Anda di halaman 1dari 11

BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN ISTISHNA

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Konsep dan Teknik Bagi Hasil

Dosen Pengampu:

VINA SEPTIANA PERMATASARI M.SEI

Disusun Oleh :

1. Zara Zabrina yasmine (20402105)

2. Aqib saifi Hakim (20402136)


3. Athala Mauliddiana (20402159)

4. Layly Rahma Fauzi (20402172)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam
kami sampaikan hanya bagi tokoh dan teladan kita Nabi Muhammad SAW. Di antara
sekian banyak nikmat Allah SWT yang membawa kita dari kegelapan ke dimensi terang
yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga
oleh karenannya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Konsep dan Teknik Bagi
Hasil ini dengan baik dan tepat waktu. Adapaun maksud dan tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen ibu
VINA SEPTIANA PERMATASARI M.SEI pengampu Mata Kuliah Konsep dan
Teknik Bagi hasil.

Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat
dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan cukup baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan
terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah
membantu terselesaikannya tugas ini.

Oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
kami harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini
bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umumnya.

Kediri, 06 September2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 4
C. Tujuan .................................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 5
A. Pengertian Murabahah............................................................................................................ 5
B. Rukun dan Syarat Jual Beli Murabahah ................................................................................. 5
C. Penetapan harga jual murabahah ............................................................................................ 6
D. Konsep bagi hasil dalam pembiayaa murabahah ................................................................... 6
E. Nisbah keuntungan berdasarkan prinsip bagi hasil Menurut Karim (2004) ........................... 6
F. Pengertian Istishna ................................................................................................................. 7
G. Rukun-rukun dan syarat Istisna’yaitu: ................................................................................... 7
H. Adapun syarat istishna’ adalah sebagai berikut: .................................................................... 7
I. Studi Kasus Dalam Pembiayaan Istisna dan Murabahah ....................................................... 8
BAB III............................................................................................................................................. 10
PENUTUP ........................................................................................................................................ 10
A. KESIMPULAN .................................................................................................................... 10
B. SARAN ................................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini perekonomian syariah mulai mendapatkan tempatnya, terutama pada
sektor perbankan dengan menerapkan prinsip keterbukaan dan bagi hasil dirasa mampu
memberikan ke-adilan bagi nasabah dan kestabilan bagi perbankan sendiri. Nisbah
adalah skema bagi hasil yang biasanya berbentuk persentase antara pihak bank dan
nasabah, proporsi persentase ini pun telah ditentukan dalam akad yang disepakati kedua
belah pihak. bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian islam
yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengolola
(mudharib).
Mudharabah merupakan akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan kerjasama usaha. Bagi hasil dari usaha yang dikerjasamakan dihitung sesuai
dengan nisbah Akad mudharabah diharapkan dapat meningkatkan sektor ekonomi
riil yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian
nasional.Idealnya, karena bagi hasil merupakan identitas bank syariah, akad
mudharabahharus lebih banyak digunakan oleh bank-bank syariah dalam
menyalurkan dananya. Namun pada kenyataannya, di beberapa negara termasuk
Indonesia justru pembiayaan murabahah (jual-beli) yang lebih mendominasi
pembiayaan syariah daripada pembiayaanmudharabah(bagi hasil). yang disepakati
bersama.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan
yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem koperasi
syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan didalam
aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih
dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara
kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan
adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan
Istishna merupakan akad kontrak jual beli barang antara dua pihak berdasarkan pesanan
dari pihak lain, dan barang pesanan akan dipro-duksi sesuai dengan spesifikasi yang
telah dise-pakati dan menjualnya dengan harga dan cara pembayaran yang disetujui
terlebih dahulu. Akad istishnalebih tepat digunakan untukmembangun proyek, dan
termasuk dalam jenispembiayaan investasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan murabahah?
2. Bagaimana Aplikasi Murabahah Dalam Perbankan Syariah?
3. Bagaimana Aplikasi Murabahah pada Selain Perbankan Syariah?
4. Apakah yang dimaksud dengan Istisna?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian murabahah.
2. Untuk mengetahui bagaimna mengaplikasikan murabahah dalam perbankan.
3. Untuk mengetahui cara pengaplikasian murabahah selain perbankan.
4. Untuk mengetahui penjelasan mengenai istisna.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Murabahah
Murabahah berasal dari kata dasar yang berarti beruntung.Jadi, pengertian
murabahah secara bahasa adalah mengambil keuntungan yang disepakati.Bai‟
murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati.
Dalam fiqh muamalah terdapat jenis jual beli yang dinamakan bai’ alamanah yaitu
jual beli secara amanat (kepercayaan) dimana pembeli mempercayai perkataan penjual
tentang harga pertama tanpa ada bukti dan sumpah, sehingga harus terhindar dari
khianat dan prasangka buruk. Sistem jual beli sendiri terdiri dari tiga bentuk yaitu
murabahah, tauliyah, dan wadhi'ah. Murabahah adalah jual beli dengan harga pertama
disertai tambahan keuntungan.Tauliyah adalah jual beli dengan harga pertama tanpa
ada penambahan atau pengurangan. Sedangkan wadhi'ah adalah jual beli dengan harga
jual lebih rendah dari harga pertama.
Murabahah secara bahasa adalah bentuk mutual (bermakna: saling) dari kata ribh
yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai modal (jadi artinya saling
mendapatkan keuntungan). Menurut terminologi ilmu fiqih artinya murabahah adalah
menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas.Murabahah
adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan/ margin yang
disepakati.Jual Beli Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli murabahah, penjual harus
memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keungtungan sebagai tambahannnya.1
B. Rukun dan Syarat Jual Beli Murabahah
Rukun dari akad murabahahyang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa yaitu (Ascarya:2010):
1. Pelaku akad yaitu ba’i(penjual) adalah pihak yang memiliki barang
untuk dijual dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan
akan membeli barang.
2. Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga).
3. Shighah, yaitu ijab dan qabul.

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi ini adalah :


1. Harus digunakan untuk barang-barang yang halal ; barang najis tidak sah
diperjual belikan dan barang bukan larangan negara.
2. Penjual memberitahukan biaya modal kepada nasabah.
3. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian.

1
Zakaria Batubara, MA, PENETAPAN HARGA JUAL BELI DALAM AKAD MURABAHAH PADA BANK SYARIAH,
Jurnal Iqtishaduna,2008,hl175

5
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
C. Penetapan harga jual murabahah
Penentuan harga merupakan salah satu aspek dalam kegiatan
pemasaran. Penentuan harga pada sebuah kontrak atau transaksi yang menghasilkan
keuntungan secara pasti, pada kebanyakan perusahaan ataupun bank menurut
Karim (2008) dapat dijelaskan sebagai berikut: Markup Pricing. Kebanyakan
dasar dari penentuan tingkat harga adalah me mark upbiaya produksi komoditas
yang bersangkutan. Dengan demikian, pada metode ini perusahaan perusahaan
terlebih dahulu harus menentukan tingkat biaya produksi atau biaya perolehan dari
suatu produk dan menentukan pula tingkat marginatau markupdari biaya
produksi.
D. Konsep bagi hasil dalam pembiayaa murabahah
Konsep bagi hasil adalah sebagai berikut:
a. Pemilik dana akan menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan
syariah yang bertindak sebagai pengelola
b. Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola dana tersebut
dalam sistem pool of fundselanjutnya akan menginvestasikan dana
tersebut ke dalam proyek atau usaha yang layak dan menguntungkan
serta memenuhi aspek syariah.
c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja
sama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
E. Nisbah keuntungan berdasarkan prinsip bagi hasil Menurut Karim (2004)
Hal-hal yang berkaitan dengan nisbah bagi hasil yaitu:
a. Persentase Nisbah keuntungan harus didasarkan dalam bentuk persentase
misalnya 50:50, 70:30, 60:40
b. Bagi Untung dan Bagi Rugi Ketentuan diatas itu merupakan konsekuensi
logis dari karakteristik akad mudharabahitu sendiri, yang tergolong ke
dalam kontrak investasi (natural uncertainty contracts).
c. Jaminan Bila kerugian terjadi karena karakter buruk, misalnyakarena
mudharib lalai dan atau melanggar persyaratan-persyaratan kontrak
mudharabah, maka shahib al-maal tidak perlumenanggung kerugian.Jika
mudharib melakukan keteledoran, kelalaian, kecerobohan dalam merawat
dan menjaga dana,mudharibtersebut harus menanggung kerugian
mudharabah sebesar bagian kelalaiannya sebagai sanksi dan
tanggungjawabnya. Pihak mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak ini,
maka shahib al-maal dibolehkan meminta jaminan tertentu kepada
mudharib. Jaminan ini akan disita oleh shahib al-maaljika ternyata timbul
kerugian karena mudharib melakukan kesalahan, yakni lalai dan ingkar
janji. Kerugian yang timbul disebabkan karena faktor resiko bisnis,
jaminan mudharib. Tidak dapat disita oleh shahib al-mal. Cara
penyelesaiannya adalah jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua pihak, maka

6
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
d. Menentukan Besarnya Nisbah Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan
kesepakatan masingmasing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran
nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara shahib al-
maldengan mudharib.
e. Cara Menyelesaikan KerugianJika terjadi kerugian cara
menyelesaikannyaadalah diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena
keuntungan merupakan pelindung modal. Kemudian bila kerugian
melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok modal.2
F. Pengertian Istishna
Istishna merupakan akad kontrak jual beli barang antara dua pihak berdasarkan
pesanan dari pihak lain, dan barang pesanan akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya dengan harga dan cara pembayaran yang
disetujui terlebih dahulu. Akad istishna lebih tepat digunakan untuk membangun
proyek, dan termasuk dalam jenis pembiayaan investasi. Mekanisme pembiayaan
istishna dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pembayaran di muka, pembayaran saat
penyerahan barang, dan pembayaran ditangguhkan.3
G. Rukun-rukun dan syarat Istisna’yaitu:
Dalam jual beli istishna’, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yakni pemesan
(mustasni‟), penjual atau pembuat (shani‟), barang atau objek (mashnu‟) dan sighat
(ijab qabul)
H. Adapun syarat istishna’ adalah sebagai berikut:
a. Pihak yang berakad harus cakap hukum.
b. Produsen sanggup memenuhi persyaratan pesanan.
c. Objek yang dipesan jelas spesifikasinya.
d. Harga jual adalah harga pesanan ditambah keuntungan.
e. Harga jual tetap selama jangka waktu pemesanan, dan
f. Jangka waktu pembuatan disepakati bersama.4
Dasar Hukum Jual beli Istishna’ Sebagai dasar hukum jual beli istishna’ adalah
sama dengan jual beli salam, karena ia merupakan bagian pada jual beli salam. Pada
jual beli salam barang-barang yang akan dibeli sudah ada, tetapi belum berada di
tempat. Pada jual beli istishna’ barangnya belum ada dan masih akan dibuat atau
diproduksi. Atas dasar ini, maka menurut mazhab Hanafi pada prinsipnya jual beli
istishna’ itu tidak boleh. Akan tetapi dibolehkan karena prakteknya dalam masyarakad
sudah menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar atau tipu daya.

2
Eka Nuraini Rachmawat, Jurnal Rumpun Ekonomi SyariahVolume 1 Nomor 2, Desember 2018,hl83

3
Sari, Dewi Wulan, and Mohamad Yusak Anshori. 2018. “Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Istishna,
Mudharabah, Dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas (Studi Pada Bank Syariah Di Indonesia Periode Maret
2015 – Agustus 2016).” Accounting and Management Journal 1(1): 1–8.

4
Maylinda, Rani. 2023. “Analisis Transaksi Akad Istishna’ Dalam Praktek Jual Beli Online.” Jurnal Ilmiah
Wahana Pendidikan 2023(6): 482–92. https://doi.org/10.5281/zenodo.7785395.

7
Berdasarkan akad pada jual beli istishna’, maka pembeli menugaskan penjual
untuk menyediakan pesanan sesuai spesifikasi yang disyaratkan. Tahap selanjutnya,
tentu diserahkan kepada pembeli dengan cara pembayaran dimuka atau tangguh.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakadi oleh pembeli dan penjual di awal
akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.5
I. Studi Kasus Dalam Pembiayaan Istisna dan Murabahah
Praktek jual beli rumah di perusahaan Developer Ahsana Properti Syariah Tuban
Jawa Timur
Dalam prakteknya Developer Ahsana Property Syariah Tuban adalah suatu unit
usaha yang bergerak di bidang penjualan rumah (developer) yang sesuai dengan
prinsip syariah yaitu menggunakan akad istishna’. Jual beli istishna’ ini merupakan
akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan masih belum ada dan akan
diserahkan secara tangguh. Sementara harga dan spesifikasi barang pesanan telah
disepakati di awal akad. Dalam mengimplementasikan pembiayaan rumah, Developer
Ahsana Property Syariah Tuban tidak menerapkan suku bunga atau riba, tidak ada
denda, tidak ada sita dan tidak menjamin barang yang bukan milik membeli. Adapun
untuk agunan (jaminan), pihak pembeli hanya menandatangi surat perjanjian dari
perusahaan Developer dan disaksikan oleh notaris sebagai antisipasi ketika nasabah
melakukan pembayaran bermasalah atau gagal membayar. Developer Ahsana
Property Syariah Tuban menggunakan akad istishna’ pada transaksinya. Dalam
system pembayarannya ada dua skema yaitu:
a. Pertama “Secara cash artinya setelah pembayaran angsuran pertama, pembeli
diberikan waktu kurang lebih tiga bulan sampai enam bulan untuk pelunasan
rumah yang telah dipesannya. Pembayaran secara cash dilakukan dengan cara
bertahap sesuai dengan tanggal yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli.
Atau dengan kata lain batas pelunasan pembayaran sudah disepakati oleh
penjual maupun pembeli”.
b. Kedua “secara kredit atau mengangsur skema akad ini menyebabkan akad
tersebut menimbulkan utang atau qardh. Dimana akad qardh ini terjadi karena,
setelah perjanjian atau akad istishna’ tersebut terjadi kepemilikan rumah atau
tanah telah berpindah dari penjual kepada pembeli dan penjual sudah tidak
berhak atas rumah atau bangunan tersebut. Karena perjanjian tersebut dianggap
selesai, maka melahirkan kewajiban konsumen untuk mengangsuratau
membayar rumah tersebut sehingga menimbulkan akad qardh atau utang
piutang. Kewajiban konsumen yaitu membayar angsuran yang telah disepakati
setiap bulannya. Dan perusahaan juga berkewajiban untuk menyelesaikan atas
rumah yang telah dipesan”.
Cara menyelesaikan permasalahan konsumen yang mengalami penunggakan
pembayaran dalam akad perjanjian jual beli istishna’ Developer Ahsana Property
Syariah Tuban sudah sesuai dengan ketentuan syariat islam, karena cara
menyelesaikannya adalah dengan kekeluargaan atau musyawarah, dan untuk
mengantisipasi adanya permasalahan pihak penjual dan pihak pembeli sudah samasama

5
Mujiatun, Siti. 2013. “Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna’.” Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis
13(September): 202–16.

8
sepakat pada saat terjadinya akad perjanjian atas ketentuan-ketentuan perusahaan untuk
bertransaksi. Sebagai jaminan atau agunan dalam transaksi akad istishna’ perusahaan
hanya menyiapkan surat hutang atas pembelian kepada PIHAK PENJUAL yang akan
ditandatangi oleh PIHAK PEMBELI dan disaksikan oleh notaris.
Garansi bangunan yang diberikan Developer Ahsana Property Syariah Tuban
kepada nasabah adalah enam bulan terhitung sejak pada serah terima bangunan, baik
untuk pembayaran secara cash atau angsuran. Garansi ini meliputi “kebocoran,
kerembesan, keretakan dinding dan tidak berlaku apabila disebabkan Force Majeure.
Batalnya akad istihna’ bisa terjadi apabila salah satu pihak mengalami gangguan jiwa
dan meninggal dunia, hak melanjutkan akad terdapat pada ahli waris masing-masing.

9
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Murabahah merupakan akad jual dan beli yang terjadi antara pihak bank syariah
selaku penyedia barang yang menjual dengan nasabah yang memesan dalam rangka
pembelian barang itu. Keuntungan yang diperoleh oleh pihak bank syariah dalam
transaksi ini merupakan keuntungan jual beli yang telah disepakati secara bersama.
Rukun dan syarat yang ada dan berlaku di dalam transaksi murabahah ini merupakan
rukun dan syarat yang sama dengan yang ada di dalam fiqh. Sedangkan syarat-syarat
yang lain seperti barang, harga serta cara pembayaran yang bersangkutan adalah sesuai
dengan kebijakan yang diambil oleh bank syariah tersebut. Harga jual bank syariah
merupakan harga beli dari para pemasok ditambah keuntungan yang telah disepakati.
Dengan begitu pihak nasabah akan dapat mengetahui besarnya keuntungan yang
diambil oleh pihak bank syariah. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam
rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi Murabahah dengan
nasabah sebagai pihak pembeli barang.Barang adalah obyek jual beli yang diketahui
secara jelas kuantitas, kualitas, harga perolehan dan spesifikasinya.
Menilik rukun dan syarat seperti telah disebutkan sebelumnya, sebenarnya setiap
hari terjadi transaksi jual beli di kalangan masyarakat, namun tidak bisa dikatakan
sebagai akad murabahah karena meskipun secara rukun sudah ada penjual, pembeli
barang/objek, harga, dan ijab qabul, pada umumnya penjual tidak memberitahu berapa
biaya modalnya kepada pembeli. Bahkan kalua bisa pembeli jangan sampai tahu berapa
biaya modal tersebut. Dasar Hukum Jual beli Istishna’ Sebagai dasar hukum jual beli
istishna’ adalah sama dengan jual beli salam, karena ia merupakan bagian pada jual beli
salam. Pada jual beli salam barang-barang yang akan dibeli sudah ada, tetapi belum
berada di tempat. Pada jual beli istishna’ barangnya belum ada dan masih akan dibuat
atau diproduksi. Atas dasar ini, maka menurut mazhab Hanafi pada prinsipnya jual beli
istishna’ itu tidak boleh. Akan tetapi dibolehkan karena prakteknya dalam masyarakad
sudah menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar atau tipu daya.
Tetapi bukan berarti tidak ada sama sekali praktik jual beli dengan akad murabahah
dalam masyarakat secara perorangan. Misalnya ada orang yang mengerti tentang
hukum mengenai syariah islam dalam jual beli, sedangkan orang tersebut memiliki
kelebihan dana yang bisa untuk diinvestasikan. Di lain pihak ada orang yang memiliki
toko, dan memerlukan tambahan modal. Maka pemilik dan tersebut bersedia
membelikan barang dagangan yang diperlukan apabila diberi keuntungan yang
besarnya disepakati kedua belah pihak.Pembayaran oleh pemilik toko kepada pemilik
dana bisa dilakukan secara angsuran, karena kalau secara tunai akan memberatkan
pemilik toko.
B. SARAN
Kami sebagai penyusun makalah sangat berharap agar makalah ini dapat berguna
untuk menambah wawasan bagi para pembaca mengenai ilmu yang diajarkan dalam
mata kuliah konsep dan teknik bagi hasil. Disini kami juga sangat menyadari bahwa
dalam makalah ini masih sanagat banyak kekurangan, baik kekurangan dalam hal tata
bahasa, penyusunan dan kata sambung yang kurang tepat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004).
Batubara Zaskia, PENETAPAN HARGA JUAL BELI DALAM AKAD MURABAHAH
PADA BANK SYARIAH, Jurnal Iqtishaduna (Ekonomi Kita).
Karim, Adiwarman, Ir, SE, MBA, MAEP, 2004, Bank Islam Analisih Fiqih dan Keuangan,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Saeed, Abdullah, Phd, 2004, Menyoal Bank Syariah, Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank
Kaum Neo Revivalis, Paramdina, Jakarta
Maylinda, Rani. 2023. “Analisis Transaksi Akad Istishna’ Dalam Praktek Jual Beli
Online.” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 2023(6): 482–92.
https://doi.org/10.5281/zenodo.7785395.
Mujiatun, Siti. 2013. “Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna’.” Jurnal Riset
Akuntansi Dan Bisnis 13(September): 202–16.
Rachmawati nuraini eka, ANALISIS PENETAPAN MARGINPADA PEMBIAYAAN
MURABAHAH DAN NISBAH BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN
MUDHARABAH DI BMT AL-ITTIHAD PEKANBARU, Jurnal Rumpun Ekonomi
Syariah Volume 1 Nomor 2, Desember 2018
Sari, Dewi Wulan, and Mohamad Yusak Anshori. 2018. “Pengaruh Pembiayaan
Murabahah, Istishna, Mudharabah, Dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas (Studi
Pada Bank Syariah Di Indonesia Periode Maret 2015 – Agustus 2016).” Accounting
and Management Journal 1(1): 1–8.

11

Anda mungkin juga menyukai