Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sabina Diva Permatasari Putri

NIM : 210810301013

Kelas : Akuntansi Biaya C

Dosen Pengampu : Bapak Rochman Effendi, S.E., M.SI, Ak

PENENTUAN BIAYA PROSES : AKUNTANSI KERUGIAN PRODUKSI

Proses produksi perusahaan tentu menghasilkan sisa bahan. Sisa bahan ini meliputi
bahan yang tersisa dari proses produksi yang tidak bisa digunakan lagi untuk tujuan yang sama
tetapi berguna untuk tujuan lainnya atau dapat dijual kepada pihak lain. Sisa bahan yang tidak
dapat digunakan untuk tujuan sama atau tujuan lain atau tidak dapat dijual disebut bahan
terbuang. Sisa bahan dan produk sampingan dibedakan berdasarkan nilai jual relatifnya. Semakin
kecil nilai jualnya, semakin besar kemungkinan dikelompokkan sebagai sisa bahan. Masalah
akuntansi adalah mengenai perlakuan terhadap hasil penjualan. Perlakuan hasil penjualan sisa
bahan tergantung pada sudah atau belum perusahaan memperhitungkannya dalam tarif
pembebanan overhead pabrik. Apabila belum, hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan
sebagai pengurang biaya produksi departemen tempat terjadinya, pendapatan lain-lain,atau
pengurang harga pokok penjualan. Sisa bahan atau suku cadang yang rusak karena kesalahan
karyawan dan tidak laku dijual, biayanya harus dihitung secra periodik dan diakui sebagai
kerugian.

Unit produk yang tidak meenuhi standar produksi tetapi, baik dari segi teknis maupun
ekonomis, dapat diperbaiki supaya dapat dijual sebagai produk standar atau substandar adalah
pengertian dari produk cacat. Masalah akuntansi produk cacat adalah mengenai perlakuan
tambahan biaya produksi yang terjadi untuk memperbaikinya. Karena unit cacat tidak
dikeluarkan dari proses produksi saat diketahui, data kuantitas dalam laporan biaya produksi
tidak terpegaruh. Bagian yang terpengaruh yaitu jumlah biaya yang harus
dipertanggungawabkan. Untuk memperbaiki unit cacat diperlukan tambahan biaya produksi,
yang dapat meliputi biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik. Prduk cacat ini
dikategorikan menjadi, produk cacat normal yaitu produk cacat yang lazim terjadi dalam operasi
produksi yang efisien Oleh karena itu, biaya perbaikan unit cacat normal harus diperhitungkan
sebagai bagian dari biaya produksi di departemen tempat terjadinya. Lalu, cacat tidak normal
yaitu jumlah unit cacat yang jumlahnya melebihi jumlah normal. Karena biaya perbaikan unit
cacat tidak normal timbul akibat operasi produksi yang tidak efisien, biaya tersebut tidak dapat
dimasukkan sebagai bagian dari biaya produk dan harus diakui sebagai kerugian pada periode
terjadinya.
Tarif overhead pabrik belum memperhitungkan biaya perbaikan produk cacat.
Contohnya, laporan biaya produksi Departemen X bulan Desember 2010 apabila PT Domino
menggunakan metode rata-rata dan belum memperhitungkan biaya perbaikan produk cacat.
Pada data kuanititas, laporan biaya produksi tidak dipengaruhi oleh terjadinya produk cacat. Data
masukan dan data keluaran sama dengan kasus kalau tidak ada produk cacat. Unit ekuivalen
tidak dipengaruhi oleh unit produk cacat karena tidak dikeluarkan dari proses pperbaikan produk
cacat normal harus disertakan dalam perhitungan biaya per unit. Sebaliknya, biaya perbaikan
produk cacat tidak normal tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan biaya per unit karena
bukan biaya produk melainkan biaya periode. Jumlah biaya yang dibebankan ke unit yang
ditransfer ke departemen berikutnya dihitung dengan cara mengalikan jumlah unit dengan biaya
per unit. Apabila perusahaan menggunakan menerapkan metode rata-rata dan sudah
memperhitungkan biaya perbaikan produk cacat normal ke dalam penentuan tarif pembebanan
overhead pabrik mengalami sedikit perubahan. Jika tarif pembebanan overhead pabrik telah
dihitungkan, biaya produk cacat normal yang terjadi tidak perlu dimasukkan ke dalam
perhitungan biaya per unit. Biaya per unit yang sudah dihitung kemudian digunakan untuk
menghitung jumlah biaya yang diebebankan ke unit selesai dan unit dalam proses akhir.

Produk cacat pada metode MPKP dengan data yang sama dalam metode rata-rata, yaitu
data produksi Departemen X PT Domino pada bulan Desember 2010. Biaya perbaikan produk
cacat normal belum diperhitungkan dalam tarif overhead pabrik. Data kuantitas sama dengan
data pada metode rata-rata. Perhitungan unit ekuivalen tidak dipengaruhi oleh produk cacat,
Apabila belum diperhitungkan dalam tarif pembebanan overhead pabrik maka untuk
membebankannya ke produk yang baik, biaya perbaikan produk cacat normal harus disertakan
dalam perhitungan biaya per unit. Dalam metode MPKP, jumlah biaya yang dibebankan ke unit
selesai dibedakan menurut asalnya karena biaya per unit dihtiung dengan memasukkan biaya
perbaikan produk cacat normal, unit-unit dibebani dengan biaya yang lebih tinggi. Tetapi, pada
biaya perbaikan produk cacat normal yang sudah diperhitungkan dalam tarif overhead pabrik,
biaya tersebut tidak perlu disertakan dalam perhitungan biaya per unit.Akibatnya, jumlah biaya
per unit lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Setelah itu, langkah terkahir yaitu melakukan
penjurnalan.

Unit produk yang tidak memenuhi standar produksi dari segi teknis atau ekonomis tidak
dapat diperbaiki disebut produk rusak. Produk rusak dikeluarkan dari proses produksi pada saat
diketahui, yaitu ketika perusahaan melakukan inspeksi terhadap unit-unit produk untuk
kepentingan pengendalian kualitas. Setelah dikeluarkan dari proses produksi, boleh jadi prosuk
rusak laku dijual atau tidak laku dijual. Masalah akuntansinya tergantung pada pertimbangan
manajemen mengenai metode yang dipilih untuk memperlakukan produk rusak. Manajemen
dapat memperlakukannya dengan dua metode. Pertama, yaitu metode produk rusak diabaikan.
Unit produk rusak tidak diperhitungkan dalam unit ekuivalen berapa pun tingkat penyelsaian
yang sudah dicapai ketika dikeluarkan dari proses produksi. Akibatnya, biaya yang terjadi dalam
suatu periode akan ditanggung oleh jumlah unit ekuivalen yang lebih sedikit sehingga
meningkatkan biaya per unit ekuivalen. Metode ini membebankan biaya produk rusak ke
persediaan barang dalam proses akhir mesikupun belum diinpeksi. Kedua, yaitu biaya produk
rusak sebagai elemen tersendiri. Untuk menghitung biayanya, unit produk rusak harus dianggap
sebagai bagian dari hasil proses produksi dan dimasukkan ke dalam perhitungan unit ekuivalen.
Unit rusak kemudian dihitung dengan unit ekuivalen sesuai tingkat penyelesaiannya. Setelah itu,
jika produk laku dijual maka nilai jual produk rusak akan dibawah biaya produksinya. Tetapi,
jika laku dijual dan biaya produk rusak senilai dengan harga jualnya, akan diperlakukan sebagai
persediaan produk rusak.

Perhitungan produk rusak diabaikan dengan menggunakan metode rata-rata contohnya


pada laporan biaya produksi Departemen Pengolahan bulan Desember 2010. Unit yang diproses
ini berasal dari dua sumber, yaitu dalam proses awal dan dari masuk proses bulan Desember
2010. Setelah itu, ditransfer ke Departemen Pelapisan. Unit produk rusak tidak perlu diklasifikasi
ke dalam unit rusak normal dan tidak normal. Biaya produk rusak tidak dihitung sehingga tidak
perlu disertakan dalam perhitungan unit ekuivalen. Sehingga juga tidak diperhitungkan pada
biaya per unit. Informasi biaya per unit kemudian digunakan untuk menghitung jumlah biaya
yang dibebankan ke unit selesai dan unit dalam proses akhir. Karena dalam proses ini biaya per
unit menjadi lebih tinggi dengan diabaikannya produk rusak. Setelah selesai diproses, produk
ditransfer ke persediaan barang. Produk lalu tidak dihitung pada unit ekuivalen karena biayanya
tidak dihitung. Untuk membebankan biaya yang diakumulasi di departemen Pelapisan ke unit
ditransfer dan unit dalam proses akhir, terlebih dahulu harus dihitung biaya per unit. Karena unit
rusak tidak dimasukkan ke dalam perhitungan biaya perlu dilakukan penyesuaian terhadap biaya
ditransfer dari Departemen Pengolahan per unit sebelum ada unit rusak. Jumlah biaya yang
diakumulasi ditransfer ke persediaan barang jadi dan persediaan barang ke dalam proses akhir.
Jumlah biaya yang dibebankan ke unit dalam proses akhir dirinci menurut elemen biaya. Lalu,
laporan tersebut dijurnal dan dibuat aliaran biayanya.

Selanjutnya yaitu pencatatan laporan produk rusak diabaikan dengan menggunakan


metode MPKP. Data yang digunakan pada metode ini sama seperti sebelumnya yaitu data
produksi PT Panca Sakti bulan Desember 2010. Dalam metode MPKP, unit selesai diasumsikan
pertama-tama berasal dari unit dalam proses awal dan kemudian dari unit masuk proses bulan
Desember 2010. Biaya per unit rusah tidak dihitung sehingga tidak dimasukkan dalam unit
ekuivalen. Biaya per unit dihitung dari jumlah biaya yang ditambahkan pada bulan desember.
Biaya persediaan unit dalam proses awal bulan tidak disertakan dalam perhitungan biaya per
unit. Biaya yang diakumulasi di Departemen Pengolahan dibebankan ke unit-unit yang
dihasilkan. Jumlah biaya yang dibebankan ke unit selesai dibedakan menurut asalnya. Lalu, data
kuantitas Departemen Pelapisan bahan dalam metode MPKP sama dengan metode rata-rata.
Jumlah unit ekuivalen dalam metode MPKP, hanya dihitung dari jumlah biaya ditambahkan pada
bulan Desember. Karena dalam metode prosuk rusak diabaikan biaya produk rusak tidak
dihitung, biaya tersebut tidak diperhitungkan dalam unit ekuivalen. Produk rusak juga tidak
disertakan dalam biaya per unit sehingga diperlukan penyesuaian terhadap biaya yang ditransfer
dari Departemen Pengolahan unit. Jumlah biaya yang diakumulasi hanya dibebankan ke unit
selesai dan unit dalam proses akhit. Setelah itu, dibuat penjurnalan.

Apabila PT Panca Sakti menggunakan metode rata-rata dan memperlakukan biaya


produk rusak sebagai elemen tersendiri, biaya laporan produksinya akan berbeda tergantung pada
sudah atau belumnya biaya produk rusak normal diperhitungkan dalam biaya overhead pabrik.
Unit yang diproses oleh Departemen Pengolahan pada bulan Desember 2010 berasal dari dua
sumber yaitu persediaan awal dan masuk proses bulan desember 2010. Untuk membebankan
sebagian biaya Departemen Pengolahan ke unit rusak, unti tersebut disertakan dalam perhitungan
unit ekuivalen. Unit rusak diperhitungkan sesuai dengan tingkat penyelesaiannya. Dalam
membebankan biaya Departemen Pelapisan, unit dalam proses akhir, dan unit rusak,terlebih
dahulu perlu dihitung biaya per unit. Jumlah biaya per unit berbeda tergantung pada belum atau
sudahnya perusahaan memperhitungkan biaya produk rusak dalam tarif biaya overhead pabrik.
Jumlah biaya yang diakumulasikan dibebankan ke unit selesai, unit dalam proses akhir, dan unit
rusak.

Pada biaya produk rusak yang belum diperhitungkan dalam tarif overhead pabrik,
dihitung dengan cara mengalikan jumlah unit dengan biaya per unit. Jumlah biaya yang tidak
tertutup kemudian dialokasikan ke produk rusak normal dan tidak normal. Jika dialokasikan ke
produk rusak tidak normal, akan dicatat sebagai kerugian. Tetapi jika dicatat sebagai produk
rusak normal, akan dicatat sebagai penambah biaya produk yang baik. Pada biaya produk rusak
yang sudah diperhitungkan dalam tarif overhead pabrik, Biaya yang dibebankan ke unit dihtiung
dengan mengalikan unit rusak dengan biaya per unit. Jika biaya produk rusak tidak tertutup yang
dialokasikan ke produk rusak tidak normal, akan dicatat sebagai kerugian. Tetapi jika dicatat
sebagai produk rusak normal, akan dicatat sebagai penambah biaya overhead pabrik
sesungguhnya. Setelah dihitung, semua biaya dicatat pada penjurnalan dan dibuat aliran
biayanya.

Berdasarkan metode MPKP, biaya ditransfer menurut urutan terjadinya sehingga tibul
maslaah mengenai biaya yang akan dibebankan ke unit rusak. Data kuantitas Departemen
Pengolahan dengan metode MPKP, unit selesai diasumsikan berasal dari unti dalam proses awal
dan kemudian dari unit masuk proses bulan Desember. Untuk membebankan sebagian biaya
yang diakumulasi pada bulan Desember ke unit rusak, unti tersebut harus diperhitungkan dalam
unit ekuvalen. Biaya yang diakumulasi dibebankan ke unit-unit yang dihasilkan. Biaya per unit
dihtiung dari jumlah biaya yang ditambahkan. Data kuantitas dalam metode MPKP sama dengan
metode rata-rata. Lalu, memperhitungkan dalam unit ekuivalen. Biaya yang telah ditransfer
jumlahnya berbeda, tergantung pada biaya produk rusak normal. Setelah itu, diakumulasi dan
dibebankan ke unit selesai. Dalam biaya produk rusak yang belum diperhitungkan dalam tarif
overhead pabrik akan dibebankan berdasarkan asalnya. Pada biaya produk rusak yang telah
diperhitungkan dalam tarif overhead pabrik dihtung dengan cara mengalikan jumlah unit dengan
biaya per unit. Setelah itu, dilakukan penjurnalan pada kedua jenis pencatatan.

Anda mungkin juga menyukai