Anda di halaman 1dari 22

6

BAB II
TINJAUAN DATA

II.1 HOTEL
II.1.1 Pengertian Hotel
A. Hotel adalah suatu jenis bangunan yang menyediakan sarana akomodasi
dengan mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk
menyediakan jasa penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi
para tamu yang menginap maupun yang tidak menginap, dengan tujuan
niaga atau wisata yang dikelola secara komersil.
B. Hotel adalah usaha yang menggunakan suatu bangunan yang disediakan
secara khusus, untuk setiap orang dapat menginap, makan, memperoleh
pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran. Ciri
khususnya dari hotel adalah mempunyai restoran yang dikelola langsung
dibawah manajemen hotel tersebut. Kelas hotel ditentukan oleh Dinas
Pariwisata Dearah (Diparda).
C. Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial,
disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan
berikut makanan dan minuman. (SK Mentri Perhubungan No. PM
16/PW301/PHB 77)
D. Hotel merupakan suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian
atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan
minum serta jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara kemoersial serta
memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan
pemerintah. (SK Menparpostel No. KM 34/HK 103?MPPT-87)
E. Hotel adalah sarana tempet tinggal umum untuk wisatawan dengan syarat
pembayaran serta memberikan pelayanan makanan dan akomodasi.
(Lawson, 1967)
F. Hotel adalah suatu bangunan yang memberikan sarana penginapan, makan
serta pelayanan lainnya kepada wisatawan atau tamu lainnya dengan
syarat pembayaran. (Mifflin, 1996)

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


7

II.1.2 Sejarah Hotel


Kata hotel dulunya berasal dari kata HOSPITIUM (Bahasa Latin),
artinya ruang tamu. Dalam jangka waktu lama HOSPITIUM mengalami proses
perubahan pengertian dan untuk membedakan antara Guest House dengan
Mansion House (rumah besar) yang berkembang pada saat itu, maka rumah-
rumah besar disebut dengan HOSTEL.
Hostel ini disewakan kepada masyarakat umum untuk menginap dan
beristirahat sementara waktu, yang selama menginap para penginap harus
dikoordinir oleh seorang host, dan semua tamu yang (selama) menginap harus
tunduk kepada peraturan yang dibuat atau ditentukan oleh HOST HOTEL.
Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan orang-orang yang ingin
mendapat kepuasan, tidak suka dengan aturan atau peraturan yang terlalu
banyak sebagaimana dalam hostel, dan kata hostel lambat laun mengalami
perubahan. Huruf ‘s’ pada kata hostel tersebut menghilang atau dihilangkan
orang, sehingga kemudain kata hostel menjadi Hotel.

II.1.3 Klasifikasi Hotel


Pembagian jenis hotel mengacu pada keputusan Mentri Pariwisata Pos
dan Telekomunikasi No.37/PW/304/MPPT-88 yaitu:

II.1.3.1 Berdasarkan Tempat Perkembangannya


A. City hotel yang berkembang didalam kota. Hotel yang akomodasi
serta fasilitas lainnya untuk tamu yang menginap dalam waktu yang
relatif singkat dengan tujuan konferensi, niaga, dinas, disamping
menerima tamu dengan tujuan wisata.
B. RESORT HOTEL adalah hotel yang berkembang di luar kota.
Menyediakan akomodasi untuk para tamu dengan tujuan berlibur
terutama digunakan pada waktu-waktu libur seperti pada akhir pekan
atau hari libur.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


8

II.1.3.2 Berdasarkan Lamanya Tamu Menginap


A. Hotel transit, merupakan salah satu sarana akomodasi untuk para
tamu sebelum meneruskan perjalanan ke tempat perjalanan
selanjutnya, yang pada umumnya terdapat di kota besar, dekat
dengan terminal, stasiun, pelabuhan ataupun bandara.
B. Hotel Residential, yaitu hotel yang menerima tamu untuk tinggal
dalam waktu yang agak lama tetapi tidak untuk menetap.

II.1.3.3 Berdasarkan Jenis Pengunjung


A. Family Hotel, sasaran pemasarannya adalah keluarga yang sering
berpergian ke tempat lain ataupun untuk berlibur.
B. Business Hotel, ditunjukan kepada para pengusaha
C. Tourist Hotel, ditujukan untuk para wisatawan
D Transit Hotel, untuk para orang yang sedang berpergian, atau yang
harus menunggu pemberangkatan lebih lanjut.
E. Cure Hotel, untuk orang yang sedang menjalani pengobatan

II.1.4 Penggolongan Kelas Hotel


Di berbagai negara klasifikasi hotel berbeda sesuai dengan sasaran pasar
yang dituju, apakah tingkat kemewahan, ekonomi atau diantara keduanya
tercermin dari standar kelengkapan pelayanan dan harga. Di indonesia, hotel
diklasifikasikan berdasarkan penilaian terhadap:
a. Persyaratan fisik (lokasi, kondisi bangunan, penampilan perabotan atau
interior)
b. Bentuk pelayanan yang diberikan
c. Kualifikasi dan jumlah kamar yang tersedian
Klasifikasi tersebut dinyatakan dengan jumlah bintang, dimana golongan
tertinggi dinyatakan dengan bintang lima dan golongan terendah bintang satu.
Penentuan golongan kelas hotel menurut tanda bintang dinyatakan
dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pariwisata
berdasarkan garis besar persyaratan sebagai berikut:

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


9

a. Bintang 1 (*), dengan persyaratan minimun jumlah kamar 15 buah, tidak ada
suite room, luas kamar standart minimun 20 m2.
b. Bintang 2 (**), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 20 buah,
termasuk satu suite room, luas kamar standart minimum 22 m2, luas suite
room minimun 48 m2.
c. Bintang 3 (***), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 30 buah,
termasuk dua suite room, luas kamar standar minimum 24 m2, luas suite
room minimun 48 m2.
d. Bintang 4 (****), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 50 buah,
termasuk tiga suite room, luas kamar standar minimum 24 m2, luas suite
room minimum 48 m2.
e. Bintang 5 (*****), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 100 buah,
termasuk empat suite room, luas kamar standar minimum 26 m2, luas
suite room minimum 52 m2.

II.1.5 Fungsi dan Peranan Hotel


Fungsi hotel pada umumnya:
a. Menyediakan suatu wadah fisik yang representatif berupa akomodasi yang
layak bagi wisatawan dalam negeri maupun luar negeri, kalangan bisnis
yang memiliki kepentingan di wilayah tersebut.
b. Sebagai tempat penyelenggaraan berbagai macam kegiatan pertemuan, baik
bisnis, amal, maupun acara keluarga.
c. Sebagai sarana rekreasi wisatawan dalam dan luar negeri juga untuk warga
setempat agar dapat menikmati suasana yang lain.
Peranan hotel ditinjau dari berbagai segi dapat dinilai sebagai berikut:
A. Terhadap fungsi kota
 Menghidupkan suasana dengan aktifitas yang dimiliki
 Merupakan titik pengenal (landmark) kota
B. Terhadap pariwisata
 Sebagai sarana pelengkap kebutuhan wisatawan
 Sebagai sarana pengenalan budaya Indonesia kepada para wisatawan

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


10

C. Terhadap fasilitas umum


 Menyediakan wadah akomodasi
 Sarana hiburan dan penyelenggara acara pertemuan

II.2 HOTEL BUTIK


Butik hotel selalu bersifat individu dan sangat jarang ditemukan dalam grup
rantai hotel yang besar. Kamar tamu yang disediakan biasanya dilengkapi dengan
sistem telpon, wifi internet, AC, TV dan minibar, tapi kadang tidak ada satupun
fasilitas tersebut disediakan, karena memfokuskan diri pada ketenangan dan
kenyamanan. Kenyamanan butik hotel memiliki restoran dan mayoritas menawarkan
bar & lounge yang juga terbuka untuk masyarakat umum.
Secara arsitektural dan gaya desain, hotel butik memegang ciri khas yang
hangat, keakraban dan kesatuan antara tradisional dan modern yang menarik
sejumlah pelanggan yang mencari sebuah tempat penginapan yang spesial dan
berbeda serta dapat memenuhi kebutuhan individu mereka. Hotel butik tidak dapat
dibentuk menjadi suatu standar, justru dari definisi dan ekspresi dari sebuah tema yg
menjadi kunci utama untuk mencapai sukses. Banyak butik hotel memperkenalkan
tema yang berbeda pada tiap kamar tamunya, sehingga setiap menginap di hotel
tesebut, walaupun berulang kali, akan mengalami pengalaman yang berbeda.
Kebanyakan hotel butik tingkat atas menyatakan bahwa hotel jenis ini tidak
bisa melebihi 150 kamar. Yang membedakan hotel standar dengan hotel butik adalah
hubungan yang tercipta dan dialami oleh tamu hotel dengan karyawan hotel.
Kebanyakan hotel ini memberikan nama tamu-tamu mereka kepada semua
pegawainya, sehingga pegawai tersebut harus tau dan hafal nama tamu-tamu yang
sedang menginap di tempat tersebut. Suatu hal yang akan sangat sulit dilakukan di
hotel dengan skala besar. Target konsumen hotel butik umumnya adalah yang
berumur 20-50an dengan kelas menengah keatas. Pada umumnya kebanyakan tamu
tinggal di hotel butik karena dengan anggapan mereka mengikuti mode, bukan
karena fasilitas yang ditawarkan oleh hotel.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


11

II.2.1 Pengertian Hotel Butik


Hotel yang berada di kota (city) ataupun daerah wisata (resort) dan
umumnya lebih mewah dibanding hotel bintang lima serta tebih tinggi nilainya
dibanding Suite hotel, karena dalam hotel ini selain penampilan bangunan yang
menonjol juga sistem pelayanan yang benar-benar high class sangat dominan
serta privacy pengunjung sangat dijaga. (Hotel planning & Desain, Walter A.
Ruter FAA, Richard H. Penner, 1985, pg 106)
Jadi standar hotel butik tidak tergantung pada kriteria bintang hotel pada
umumnya, tetapi penekanannya lebih pada pelayanan dan fasilitas hotel daripada
jumlah kamar hotel.

II.2.2 Fungsi hotel Butik


Sebagai sarana akomodasi yang mewah dengan salah satu aspek
pemasaran melalui penyediaan suasana yang intim, privat, berkesan rumah,
nyaman dengan segala fasilitas yang lengkap, disamping nilai alsesbilitas yang
maksimal dari lokasi terhadap tujuan tamu.

II.2.3 Jenis Hotel Butik


II.2.3.1 Hotel City Butik
Hotel City Butik merupakan hotel butik yang berkembang di dalam
kota, keberadaan lokasi sangat mempengaruhi keberhasilan hotel ini, karena
lingkungan sekitarnya harus dapat mendukung keberadaan hotel ini. Selain
itu, teknologi juga sangat mempengaruhi, baik teknologi yang
meningkatkan ambisi maupun emosional tamu, dapat berupa pencahayaan,
fasilitas hiburan, akses internet, dll yang membuat tamu-tamu nyaman.
Hotel City Butik juga menyediakan akomodasi serta fasilitas lainnya kepada
tamu yang menginap dalam waktu yang tidak lama dengan tujuan
konferensi, niaga atau dinas, disamping menerima tamu dengan tujuan
wisata.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


12

II.2.3.2 Hotel Resort Butik


Hotel resort butik berkembang di luar kota, menyediakan akomodasi
untuk tamu dengan tujuan berlibur, terutama digunakan pada waktu-waktu
libur, seperti akhir perkan atau hari libur.

II.2.4 Komponen Hotel Butik


II.2.4.1 Arsitektur dan Desain
Tema, keunikan dan keramahan serta keakraban merupakan peran
utama di dalam mendesian suatu boutique hotel, yang mana pada akhirnya
menarik perhatian turis wisman maupun wisnus yang berkunjung ke suatu
daerah. Selain itu, pihak hotel cenderung lebih akrab dengan tamu-tamu
hotelnya, dan berusaha memenuhi kebutuhan individu dari tamu hotelnya.
Boutique hotel tidak memiliki standar tertentu. Konsep dan tema yang
digunakan diterapkan pada keseluruhan bangunan, hal inilah yang membuat
tamu tertarik untuk datang.

II.2.4.2 Pelayanan (Service)


Perbedaan mendasar antara butik hotel dengan hotel standard adalah
tamu-tamu hotel yang memiliki hubungan baik dengan anggota staff hotel.
Para staff butik hotel, mengenal dengan baik tamu yang pernah menginap.
Kebanyakan boutique hotel memiliki kamar yang relatif sedikit. Hal ini
disepakati, agar pelayanan yang diberikan oleh para staf hotel dapat
maksimal.

II.2.4.3 Target pemasaran


Target konsumen boutique hotel umumnya adalah konsumen yang
berpenghasilan menengah ke atas. Keberhasilan boutique hotel didasari
oleh pemilihan lokasi. Kualitas yang diberikan, permintaan pasar,
pendekatan pemasaran, dan penanganan distribusi dan reservasi yang
efektif.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


13

II.2.5 Pengguna dan Kegiatan


Pengguna dari bangunan hotel butik ini dikelompokkan menjadi 3
bagian, yaitu:
A. Tamu Hotel
Smith (1997:124-125) mengelompokan wisatawan atas dasar pengaruh
sosial dan ekonomi yang ditimbulkan terhadap masyarakat lokal, daerah tujuan
wisata, norma-norma yang berlaku menjadi tujuan kategori, sebagai berikut:
 Explorer-type tourist, wisatawan yang bertujuan untuk menemukan
sesuatu yang terkait dengan ilmu pengetahuan. Jumlah wisatawan yang
tergolong dalam tipe ini sangat sedikit dan mereka melakukan kontak yang
intensif dengan masyarakat setempat.
 Elite tourist, kelompok wisatawan kaya yang banyak melakukan kegiatan
berbelanja. Mereka biasanya menggunakan jasa biro perjalanan dan
ditemani oleh seorang pemandu. Wisaawan ini mempunyai lama tinggal
yang relatif singkat.
 Off-beat tourist, kelompok wisatawan petualang yang bertujuan untuk
mencari tempat-tempat yang sepi dan jauh dari pusat keramaian, misalnya
mengikuti acara hunting safari.
 Unusual tourist, wisatawan yang melakukan perjalanan sehari (one day
package tour) untuk mengunjungi tempat-tempat yang primitif dan
mengamati budaya-budaya yang masih asli.
B. Pengelola dan Karyawan Hotel
Yaitu pihak yang bertanggung jawab dan bertugas mengelola semua
fasilitas yang ada, baik fasilitas akomodasi maupun fasilitas penunjang
lainnya.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


14

II.2.6 Unsur Pengelolaan Hotel


Unsur pengelolaan hotel secara fungsional terbagi atas:
A. Sektor Depan Hotel (Front of The House)
Merupakan bagian dimana segala bentuk pelayanan dan fasilitas hotel
ditampilkan untuk dinikmati oleh para tamu. Yang termasuk dalam bagian
ini:
 Pintu masuk dan ruang penerima (Lobby dan Reception)
 Fasilitas restoran
 Ruang serbaguna/ruang pertemuan
 Fasilitas lain, seperti kolam renang, fitness, spa, dan lain-lain
 Kamar tidur sebagai produk yang ditawarkan
B. Sektor Belakang Hotel (Back of the House)
Merupakan bagian yang tidak terlihat oleh tamu tetapi merupakan
bagian yang paling kritis dalam perencanaan terutama untuk mencapai
sasaran dari segi pengawasan dan efisiensi. Yang termasuk pada bagian ini
adalah:
 Fasilitas karyawan
 Fasilitas binatu (Laundry)
 Pelayanan Tata Graha (House Keeping Dept.)
 Ruang Mesin/ME (Mekanikal Elektrikal)

II.3 YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk salah satu dari 27 Daerah tingkat I di
Indonesia. Berstatus Daerah Tingkat I Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak
di Jawa Tengah bagian Selatan. Berbentuk seperti segitiga dengan puncaknya di
utara yaitu Gunung Merapi (2911 m) yang masih aktif.
Batas-batas Yogyakarta:
a. Sebelah Tenggara berbatas dengan Kabupaten Wonogiri, Sebelah Timur Laut
berbatasan dengan Kabupaten Klaten

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


15

b. Sebelah Barat laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah Barat Daya
dengan Kabupaten Purworejo.
c. Sebelah Selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia.

II.3.1 Sejarah DI Yogyakarta


Perkembangan sejarah DI Yogyakarta berpangkal dari kota
Yogyakarta, yang dahulu berstatus sebagai Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat, merupakan Kerajaan Mataram (Islam) yang berpusat di Kota Gede
yang kemudian pindah ke Kerto, Plered, Kertasuro dan Surakara. Adanya
perjanjian Gianti 1755 lahirlah Kasultanan NgayogyakartaHadiningrat yang
sekarang sebagai Yogyakarta yang merupakan pecahan Kerajaan Mataram yang
berpusat di Surakarta.
Status Yogyakarta sebagai negara Kesultanan berubah menjadi
Daerah Istimewa sebagai bagian Negara Republik Indonesia yang telah
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan Sultan sebagai kepala
Kasultanan Ngayogyakarta yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden
Republik Indonesia.

II.3.2 Arsitektur Yogyakarta


Arsitektur tradisional Jawa lahir bersamaan dengan arsitektur candi.
Kalau candi merupakan wujud tempat ibadah, maka arsitektur tradisional Jawa
berupa tempat tinggal dan bangunan umum. Kuatya pengaruh Hinu selama lebih
1000 tahun masih tampak mendominasi ragam hias arsitektur mesjid serta
bangunan makam para Wali Songo dan raja-raja Islam.
Arsitektur Jawa juga mengenal konsep hirarki tata-ruang – utama,
madya, nista yang berkaitan dengan konsep religius. Rumah merupakan
lambang kebahagiaan dan ketentraman jiwa yang mampu memberikan ikatan
lahir dan batin. Rumah tradisional Jawa juga cermin sikap hidup pemiliknya.
Susunan dan tata arsitektur Jawa sangat tinggi dan dalam nilai budayanya.
Arsitektur tradisional Jawa mengandung abstraksi hubungan manusian
dengan alam sekitarnya. Hal itu tertuang dalam kitab ‘Kawruh Kalang’, yaitu

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


16

buku panduan yang menguraikan perihal bangunan yang dipakai untuk rumah
bagi raj dan bangsawan, juga bagi rakyat biasa.
Bentuk pokok rumah tradisional Jawa ada 5 jenis, yaitu:
a. Panggape’, ialah bentuk dasar persegi 4 yang paling sederhana.
b. Kampung, ialah bentuk rumah dengan atap pelana dengan jumlah tiang
4,6,8 saka.
c. Limasan, ialah bentuk rumah dengan konstruksi atap runcing menyatukan
4 jurai. Jumlah tiang mulai dari 4 saka hingga tak terbatas, tergantung luas
bangunan.
d. Tajuk, ialah bentuk dengan konstruksi atap runcing menyatukan 4 jurai.
Tiangnya berjumlah 4 saka. Bentuk tajuk umumnya dipakai untuk
bangunan mesjid atau cungkupan makam.
e. Joglo, ialah bentuk rumah terbesar dengan konstruksi atap bertingkat-
tingkat.
Bentuk joglo merupakan perkembangan dari bentuk limasan yang
dirasakan terlalu sederhana. Rumah joglo memiliki konstruksi yang paling rumit
sekaligus paling indah. Konstruksi atap joglo, ialah atap yang terbesar dengan
struktur atap bertingkat. Bagian puncak atapnya meninggi dengan sudut 70
derajat. Struktur ini ditopang 4 tiang besar, yang disebut soko guru.

II.3.3 Ragam Hias


Ragam hias dalam suatu bangunan, tidak hanya dipandang sebagai
kebutuhan keindahan semata, akan tetapi memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Dua aspek inilah yang mendasari berbagai hiasan yang diterapkan pada rumah
tradisional jawa. Ragam hias memiliki fungsi sebagai penambah keindahan
benda yang dihiasi tetapi sekaligus sebagai ekspetasi atau harapan-harapan
tertentu bagi penghuninya. Sesuai dengan harapan yang dimaksud, maka
penempatan ragam hias juga mendasari jenis ragam hias dan tempat ragam hias
tersebut ditempatkan.
Ragam hias Jawa ada yang asli kesenian Jawa, namun lebih banyak yang
berasal dari ragam kesenian Hindu. Hal mana terlihat dari ribuan jenis ukiran dan
hiasan yang terukir pada bangunan candi berabad silam. Motif ragam hias

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


17

tradisional terdiri dari 5 jenis, yaitu: geometris, flora, fauna, alam dan manusia.
Kelima jenis ini meliputi bentuk-bentuk klasik yang digunakan hingga hari ini.
a. Motif geometris : tumpal, kawung, parang.
b. Motif flora : lung-lungan, saron, wajikan, tlancapan, nanasan, patran,
kebenan, padma.
c. Motif fauna : makara, garuda, merak, naga.
d. Motif alam : gunungan, praba/lidah api, mega/awan, tetes air.
e. Motif manusia : kala/kemamang, topeng, wayang.

II.3.3.1 Ragam Hias Sebagai Kebudayaan


Ornamen yang merupakan karya manusia merupakan produk
kebudayaan fisik, yang dilahirkan oleh ide atau pikiran untuk mengatur dan
memberi arah perbuatan manusia. Perbuatan manusia dalam praktek ritual
untuk menguasai alam dengan laku magis-simpatetis yang tergambar dalam
ekspresi visual pada figur binatang, manusia, dan lainnya di dinding gua itu
merupakan kenyataan yang saling berhubungan antara wujud-wujud
kebudayaan itu. Sebaliknya, tindakan ekspresif melalui ekspresi visual magis
simpatetis mempengaruhi pola perbuatan dan cara berpikirnya.
Hubungan antara manusia dengan alam memang tidak dapat dilepaskan
karena disadari bahwa kelangsungan hidup manusia sangat bergantung pada
alam yang menyediakan sumber penghidupan. Hubungan manusia dengan
lingkungan dilakukan secara sadar dan dikembangkan secara bebas demi
kelangsungan dan pengembangan kehidupan.
Keanekaragaman karya seni yang muncul disebabkan oleh sifat dasar
manusia yang memiliki individualitas dan profil yang unik yang berbeda antara
manusia satudengan yang lainnya. Oleh karena itu, hasil karya yang dihasilkan
suku bangsa di satu tempat dan tempat lain, dan satu waktu dan waktu lain
adalah menunju perbedaan.

II.3.3.2 Ragam Hias Sebagai Seni


Konsep dasar ornamen adalah menghias sesuatu agar menjadi lebih
indah. Makna memprindah sebagai turunan dari ornamen memiliki berbagai

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


18

macam cakupan. Karena ornamen tidak hanya tertuang pada permukaan dua
dimensi, tetapi juga pada tiga dimensi. Ornamen memiliki hubungan erat
dengan berbagai produk dari kegiatan memperindah.
Ornamen juga menjadi instrumen dikdatik yang digunakan sebagai
pengukur, penjelas nilai, norma, dan rambu-rambu perilaku dalam masyarakat.
Ajaran dan pesan moral dikemas dalam pesan tersembunyi dari perwujudan
ornamen. Ornamen juga menjadi tenggara sosial, yang mengikat kelompok,
kelas, dan anggota masyarakat dalam konvensi bersama. Strata sosial juga
dapat dideteksi melalui pemanfaatan berbagai tampilan visual karakteristik
ornamen.
Salah satu peran penting ornamen adalah dalam kehidupan manusia
yang telah diperagakan oleh bangsa Mesir kuno, Babilonia, Asiria, persia,
India, yunani, Romawi, dan lain-lain. Dalam hal ini, ornamen menjadi
instrumen yang digunakan untuk berbagai kepentingan, baik sebagai hiasan
maupun untuk menyatakan atau mengekspresikan kebutuhan yang bersifat
magis-spiritual.

II.3.3.3 Jenis-Jenis Ragam Hias


A. Ragam Hias Motif Flora
Flora yang tersebar pada bangunan rumah tradisional Jawa pada
umumnya bermakna suci, indah, ukirannya halus dan simetris dan
mengandung daya estetika tersendiri (daya yang menuju kepada keindahan).
Adapun flora yang sering dipakai adalah bagian batang, daun, bunga, buah
dan pucuk pohon-pohonan.
1. Lung-Lungan
Istilah lung-lungan berasal dari kata dasar ‘lung’ yang artinya
batang tumbuh-tumbuhan yang masih muda, yang masih melengkung.
Jenis-jenis pohon yang biasanya sering distilir untuk hiasan ini
adalah: teratai (padma), daun kluwih, bunga melati, pohon bunga dan
daun markisah, buah keben, tanaman-tanaman atau pepohonan yang
bersifat melata seperti ketela rambat dan beringin dan masih banyak

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


19

lagi. Hiasan lunglungan ini untuk memberikan kesan keindahan dan


sakral, namun terkadang malah nampak angker atau wingit.

(Gambar 2.1) Lunglungan


Ragam hias lung-lungan cukup banyak mengisi bangunan rumah
seperti:
a. Setiap balok kerangka rumah
b. Pemidhangan
c. Tebeng pintu, tebeng jendela, daun pintu dan sebagainya.
d. Patang aring (kayu penyekat kamar tengah)

2. Saton

(Gambar 2.2) Saton


Ragam hias saton diilhami dari kue satu. Kue ini dikenal
masyarakat jawa dengan bentuk bujur sangkar dengan hiasan
dedaunan atau bunga. Ragam hiasan ini berbentuk pahatan dengan
garis kotak-kotak. Setiap kotak beriskan hiasan daun atau bunga baik
tunggal maupun ganda. Garis kotaknya selalu menyudut hingga
membentuk bujur sangkar miring.
Saton juga dicirikan dengan warna yang khas, tapi, adakalanya
warna saton disesuaikan dengan warna kayu yang digunakan.
Karakterikstik warna saton ini dapat dilihat pada bangunan keraton
Surakarta maupun Yogyakarta. Warna hijau tua maupun merah tua

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


20

pada latar yang dihiasi merupakan patokan untuk menentukan warna


saton. Hiasan pada saton berupa relief, dipahat atau berikut. Ragam
hias ini, selain untuk menghias tiang, saton juga digunakan untuk
menghias blandar, sunduk, pangeret tumpang, dan ander.

3. Wajikan

(Gambar 2.3) Wajikan


Berasal dari kata ”wajik”, yaitu sejenis makanan dari beras
ketan yang dicampur gula kelapa. Dinamakan wajikan karena
bentuknya menyerupai irisan wajik. Adapun nama lain dari wajikan,
yaitu sengkulunan. Ragam hias ini berupa ukiran daun-daunan yang
tersusun memusat. Hiasan ini ada yang memakan garis tepi dan tidak.
Cara meletakkan ragam hias ini, dapat berdiri dan dapat pula
terlentang. Ragam hias ini ditempatkan di tengah-tengah tiang atau
pada titik-titik persilangan balok kayu yang sudut menyudut pada
pagar kayu bangunan, seperti pada bangsal manis keraton yogyakarta.

4. Tlancap
Kata tlacapan berasal dari kata tlacap yang mendapat akhiran
an yang artinya memakai tlacap. Adapun yang dimaksud dengan
ragam hias tlacap ialah hiasan yang berupa deretan segitiga sama
kaki, sama tinggi dan sama besar. Selain itu bisa polos, bisa pula diisi
dengan hiasan lunglungan. Dengan atau tidak memakai garis tepi.
Hiasan tlacapan ini menggambarkan sinar matahari atau sinar yang
berkilauan, maka mengandung arti kecerahan atau keagungan.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


21

(Gambar 2.4) Tlancap


Hiasan tlancapan ini bisa ditempatkan pada pangkal dan ujung
balok kerangka bangunan seperti dada peksi, bladar, sunduk,
pengeret, ander, santen, saka santen dan seterusnya.

5. Nanasan
Nanasan memiliki bentuk seperti nanas atau rumah tawon atau
prit gantil, yang berfungsi hiasan. Umumnya terdapat pada joglo
sebagai kancing blandar tumpangan di 4 sudut luar. Juga terdapat
pada saka bentung pada konstruksi lambang gantung.

6. Patran
Hiasan patran berbentuk berupa deretan daun sebagai hiasan
tepi pada bidang kecil panjang.

7. Kebenan
Kebenan memiliki bentuk segi empat meruncing bak mahkota
atau diukir berbentuk kuncup bunga. Fungsinya sebagai keindahan,
juga bermakna usaha mencapai kesempurnaan. Terdapat juga di candi
dan nisan.

8. Padma
Padma merupakan bunga teratai merah. Padma ialah lambang
kesucian pada candi-candi. Pada rumah berarti kokoh tidak
tergoyahkan oleh bencana apapun. Hiasan ini hanya untuk umpak

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


22

tiang dan diberi warna hitam. Bentuknya garis lengkung ke dalam lalu
lengkung keluar.
Hiasan padma berasal dari profil singgasana Budh.
Kebanyakan area dewa Hindu Budha dan arca raja-ratu berdiri atau
duduk diatas bunga padma. Bunga terartai padma sangat istimewa di
zaman Hindu Budha.

B. Ragam Hias Motif Fauna


1. Peksi Garuda

(Gambar 2.5) Garuda

Lambang garuda sudah mendarah daging pada jiwa bangsa


indonesia dijadikan sebagai lambang negara. Garuda ini mengandung
arti keperkasaan sebagai pahlawan ketenaran.dan juga keagungan dan
kegagahan burung digambarkan seakan menyiratkan harapan
kebesaran dan keagungan bagi rumah masyarakat jawa. Perwujudan
bentuk bahkan ada yang mengambil ekornya saja (elar) atau hanya
berupa sayap.
Apabila hiasan hanya berupa sayap, penempatannya biasanya
terletak pada:
a. Bubungan, dari seng atau tembikar
b. Tebeng atau papan datar diatas pintu dan jendela serta senthong
tengah dan juga patang aring (kayu penyekat kamar tengah)
c. Pintu gerbang

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


23

2. Ular Naga
Naga dilukiskan utuh dari kepala sampai ekor. Tetapi pada
umumnya ragam hias ular naga selalu diimbangi dengan ragam hias
peksi garuda, sebab yang pertama mangandung unsur kejahatan, jadi
harus diimbangi oelh pahlawan kebenaran yang dilambangkan oleh
burung garuda.
Pewarnaan ular naga biasanya dengan cara naturalisasi,
sunggingan atau polos saja. Ragam hias ular naga ini baisanya
dipasangkan pada bumbungan rumah yang kiri kanannya diapit
burung garuda. Selain itu juga pada pintu gerbang dengan posisi
berhadapan, bertolak belakang, berjajar dan saling membelit.
Ragam hias yang dipasang ditempat-tempat tertentu tersebut
pada umumnya menggambarkan:
a. Ular Anataoga atau antaboga, penguasa gempa bumi.
b. Ular Basuki, yang membelit gunung Mandara sehingga
memancarkan kehidupan.
c. Ular Taksaka, pernah menggigit Prabu Parikesit sampai wafat.
d. Ular-ular anak Sang Kardu yang berjumlah seirbu. Ketika
berhadapan dengan ular ciptaan Prabu Janamejaya, banyak yang
mati terbakar.

3. Ayam Jantan
Jago yang dipasang pada bumbungan rumah ini terbuat dari
bahan tembikar. Orang yang memilik rumah dengan memasang jago
diatas bumbungan dengan harapan, agar pemilik atau penghuninya
bisa diandalkan dalam segala hal. Menjadi kebanggan dalam
keluarga.

4. Makara
Ialah sejenis binatang dongeng berbentuk serupa ikan
berbelalai gajah. Makara biasanya menyatu dengan hiasan kala dan
terdapat pada kambi gerbang-gerbang candi. Secara simbolis

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


24

bermakna menelan segala yang bersifat jahat. Karena umumnya


terdapat pada pintu gerbang. Hampir pada semua pintu masuk candi
terdapat hiasan kala makara. Ragam hias makara datang bersama
kebudayaan Hindu.

C. Ragam Hias Motif Alam


Ragam hias alam ini tidak sebanyak flora dan fauna, serta memakai
stilisasi juga. Akibatnya orang-orang lebih sulit untuk menduga bagaimana
bentuk asli hiasan yang dimaksud tersebut.
Jenis-jenis hiasan alam ini misalnya berupa gunungan, matahari, api,
air, hujan, petir dan sebagainya.

1. Mirong

(Gambar 2.6) Mirong

Mirong berasal dari bahasa jawa kuno, yang artinya kain yang
dipakai (dodot) ditutupkan pada muka. Ini dapat diartikan untuk
menunjukkan perasaan malu atau sedih, berlebih-lebihan berniat
berontak terhadap penguasanya. Adapun khusus untuk hiasan rumah
tradisional adalah satu bentuk pahatan yang menggambarkan putri
mungkur yang menghadap ke belakang sehingga sebutan lainnya
adalah putri mirong. Ukurannya tergantung pada besar kecilnya tiang
yang dihiasi. Apabila tiangnya berukuran besar, maka hiasan mirong
juga berukuran besar. Begitu pula sebaliknya.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


25

2. Praba
Kata praba berasal dari bahasa sansekerta atau kawi yang
artinya sinar, cahaya bayangan kepala atau di belakang punggung dan
hiasan wayang yang berada dipunggungnya (mirip gambar sayap).
Hiasan ini dipakain dalam kehidupan sehari-hari, bentuknya berupa
ukiran relief yang bentuknya melengkung, tinggi dan tengahnya
lancip. Sedangkan gambaran yang digambarkan seperti daun-daun
pohon yang bulat seperti ekor burung merak yang sedang
membentangkan ekornya dan berdiri tegak yang selalu kelihatan
bersinar. Maksud ragam hias ini adalah membuat tiang menjadi
bersinar dan bercahaya serta menambah keindahan dan keagungan
tiang-tiang yang biasanya berwarna gelap dan besar tersebut.
Biasanya terletak pada sisi bawah tiang dan berada diatas umpak.

(Gambar 2.7) Praba

3. Gunungan
Ialah suatu hiasan yang mirip dengan gunung. Nama lainnya
adalah kayon. Kedua nama tersebut diambul dari istilah dunia
perwayangan. Hiasan seperti gunung ini terbagi dalam dua jenis yang
sederhana dan distilir. Hiasan ini dipasang pada bubungan rumah di
bagian tengah. Namun dijaga oleh hiasan gambar binatang (garuda
atau ayam jantan) disebelah kiri atau kanannya.
Bagi masyarakat Jawa, Gunungan atau kayon dianggap
lambang jagad raya dengan puncak gunungnya yang merupakan
lambang keagungan dan ke Esaan. Rumah yang dihiasi mendapat

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


26

ketentraman lahir batin, serta berlindung kepada Tuhan Yang Maha


Esa.

D. Ragam Hias Motif Manusia


1. Kemamang / Kala
Ragam hias ini juga disebut dengan banasapati berbentuk
wajah raksasa dengan mata terbelalak, mulut terbuka lebar dan lidah
terjulut. Gigi ata dan taringnya terlihat. Rambutnya ikal sekeliling
wajah. Secara simbolis bermakna menelan segala yang bersifat jahat.
Hampir pada semua pintu masuk candi terdapat hiasan kala, yang
biasanya digabung dengan hiasan makara.

2. Makuta
Dalam kamus ‘Baoesastra Jawa’, makuta artinya sebangsa topi
yang dipakai oleh raja apabila sedang mengadakan upacara
kebesaran. Jadi yang dimaksud disini adalah mahkota. Tetapi pada
umumnya yang dipakai adalah mahkota tokoh-tokoh wayang seperti
Bima, Kresna, Rahwana dan sebagainya.
Hiasan ini dipasang pada bubungan karena mahkota itu
dianggap jiwa yang mempunyai mahkota. Jadi misalnya mahkota
Gatotkaca, maka pahlawan Amarata ini diharapkan memberi restu
kepada semua penghuni rumah dari segala bahaya.

E. Ragam Hias Motif Lainnya


1. Anak Panah
Panah dalam bahasa kawinya berarti wayang. Biasanya
digambarkan lebih dari satu buah bahkan sampai delapan dengan arah
konsentrasinya tetap pada satu titik. Hiasan ini biasanya selalu
mengikuti warna gebyognya. Dipercaya hiasan ini memiliki makna
penolak segala macam kejahatan dalam rumah dalam rangka untuk
memperoleh rasa kententraman, keamanan dan kedamaian lahir batin
bagi penghuninya.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA


27

(Gambar 2.8) Anak Panah


Bentuk ini dapat digunakan pada semua pintu tanpa terkecuali.
Penempatannya biasanya terletak pada:
 Tebeng pintu, bidang segi empat yang terletak diatas pintu
 Tebeng jendela, bidang segi empat yang terletak diatas jendela

2. Kaligrafi
Kaligrafi memiliki pesan keagamaan. Lain halnya dengan
hiasan garuda dan panah, ragam hias kaligrafi ini perlu hati-hati
dalam pemilihan tempat. Pemilihan tempatnya biasanya tergantung
pada pesan yang terkandung pada kaligrafi tersebut. Kebanyakan
perwujudannya ada yang digambarkan, dipahatkan seperti relief, dan
perwujudan tiga dimensi.

(Gambar 2.9) Kaligrafi


Menurut jenis diketahui, ada empat macam kaligrafi, antara lain:
 Huruf Arab yang dipahatkan atau digambarkan secara wajar
 Huruf Arab yang distilisasikan hingga berwujud hiasan
 Huruf Arab yang dirangkum hingga berupa hiasan
 Kata Jawa yang mirip dengan kata Arab yang berbentuk sesuai
dengan yang dikehendaki.

DESAIN INTERIOR D’OMAH YOGYA HOTEL DI YOGYAKARTA/AMELIA FRINUR STELLA

Anda mungkin juga menyukai