Anda di halaman 1dari 2

Rasuna said

Hajjah Rangkayo Rasuna Said (14 September 1910 – 2 November 1965) adalah seorang pejuang
kemerdekaan Indonesia dan juga merupakan pahlawan nasional Indonesia. Seperti Kartini, ia juga
memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta

Kehidupan awal

 Tidak seperti saudara-saudaranya, dia bersekolah di sekolah agama, bukan sekuler, dan kemudian
pindah ke Padang Panjang, di mana dia bersekolah di Diniyah School, yang menggabungkan mata
pelajaran agama dan mata pelajaran khusus. Pada tahun 1923, ia menjadi asisten guru di Sekolah
Diniyah Putri yang baru didirikan, tetapi kembali ke kampung halamannya tiga tahun kemudian
setelah sekolah itu hancur karena gempa. Dia kemudian belajar selama dua tahun di sekolah yang
terkait dengan aktivisme politik dan agama, dan menghadiri pidato yang diberikan oleh direktur
sekolah tentang nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia.
Setelah menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Rasuna Said remaja dikirimkan
sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Rasuna Said kemudian
melanjutkan pendidikan di Diniyah Putri Padang Panjang, dan bertemu dengan Rahmah El
Yunusiyyah, seorang tokoh gerakan Thawalib. Gerakan Thawalib adalah gerakan yang dibangun
kaum reformis Islam di Sumatra Barat.
Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, ia sempat
mengajar di Diniyah Putri sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti mengajar
karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan
mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan politik. Rasuna Said ingin memasukkan
pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tetapi ditolak. Rasuna Said
kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah yang
mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir yang nantinya
banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.

Perjuangan politik

 Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatuan
Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada tahun 1930. Rasuna Said juga ikut mengajar di
sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan Sekolah Thawalib di Padang,
dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi.
Pada tahun 1926, Rasuna Said aktif dalam organisasi Sarekat Rakyat yang berafiliasi dengan
komunis, yang dibubarkan setelah pemberontakan komunis yang gagal di Sumatera Barat pada
tahun 1927. Setelah berdiri pada tahun 1930, ia bergabung dengan Persatuan Muslim Indonesia
(Permi), sebuah organisasi berbasis Islam dan nasionalisme. Tahun berikutnya, Rasuna yang
kembali mengajar di Padang Panjang, meninggalkan pekerjaannya setelah berselisih dengan
pemimpinnya karena Rasuna telah mengajar murid-muridnya tentang perlunya tindakan politik
untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, dan pindah ke Padang, di mana pimpinan Permi
bermarkas.
Pada tanggal 23 Oktober 1932, dalam rapat umum bagian perempuan Permi di Padang Panjang,
Rasuna menyampaikan pidato publik berjudul "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan Rakyat
Indonesia" di mana dia mengutuk penghancuran mata pencaharian rakyat dan kerusakan yang
dilakukan pada rakyat Indonesia oleh kolonialisme. Beberapa minggu kemudian, dalam pidato
lain di Payakumbuh di hadapan seribu orang, dia mengatakan kebijakan Permi adalah
memperlakukan imperialisme sebagai musuh. Meski mendapat peringatan dari seorang pejabat,
dia melanjutkan dengan sekali lagi mengatakan bahwa Al-Qur`an menyebut imperialisme sebagai
musuh Islam. Lebih dari seribu orang datang untuk menyaksikan keberangkatan kapal yang
membawanya ke Jawa.
Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail, dan dipenjara
pada tahun 1932 di Semarang.
 Pada tahun 1937 ia pindah ke Medan, kemudian kembali ke Padang setelah invasi Jepang ke
Hindia Belanda. Dia ditangkap oleh Jepang karena keanggotaannya dalam organisasi pro-
kemerdekaan Indonesia, tetapi dibebaskan setelah waktu yang singkat karena pihak berwenang
khawatir menyebabkan ketidakpuasan publik.

Jurnalis

 Rasuna Said dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam. Pada tahun 1935 Rasuna menjadi
pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya. Majalah ini dikenal radikal, bahkan tercatat menjadi
tonggak perlawanan di Sumatra Barat.
Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan putri. Koran ini banyak berbicara soal
perempuan.
Sebuah koran di Surabaya, Penyebar Semangat, pernah menulis perihal Menara Poetri ini, "Di
Medan ada sebuah surat kabar bernama Menara Poetri; isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian.
Bahasanya bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk penjara
karena berkorban untuk pergerakan nasional." Akan tetapi, koran Menara Poetri tidak berumur
panjang. Konon, hanya 10 persen pembaca Menara Poetri yang membayar tagihan. Karena itu,
Menara Poetri pun ditutup. Pada saat itu, memang banyak majalah atau koran yang tutup karena
persoalan pendanaan.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon
Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.

Setelah kemerdekaan

 Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatra Barat setelah
Proklamasi Kemerdekaan. Ia diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah
Dekret Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Rasuna bekerja dengan organisasi-
organisasi pro-republik, dan pada tahun 1947 menjadi anggota senior dan ketua bagian perempuan
Front Pertahanan Nasional. Rasuna juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera,
dan pada Juli 1947 menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), badan legislatif
sementara. Pada tahun 1950, ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara.

Kampanye hak hak perempuan

 Seorang Muslim yang taat, Rasuna secara aktif berkampanye untuk hak-hak pendidikan dan
politik perempuan, percaya bahwa keyakinan reformisnya memberikan dasar untuk mengadvokasi
perempuan. Ketika dia pindah ke Padang pada tahun 1931, dia kecewa ketika mengetahui bahwa
perempuan dilarang mengenyam pendidikan dan politik aktif

Kehidupan pribadi

 Pada tahun 1929, Rasuna menikah dengan Duski Samad, seorang rekan pengajar dan aktivis
politik.
 Mereka memiliki seorang putri, tetapi pernikahan itu berakhir dengan perceraian di awal tahun
1930-an. Dia kemudian diam-diam menikah dengan Bariun AS, meskipun dia mengatakan bahwa
perjuangan kemerdekaan lebih penting daripada suaminya

Meninggal dunia

 Rasuna meninggal di Jakarta karena kanker darah pada 2 November 1965. Ia meninggalkan
seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia
Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain). Jenazahnya
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai