Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI I

ASIDI-ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

OLEH :

GOLONGAN II
KELOMPOK I

Desak Made Ary Diantini (1208505034) (1208505034)


Agus Hendra Jaya (1208505035) (1208505035)
Anak Agung Rias Paramita Dewi (1208505036) (1208505036)
Desak Putu Meilinda Asri Swantari (1208505037) (1208505037)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014

1
ASIDI-ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

I. DASAR TEORI
1.1 Asidi-Alkalimetri
Asidi-alkalimetri termasuk dalam reaksi netralisasi, yaitu reaksi
antara ion hidrogen (H+) yang berasal dari asam dengan ion hidroksida
(OH-) yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat
netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi
proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan
penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat basa dengan menggunakan larutan baku asam. Sebaliknya,
alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat
asam dengan menggunakan larutan baku basa (Gandjar dan Rohman,
2007).
Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang
dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan tepat dan teliti dan diperlukan untuk
bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan.
Larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui secara teliti disebut
dengan larutan standar. (Day, dkk, 1992).
Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan
sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut
ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat.
Terdapat dua macam larutan standar yaitu larutan baku primer dan
larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian
yang tinggi. Sedangkan pada larutan baku sekunder harus dibakukan
dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan baku sekunder
dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi
(Gandjar dan Rohman, 2007).

2
Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
• Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan
murni,
• Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100 ± 0,02 %) atau dapat
dimurnikan dengan penghabluran kembali,
• Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan
merupakan baku primer),
• Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari
udara,
• Susunan kimianya tepat sesuai dengan jumlahnya,
• Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan
penimbangan akan menjadi lebih kecil,
• Mudah larut,
• Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat dan
terukur.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan
sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui
perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam-
basa adalah asam lemah atau basa lemah. Indikator ini pada umumnya
merupakan senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi
yang memberikan kontribusi perubahan warna pada indikator tersebut.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi
diharapkan sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Hal ini dapat dilakukan
dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan
dilakukan. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka
semakin besar terjadinya kesalahan titrasi. Oleh karena itu pemilihan
indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik
ekivalen tercapai. (Brady, 1999).

3
Penetapan kadar asam salisilat dengan asidi-alkalimetri adalah titrasi
asam lemah dengan basa kuat dengan menggunakan larutan standar NaOH
yang akan menghasilkan senyawa yang terhidrolisis dalam larutan yang
bergantung pada konstanta disosiasi asamnya. Jika sejumlah kecil volume
basa kuat ditambahkan pada asam lemah maka nilai pH akan meningkat
secara drastis disekitar 1 unit pH, dibawah atau diatas pKa. Sering kali
pelarut organik yang dapat bercampur dengan air seperti etanol untuk
melarutkan analit sebelum dilakukan titrasi. Pada titik ekivalen pH larutan
akan berada diatas pH 7 sehingga indikator yang digunakan adalah
phenolphtalein. (Gandjar dan Rohman, 2007)

Reaksi yang terjadi antara asam salisilat dengan NaOH yaitu :

COOH COONa
+ NaOH + H2O
OH OH

1.2 Asam Salisilat


Asam salisilat memiliki rumus molekul C7H6O3. Asam salisilat
mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam salisilat
berbentuk hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk
hablur halus putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk
sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip
mentol. Asam salisilat memiliki jarak lebur antara 158º dan 161º, sukar
larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam
eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform,
disimpan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).

4
Gambar 1.1 Struktur Asam Salisilat (Depkes RI, 1995)

1.3 Asam Oksalat


Asam oksalat memiliki rumus molekul C2H2O4. Asam oksalat
mengandung tidak kurang dari 99,5% C2H2O4. Asam oksalat berbentuk
hablur, tidak berwarna, larut dalam air dan etanol (95%) P. Penetapan
kadar asam oksalat dilakukan dengan menimbang asam oksalat kurang
lebih 3 gram, dilarutkan dalam 50 mL air bebas CO2 P, dititrasi dengan
NaOH 1 N menggunakan indikator fenolftalein P (Depkes RI, 1979).

Gambar 1.2 Struktur Asam Oksalat (Oxtoby, D. W., 2001)

1.4 Natrium Hidroksida


Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan
tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH,
mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Natrium hidroksida
berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain, berwarna putih
atau praktis putih, massa melebur, keras, rapuh dan menunjukkan
pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon

5
dioksida dan lembab, mudah larut dalam air dan dalam etanol netral serta
disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).

II. ALAT DAN BAHAN


2.1 Alat
a. Labu erlenmeyer
b. Beaker glass
c. Gelas ukur
d. Buret
e. Statif
f. Batang pengaduk
g. Pipet tetes
h. Pipet volume
i. Labu ukur
j. Bulb filler
k. Sendok tanduk
2.2 Bahan
a. Akuades
b. Etanol 95%
c. Asam Oksalat 0,05 N
d. NaOH 0,05 N
e. Indikator Phenolphthalein
f. Asam Salisilat

III. PROSEDUR KERJA


3.1 Pembuatan Air Bebas CO2 (tidak dilakukan pada praktikum)
Menurut FI IV, hal. 1124, air bebas CO2 adalah air murni yang telah
dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai
dingin dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara.

6
3.2 Pembuatan Indikator Phenolphthalein (tidak dilakukan pada praktikum
karena telah tersedia).
3.3 Pembuatan Larutan Etanol Netral
Etanol 95% yang digunakan untuk membuat larutan etanol netral
adalah 15 mL (untuk 1 kelompok).
• Prosedur Kerja
Larutan etanol 95% diukur sebanyak 15 mL, lalu dituangkan ke
dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 10 tetes phenolphthalein P,
dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah muda
stabil.
3.4 Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,05 N (tidak dilakukan pada
praktikum karena telah tersedia).
3.5 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N
• Perhitungan
Diketahui :
Normalitas NaOH = 0,1 N
Volume NaOH = 500 mL (untuk 4 kelompok)
BM NaOH = 40 g/mol
Ditanya :
Massa asam oksalat = ….?
Jawab :
NaOH ⇌ Na+ + OH-
Ek NaOH = 1 grek/mol
N 0,05 grek/L
M NaOH = = = 0,05 M
ek 1 grek/mol
massa 1000
M= ×
BM V (mL)
massa 1000
0,1 M = ×
40 g/mol 500 mL
massa = 2 gram

7
• Prosedur Kerja
NaOH ditimbang dengan beaker glass sebanyak 2 gram,
dilarutkan dengan aquadest hingga larut sambil diaduk dengan
batang pengaduk, lalu dimsukkan ke dalam labu ukur 500 mL,
ditambahkan aquadest hingga tanda batas 500 mL, kemudian digojog
hingga homogen.
3.6 Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N
Larutan asam oksalat 0,1 N dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan
ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator
phenolphthalein dan dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N. Titik
akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah muda yang stabil
pada larutan, lalu dicatat volume larutan standar NaOH 0,1 N yang
digunakan. Dilakukan pengulangan titrasi sebanyak 2 kali lagi dan
dihitung normalitas larutan standar NaOH rata-rata.
3.7 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Asam salisilat ditimbang dengan seksama sebanyak 0,2 gram
(sebanyak 3 kali), dilarutkan dalam 5 mL etanol netral, dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 10 mL aquadest dan
ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein, kemudian dititrasi dengan
larutan standar NaOH 0,1 N, titik akhir titrasi ditandai dengan
terbentuknya warna merah muda yang stabil pada larutan, lalu dicatat
volume larutan standar NaOH 0,05 N yang digunakan. Dilakukan
pengulangan titrasi sebanyak 2 kali lagi untuk sampel asam salisilat
lainnya dan dihitung normalitas larutan standar NaOH rata-rata.

8
IV. SKEMA KERJA
4.1 Pembuatan Larutan Etanol Netral
Diukur larutan etanol 95% sebanyak 15 mL, lalu dituangkan ke
dalam labu erlenmeyer.

Ditambahkan 10 tetes phenolphthalein P.

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah muda


stabil.

4.2 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N (untuk 4 kelompok)

Ditimbang NaOH dengan beaker glass sebanyak 2 gram.

Dilarutkan dengan aquadest hingga larut sambil diaduk dengan


batang pengaduk.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan aquadest


hingga tanda batas 500 mL.

Digojog hingga homogen

9
4.3 Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N

Dipipet larutan asam oksalat sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke


dalam labu erlenmeyer.

Ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein.

Dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N, titik akhir titrasi


ditandai dengan terbentuknya warna merah muda yang stabil pada
larutan.

Dicatat volume larutan standar NaOH 0,1 N yang digunakan.

Dilakukan pengulangan titrasi sebanyak 2 kali lagi.

Dihitung normalitas larutan standar NaOH rata-rata.

10
4.4 Penetapan Kadar Asam Salisilat

Ditimbang asam salisilat sebanyak 0,2 gram (sebanyak 3 kali).

Dilarutkan dalam 5 mL etanol netral, kemudian dimasukkan ke dalam


labu Erlenmeyer.

Ditambahkan dalam 10 mL aquadest dan ditambahkan 3 tetes


indikator phenolphthalein.

Dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N, titik akhir titrasi


ditandai dengan terbentuknya warna merah muda yang stabil pada
larutan.

Dicatat volume larutan NaOH 0,1 N yang digunakan.

Dilakukan pengulangan titrasi sebanyak 2 kali lagi untuk sampel


asam salisilat lainnya.

Dihitung normalitas larutan standar NaOH rata-rata.

V. DATA HASIL PENGAMATAN


1.1 Hasil Percobaan
a. Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N
Titrasi Larutan Asam Oksalat 0,1 N dengan Larutan NaOH 0,1 N
Indikator : PP 1%
Volume NaOH
Pengamatan Kesimpulan
(mL)
0-10,6 mL Merah muda pekat Telah mencapai titik akhir

11
titrasi
Telah mencapai titik akhir
0-10,5 mL Merah muda
titrasi
Telah mencapai titik akhir
0-10,6 mL Merah muda pekat
titrasi

Titik Akhir Titrasi : 10,6 mL, 10,5 mL, 10,6 mL


Normalitas NaOH : 0,094 N; 0,095 N; 0,094 N
Ulangi Titrasi 3 kali
Normalitas Larutan Standar NaOH rata-rata : 0,0943 N

b. Penetapan Kadar Asam Salisilat


Larutan Standar NaOH yang digunakan : 0,0943 N
Indikator : PP 1%
Volume
Pengamatan Kesimpulan
NaOH (mL)
Telah mencapai titik akhir
0-13,8 mL Merah muda pekat
titrasi
Telah mencapai titik akhir
0-14,05 mL Merah muda
titrasi
Telah mencapai titik akhir
0-13,9 mL Merah muda pekat
titrasi

Titik Akhir Titrasi : 13,8 mL, 14,05 mL, 13,9 mL


Kadar Asam Salisilat : 0,1301 N; 0,1324 N; 0,1310 N
Ulangi Titrasi 3 kali
Kadar Asam Salisilat rata-rata : 0,1311 N

12
1.2 Tabel Penimbangan
No Nama Bahan Jumlah Paraf
1. Asam Salisilat I 0,2013 gram
Etanol netral 5 mL
Aquadest 10 mL
2. Asam Salisilat II 0,2003 gram
Etanol netral 5 mL
Aquadest 10 mL
3. Asam Salisilat III 0,2004 gram
Etanol netral 5 mL
Aquadest 10 mL
4. NaOH 0,1 N (untuk 4 kelompok) 1,9979 gram
Aquades ad 500 mL
5. Standarisasi NaOH
a. Standarisasi NaOH I
- Asam oksalat 10 mL
Terlam
- NaOH 10,6 mL
pir
- PP 1% 3 tetes
b. Standarisasi NaOH II
- Asam oksalat 10 mL
- NaOH 10,5 mL
- PP 1% 3 tetes
c. Standarisasi NaOH III
- Asam oksalat 10 mL
- NaOH 10,6 mL
- PP 1% 3 tetes
6. Pembuatan Etanol netral
- Etanol 95% 15 mL
- Indikator PP 1% 10 tetes
- NaOH 0,1 N 0,05 mL
7. Penetapan Kadar Asam Salisilat

13
a. Titrasi I
- Lar. Asam Salisilat I 10 mL
- Vol. NaOH 13,8 mL
- PP 3 tetes
b. Titrasi II
- Lar. Asam Salisilat II 10 mL
- Vol. NaOH 14,05 mL
- PP 3 tetes
c. Titrasi III
- Lar. Asam salisilat III 10 mL
- Vol NaOH 13,9 mL
- PP 3 tetes

VI. ANALISIS DATA DAN PERHITUNGAN


a. Menentukan Normalitas Rata-rata Larutan Standar NaOH
Diketahui :
Normalitas NaOH = 0,1 N
Volume Asam Oksalat = 10 mL = 0,01 L
Volume NaOH = titrasi I = 10,6 mL
titrasi II = 10,5 mL
titrasi III = 10,6 mL
Ditanya :
N NaOH rata - rata = ….?
Jawab :
𝑁 0,1
M C2H2O4 . 2 H2O = 𝑒𝑘 = = 0,05 M
2

mol C2H2O4 . 2 H2O = M x V C2H2O4 . 2 H2O


= 0,05 M x 0,01 L
= 0,0005 mol
= 0,5 mmol

14
C2H2O4 . 2 H2O + 2 NaOH Na2C2O5 + 2 H2O
Awal : 0,5 mmol 1 mmol
Reaksi : 0,5 mmol 1 mmol 0,5 mmol 1 mmol
Sisa : - - 0,5
mmol 1 mmol
• Mol NaOH yang diperlukan untuk dapat bereaksi dengan C2H2O4 . 2
H2O adalah 1 mmol

a. Titrasi I :
Volume NaOH = 10,6 mL
mol NaOH 1 mmol
M NaOH = = 10,6 mL = 0,094 M
V NaOH

grek⁄
N NaOH = 0,094 M x 1 L = 0,094 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,094 N

b. Titrasi II :
Volume NaOH = 10,5 mL
mol NaOH 1 mmol
M NaOH = = 10,5 mL = 0,095 M
V NaOH

grek⁄
N NaOH = 0,095 M x 1 L = 0,095 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi II adalah 0,095 N

c. Titrasi III :
Volume NaOH = 10,6 mL
mol NaOH 1 mmol
M NaOH = = 10,6 mL = 0,094 M
V NaOH

grek⁄
N NaOH = 0,094 M x 1 L = 0,094 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi III adalah 0,094 N

NI + NII + NIII
Normalitas Rata-rata NaOH = 3

15
0,094 + 0,095 + 0,094
= 3

= 0,0943 N
Jadi, Normalitas NaOH rata-rata adalah 0,0943 N

b. Menentukan Standar Deviasi Normalitas NaOH


N NaOH
Titrasi xrata-rata (x – xrata-rata) (x – xrata-rata)2
(x)
0,0943 -0,0003
I 0,094 N 9 × 10-8 N2
N N
0,0943 4,9 × 10-6
II 0,095 N 0,007 N
N N2
0,0943 -0,0003
III 0,094 N 9 × 10-8 N2
N N
∑ (x – x)2 = 4,92 × 10-8
N2
Σ ( x – xrata-rata )²
Standar devisiasi =√ n -1

4,92 𝑥 10−8
=√ 2

= 1,57 x 10−4 N
Normalitas NaOH= rata-rata N NaOH ± standar deviasiNormalitas NaOH= (0,0943 ±1,57 ×
10-4 ) N

c. Penetapan Kadar Asam Salisilat


Diketahui : Normalitas NaOH = 0,1 N
Massa Asam Salisilat I = 0,2013 gram = 201,3 mg
Massa Asam Salisilat II = 0,2003 gram = 200,3 mg
Massa Asam Salisilat III = 0,2004 gram = 200,4 mg
gram
BM Asam Salisilat = 138, 12 ⁄mol
Volume NaOH = titrasi I = 13,8 mL
titrasi II = 14,05 mL

16
titrasi III = 13,9 mL
Ditanya:
Kadar Asam Salisilat rata-rata = ….?
Jawab:
Reaksi : C7H6O3 + NaOH C7H5O3Na + H2O
• Perbandingan koefisien sama dengan perbandingan mol maka mol
NaOH = mol Asam Salisilat
Penyetaraan Asam Salisilat
Mol NaOH = mol Asam Salisilat
M NaOH x V NaOH = mol Asam Salisilat
N NaOH
x V NaOH = mol Asam Salisilat
ek
0,1 N
x 1 mL = mol Asam Salisilat
1

Mol Asam Salisilat = 0,1 mmol

Massa Asam Salisilat = mol x BM


gram
= 0,1 mmol x 138, 12 ⁄mol
= 13,812 mg
Jadi, 1 mL NaOH 0,1 N setara dengan 13,812 mg Asam Salisilat
1 ml NaOH 0,1 N ~ 13,812 mg Asam Salisilat
0,0943
1 ml NaOH 0,0943 N = x 13,812 mg = 13,02 mg
0,1

a. Titrasi I
Volume NaOH = 13,8 mL
N NaOH x V NaOH x Massa Kesetaraan
Kadar Asam Salisilat = x 100 %
N NaOH kesetaraan x massa sampel
0,0943 N x 13,8 mL x 13,02 mg
= x 100 %
0,1 N x 201,3 mg

= 84,17 % b/b
Jadi, Kadar Asam Salisilat pada titrasi I adalah 84,17 % b/b

b. Titrasi II

17
Volume NaOH = 14,05 mL
N NaOH x V NaOH x Massa Kesetaraan
Kadar Asam Salisilat = x 100 %
N NaOH kesetaraan x massa sampel
0,0943 N x 14,05 mL x 13,02 mg
= x 100 %
0,1 M x 200,3 mg

= 86,12 % b/b
Jadi, Kadar Asam Salisilat pada titrasi II adalah 86,12 % b/b

c. Titrasi III
Volume NaOH = 13,9 mL
N NaOH x V NaOH x Massa Kesetaraan
Kadar Asam Salisilat = x 100 %
M NaOH kesetaraan x massa sampel
0,0943 N x 13,9 mL x 13,02 mg
= x 100 %
0,1 M x 200,4 mg

= 85,16 % b/b
Jadi, Kadar Asam Salisilat pada titrasi III adalah 85,16 % b/b

% kadarI + % kadarII + % kadarIII


Kadar rata-rata C7H6O3 = 3
84,17 % + 86,12 % + 85,16 %
= 3

= 85,14 %
Jadi, Kadar Asam Salisilat rata-rata adalah 85,14 % b/b

d. Menentukan Standar Deviasi Kadar Asam Salisilat


% As. (x – xrata-
Titrasi xrata-rata (x – xrata-rata)2
Salisilat (x) rata)

I 84,17 % 85,14 % -0,97 0,9409


II 86,12 % 85,14 % 0,98 0,9604
III 85,16 % 85,14 % 0,02 0,0004
∑ (x – xrata-rata)2 = 1,9017
Σ ( x - x rata-rata )²
Standar deviasi = √ n-1

1,9017
=√ 2

18
= 0,975 %
Kadar Asam Salisilat = rata-rata kadar asam salisilat ± standar deviasi
Kadar Asam Salisilat = (85,14 ± 0,975)% b/b
e. Perhitungan Persentase Perolehan Kembali
Diketahui : Normalitas NaOH = 0,1 N
Volume NaOH : Titrasi I = 13,8 mL
Titrasi II = 14,05 mL
Titrasi III = 13,9 mL
Volume Asam Salisilat = 10 mL
Ditanya : Persentase Perolehan Kembali Asam Salisilat (%) = ?
Jawab :
- Titrasi I (V NaOH = 13,8 mL)
𝑁 0,1 𝑁
M NaOH = 𝑒𝑘 = 1 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙

= 0,1 M
Mol NaOH = M x V NaOH
= 0,1 M x 13,8 mL
= 1,38 mmol
Mol NaOH = mol Asam Salisilat
= 1,38 mmol
= 0,00138 mol
Massa Asam Salisilat dalam perhitungan= mol Asam Salisilat x BM
Asam Salisilat
= 0,00138 mol x 138 gram/mol
= 0,190 gram
Persentase perolehan kembali Asam salisilat (%)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠 𝑆𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
= 𝑥 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠 𝑆𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

0,19044 gram
= 𝑥 100%
0,2013 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 94,60 %

19
Jadi persentase perolehan kembali Asam Salisilat pada titrasi pertama
dengan volume 13,8 mL adalah sebesar 94,60%.

- Titrasi II (V NaOH = 14,05 mL)


𝑁 0,1 𝑁
M NaOH = 𝑒𝑘 = 1 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙

= 0,1 M
Mol NaOH = M x V NaOH
= 0,1 M x 14,05 mL
= 0,1405 mmol
Mol NaOH = mol Asam Salisilat
= 0,1405 mmol
= 0,001405 mol
Massa Asam Salisilat dalam perhitungan = mol Asam Salisilat
x BM Asam Salisilat
= 0,001405 mol x 138 gram/mol
= 0,1932 gram
Persentase perolehan kembali Asam salisilat (%)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠 𝑆𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
= 𝑥 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠 𝑆𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

0,1932 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100%
0,2013 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 96,98 %
Jadi persentase perolehan kembali Asam Salisilat pada titrasi pertama
dengan volume 14,05 mL adalah sebesar 96,98%.

- Titrasi III (V NaOH = 13,9 mL)


𝑁 0,1 𝑁
M NaOH = 𝑒𝑘 = 1 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙

= 0,1 M
Mol NaOH = M x V NaOH
= 0,1 M x 13,9 mL
= 1,39 mmol

20
- Mol NaOH = mol Asam Salisilat
= 1,39 mmol
= 0,00139 mol
Massa Asam Salisilat dalam perhitungan = mol Asam Salisilat x BM
Asam Salisilat
= 0,00139 mol x 138 gram/mol
= 0,19182 gram
Persentase perolehan kembali Asam salisilat (%)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠 𝑆𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
= 𝑥 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠 𝑆𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

0,19182 gram
= 𝑥 100%
0,2013 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 95,29 %
Jadi persentase perolehan kembali Asam Salisilat pada titrasi pertama
dengan volume 13,9 mL adalah sebesar 95,29%.

- Rata-rata Persentase Perolehan Kembali Asam Salisilat


94,60 % + 96,98 % + 95,29 %
=
3
= 95,62%

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar asam salisilat dengan
menggunakan salah satu metode titrimetri yaitu metode asidi-alkalimetri.
Metode titrimetri merupakan analisis kuantitatif dengan mengukur volume
larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat yang diperlukan untuk
bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang zatnya akan ditetapkan
(Basset, dkk., 1994).
Metode analisis titrimetri terdiri dari berbagai macam metode, salah
satunya asidi-alkalimetri. Sedangkan asidi-alkalimetri terdiri dari dua bagian
yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri merupakan penetapan kadar
secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan
kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku

21
basa. Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari
basanya untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Salah satu kegunaan
dari reaksi netralisasi adalah untuk menentukan kosentrasi asam maupun
basa yang tidak diketahui (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada penetapan kadar asam salisilat ini titrasi yang dilakukan yaitu
antara larutan standar NaOH yang bertindak sebagai basa dan asam salisilat
yang dibuat dalam bentuk larutan sebagai asam. Dalam analisis titrimetri
atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume,
sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang
kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti (Gandjar dan Rohman,
2007). Sehingga, dalam praktikum ini komponen-komponennya harus
dalam bentuk larutan dan harus ada yang berperan sebagai larutan baku
(standar). Larutan baku terdiri dari dua macam yaitu larutan baku primer
dan larutan baku sekunder dimana larutan baku primer kemurniannya tinggi
dan larutan baku sekunder memiliki kemurnian yang cukup bervariasi
sehingga harus dibakukan oleh larutan baku primer (Gandjar dan Rohman,
2007).
Natrium hidroksida merupakan larutan baku sekunder maka agar
dapat digunakan untuk menetapkan kadar asam salisilat, sebelumnya NaOH
harus dibakukan terlebih dahulu. NaOH perlu ditetapkan kembali kadarnya
karena NaOH konsentrasinya dapat berubah-ubah selama penyimpanan
yang dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi selama penyimpanan dan juga
disebabkan oleh sifat NaOH yang higroskopis sehingga dapat mengubah
konsentrasinya selama penyimpanan. Saat melakukan titrasi, basa yang
digunakan harus bersifat baku agar dapat menentukan kadar yang diketahui
secara kuantitatif. Suatu larutan yang ingin digunakan sebagai larutan baku
haruslah memiliki persyaratan murni, mudah diperoleh, mudah larut, tidak
berubah saat penimbangan dan tidak teroksidasi oleh udara (Gandjar dan
Rohman,2007).
Pembakuan atau standarisasi NaOH dilakukan dengan menggunakan
larutan asam oksalat sebagai baku primer. Pembakuan NaOH dilakukan
sebanyak tiga kali dengan tujuan mendapatkan suatu perbandingan volume
NaOH yang digunakan untuk titrasi pembakuan NaOH sehingga didapat
hasil yang lebih akurat. Berikut reaksi yang terjadi antara asam oksalat
dengan NaOH saat pembakuan :
H2C2O4 → 2H+ + C2O42-
2NaOH → 2Na+ + 2OH-
H2C2O4 + 2NaOH → 2Na+ + C2O42- + 2H2O

22
Pembuatan larutan NaOH dilakukan dengan melarutkan NaOH
sebanyak 0,2 gram menggunakan air bebas CO2. NaOH dilarutkan dengan
air bebas CO2 karena NaOH dapat berikatan dengan CO2 membentuk
Na2CO3. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
CO2 + 2 NaOH Na2CO3 + H2O
Apabila senyawa tersebut terbentuk dan terdapat dalam larutan
analisis yang digunakan, akan menyebabkan gangguan terhadap
pengamatan proses titrasi, kadar atau konsentrasi yang diperoleh akan dapat
berubah (Gandjar dan Rohman, 2007). Air bebas CO2 digunakan karena air
bebas CO2 merupakan asam oksi yang bereaksi dalam air membentuk asam
dengan reaksi CO2 + H2 O ⇌ H2 CO3 ⇌ 2 H+ + CO2-
3 , sehingga keberadaan

CO2 dapat mempengaruhi pH larutan dan dapat menyimpangkan titik akhir


titrasi. Pada saat titrasi diperlukan penambahan indikator fenolftalein (PP)
sebagai penanda titik akhir titrasi. Indikator PP ditambahkan ke dalam
larutan asam oksalat. Saat penambahan indikator PP ke dalam asam oksalat
tidak mengalami perubahan warna karena masih berada dalam suasana
asam. Setelah dititrasi dengan NaOH terjadi perubahan warna larutan
menjadi merah muda yang menunjukkan titik akhir titrasi dan titik ekivalen
telah tercapai, asam oksalat telah tepat bereaksi dengan NaOH. Pada saat
itu, struktur PP akan pengalami penataan ulang pada kisaran 8,4-10,4 (pKa
= 9,4) karena proton dipindahkan dari struktur fenol PP sehingga pH nya
meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna (Gandjar dan Rohman,
2007). Pada pembakuan NaOH didapatkan volume NaOH pada titrasi I
hingga titrasi III berturut-turut 0-10,6 mL; 0-10,5 mL; dan 0-10,6 mL,
sehingga didapatkan normalistas rata-rata NaOH setelah distandarisasi
sebesar 0,0943 N.
Setelah standarisasi NaOH dilanjutkan dengan penetapan kadar asam
salisilat. Asam Salisilat dilarutkan pertama-tama dengan etanol netral agar
asam salisilat dapat larut dengan baik dan tidak mempengaruhi kestabilan
pH asam salisilat. Setelah dilarutkan dengan etanol netral ditambahkan
dengan aquadest agar asam salisilat dapat larut lebih sempurna. Saat

23
penambahan aquadest, ditambahkan dengan perlahan dan melewati dinding,
agar asam salisilat yang telah larut di dalam etanol netral tidak menggumpal
kembali. Setelah itu larutan asam salisilat dititrasi dengan NaOH yang telah
dibakukan tadi dan ditambahkan 3 tetes PP sebelum titrasi.
Titrasi yang dilakukan termasuk dalam alkalimetri karena kadar
senyawa yang ditetapkan bersifat asam (Thiamin HCl) dengan
menggunakan baku basa (NaOH). Pada awal titrasi perubahan nilai pH
berlangsung lambat sampai menjelang titik ekuivalen. Pada saat titik
ekuivalen, nilai pH akan meningkat secara drastis (Gandjar dan Rohman,
2007). Titrasi yang dilakukan sebanyak 3 kali dengan volume NaOH yaitu
0-13,8 mL; 0-14,05 mL dan 0-13,9 mL.
Dari volume NaOH hasil titrasi dapat dihitung kadar rata-rata asam
salisilat. Kadar asam salisilat dicari dengan menggunakan kesetaraan asam
salisilat dan NaOH. Dengan kesetaraan tersebut dapat dihitung kadar asam
salisilat dari titrasi pertama hingga titrasi ketiga. Adapun kadar asam
salisilat berturut-turut yaitu 84,17 % b/b, 86,12 % b/b, dan 85,16 % b/b.
Sehingga kadar rata-rata dengan standar deviasinya adalah
(85,14 ± 0,975)% b/b. Namun, pada pustaka dikatakan bahwa asam
salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Penyimpangan ini
kemungkinan diakibatkan kurang telitinya dalam bekerja, seperti dalam
mentitrasi larutan terdapat sampel yang melewati volume titik akhir NaOH
sehingga larutan berwarna merah muda pekat atau keberadaan asam
salisilat yang sebelumnya sudah terkontaminasi karena masalah
penyimpanan yang pada akhirnya digunakan pada praktikum (Depkes RI,
1995).
Selain itu dihitung pula persentase perolehan kembali asalam salisilat
di setiap titrasi berturut-turut yaitu 94,60 %, 96,98 %, dan 95,29 %,
sehingga rata-rata persentase perolehan kembali yang diperoleh adalah
95,62%. Persentase perolehan kembali tidak mencapai 100% dapat
disebabkan karena masih adanya pengotor pada asam salisilat dan kurang

24
telitinya praktikan saat melalukan titrasi atau saat mneimbang salisilat. Hal
ini dikarenakan titrasi antara asam salisilat dengan NaOH berjalan lambat
sehingga titik akhir titrasi yang didapat masih belum stabil, warna merah
muda yang didapat setelah dikocok kembali sedikit demi sedikit memudar
dan larutan kembali berwarna bening. Setelah dititrasi kembali didapat
warna merah muda yang stabil dan ternyata titik akhir titrasi yang diperoleh
terlewati.

VII. KESIMPULAN (LIAT KRIMAN DIAH)


7.1 Asidi alkalimetri merupakan suatu reaksi antara ino hydrogen yang
bersifat asam dengan reaksi ion hidroksida yang bersifat basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Pada praktikum ini, metode yang
digunakan adalah alkalimetri yaitu penetapan kadar senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa.
7.2 Normalitas hasil standarisasi NaOH sebesar 0,0943 N dengan standar
deviasi sebesar 1,57 × 10-4 N
7.3 Dari praktikum ini didapatkan kadar rata-rata asam salisilat sebesar
(85,14 ± 0,975) b/b dan rata-rata perolehan kembali asam salisilat
adalah 95,62 %.

25
DAFTAR PUSTAKA

Basset. J, R.C. Denny, G.H. Jeffrey, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas, Asas Dan Struktur. Jakarta:
Binarupa Aksara
Day,R.A., dan A.L Underwood.1936. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Oxtoby, D. W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

26
LAMPIRAN

1. Standarisasi NaOH

27
2. Titrasi Asam Salisilat

28

Anda mungkin juga menyukai