Anda di halaman 1dari 40

TUGAS

KARAKTERISTIK DAN ANTISIPASI BENCANA


LONGSOR

Matakuliah Keperawatan Bencana

Dosen Pengampu :
Ns. Sujarwo ,M.Kep

Oleh
KELOMPOK 3

Atria Dzahra Widya 1902023

Aulia Rahmadhani 1902024

Chindy Claudia Nengsih 1902025

Ivania Airell Neldi 1902034

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA

PADANG

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-
Nyalah, kami selaku penulis makalah yang berjudul ”Karakteristik dan Antisipasi Rencana
Bencana Longsor ” yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas, Alhamdulillah dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Maka dengan terselesainya makalah ini, kami selaku penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada ibu dosen Ns. Sujarwo , M.Kep.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga dapat
digunakan untuk membantu perbaikan mendatang dan atas perhatian dan kerjasamanya kami
ucapkan terima kasih.
Padang, 14 Maret 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................1

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 4

1.2 Tujuan ..............................................................................................................................4

1.3 Manfaat.............................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................................................... 6

2.1 Konsep Penanggulangan Bencana .................................................................................... 6

2.2.1 Definisi Manajemen Bencana .................................................................................6

2.2.2 Tahapan Manajemen Bencana ................................................................................7

2.3 Prinsip Penanggulangan Bencana ..................................................................................... 8

2.4 Prinsip Penanggulangan Bencana Internasional ............................................................... 9

2.4.1 SPHERE ................................................................................................................. 9

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................ 12

3.1 Pengertian Tanah Longsor .............................................................................................. 12

3.2 Jenis-Jenis Tanah Longsor ..............................................................................................13

3.3 Karakteristik Longsor ..................................................................................................... 18

3.4 Antisipasi Bencana Longsor ........................................................................................... 35

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................................... 39

4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 39

4.2 Saran ............................................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………40

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi
masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam
musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat
dalam mengantisipasi bencana. Di samping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut pun
semakin menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam
penanggulangan bencana.

Pengalaman terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias (Sumatera
Utara) tahun 2004 telah membuka wawasan pengetahuan di Indonesia dan bahkan di dunia.
Kejadian tersebut mengubah paradigma manajemen penanggulangan bencana dari yang
bersifat tanggap darurat menjadi paradigma pencegahan dan pengurangan risiko bencana
(PRB). Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dilakukan pada berbagai
tahapan kegiatan, yang berpedoman pada kebijakan pemerintah yaitu Undang-Undang
No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah terkait
lainnya yang telah memasukkan Pengurangan Risiko Bencana.

Pentingnya pemahaman mengenai dasar-dasar penanggulangan bencana akan menjadi


landasan atau dasar dalam mengembangkan pengurangan risiko bencana dalam
penanggulangan bencana.

Longsor merupakan salah satu bencana alam yang memiliki dampak


merugikan bagi manusia. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerugian
materil maupun non-materil bahkan sampai kehilangan jiwa. Menurut BNPB yang
dikutip oleh Padang Media (2016) longsor merupakan bencana yang paling banyak
menimbulkan korban jiwa dan terus menerus bertambah setiap tahun. Adapun data
korban jiwa yang meninggal selama lima tahun berturut-turut dapat dilihat pada
Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Korban jiwa akibat longsor

No. Tahun Korba


1
n Jiwa

1 2012 119

2 2013 190

3 2014 372

4 2015 135

5 2016 177

Sumber : Padang Media (2016) dikutip dari BNPB

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian bencana longsor

2. Untuk mengeyahui jenis-jenis bencana longsor

3. Untuk mengetahui karakteristik bencana longsor

4. Untuk mengetahui antisipasi bencana longsor

1.3 Manfaat

Makalah ini kami buat agar bermanfaat bagi penulis dan pembaca tentang manajemen
bencana diIndonesia, serta pengetahuan lain terkait bencana alam longsor. Manfaat lainnya
adalah sebagai bahan bacaan dan referensi serta sebagai bahan ajar khususnya untuk mahasiswa
keperawatan.

1
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Penanggulangan Bencana

2.2.1 Definisi Manajemen Bencana

Penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai segala upaya atau kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat
dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan
setelah bencana.

Penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang dikembangkan dari
fungsi manajemen klasik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas,
pengendalian dan pengawasan dalam penanggulangan bencana. Proses tersebut juga
melibatkan berbagai macam organisasi yang harus bekerjasama untuk melakukan
pencegahan. mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat. dan pemulihan akibat bencana.

Manajemen Bencana

Manajemen Risiko
Bencana

Mitigasi Manajemen Manajemen


Kedaruratan Pemulihan

Kesiapsiagaan

Pra Bencana Saat Bencana Pasca Bencana

Gambar I.1 - Proses manajemen bencana

1
2.2.2 Tahapan Manajemen Bencana

Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakanmelalui 3 (tiga)


tahapan sebagai berikut:

1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika tidak terjadi bencana dan terdapatpotensi
bencana
2. Tahap tanggap darurat yang diterapkan dan dilaksanakan pada saat sedangterjadi
bencana.
3. Tahap pasca bencana yang diterapkan setelah terjadi bencana.
Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen
yang dipakai yaitu :

1. Manajemen Risiko Bencana

Adalah pengaturan/manejemen bencana dengan penekanan pada faktor-faktoryang


bertujuan mengurangi risiko saat sebelum terjadinya bencana. Manajemenrisiko ini
dilakukan dalam bentuk :

a. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagaiupaya


untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
c. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk manajemen darurat, namun
letaknya di pra bencana. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu
serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang.
2. Manajemen Kedaruratan

Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-


faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi saat
terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :

1
a. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak

buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasikorban,


harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dansarana.

3. Manajemen Pemulihan

Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-


faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkunganhidup yang
terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana
secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana
dengan fase-fasenya nya yaitu :

a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayananpublik atau


masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat padawilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dansarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada
wilayah pascabencana.

2.3 Prinsip Penanggulangan Bencana

Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana Nasional berdasarkan UU No. 24 Tahun2007


adalah sebagai berikut:

1. Cepat dan Akurat – Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa
dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
dengan tuntutan keadaan.
2. Prioritas – Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada
kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
1
3. Koordinasi – Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan
bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
4. Keterpaduan – Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang
baik dan saling mendukung.
5. Berdaya Guna – Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan.
6. Berhasil Guna – Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat
dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
7. Transparansi - Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
8. Akuntabilitas – Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
9. Kemitraan - Cukup jelas.

10. Pemberdayaan – Cukup jelas.

11. Nondiskriminasi – Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa negara
dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.
12. Nonproletisi – Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan
agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan
dan pelayanan darurat bencana.

2.4 Prinsip Penanggulangan Bencana Internasional

2.4.1 SPHERE

1. Piagam Kemanusiaan

9
Dalam Bab Piagam Kemanusiaan SPHERE, secara ringkas piagam ini dapatdipahami sebagai point-
point berikut :

a. Komitmen lembaga-lembaga terhadap pemenuhan standar minimum dalammelakukan


respon bencana.
b. Berisi persyaratan paling mendasar bagi kelangsungan hidup dan martabatorang yang
terkena dampak bencana.
c. Memastikan Akuntabilitas upaya-upaya bantuan kemanusiaan.
Dan Piagam Kemanusiaan (Humanitarian Charter) disusun berdasarkan 3 prinsipberikut :

a. Hak untuk kehidupan yang bermartabat

b. Hak untuk perlindungan dan keselamatan

c. Hak untuk menerima bantuan kemanusiaan


Dimana dalam piagam ini ada penjelasan khusus tentang prinsip-prinsip khusus dalam konteks
“konflik bersenjata”, tentang prinsip “pembedaan antara pemanggulsenjata dan yang bukan”; dan
“prinsip tidak mengusir paksa”.

2. Prinsip Perlindungan

Dalam suatu aksi kemanusiaan sebenarnya terdiri dari dua pilar utama yaitu : perlindungan dan
bantuan. Prinsip Perlindungan dalam SPHERE adalah sebagai jawaban bahwa orang yang mendapat
ancaman atau bahaya dalam suatu bencanaatau konflik harus tetap mendapat perlindungan. Prinsip
ini akan menjadi panduanbagi lembaga kemanusiaan bagaimana mereka menyelenggarakan
perlindungan dalam suatu aksi kemanusiaan.

Ada empat prinsip perlindungan dasar dalam suatu aksi kemanusiaan dalamSPHERE yaitu :

a. Menghindari terjadinya bantuan kemanusiaan yang semakin menyengsarakanorang yang


terkena dampak bencana.

b. Memastikan setiap orang memiliki akses terhadap bantuan kemanusiaan yang proposional sesuai
kebutuhan mereka tanpa diskriminasi.

10
c. Melindungi orang yang terkena dampak bencana dari kekerasan secara fisik danmental akibat
adanya tindak kekerasan dan pemaksaan.
d. Mendampingi orang yang terkena dampak bencana untuk menyuarakan hak – hak mereka dan
memberikan akses penyembuhan atau rehabilitasi akibat dari suatu tindak kekerasan.
3. Standar-Standar Inti (Core Standards)

Sebelum membahas ke standar-standar minimum, kita harus melihat terlebih dahulu standar-standar
inti dalam SPHERE. Standar ini ibaratnya yang memayungistandar-standar lainnya dalam
SPHERE. Standar-standar ini terdiri dari enam point sebagai berikut :

a. Aksi kemanusiaan yang berpusat pada orang yang terkena dampak bencana atau konflik.
b. Koordinasi dan kolaborasi

c. Pengkajian

d. Desain dan respon

e. Kinerja, transparansi dan pembelajaran


Kinerja pekerja kemanusiaan.

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor adalah salah satu bentuk dari gerak massa tanah, batuan dan
runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang
dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur di atas suatu lapisan kedap yang jenuh
air (bidang luncur) (Paimin dkk, 2009). Tanah longsor juga merupakan erosi
(pemindahan massa tanah) yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada
suatu saat secara tiba-tiba dalam volume yang besar (sekaligus) (Arsyad, 2012).
Ditinjau dari segi gerakannya, maka selain erosi longsor masih ada beberapa erosi
yang diakibatkan oleh gerakan massa tanah, yaitu rayapan (creep), runtuhan batuan
(rock fall) dan aliran lumpur (mud flow). Massa yang bergerak dalam longsor
merupakan massa yang besar maka seringkali kejadian tanah longsor akan membawa
korban, berupa kerusakan lingkungan, lahan pertanian, permukiman dan infrastruktur
serta harta bahkan hilangnya nyawa manusia (Suripin, 2002).

Mulyaningsih dan Tedy (2014) mendefinisikan tanah longsor sebagai


pergerakan massa tanah atau batuan ke arah bawah (downward) yang disebabkan dan
dipicu oleh faktor - faktor alam seperti jenis batuan, bentuk lahan, struktur dan
perlapisan batuan, kemiringan lereng,tebal tanah atau bahan lapuk, curah hujan dan
tutupan vegetasi, sedangkan Saputra (2015) mengatakan bahwa tanah longsor adalah
perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah,
material campuran tersebut bergerak ke bawah atau keluar lereng. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang gundul serta kondisi tanah
dan bebatuan yang rapuh. Air hujan adalah pemicu utama terjadinya tanah longsor.
Ulah manusia pun bisa menjadi penyebab tanah longsor seperti penambangan tanah,
pasir dan batu yang tidak terkendalikan.

12
Longsoran merupakan suatu gerakan tanah pada lereng. Dimana gerakan
tanah merupakan suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah atau batuan
penyusun lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng tersebut. Jika massa tanah yang bergerak ini didominasi oleh massa tanah

dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring atau
lengkung, maka proses pergerakannya disebut sebagai longsoran tanah. Potensi
terjadinya gerakan tanah pada lereng tergantung pada kondisi batuan dan tanah
penyusunnya, struktur geologi, curah hujan dan penggunaan lahan (Indrasmoro,
2013).

Rahayu dkk (2009) mengatakan bahwa longsor merupakan gejala alami,


yakni suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk lereng
dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang
mantap karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk translasi
dan/atau rotasi. Pada umumnya kawasan rawan bencana longsor merupakan
kawasan yang memiliki kemiringan lereng curam (lebih dari 40%), dan/atau
kawasan rawan gempa. Proses terjadinya longsor adalah sebagai berikut:

1. Air meresap tanah sehingga menambah bobot tanah.

2. Air menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang


gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya
bergerak mengikuti lereng dan keluar dari lereng.

3.2 Jenis-Jenis Tanah Longsor

Subowo (2003) menyatakan bahwa ada beberapa jenis-jenis tanah longsor


yang terjadi yaitu :

a. Longsoran Translasi

13
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Pada lapangan dapat dilihat
dengan berpindahnya tanah pada bidang miring yang berbentuk rata atau
bergelombang membentuk suatu tumpukan tanah yang lebih tinggi dari tanah
sebelumnya. Sehingga tanah pada lereng asli berbentuk seperti lubang atau bekas
perpindahan tanah, ini diakibatkan oleh beberapa faktor yang ada diatasnya.

b. Longsoran Rotasi

Longsoran ini adalah massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung. Apabila di lapangan, longsoran ini dapat dilihat dengan berpindahnya
massa tanah pada bidang miring sehingga membentuk seperti cekungan pada

lereng aslinya, dan massa tanah yang bergerak membentuk suatu tumpukan yang
dapat di bedakan dari lereng/tanah aslinya.

c. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang


gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
Di lapangan dapat dilihat berpindahnya blok batu dari bidang miring, seperti
bentuk patahan yang terpisah.

d. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau materil lain bergerak
ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal
hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah. Apabila di lapangan runtuhan batu ini sangat
jelas dikenali, biasanya diakibatkan adanya pengikisan gelombang air laut.

e. Rayapan Tanah

14
Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak
dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis rayapan ini bias
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon atau rumah miring ke bawah. Ketika di
lapangan jenis longsor rayapan tanah dapat kita ketahui dengan adanya objek yang
tertanam pada tanah, yang dalam jangka waktu cukup lama mengalami perubahan
bentuk menjadi miring, karena adanya pergeseran tanah.

f. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air,
kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan
jenis materialnya. Gerakannya terjadi disepanjang lembah dan mampu mencapai
ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di
daerah aliran sungai disekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban
cukup banyak. Di lapangan kita dapat melihat longsoran aliran bahan rombakan,
yang diakibatkan beberapa faktor yang berasal dari lereng bagian atas, sehingga
massa tanah ataupun jenis material lainnya terbawah jauh melanda alur dan
meluas pada daerah datar.

Jenis-jenis longsoran dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut


(Subowo 2003) :

15
Longsoran Translasi Longsoran Rotasi

Pergerakan Blok Runtuhan Batu

Rayapan Tanah Aliran Bahan Rombakan

Gambar 2.1 Gambar jenis-jenis longsoran

16
Menurut Hardiyatmo (2006) ada enam bentuk keruntuhan atau gerakan
lereng yang dapat mengindikasikan akan terjadinya longsoran yaitu :

1. Jatuhan (falls) adalah jatuh bebasnya material debris dari atas kebawah secara
cepat.
2. Longsoran (slide) adalah gerakan massa di sepanjang bidang longsor, dimana

3. Lorotan (slump) adalah gerakan massa di sepanjang bidang longsor yang


relative licin oleh kadar air berlebihan. Karakteristik gambar lorotan sama
dengan longsoran pada foto hitam-putih, kecuali di bawahya ada kumpulan
rontokan (debris)
4. Aliran (flows) mempunyai kesamaan perbandingan dengan longsoran dan
lorotan. Debris dari aliran umumnya menjalar ke jarak yang lebih jauh
daripada longsoran atau lorotan. Aliran berhenti jika ada rintangan, atau jika
kemiringan lereng menjadi sangat landai. Pada aliran, umumnya terdapat
tumpukan material di ujung kaki.
5. Rayapan (creep) adalah gerakan perlahan material pembentuk lereng,
walaupun tidak berbahaya namun mengindikasikan kemungkinan bahaya
longsor di masa datang.
6. Parit atau selokan (gulying) juga mengindikasikan lereng tidak stabil.

Dua bentuk longsor yang sering terjadi di daerah pegunungan adalah


(Permentan, 2006) :

1. Guguran, yaitu pelepasan batuan atau tanah dari lereng curam dengan gaya
bebas atau bergelinding dengan kecepatan tinggi sampai sangat tinggi. Bentuk
longsor ini terjadi pada lereng yang sangat curam (>100%).
2. Peluncuran, yaitu pergerakan bagian atas tanah dalam volume besar akibat
keruntuhan gesekan antara bongkahan bagian atas dan bagian bawah tanah).
Bentuk longsor ini umumnya terjadi apabila terdapat bidang luncur pada ke
dalaman tertentu dan tanah bagian atas dari bidang luncur tersebut telah jenuh
air.

17
3.3 Karakteristik Longsor

Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002) dalam Subhan (2006), menyebutkan


bahwa terdapat beberapa ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah,
yaitu:

a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batu vulkanik yang


umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan

melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang,
gembur, dan mudah meresapkan air.

b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah


pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin dapat
berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang kompak dan
bidang luncuran tersebut miring kearah lereng yang terjal.
c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada
daerah jalur patahan/sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan
dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan
sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat.
d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng
menjadi terjal akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila daerah tersebut
disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan yang bersifat
lembek dan tebal maka mudah untuk longsor.
e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di
lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok, persawahan,
kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila turun hujan air
permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan kandungan
air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat massa tanah bertambah dan
tahanan geser tanah menurun serta daya ikat tanah menurun sehingga gaya
pendorong pada lereng bertambah yang dapat mengakibatkan lereng tersebut
goyah dan bergerak menjadi longsor.

18
Karakteristik tanah longsor menurut UNDP (1992) dalam Saputra (2015)
dapat dilihat di Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Tanah Longsor

1 Fenomena Meluncurnya tanah pada lereng dan bebatuan sebagai akibat


sebabakibat getaran-getaran yang terjadi secara alami, perubahan-
perubahan secara langsung kandungan air, hilangnya
dukungan yang berdekatan, pengisian beban, pelapukan,
atau manipulasi manusia

terhadap jalur-jalur air dan komposisi lereng.

2 Karakteristik umum Tanah longsor berbeda-beda dalam tipe gerakannya (jatuh


meluncur, tumbang, menyebar ke samping, mengalir), dan
mungkin pengaruh-pengaruh sekundernya adalah badai
yang kencang, gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Tanah longsor

lebih menyebar dibandingkan dengan kejadian geologi


lainnya.

3 Bisa diramalkan Frekuensi kemunculannya, tingkat dan konsekuensi dari


tanah longsor bisa diperkirakan dan daerah-daerah yang
bersesiko tinggi ditetapkan dengan penggunaan informasi
pada area

geologi, geomorphologi, hidrologi & klimatologi dan


vegetasi.

19
4 Faktor-faktor Tempat tinggal yang dibangun pada lereng yang terjal,
yangmemberikan tanah yang lembek, puncak batu karang. Tempat hunian
kontribusi yang dibangun pada dasar lereng yang terjal, pada mulut-
mulut sungai dari lembah-lembah gunung. Jalan-jalan, jalur-
terhadap
jalur komunikasi di daerah-daerah pegunungan. Bangunan
kerentanan.
dengan pondasi lemah. Jalur-jalur pipa yang ditanam,
pipa-pipa yang mudah patah

Kurangnya pemahaman akan bahaya tanah longsor

5 Pengaruh- Kerusakan fisik – Segala sesuatu yang berada diatas atau


pengaruh umum pada jalur tanah longsor akan menderita kerusakan. Puing-
yang merugikan puing bisa menutup jalan-jalan, jalur komunikasi atau jalan-
jalan air. Pengaruh-pengaruh tidak langsung bisa mencakup
kerugian produktivitas pertanian atu lahan-lahan hutan ,
banjir, berkurangnya nilai-nilai proverti. Korban –
Kematian terjadi karena runtuhnya lereng. Luncuran puing-
puing yang hebat atau

aliran Lumpur telah membunuh beribu-ribu orang.

6 Tindakan Pemetaan bahaya Legislasi dan peraturan penggunaan


bahayaAsuransi
pengurangan
resiko yang
memungkinkan

7 Tindakan kesiapan Pendidikan komunitas Monitoring. System peringatan dan


system
khusus
evakuasi

20
8 Kebutuhan SAR ( penggunaan peralatan untuk memindahkan tanah)
khusus pasca Bantuanmedis, emergensi tempat berlindung bagi yang
bencana
tidak memiliki tempat tinggal.

9 Alat-alat penilaian Formulir-formulir pengkajian kerusakan

dampak

Rudiyanto (2010) mengemukakan bahwa karakteristik longsoran meliputi


mekanisme kejadian tanah longsor dan faktor penyebab atau pemicu.

Penyebab Terjadinya Longsor

Tanah longsor terjadi jika dipenuhi tiga keadaan yaitu (Arsyad, 2012):

1. Lereng cukup curam

2. Terdapat bidang peluncur yang kedap air dibawah permukaan tanah

3. Terdapat cukup air dalam tanah diatas lapisan kedap (bidang luncur) sehingga
tanah jenuh air.

Gejala umum terjadinya longsor ditandai dengan munculnya retakan-


retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan,
munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai
berjatuhan (Nandi, 2007). Salah satu faktor penyebab longsoran yang sangat
berpengaruh adalah bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear
surface). Pada umumnya tanah yang mengalami longsoran akan bergerak di atas
bidang gelincir tersebut (Sugito dkk, 2010).

Faktor-faktor penyebab longsor terbagi atas dua faktor yaitu (Jafar, 2015) :

1. Faktor alamiah

21
a. Pengaruh Gempa bumi : Gempa bumi yang mendadak dapat
mengakibatkan pelengseran yang besar-besar.
b. Pengaruh Topografi : Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena erosi
air pada lereng gunung, bukit, tebing sungai, abrasi pantai.
c. Pengaruh pelapukan batuan : Tingginya tingkat pelapukan batuan (material
yang tidak terkonsolidasi pada lereng yang terjal atau vertikal, jika basah
akibat masuknya air tanah, rentan dan mudah meluncur) tanah yang
gembur pada daerah dengan kemiringan sudut > 30 derajat, jikalau material
itu jenuh dengan air misalnya karena curah hujan yang lebat dapat
menyebabkan longsoran. Tanah yang gembur menjadi jenuh dengan air
karena itu tidak lagi terdapat gesekan antara lapisan-lapisan tanah itu.
Kandungan air dalam batuan atau tanah, akan berpengaruh terhadap
kemantapan lereng; Material yang jenuh air akan mengurangi kekuatan
geser dari batuan atau tanah. (Ambil contoh lapisan batuan yang terdiri dari
napal dan batulempung yang jika telah mengalami pelapukan berubah
menjadi tanah yang lepas). Pada waktu hujan maka air akan merembes
melalui material-material lepas ini dan tiba pada batuan lempung yang
belum lapuk. Bidang pelapukan ialah batas antara bahan-bahan lapuk dan
batuan yang masih segar itu bertindak sebagai bidang lengser.
d. Pengaruh iklim ; perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan
frekuensi hujan yang intensif. Curah hujan yang berada di atas
normal sehingga terjadi pengisian air ke dalam tanah yang melebihi
kapasitasnya, akan menimbulkan kejenuhan air di permukaan tanah.

e. Pengaruh vegetasi : lebat atau jarangnya vegetasi sebagai tutupan lahan.


Sebab biasanya tumbuh-tumbuhan ini mengikat bagian-bagian kecil dari
tanah itu yang satu dengan yang lain. Salah satu fungsi akar pohon adalah
mengikat tanah dan lereng, tetapi kalau ketebalan tanah lebih dalam dari
kedalaman akar pohon maka vegetasi tidak berguna lagi.

22
f. Pengaruh stratigrafi : perlapisan batuan dan perselingan batuan antara
batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang
permeable dan batuan impermeable. Pelengseran tidak hanya terjadi pada
tanah talus (rombakan batuan) atau massa puing akan tetapi pada batuan
dasar. Jika sebuah lapisan misalnya terdiri dari lempung berganti-ganti
dengan batuan pasir dan jika kemiringan lapisan-lapisan itu searah dengan
lereng atau dinding lembah maka hal ini dapat menimbulkan longsor massa
batuan. Sesudah hujan lebat air tanah akan bertambah. Air itu dapat
melicinkan lempung sehingga lapisan-lapisan yang terletak diatas batuan
ini akan longsor.
g. Pengaruh Struktur geologi : jarak antara rekahan/joint pada batuan,
patahan, zona hancuran, bidang foliasi dan kemiringan lapisan batuan yang
besar. Pelengseran dapat pula berlaku pada batuan yang mengandung
diaklas-diaklas besar dan dalam hal ini bidang-bidang diaklas berlaku
sebagai bidang longsoran.
2. Faktor manusia :

a. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh aktivitas peledakan atau


muatan massa oleh alat-alat berat / kendaraan mekanik pada operasi
penambangan terbuka.
b. Pemindahan massa tanah (pemotongan kaki lereng) misalnya untuk
pembuatan jalan. Penggalian tanah berarti hilangnya tahanan dibawah.
Rencana pembuatan jalan dengan cara memotong tebing hendaknya
dilakukan penyelidikan yang mendalam mengenai susunan dan tebal
lapisan-lapisan tanah pada sebuah lereng dan analisa mekanika kemiringan
lereng (slope stability).

Penghilangan vegetasi / penebangan pohon-pohon pada daerah dataran


tinggi. vegetasi di lereng mempunyai dua fungsi : hidrologis dan
mekanik.Fungsi hidrologis adalah mengatur tata air di lereng agar tidak

23
jenuh dengan jalan evapotraspirasi (penguapan melewati daun). Fungsi
mekanikanya adalah mengikat tanah sebagai angker, jika pohon-pohon itu
ditebang fungsi hidrologi tidak ada lagi, tetapi fungsi mekanik masih
berfungsi sampai 10 tahun.

c. Pengembangan sawah basah pada lereng-lereng bukit, tebing-tebing sungai


yang terjal.
d. Pembuatan ”bench” pada aktivitas tambang terbuka.

Berikut merupakan penjelasan variabel yang dapat menjadi faktor yang


menyebabkan terjadinya tanah longsor antara lain:

a. Curah Hujan

Pengertian curah hujan menurut Kementerian Kehutanan (2013)


merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak
menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan satu milimeter artinya
dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi
satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Satuan curah hujan selalu
dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan
curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).

Hujan dengan curahan dan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam


waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan
dengan curahan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (>1 jam). Namun
curah hujan yang sama tetapi berlangsung lama (>6 jam) berpotensi
menyebabkan longsor, karena pada kondisi tersebut dapat terjadi penjenuhan
tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah. Intensitas hujan menentukan
besar kecilnya erosi, sedangkan longsor ditentukan oleh kondisi jenuh tanah oleh
air hujan dan keruntuhan gesekan bidang luncur. Curah hujan tahunan >2000 mm
terjadi pada sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini berpeluang besar

24
menimbulkan erosi, apalagi di wilayah pegunungan yang lahannya didominasi
oleh berbagai jenis tanah (Permentan, 2006)

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada musim hujan karena

meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan


menyebabkan terjadinya penguapan air

Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi
retakan dan merekahnya tanah permukaan (Nandi, 2007). Ketika hujan, air akan
menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang
kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering
terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah
yang merekah air akan masuk dan terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga
menimbulakn gerakan lateral (Nasiah dan Ichsan, 2014).

b. Topografi

Faktor topografi umunya dinyatakan ke dalam kemiringan dan panjang lereng.


Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang
terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin (Nandi,
2007)

Nasiah dan Ichsan (2014) mengemukakan bahwa lereng merupakan salah


satu unsur topografi yang terdiri dari komponen panjang, bentuk dan kemiringan
lereng. Dalam hal ini komponen lereng yang digunakan dalam menentukan
tingkat bahaya longsor lahan adalah kemiringan lereng. Berbagai tipe gerak
massa yang terjadi di permukaan bumi erat hubungannya dengan besarnya
kemiringan lereng. Pada dasarnya kemiringan lereng berpengaruh terhadap gaya
tarik bumi (vertikal) dan gaya geser (sepanjang lereng). Semakin datar lereng
gaya tarik bumi dapat bekerja sepenuhnya 100 persen hingga material lapuk dan

25
lepas tidak akan terjadi pergeseran arah horisontal. Akan tetapi, berbeda dengan
lereng yang miring hingga terjal maka akan terjadi resultan gaya akibat adanya
dua gaya yaitu gaya tarik bumi dan gaya geser, sehingga material lapuk dan lepas
bergerak menuruni lereng walaupun tanpa dengan media pengangkut (misal air).
Karena itu, pada umunya secara berurutan jenis gerak massa dalam kaitannya
dengan kemiringan lereng adalah sangat erat. Dari lereng yang landai hingga
curam, tipe gerak massa yang terjadi adalah tipe rayapan (creep), nendatan
(slump), aliran lumpur (mud flow), aliran tanah (earth flow), longsor lahan
(landslide), longsoranpuing batuan (debris slide), longsor lahan batu (rock slide)
dan pada lereng terjal adalah batu jatuh bebas (rock fall). Selain itu, kemiringan
lereng juga berpengaruh terhadap kondisi kelembaban tanah akibat tingkat
kelulusan air dan gerakan air

tanah yang berbeda. Dengan material yang lapuk maka pada lereng yang datar
gerakan air tanah lebih lambat daripada lereng yang miring.

1) Panjang lereng

Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal terjadinya aliran


permukaan sampai suatu titik dimana air masuk saluran atau sungai, atau dimana
kemiringan lereng berubah sedemikian rupa, sehingga kecepatan aliran
permukaan berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di
ujung lereng. Dengan demikian lebih banyak air yang mengalirdan semakin besar
kecepatannya di bagian bawah lereng daripada di bagian lereng atas (Arsyad,
2012).

2) Kemiringan lereng

Wilayah dengan kemiringan lereng antara 0% - 15% akan stabil terhadap


kemungkinan longsor, sedangkan di atas 15% potensi untuk terjadi longsor pada
kawasan rawan gempa bumi akan semakin besar (Indrasmoro, 2013). Kemiringan
lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal

26
seratus meter mempunyai selisih tinggi sepuluh meter membentuk lereng 10%.
Kecuraman lereng seratus persen sama dengan kecuraman lereng 450. Selain
memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curam lereng makin memperbesar
kecepatan aliran permukaan. Selain dari itu semakin curam lereng juga akan
memperbesar jumlah butiran tanah yang terangkut ke bawah (Sugiharyanto,2009).

Lereng adalah salah satu faktor pemicu terjadinya erosi dan longsor di
lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi dan longsor makin besar dengan
makin curamnya lereng. Makin curam lereng makin besar pula volume dan
kecepatan aliran permukaan yang berpotensi menyebabkan erosi. Selain
kecuraman, panjang lereng juga menentukan besarnya longsor dan erosi. Makin
panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar. Pada lereng >40% longsor sering
terjadi, terutama disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi (Permentan, 2006).

Kemiringan lereng sangat curam merupakan kemiringan lereng yang


paling tinggi untuk terkena resiko terjadinya bencana longsor dibandingkan
dengan kategori kelas lereng lainnya, ini kembali lagi karena pengaruh dari
gaya gravitasi, yaitu gaya gravitasi akan sangat besar bekerja jika suatu obyek
berada hampir atau tegak lurus terhadap permukaan bumi. Inilah menjadi dasar
bahwa kemiringan lereng yang sangat tinggi sangat beresiko untuk terjadinya
longsoran oleh akibat gaya gravitasi bumi tersebut khususnya (Dinata dkk, 2013).

c. Tanah

Tanah dapat terbentuk apabila tersedia bahan asal (bahan induk) dan
faktor yang mempengaruhi bahan asal. Bahan asal atau bahan induk terbentuknya
tanah dapat berupa mineral, batuan, dan bahan organik. Sedangkan faktor yang
mengubah bahan asal menjadi tanah berupa iklim dan organisme hidup.
Terbentuknya tanah tersebut tentunya memerlukan suatu tempat (relief) tertentu
dan juga memerlukan waktu yang cukup lama (Sugiharyanto, 2009). Adapun
sifat fisik tanah yang berpengaruh terhadap longsor yaitu

27
1) Tekstur tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relative dari partikel tanah dalam


suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi liat debu dan pasir
(Kartasapoetra, 2008). Tekstur tanah biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi
partikel-partikel tanah dan akan menbentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama
tanah adalah pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay) (Asdak, 2010). Tanah yang
bertekstur kasar akan lebih rawan longsor bila dibandingkan dengan tanah yang
bertekstur halus (liat) karena tanah yang bertekstur kasar mempunyai kohesi
agregat tanah yang rendah (Nasiah dan Ichsan, 2014).

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus
(<2mm). Berdasar atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir,debu, liat maka
tanah dikelompokkan dalam beberapa macam kelas tekstur (Hardjowigeno, 2010).
Adapun kelas-kelas tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kelas-kelas tekstur tanah

Kelas tekstur Tekstur


tanah

Pasir
Kasar

Pasir Berlempung

Lempung Berpasir
Agak Kasar

Lempung Berpasir halus

Lempung Berpasir sangat halus


Sedan
g Lempung

Lempung Berdebu

28
Debu

Lempung Liat

Agak Halus Lempung Liat Berpasir

Lempung Liat Berdebu

Liat Berpasir

Halus Liat Berdebu

Liat

2) Struktur tanah

Struktur tanah adalah susunan agregat-agregat primer tanah secara alami


menjadi bentuk tertentu atau menjadi agregat-agregat yang lebih besar yang
dibatasi bidang-bidang tertentu. Tanah dengan tekstur kasar akan menciptakan
struktur tanah yang ringan, dengan pori-pori yang besar lebih banyak dari pada
pori-pori tanah yang kecil. Tanah dengan tekstur yang halus akan menciptakan
struktur tanah yang berat, dengan pori-pori tanah yang halus (kecil) yang banyak
daripada pori-pori besar (Kartasapoetra, 2008).

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah.Gumpalan


struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama
lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida- oksida besi, dan lain-lain.
Gumpalan-gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai bentuk, ukuran, dan
kemantapan (ketahanan) yang berbeda- beda (Sugiharyanto, 2009).

3) Permeabilitas tanah

29
Permeabilitas merupakan kemudahan cairan, gas dan akar menembus
tanah. Permeabilitas tanah untuk air merupakan konduktivitas hidrolik.
Konduktivitas Hidrolik tanah tergantung pada banyak faktor, yaitu temperatur,
ukuran partikel tanah, porositas tanah, ukuran pori dan permeabilitas tanah.
Konduktivitas hidrolik tanah terdiri atas dua macam yaitu konduktivitas hidrolik
tanah jenuh dan tidak jenuh. Penentuan nilai permeabilitas tanah di laboratorium
dapat dilakukan dengan menggunakan metode uji tinggi-konstan (constant-head)
ataupun uji tinggi-jatuh (falling-head) (Bafdal dkk., 2011).

Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meloloskan air


melalui pori-pori dalam keadaan jenuh. Air yang masuk dalam tanah akan
mengurangi gesekan dalam tanah sehingga akan mempengaruhi tingkat
kerentanan tanah longsor (Arsyad, 2012).

d. Vegetasi

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara


atmosfer dan tanah (Arsyad, 2012). Tanaman penutup tanah (cover crop)
mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga mengurangi
kecepatan aliran permukaan, dan selanjutnya memotong kemampuan aliran
permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel tanah. Perakaran tanaman
meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kekuatan tanah, granularitas
dan porositas. Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman
memberikan dampak positif pada porositas tanah. Tanaman mendorong
transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas menjadi kering dan memadatkan
lapisan di bawahnya (Bafdal dkk., 2011).

Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena


air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat
tanah. Namun, apabila tidak ada tumbuhan yang berakar kuat, maka tanah longsor
akan terjadi. Tinggi rendahnya curah hujan sangat berpengaruh terhadap bencana

30
longsor. Semakin tinggi curah hujannya maka akan besar kemungkinan terjadinya
bencana longsor, jika didukung oleh lereng yang terjal serta sifat batuan yang
kurang kompak (Nasiah dan Ichsan, 2014).

Pembentukan agregat-agregat tanah dimulai dengan penghancuran


bongkah-bongkah tanah oleh perakaran tumbuhan. Akar tumbuhan masuk ke
dalam bongkah dan menimbulkan tempat-tempat lemah yang menyebabkan
bongkah-bongkah terpisah menjadi butir-butir sekunder. Akar tumbuhan juga
menyebabkan agregat-agregat menjadi stabil, secara mekanik dan kimia. Akar-
akar serabut mengikat butir-butir primer tanah, sedangkan sekresi dan sisa
tumbuhan yag terombsk memberikan senyawa-senyawa kimia yang berfungsi
sebagai pemantap agregat. O’loughlin (1984) dalam Arsyad (2012) mengatakan
bahwa akar-akar halus, berdiameter 1-20 mm, yang berperan dalam memperkuat
kekuatan geser tanah, sedangkan akar-akar besar tidak memainkan peranan

penting. Rumput, leguminosa, dan tumbuhan semak dapat memiliki pengaruh


yang nyata dalam memperkuat ketahanan tanah terhadap erosi dan longsor sampai
ke dalaman 0,75-1,5 m.

Yen (1987) dalam Arsyad (2012) menyatakan bahwa pepohonan memiliki


pengaruh yang lebih dalam dan dapat memperkua tanah sampai ke dalaman 3 m
atau lebih tergantung pada morfologi akar jenis tumbuhan tersebut. Perakaran
terbagi atas beberapa tipe yaitu

1) Tipe H, memiliki perkembangan akar maksimum terjadi pada ke dalaman


sedang, dengan lebih dari 80% matriks akar terdapat pada ke dalaman 60 cm
lapisan atas tanah. Sebagian besar akar berkembang kea rah horizontal dan
jangkauan lateralnya luas
2) Tipe R, memiliki perkembangan akar maksimum yang dalam, dengan hanya
20% akar terdapat pada ke dalaman 60 cm lapisan atas. Kebanyakan akar

31
utama berkembang miring dan tegak lurus lereng dan jangkauan lateralnya
luas.
3) Tipe VH, memiliki perkembangan akar maksimum sedang sampai dalam
akan tetapi sekitar 80% matriks akar terdapat pada ke dalaman 60 cm.
terdapat akar tunjang yang kuat tetapi akar lteral tumbuh horizontal dan
banyak, dengan perkebangan lateral yang kuat.
4) Tipe V, memiliki perkembangan akar maksimum sedang sampai dalam.
Terdapat akar tunjang yang kuat, tetapi akar lateralnya sedikit dan sempit
jangkauannya.
5) Tipe M, memiliki perkembangan akar maksimum yang dalam. Akan tetapi,
80% matriks akar terdapat pada ke dalaman 30 cm lapisan atas. Akar utama
tumbuh banyak dan massif di bawah pangkal batangnya dengan jangkauan
lateral yang sempit.

32
Gambar 2.2. Pola perakaran tumbuhan pohon ( Yen, 1987 dalam
Arsyad, 2012)

Perakaran tipe H dan VH dianggap bermanfaat untuk menstabilkan lereng


dan tahan angin. Perakaran tipe H dan M bermanfaat bagi penguatan tanah
terhadap erosi sedangkan perakaran tipe V tahan terhadap angin

e. Infiltrasi

Infiltrasi merupakan gerakan menurunnya air melalui permukaan tanah


mineral; kecepatannya biasanya dinyatakan dalam satuan-satuan yang sama
seperti intensitas presipitasi (mm/jam) (Lee, 1988). Sedangkan menurut Arsyad
(2012) infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah yang umumnya
(tetapi tidak mesti) melalui permukaan dan secara vertikal. Jika cukup air, air
infiltrasi akan bergerak terus kebawah di dalam profil tanah.

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan)
masuk ke dalam tanah, atau dengan kata lain infiltrasi adalah aliran air masuk ke
dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air kearah lateral) dan grafitasi

33
(gerakan air kea rah vertikal). Setelah lapisan tanah bagian atas jenuh, kelebihan
air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya bumi dan
dikenal sebagai proses perkolasi (Asdak, 2010). Laju infiltrasi ditentukan oleh
besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air, selama intensitas hujan (laju
penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama
dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi

faktor yang mempengaruhi infiltrasi antara lain adalah ukuran pori tanah,
kemantapan pori, kandungan air dan profil tanah (Dephut, 2006).

f. Geologi / batuan

Batuan merupakan bahan alam padat yang menyusun kerak bumi atau
litosfer. Pada umumnya batuan tersusun atas dua mineral atau lebih, tetapi juga
ada yang hanya tersusun oleh satu mineral, yaitu batuan gamping. Batuan
penyusun kerak bumi berasal dari batuan cair pijar dengan suhu tinggi yang
disebut dengan magma. Magma berasal dari lapisan mantel yang menyusup
menuju ke permukaan bumi melewati celah-celah yang ada di kerak bumi
(litosfer) (Sugiharyanto, 2009).

Faktor pengaruh struktur geologi berupa kekar dan bidang perlapisan batuan, akan
sangat besar peranannya terhadap peristiwa gerakan tanah. Kekar menurut Siswomartono
(1989) adalah pecahan atau zone pecahan dari tanah yang bersamanya terdapat pergeseran
satu sisi terhadap yang lainnya. Batuan yang terkekarkan merupakan zona lemah, yang
merupakan salah satu jalan masuknya air ke dalam tanah, akibat adanya zona lemah akan
menyebabkan berkurangnya kekuatan geser batuan dalam menahan gerakan serta
penjenuhan air dalam tanah/batuan yang dapat meningkatkan atau memicu kenaikan
tekanan air pori dalam masa tanah/batuan, dan akhirnya mendorong massa tersebut untuk
bergerakmembentuk longsor (Audinno, 2014).

34
3.4 Antisipasi Bencana Longsor

Apabila dilihat dari sudut pandang konstruksi bangunan, tanah merupakan sebuah
elemen paling penting dalam mendirikan sebuah bangunan. Tanah mempunyai fungsi
untuk menahan beban dari bangunan serta menjadi sebuah penentu apakah bangunan
dapat bertahan serta digunakan dalam waktu yang lama. Perlu Kamu ketahui, tanah sangat
rentan mengalami pengikisan serta dapat menyebabkan longsor. Berikut ini adalah
sepuluh cara menghindari adanya pemicu longsoran agar tidak terjadi bencana tanah
longsor dilansir dari penelitian oleh Arthur W. Root tentang Prevention of Landslides.

1. Pembuangan serta Penggantian Materials

Setiap tanah mempunyai struktur tanah yang berbeda-beda. Tanah serta batuan
yang mempunyai struktur rapuh serta rawan longsor dapat dipindahkan serta diganti
dengan materials yang lebih kuat, seperti tanah berlumpur atau berpasir. Karena pelapukan
serpih dapat membentuk tanah yang rawan longsor, prosedur pemindahan serta
penggantian harus mencakup langkah-langkah untuk menghindari pelapukan lanjutan dari
batuan yang tersisa. Materials longsor tidak boleh didorong kembali ke atas lereng. Ini
hanya akan menyebabkan gerakan tanah longsor yang berkelanjutan.

2. Memperbaiki Drainase Permukaan serta Bawah Permukaan Tanah

Karena air merupakan faktor utama terjadinya tanah longsor, perbaikan drainase di
permukaan serta bawah permukaan di lokasi dapat meningkatkan stabilitas lereng yang
rawan longsor. Air permukaan harus dialihkan jauh dari wilayah rawan longsor dengan
mengalirkan air di saluran drainase berjajar atau pipa saluran pembuangan ke dasar lereng.

Air harus dialihkan sedemikian rupa untuk menghindari memicu tanah longsor yang
berdekatan dengan lokasi. Air permukaan tidak boleh dibiarkan menggenang di lereng
yang rawan longsor. Apabila dibiarkan, maka tanah akan melembek yang pada akhirnya
akan terbawa oleh aliran air menuruni lereng mengarah ke bawah. Hal itu akan
mengakibatkan longsor.

35
3. Merawat Quantity Air Di Atas Lereng

Air dapat diminimalisir dari tanah di atas lereng dengan menggunakan parit yang
diisi dengan kerikil serta pipa berlubang atau sumur air yang dipompa. Penampungan air
seperti kolam renang, saluran air, serta saluran pembuangan harus dipelihara untuk
menghindari kebocoran.

Penyiraman rumput serta tumbuh-tumbuhan pada tanah di atas lereng harus dijaga
seminimal mungkin. Tanah liat mempunyai konduktivitas hidrolik yang rendah serta sulit
untuk dikeringkan. Dengan keringnya tanah, maka meringankan berat beban tanah pada
atas lereng sehingga kemungkinan terjadinya tanah longsor dapat dicegah.

4. Melestarikan Vegetasi

Pepohonan, rerumputan, serta vegetasi dapat meminimalkan jumlah air yang


meresap ke dalam tanah. Selain itu, dengan adanya tanaman sanggup memperlambat erosi
yang diakibatkan oleh aliran air permukaan. Air tanah pun diserap oleh akar tumbuhan
sehingga dapat menghilangkan air dari permukaan tanah.

Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr. Hadi Susilo Arifin pada portal Warta
Institut Pertanian Bogor, menanam berbagai jenis tanaman vetiver seperti akar wangi pada
kawasan lereng dapat menghindari serta mengurangi risiko terjadinya longsor. Tanaman
vetiver mempunyai akar yang dapat tumbuh panjang sampai 2 meter ke dalam tanah yang
sangat baik untuk menopang tanah supaya konturnya tidak mengalami perubahan serta
mengakibatkan longsor.

Buat jangka panjangnya, Kamu dapat menanam pohon trembesi pada kawasan
lereng sebagai salah satu bentuk pencegahan longsor. Selain menghindari longsor,
manfaat kayu trembesi lainnya adalah dapat menyerap sekaligus menyaring air hujan
dengan baik.

5. Menggali Bagian Atas Lereng

36
Memindahkan tanah serta batu di bagian atas tanah longsor mengurangi tekanan
penggerak serta dapat memperlambat atau bahkan menghentikan tanah longsor. Tanah
serta batuan tambahan di atas tanah longsor perlu disingkirkan untuk menghindari tanah
longsor baru terbentuk di lereng atas. Meratakan sudut kemiringan di puncak bukit dapat
membantu menstabilkan lereng yang rawan longsor.

6. Menopang Permukaan Lereng

Apabila kaki tanah longsor berada di dasar lereng, timbunan dapat ditempatkan di
atas kaki serta di sepanjang dasar lereng. Timbunan tersebut sanggup meningkatkan gaya
penahan di sepanjang permukaan runtuh di wilayah kaki. Timbunan tersebut akan
menghindari bagian tanah atau batuan di atas lereng turun ke dasar lereng. Namun, kalau
kaki lebih tinggi pada lereng, penambahan timbunan akan membebani tanah serta batuan
di bawah kaki sehingga menyebabkan tanah longsor membentuk lereng bawah timbunan.

7. Membangun Tiang Pancang

Tiang pancang menyerupai balok logam yang didorong ke dalam tanah atau
ditempatkan di lubang bor. Tiang pancang yang ditempatkan dengan benar harus meluas
ke lapisan batuan yang kompeten di bawah tanah longsor. Selain tiang pancang, juga
diperlukan balok penopang. Balok penopang ditempatkan pada kemiringan lereng tiang
untuk menghindari tiang agar tidak jatuh atau miring. Balok kayu serta tiang telepon
tidak disarankan untuk digunakan sebagai tiang pancang karena kurang kuat serta dapat
membusuk.

Saat membangun rumah di tepi lereng, perhatikan kekuatan struktural dari tiang
pancang supaya bangunan Kamu tidak mudah bergeser serta mengakibatkan tanah
menjadi longsor.

8. Membangun Tembok Penahan

Karena tanah longsor dapat merembes melalui celah di antara tumpukan, dinding
penahan tanah kerap kali dibangun. Tembok penahan dapat dibangun dengan

37
menambahkan balok logam, beton, atau kayu secara horizontal di antara tiang penahan.
Tembok tersebut dapat diperkuat lebih lanjut dengan menambahkan pengikat serta balok
penopang.

Tembok penahan tanah juga dibikin dari beton, balok kayu, batu, rel kereta api,
atau kayu gelondongan, tetapi ini mungkin tidak cukup kuat untuk menahan gerakan tanah
longsor serta dapat roboh. Setelah dibangun, maka dinding penahan harus dipelihara
serta dirawat. Kurangnya perawatan dapat menyebabkan gerakan tanah longsor yang baru.

9. Memasang Sambungan atau Jembatan

Pencegahan longsor, terutama pada jalur jalan raya, dapat dilakukan dengan
membangun jembatan untuk menyambung space satu dengan lainnya. Dengan adanya
jembatan ini, maka beban yang ditanggung oleh tanah yang dilalui oleh kendaraan akan
berkurang. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya longsor dapat diminimalisir.

10. Membatasi Jumlah Bangunan Pada Lahan Rawan Longsor

Buat menghindari terjadinya peningkatan beban tanah pada atas lereng, yang dapat
memicu ketidakstabilan tanah, maka jumlah bangunan yang boleh dibangun di atas lereng
harus dicermati. Apabila perlu, untuk sebuah kawasan miring dengan tanah serta batuan
yang kurang kuat, sebaiknya pembangunan di atasnya tidak diijinkan.

38
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Jenis longsor yang ditemukan di lokasi penelitian ada tiga yaitu rotasi,
translasidan rayapan tanah.
Karakteristik tanah longsor memiliki tipe gerakan jatuh meluncur pada lereng.
Potensi terjadinya tanah longsor disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kelerengan
yang terjal, curah hujan yang tinggi, lapisan tanah dominan berliat, lapisan batuan
kurang kuat, vegetasi yang dominan akar serabut dan aktivitas manusia yang
mengganggu stabilitas lereng.
Longsor merupakan salah satu bencana alam yang memiliki dampak merugikan
bagi manusia. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerugian materil maupun
non-materil bahkan sampai kehilangan jiwa. Menurut BNPB yang dikutip oleh
Padang Media (2016) longsor merupakan bencana yang paling banyak
menimbulkan korban jiwa dan terus menerus bertambah setiap tahun.

4.2 Saran

Perlu adanya penelitian berlanjut mengenai sifat-sifat fisik tanah yang


lebih lengkap, seperti struktur dan bahan organik tanah sehingga pengaruh tanah
terhadap longsor dapat dijelaskan lebih rinci. Serta dampak-dampak dan nilai
kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh longsor.

39
DAFTAR PUSTAKA

Amien, E. R. 2016. Analisis Pola Sebaran Curah Hujan di Daerah Aliran Sungai
Cisadane. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Bogor.

Arsyad, S. 2012. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press; Bogor.
Hal 53,59,114,117,129

Asdak,C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press; Yogyakarta. Hal 228,352,414

Audinno, R. T., Muhammad I. N. S., Adi G., dan Adrianus E. N. 2014. Investigasi
Geologi Potensi Longsor Berdasarkan Analisis Sifat Fisik dan Mekanik
Batuan Daerah Kota Balikpapan Kalimantan Timur. Prosiding Seminar
Nasional Kebumian Ke-7, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta. Hal 119-120

Bafdal, N., Karistya. A dan Edy, S. 2011. Teknik Pengawetan Tanah dan Air.
Jurusan Teknik Manajemen Industri Pertanian Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjadjaran; Bandung. Hal 22,31.

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 2010. Statistik Pembangunan Balai


Penhelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang Walanae. Departemen
Kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial;
Makassar. Hal 8

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. Data Pantauan Bencana (Tanah


Longsor); Jakarta Pusat

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2016. 117 Orang Tewas dalam 575 Kejadian
Longsor Tahun 2016. Dikutip dari www.Mediapadang.com Tanggal 7 Desember
2016

40

Anda mungkin juga menyukai