TA DI 09108003 Bab-2
TA DI 09108003 Bab-2
BAB II
TINJAUAN DATA
II.1 HOTEL
II.1.1 Pengertian Hotel
A. Hotel adalah suatu jenis bangunan yang menyediakan sarana akomodasi
dengan mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk
menyediakan jasa penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi
para tamu yang menginap maupun yang tidak menginap, dengan tujuan
niaga atau wisata yang dikelola secara komersil.
B. Hotel adalah usaha yang menggunakan suatu bangunan yang disediakan
secara khusus, untuk setiap orang dapat menginap, makan, memperoleh
pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran. Ciri
khususnya dari hotel adalah mempunyai restoran yang dikelola langsung
dibawah manajemen hotel tersebut. Kelas hotel ditentukan oleh Dinas
Pariwisata Dearah (Diparda).
C. Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial,
disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan
berikut makanan dan minuman. (SK Mentri Perhubungan No. PM
16/PW301/PHB 77)
D. Hotel merupakan suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian
atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan
minum serta jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara kemoersial serta
memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan
pemerintah. (SK Menparpostel No. KM 34/HK 103?MPPT-87)
E. Hotel adalah sarana tempet tinggal umum untuk wisatawan dengan syarat
pembayaran serta memberikan pelayanan makanan dan akomodasi.
(Lawson, 1967)
F. Hotel adalah suatu bangunan yang memberikan sarana penginapan, makan
serta pelayanan lainnya kepada wisatawan atau tamu lainnya dengan
syarat pembayaran. (Mifflin, 1996)
a. Bintang 1 (*), dengan persyaratan minimun jumlah kamar 15 buah, tidak ada
suite room, luas kamar standart minimun 20 m2.
b. Bintang 2 (**), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 20 buah,
termasuk satu suite room, luas kamar standart minimum 22 m2, luas suite
room minimun 48 m2.
c. Bintang 3 (***), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 30 buah,
termasuk dua suite room, luas kamar standar minimum 24 m2, luas suite
room minimun 48 m2.
d. Bintang 4 (****), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 50 buah,
termasuk tiga suite room, luas kamar standar minimum 24 m2, luas suite
room minimum 48 m2.
e. Bintang 5 (*****), dengan persyaratan minimum jumlah kamar 100 buah,
termasuk empat suite room, luas kamar standar minimum 26 m2, luas
suite room minimum 52 m2.
II.3 YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk salah satu dari 27 Daerah tingkat I di
Indonesia. Berstatus Daerah Tingkat I Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak
di Jawa Tengah bagian Selatan. Berbentuk seperti segitiga dengan puncaknya di
utara yaitu Gunung Merapi (2911 m) yang masih aktif.
Batas-batas Yogyakarta:
a. Sebelah Tenggara berbatas dengan Kabupaten Wonogiri, Sebelah Timur Laut
berbatasan dengan Kabupaten Klaten
b. Sebelah Barat laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah Barat Daya
dengan Kabupaten Purworejo.
c. Sebelah Selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia.
buku panduan yang menguraikan perihal bangunan yang dipakai untuk rumah
bagi raj dan bangsawan, juga bagi rakyat biasa.
Bentuk pokok rumah tradisional Jawa ada 5 jenis, yaitu:
a. Panggape’, ialah bentuk dasar persegi 4 yang paling sederhana.
b. Kampung, ialah bentuk rumah dengan atap pelana dengan jumlah tiang
4,6,8 saka.
c. Limasan, ialah bentuk rumah dengan konstruksi atap runcing menyatukan
4 jurai. Jumlah tiang mulai dari 4 saka hingga tak terbatas, tergantung luas
bangunan.
d. Tajuk, ialah bentuk dengan konstruksi atap runcing menyatukan 4 jurai.
Tiangnya berjumlah 4 saka. Bentuk tajuk umumnya dipakai untuk
bangunan mesjid atau cungkupan makam.
e. Joglo, ialah bentuk rumah terbesar dengan konstruksi atap bertingkat-
tingkat.
Bentuk joglo merupakan perkembangan dari bentuk limasan yang
dirasakan terlalu sederhana. Rumah joglo memiliki konstruksi yang paling rumit
sekaligus paling indah. Konstruksi atap joglo, ialah atap yang terbesar dengan
struktur atap bertingkat. Bagian puncak atapnya meninggi dengan sudut 70
derajat. Struktur ini ditopang 4 tiang besar, yang disebut soko guru.
tradisional terdiri dari 5 jenis, yaitu: geometris, flora, fauna, alam dan manusia.
Kelima jenis ini meliputi bentuk-bentuk klasik yang digunakan hingga hari ini.
a. Motif geometris : tumpal, kawung, parang.
b. Motif flora : lung-lungan, saron, wajikan, tlancapan, nanasan, patran,
kebenan, padma.
c. Motif fauna : makara, garuda, merak, naga.
d. Motif alam : gunungan, praba/lidah api, mega/awan, tetes air.
e. Motif manusia : kala/kemamang, topeng, wayang.
macam cakupan. Karena ornamen tidak hanya tertuang pada permukaan dua
dimensi, tetapi juga pada tiga dimensi. Ornamen memiliki hubungan erat
dengan berbagai produk dari kegiatan memperindah.
Ornamen juga menjadi instrumen dikdatik yang digunakan sebagai
pengukur, penjelas nilai, norma, dan rambu-rambu perilaku dalam masyarakat.
Ajaran dan pesan moral dikemas dalam pesan tersembunyi dari perwujudan
ornamen. Ornamen juga menjadi tenggara sosial, yang mengikat kelompok,
kelas, dan anggota masyarakat dalam konvensi bersama. Strata sosial juga
dapat dideteksi melalui pemanfaatan berbagai tampilan visual karakteristik
ornamen.
Salah satu peran penting ornamen adalah dalam kehidupan manusia
yang telah diperagakan oleh bangsa Mesir kuno, Babilonia, Asiria, persia,
India, yunani, Romawi, dan lain-lain. Dalam hal ini, ornamen menjadi
instrumen yang digunakan untuk berbagai kepentingan, baik sebagai hiasan
maupun untuk menyatakan atau mengekspresikan kebutuhan yang bersifat
magis-spiritual.
2. Saton
3. Wajikan
4. Tlancap
Kata tlacapan berasal dari kata tlacap yang mendapat akhiran
an yang artinya memakai tlacap. Adapun yang dimaksud dengan
ragam hias tlacap ialah hiasan yang berupa deretan segitiga sama
kaki, sama tinggi dan sama besar. Selain itu bisa polos, bisa pula diisi
dengan hiasan lunglungan. Dengan atau tidak memakai garis tepi.
Hiasan tlacapan ini menggambarkan sinar matahari atau sinar yang
berkilauan, maka mengandung arti kecerahan atau keagungan.
5. Nanasan
Nanasan memiliki bentuk seperti nanas atau rumah tawon atau
prit gantil, yang berfungsi hiasan. Umumnya terdapat pada joglo
sebagai kancing blandar tumpangan di 4 sudut luar. Juga terdapat
pada saka bentung pada konstruksi lambang gantung.
6. Patran
Hiasan patran berbentuk berupa deretan daun sebagai hiasan
tepi pada bidang kecil panjang.
7. Kebenan
Kebenan memiliki bentuk segi empat meruncing bak mahkota
atau diukir berbentuk kuncup bunga. Fungsinya sebagai keindahan,
juga bermakna usaha mencapai kesempurnaan. Terdapat juga di candi
dan nisan.
8. Padma
Padma merupakan bunga teratai merah. Padma ialah lambang
kesucian pada candi-candi. Pada rumah berarti kokoh tidak
tergoyahkan oleh bencana apapun. Hiasan ini hanya untuk umpak
tiang dan diberi warna hitam. Bentuknya garis lengkung ke dalam lalu
lengkung keluar.
Hiasan padma berasal dari profil singgasana Budh.
Kebanyakan area dewa Hindu Budha dan arca raja-ratu berdiri atau
duduk diatas bunga padma. Bunga terartai padma sangat istimewa di
zaman Hindu Budha.
2. Ular Naga
Naga dilukiskan utuh dari kepala sampai ekor. Tetapi pada
umumnya ragam hias ular naga selalu diimbangi dengan ragam hias
peksi garuda, sebab yang pertama mangandung unsur kejahatan, jadi
harus diimbangi oelh pahlawan kebenaran yang dilambangkan oleh
burung garuda.
Pewarnaan ular naga biasanya dengan cara naturalisasi,
sunggingan atau polos saja. Ragam hias ular naga ini baisanya
dipasangkan pada bumbungan rumah yang kiri kanannya diapit
burung garuda. Selain itu juga pada pintu gerbang dengan posisi
berhadapan, bertolak belakang, berjajar dan saling membelit.
Ragam hias yang dipasang ditempat-tempat tertentu tersebut
pada umumnya menggambarkan:
a. Ular Anataoga atau antaboga, penguasa gempa bumi.
b. Ular Basuki, yang membelit gunung Mandara sehingga
memancarkan kehidupan.
c. Ular Taksaka, pernah menggigit Prabu Parikesit sampai wafat.
d. Ular-ular anak Sang Kardu yang berjumlah seirbu. Ketika
berhadapan dengan ular ciptaan Prabu Janamejaya, banyak yang
mati terbakar.
3. Ayam Jantan
Jago yang dipasang pada bumbungan rumah ini terbuat dari
bahan tembikar. Orang yang memilik rumah dengan memasang jago
diatas bumbungan dengan harapan, agar pemilik atau penghuninya
bisa diandalkan dalam segala hal. Menjadi kebanggan dalam
keluarga.
4. Makara
Ialah sejenis binatang dongeng berbentuk serupa ikan
berbelalai gajah. Makara biasanya menyatu dengan hiasan kala dan
terdapat pada kambi gerbang-gerbang candi. Secara simbolis
1. Mirong
Mirong berasal dari bahasa jawa kuno, yang artinya kain yang
dipakai (dodot) ditutupkan pada muka. Ini dapat diartikan untuk
menunjukkan perasaan malu atau sedih, berlebih-lebihan berniat
berontak terhadap penguasanya. Adapun khusus untuk hiasan rumah
tradisional adalah satu bentuk pahatan yang menggambarkan putri
mungkur yang menghadap ke belakang sehingga sebutan lainnya
adalah putri mirong. Ukurannya tergantung pada besar kecilnya tiang
yang dihiasi. Apabila tiangnya berukuran besar, maka hiasan mirong
juga berukuran besar. Begitu pula sebaliknya.
2. Praba
Kata praba berasal dari bahasa sansekerta atau kawi yang
artinya sinar, cahaya bayangan kepala atau di belakang punggung dan
hiasan wayang yang berada dipunggungnya (mirip gambar sayap).
Hiasan ini dipakain dalam kehidupan sehari-hari, bentuknya berupa
ukiran relief yang bentuknya melengkung, tinggi dan tengahnya
lancip. Sedangkan gambaran yang digambarkan seperti daun-daun
pohon yang bulat seperti ekor burung merak yang sedang
membentangkan ekornya dan berdiri tegak yang selalu kelihatan
bersinar. Maksud ragam hias ini adalah membuat tiang menjadi
bersinar dan bercahaya serta menambah keindahan dan keagungan
tiang-tiang yang biasanya berwarna gelap dan besar tersebut.
Biasanya terletak pada sisi bawah tiang dan berada diatas umpak.
3. Gunungan
Ialah suatu hiasan yang mirip dengan gunung. Nama lainnya
adalah kayon. Kedua nama tersebut diambul dari istilah dunia
perwayangan. Hiasan seperti gunung ini terbagi dalam dua jenis yang
sederhana dan distilir. Hiasan ini dipasang pada bubungan rumah di
bagian tengah. Namun dijaga oleh hiasan gambar binatang (garuda
atau ayam jantan) disebelah kiri atau kanannya.
Bagi masyarakat Jawa, Gunungan atau kayon dianggap
lambang jagad raya dengan puncak gunungnya yang merupakan
lambang keagungan dan ke Esaan. Rumah yang dihiasi mendapat
2. Makuta
Dalam kamus ‘Baoesastra Jawa’, makuta artinya sebangsa topi
yang dipakai oleh raja apabila sedang mengadakan upacara
kebesaran. Jadi yang dimaksud disini adalah mahkota. Tetapi pada
umumnya yang dipakai adalah mahkota tokoh-tokoh wayang seperti
Bima, Kresna, Rahwana dan sebagainya.
Hiasan ini dipasang pada bubungan karena mahkota itu
dianggap jiwa yang mempunyai mahkota. Jadi misalnya mahkota
Gatotkaca, maka pahlawan Amarata ini diharapkan memberi restu
kepada semua penghuni rumah dari segala bahaya.
2. Kaligrafi
Kaligrafi memiliki pesan keagamaan. Lain halnya dengan
hiasan garuda dan panah, ragam hias kaligrafi ini perlu hati-hati
dalam pemilihan tempat. Pemilihan tempatnya biasanya tergantung
pada pesan yang terkandung pada kaligrafi tersebut. Kebanyakan
perwujudannya ada yang digambarkan, dipahatkan seperti relief, dan
perwujudan tiga dimensi.