksi
sianosis (-), febril obat
Demam (+), convultion
Batuk (+), bacterial
penurunan
nafsu makan TTV:
(+) Nadi : 88/memit
Suhu badan : 37
C
Respirasi : 22
x/menit

Hasil lab:
(13/7/23)
Batang : 0,1 (L)
Eosinofil : 0,3
(L)
Monosit : 10,1
(H)
MPV : 7,4 (L)
RDW : 16,1 (H)
Hemoglobin:
11,4
Hematokrit:
33,9
Leukoksit:
10990
Trombosit:
267000
(15/7/23)
Pemeriksaan
Urin lengkap :
PH : 8 (H)
(18/7/2023)
Uji serologi :
Anti salmonella
Ig M : 2
(negative)

D. PERHITUNGAN DOSIS
Umur : 6 thn Berat badan: 19 Kg

Nama Obat Dosis Kesimpulan


Inf. KAEN 3A Resep : 15 tpm Sesuai
Literature BB anak 19 kg
Kebutuhan = 1450 mL  70 %
= 1015 mL / 24 Jam
1015 mL x 20
TPM = =14 ,097
24 x 60
= 1300 ml → 70%
= 910 ml
Inj. Paracetamol Resep : 3 x 200 mg Sesuai
Dosis literatur : 10 - 15 mg/KgBB/hari
Perhitungan ;
= 10 mg x 19 Kg = 190 mg
= 15 mg x 19 Kg = 285 mg
Inj. Diazepam Resep: 1 x 4 mg Sesuai
Dosis literatur : 0,3 mg – 0,5 mg /kgBB
= 0,3 mg x 19 Kg = 5,7 mg
= 0,2 mg x 19 Kg = 9,5 mg
Inj. Cefotaxime Resep : 500 mg / 8 jam Sesuai
Dosis literatur = 25 - 50 mg/KgBB
= 25 mg x 19 Kg = 470 mg
= 50 mg x 19 Kg = 950 mg
Inj. Resep 200 mg (loading dose) dilanjutkan 2 x Sesuai
Phenobarbital 50 mg
Dosis literatur : 10 - 15 mg/KgBB (loading
dose)
= 10 mg x 19 Kg = 190 mg
= 15 mg x 19 Kg = 285 mg
Di lanjutkan 2 x 50 mg
Dosis literatur : 3 - 8 mg/KgBB/hari
= 3 mg x 19 Kg = 57 mg
= 8 mg x 19 Kg = 152 mg
Inj. Ceftriaxone Resep: 1 gram / 24 Jam Sesuai
Dosis literatur = 50 – 75 mg/KgBB
= 50 mg x 19 Kg = 950 mg
= 75 mg x 19 Kg = 1.425 mg
Asam valproate Resep : 2 x 6 mL  sediaan 250 mg / 5 mL  Tidak sesuai
syr 300 mg
Dosis literatur: 15 – 40 mg/KgBB
= 15 mg x 19 Kg = 285 mg
= 40 mg x 19 Kg = 760 mg
N-Acetylcystein Resep : 3 x 100 mg Sesuai
Dosis literatur : 4 – 8 mg/KgBB
= 4 mg x 19 Kg = 76 mg
= 8 mg x 19 Kg = 152 mg
BAB III
PEMBAHASAN

Pada tanggal 13 Juli 2023 pasien baru MA, An datang dari IGD dibawa keluarganya
karena kejang 1 kali dirumah, kejang selama 5 menit, setelah kejang sadar. Demam sejak
pagi, batuk, pasien mengatakan badan sakit, pusing. Riwayat kejang dengan demam 7 bulan
yang lalu. Pasien mendapatkan terapi inf KAEN 3A 15 tpm, inj. Paracetamol 3 x 200 mg, inj.
Diazepam 4 mg iv pelan jika kejang, ekstra diazepam supp 5mg. DPJP mendiagnosa epilepsy
dengan febrile convultion bacterial. Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang
dari 15 menit), tonik-klonik. dan terjadi kurang dari 24 jam, tanpa gambaran fokal dan pulih dengan
spontan. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam
kompleks biasanya menunjukkan gambaran kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang atau lebih dari 1 kali kejang
selama 24 jam.
Pada tanggal 14 Juli 2023 pasien kejang 2 kali pada pukul 01.30 dan 05.30, demam,
sianosis, batuk, nafsu makan menurun, keadaan pasien. Hasil pemeriksaan tanda – tanda
vital, suhu 37 C, nadi 88 x/ menit, respirasi 22 x / menit. Hasil laboratorium (13 Juli 2023) :
batang 0,1 (L), eosinophil 0,1 (L), monosit 10,1 (H), MPV 7,4 (L), RDW (16,1) Hemoglobin:
11,4 Hematokrit: 33,9 Leukoksit: 10990 Trombosit: 267000. Pada saat di pindah keruang
aster pasien sudah tidak kejang. DPJP mendiagnosa epilepsy dengan febrile convultion
bacterial. Saat dilakukan rekonsiliasi obat, ibu dari pasien menyampaikan bahwa anaknya
rutin mengkonsumsi obat asam valproate 2 x 6mL, dan keluhan yang dikeluhkan oleh pasien
sudah tidak demam, batuk, dan nafsu makan menurun. Pasien diberikan terapi inf KAEN 3A
15 tpm, inj. Paracetamol 3 x 200 mg, inj. Phenobarbital 200 mg selanjutnya 2 x 50 mg, asam
valproate 2 x 6 mL.
Kaen-3A mengandung Na 60 meq, K 10 meq, Cl 50 meq, Lactate 20 meq dan
Glucose 27 gram per liter. Kaen-3A adalah larutan yang digunakan untuk membantu
memelihara keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh pasie yang tidak tercukupi
kebutuhannya melalui makanan maupun juga pasien yang tidak bias diberikan asupan gizi
secara oral.
Parasetamol diberikan untuk menurukan demam pasien, bekerja menekan
pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik
antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90
mgr/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis besar dan
digunakan pada jangka panjang dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.
Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal (Hay, 2009).
Phenobarbital adalah obat untuk mengontrol dan meredakan kejang, termasuk kejang
demam. Phenobarbital atau fenobarbital bekerja dengan cara mengendalikan aktivitas listrik
yang abnormal di sistem saraf dan otak selama terjadinya kejang (Fadila dkk., 2014).
Asam valproat dapat digunakan untuk mengatasi kejang pada kejang demam. Asam
valproat memengaruhi kerja zat kimia pengantar signal listrik di otak (neurotransmitter),
yaitu dengan cara meningkatkan konsentrasi gamma-aminobutyric acid (GABA), sehingga
aktivitas kelistrikan di otak bisa terkendali dan kejang bisa mereda (Zaccara & Perucc, 2014).
Pasien mempunyai Riwayat epilepsi dan rutin mengkonsumsi asam valproate syr 2 x 6 mL.
untuk lama pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, dan dihentikan secara
bertahap 1-2 bulan (Ismael dkk., 2016).
Assesment yang dilakukan pada pasien, pasien mengeluhkan batuk dan penurunan
nafsu makan tetapi belum mendapat terapi, sehingga mengusulkan kepada DPJP untuk
memberikan terapi N-Acetylcistein 3 100 mg dan suplemen makanan dan multivitamin,
Elkana syr 1 x 5 mL.
Pada tanggal 15 Juli 2023 pasien dengan keluhan demam, nafsu makan menurun,
keadaan pasien. Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital, suhu 37 C, nadi 112 x/ menit,
respirasi 28 x / menit. Hasil laboratorium (13 Juli 2023) : batang 0,1 (L), eosinophil 0,1 (L),
monosit 10,1 (H), MPV 7,4 (L), RDW (16,1) Hemoglobin: 11,4 Hematokrit: 33,9 Leukoksit:
10990 Trombosit: 267000. Hasil pemeriksaan urin lengkap : PH 8. DPJP mendiagnosa
epilepsy dengan febrile convultion bacterial. Pasien diberikan terapi inf KAEN 3A 15 tpm,
inj. Paracetamol 3 x 200 mg, inj. Cefotaxim 500/8jam, inj. Phenobarbital 200 mg selanjutnya
2 x 50 mg, asam valproate 2 x 6 mL.

Demam yang dialami oleh pasien tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Demam
pada anak dapat disebabkan oleh berbagai sebab, penyebab tersering disebabkan oleh infeksi,
diantaranya seperti infeksi saluran napas akut, otitis media akut, roseola, infeksi saluran
kemih dan infeksi saluran cerna. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan
kejang demam. Penyebab tersering demam pada anak dikarenakan infeksi terutama virus
(80%). Pada infeksi terjadi karena reaksi dari lipopolisakarida bakteri, serpihan protein dari
leukosit dan degenerasi jaringan terhadap thermostat hipothalamus. Interleukin-1 dan
prostagladin sebagai pirogen endogen berperan terhadap kenaikan suhu di otak dan
eksitabilitas neuron serta nilai ambang kejang (Simanjutak, E 2016). Pada hasil pemeriksaam
darah lengkap pasien di dapat batang 0,1 (L), eosinophil 0,1 (L), monosit 10,1 (H), MPV 7,4
(L), RDW (16,1) Hemoglobin: 11,4 Hematokrit: 33,9 Leukoksit: 10990 Trombosit: 267000.
Hasil pemeriksaan menunujukan kadar monosit dalam darah tinggi, Monosit beredar pada
darah dan limfa dan terkenal karena kemampuannya yang mampu mengenali ancaman bagi
tubuh berdasarkan pola tertentu. Fungsi utama dari monosit adalah untuk melawan infeksi
serta meningkatkan kekebalan tubuh. Ketika berada di aliran darah, monosit kemudian
berubah menjadi makrofag. Makrofag ini kemudian masuk ke jaringan tubuh untuk memakan
dan melawan mikroorganisme berbahaya yang menginfeksi hingga merusak sel. Selain itu,
makrofag juga mampu mengeluarkan sinyal yang dapat mengaktifkan tipe sel lainnya yang
dibutuhkan untuk membantu melawan infeksi. Kondisi monosit tinggi dalam tubuh dapat
mengindikasikan adanya infeksi. Infeksi ini bisa disebabkan oleh virus, jamur, bakteri,
hingga parasit tertentu.

Pemberian antibiotik berupa injeksi 500mg/8jam. Cefotaxime merupakan antibiotik


B-laktam golongan sefalosporin generasi III spectrum luas. Efek kerja Cefotaxime dapat
mencapai sistem saraf pusat, dapat digunakan secara intravena ataupun intramuskuler.
Antibiotik golongan ini dapat melakuan penetrasi ke dalam jaringan, cairan tubuh, cairan
serebrosinal serta dapat menghambat bakteri patogen Gram negatif dan positif. Cefotaxime
bekerja dengan cara mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah
terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas
mekanik pada dinding sel bakteri.
Pada tanggal 17 Juli 2023 pasien dengan keluhan batuk, nafsu makan menurun,
keadaan pasien. Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital, suhu 37 C, nadi 110 x/ menit,
respirasi 29 x / menit. Hasil laboratorium (13 Juli 2023) : batang 0,1 (L), eosinophil 0,1 (L),
monosit 10,1 (H), MPV 7,4 (L), RDW (16,1) Hemoglobin: 11,4 Hematokrit: 33,9 Leukoksit:
10990 Trombosit: 267000. Hasil pemeriksaan urin lengkap : PH 8. DPJP mendiagnosa
epilepsy dengan febrile convultion bacterial. Pasien diberikan mendapatkan terapi N-
Acetylcystein 3 x 100 mg. dan Inj. Cefotaksim diganti dengan inj. Ceftriaxon 1 gr/24 jam.
Acetylcysteine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak). Fungsi mukolitik dari
Acetylcysteine bekerja dengan cara melalui gugus sulfhidril bebasnya yang membuka ikatan
disulfida dalam mukoprotein, sehingga menurunkan viskositas lendir/ mukus (dahak) yang
membuat mukus tersebut encer sehingga mukus lebih mudah dikeluarkan. Ceftriaxone dan
cefotaxime merupakan golongan cephalosporin generasi ke III berspektrum luas, semisintetik
yang diberikan secara IM atau IV dan bersifat bakteriosidal. Antibiotik ini memiliki aktivitas
yang sangat kuat untuk melawan bakteri gram negatif (Hemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, Neisseria meningitidis, dan Enterobacteriaceae) dan gram positif (grup a dan b
Streptococci, Streptococci viridians, Streptococcus pneumonia).Mekanisme kerjanya
menghambat sintesis dinding sel mikroba dengan cara berikatan dengan PBPs (Penicillin-
Binding Proteins) pada membran sel mikroba yang akan menghambat proses transpeptidase
pada pembentukan peptidoglikan dinding mikroba, sehingga sintesis dinding bakteri menjadi
terganggu.

Pasien masih dilanjutkan dengan terapi sesuai dengan instruksi DPJP, rencana tetap
dilakukan untuk monitoring KU, hasil laboratorium dan TTV pasien, implementasi yang
dilakukan yaitu pemantauan terapi obat, visit, dan edukasi terapi.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan assessment pemberian terapi pada pasien, permasalahan terkait obat


yang muncul pada pasien An MA dapat disimpulkan bahwa :
1. Pasien mengelukan batuk tetapi belum mendapatkan terapi
2. Pasien mengeluhkan nafsu makan menurun sehingga mengusulkan pemberian
suplemen dan multivitamin Elakana syr 1 x 5 mL
DAFTAR PUSTAKA

Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ. Revised terminology and concepts for organization of
seizures and epilepsies: report of the ILAE Commission on Classification and
Terminology, 2005-2009. Epilepsia. 2010;51:676-85.

Commision on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy.


Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic syndromes. Epilepsia.
1989;30:389-99.

Guerrini R. Epilepsy in children. Lancet. 2006;367:499-524. 5. Blume WT, Luders HO,


Mizhari E. Glossary of descriptive terminology for ictal semiology: report of the
ILAE Task Force on Classification and Terminology. Epilepsia. 2001;42:1212-8.

Ridsdale L, Morgan M, O’Connor C. Promoting self-care in epilepsy: the views of patients


on the advice they had received from specialists, family doctors and an epilepsy
nurse. Patient Educ Couns. 1999;37:43-7.

Maghfirah & Isra Namira (2022), KEJANG DEMAM KOMPLEKS, AVERROUS: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Vol.8 No.1

Fadila, S., Nadjmir, N., dan Rahmatini, R., (2014). Hubungan Pemakaian Fenobarbital Rutin
dan Tidak Rutin Pada Anak Kejang Demam dengan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD). Jurnal Kesehatan Andalas, 3: .
Hay, W. Current Diagnosis andTreatment of Pediatrics. 19th edition. United States of
America: McGrawHill. 2009; 697-698.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI:
Unit Kerja Koordinasi Neurologi.

Ismael, S., Pusponegoro, HD., Widodo, PD., Mangunatmadja, I., Handryanstuti, (2016)S.
IDAI. Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Unit Kerja Koord Neurol Ikat
Dr Anak Indones.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional. 2017.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.01_.07-
MENKES-659- 2017_ttg_Formularium_Nasional_.pdf.

Anda mungkin juga menyukai