13 Buku Pedoman K3 Puskesmas
13 Buku Pedoman K3 Puskesmas
ii i
Kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan guna
penyempurnaan pedoman ini. Akhirnya, semoga Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas bermanfaat bagi
kita semua.
ii i
TIM PENYUSUN
3
iv
DAFTAR ISI
vi 5
C. Tahapan Pengawasan .............................................. 30
vi 6
IV STANDAR PRECAUSTION DI PUSKESMAS ................. 32
A Cuci Tangan Guna Mencegah Infeksi Silang ............ 32
B Pemakaian Sarung Tangan dan Alat Pelindung Lain 36
C. Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam untuk Mencegah
Perlukaan ................................................................. 38
D. Penatalaksanaan Peralatan ..................................... 39
E. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan ............... 41
F. Penatalaksaan Tertusuk Jarum Bekas/Benda Tajam 42
VI PENUTUP ...................................................................... 49
LAMPIRAN .............................................................................. 50
vi 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada BAB XII
Kesehatan Kerja pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa
upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan
serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
Pekerja dalam ayat tersebut termasuk tenaga kesehatan dan
non kesehatan yang bekerja di Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, Polindes dan Poskesdes.
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
dasar merupakan ujung tombak terdepan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat. Puskesmas berfungsi sebagai
pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat
pelayanan kesehatan perorangan primer, pusat pelayanan
kesehatan masyarakat primer dan pusat pemberdayaan
masyarakat. Sebagai unit pelayanan kesehatan memiliki
berbagai potensi bahaya yang berpengaruh buruk pada
tenaga kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di
Puskesmas, pasien, pengunjung dan masyarakat
disekitarnya. Potensi bahaya tersebut meliputi golongan fisik,
kimia, biologi, ergonomik dan psikososial. Khususnya
golongan biologi merupakan bahaya potensi yang paling
sering menyebabkan gangguan kesehatan di Puskesmas.
Potensi bahaya golongan biologis tersebut antara lain virus,
bakteri, jamur, protozoa, parasit, hewan pengerat. Virus
dan bakteri merupakan potensi bahaya yang paling sering
mengancam pada petugas Puskesmas. Hal tersebut terkait
dengan masih tingginya prevalensi berbagai penyakit yang
1 1
disebabkannya yakni TB Paru, Hepatitis B, Hepatitis C, dan
HIV/ AIDS yang dapat menular dari pasien ke petugas
Puskesmas selama menjalankan pekerjaan. Penyakit-
penyakit tersebut digolongkan dalam penyakit akibat kerja.
Prevalensi TB pada kelompok yang pernah didiagnosis
tertinggi adalah Papua sebesar 1,441% diikuti Banten
sebesar 1,282% dan Sulawesi Utara sebesar 1,221%
sedangkan prevalensi terendah pada provinsi Lampung
sebesar 0,27% diikuti Bali
0,306% dan DI Yogyakarta 0,311%. Pada tahun 2010
Pada tahun 2000, WHO mencatat kasus infeksi akibat
tusukan jarum yang terkontaminasi virus yang diperkirakan
mengakibatkan:
a. terinfeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32% dari
semua infeksi baru),
b. terinfeksi virus Hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari
semua infeksi baru),
c. terinfeksi HIV sebanyak 260 ribu (5% dari seluruh infeksi
baru).
2 2
menggunakan case rate AIDS dengan membandingkan
jumlah
3 3
kasus kumulatif terhadap jumlah penduduk menurut provinsi
tahun 2010 menunjukkan propinsi papua sebesar 173,69
diikuti oleh Bali 49,16 dan DKI 44,74 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan cara penularan kasus AIDS kumulatif yang
dilaporkan melalui heteroseksual (52,7,8%), Injecting Drug
User IDU (38,9%), lelaki seks lelaki (3%), perinatal (2,6%),
transfusi darah (0,2%) dan tidak diketahui (3,2%) Profil
kesehatan 2010.
Dari prevalensi yang tinggi tersebut, disisi lain pengendalaian
bahaya di fasilitas kesehatan khususnya Puskesmas
belum memadai. Hal ini dibuktikan dari berbagai penelitian
pengendalian bahaya antara lain: Starh dengan Quick
Investigation of Quality yang melibatkan 136 fasilitas
kesehatan dan 108 diantaranya adalah Puskesmas,
menunjukkan bahwa hampir semua petugas Puskesmas
belum memahami dan mengetahui tentang kewaspadaan
universal. Hasil penelitian di wilayah Jakarta Timur yang
dilakukan oleh Sri Hudoyo 2004 menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan petugas menerapkan setiap prosedur tahapan
kewaspadaan universal dengan benar hanya 18,3%,
dengan status vaksinasi Hepatitis B pada petugas
Puskesmas masih rendah yaitu 12,5%, riwayat pernah
tertusuk jarum bekas 84,2%.
Pada tahun 2010 jumlah Puskesmas 9.133 buah dengan
berbagai jenis tenaga kesehatan dan non kesehatan yang
terdiri dari berbagai profesi dan disiplin ilmu yaitu dokter,
perawat, bidan, sanitarian, analis kimia, nutrisionis, kesehatan
lingkungan, administrasi, pekarya kesehatan dan petugas
kebersihan.
Deklarasi Alma Ata tahun 1978, mengakui akan pentingnya
petugas Puskesmas dan petugas kesehatan masyarakat
untuk memelihara kesehatan di lingkungan tempat tinggal dan
4 4
tempat kerja. Petugas Puskesmas di banyak negara
berkembang tidak
5 5
terlatih dalam hal pencegahan dan pengendalian sederhana
terhadap berbagai masalah kesehatan pekerja.
Mengingat potensi bahaya yang tinggi bagi petugas
Puskesmas, sehingga diperlukan Pedoman Pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Puskesmas yang
diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan terhadap
perlindungan kesehatan petugas Puskesmas khususnya
petugas kesehatan yaitu mulai dari kegiatan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Salah satu teknik pengelolaan risiko penularan penyakit di
Puskesmas adalah dengan penerapan standard precaution.
B. Tujuan
1. Umum
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan
produktif untuk petugas Puskesmas, pasien, pengunjung/
pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar
Puskesmas.
2. Khusus
a. Terbentuknya kelompok kerja atau tim sebagai
penanggung jawab kegiatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Puskesmas
b. Teridentifikasinya potensi bahaya/risiko dan cara
pengendaliannya
c. Tersusunnya rencana kerja Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Puskesmas
d. Terlaksananya kegiatan Keselamatan dan
Kesehatan
Kerja di Puskesmas yang paripurna
e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi kegiatan
6 6
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas
7 7
C. Sasaran
Sasaran pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Puskesmas adalah petugas Puskesmas dan pengguna jasa
Puskesmas.
D. Ruang Lingkup
1. Pengenalan potensi bahaya di Puskesmas dan masalah
kesehatan yang ditimbulkannya.
2. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Puskesmas
3. Standard Precaution di Puskesmas
4. Indikator keberhasilan
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28h ayat (1) tentang
hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
4. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan Kerja
5. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 jo Nomor
85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun
8 8
7. Keppres Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang
Timbul Karena Hubungan Kerja
9 9
8. Kepmenkes Nomor 1758 tahun 2003 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
9. Kepmenkes Nomor 038/Menkes/SK/I/2007 tentang
Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja pada Puskesmas
Kawasan Industri/Sentra Industri
10. Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
11. Kepmenkes Nomor 1758/MENKES/SK/XII/2003 tentang
Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
12. Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
F. Pengertian
1. Bahaya adalah suatu potensi yang dapat menimbulkan
kerugian, gangguan kesehatan, cidera, kerusakan
properti dan lingkungan atau kerugian dalam produksi.
2. Kesehatan Kerja adalah suatu layanan untuk
peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan (fisik,
mental dan sosial) yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan
yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan
pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja
dalam suatu lingkungan kerja yang adaptasi antara
pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan
jabatannya (ILO/WHO
1995)
3. Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa
dengan unsur-unsur tidak diduga, tidak dikehendaki,
tidak disengaja, terjadi dalam hubungan kerja,
menimbulkan trauma/ruda paksa, kecacatan, dan
1 10
0
kematian disamping itu menimbulkan kerugian dan/atau
kerusakan properti.
1 11
1
4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah upaya
memberikan jaminan kesehatan, keselamatan dan
peningkatan derajat kesehatan pekerja dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
5. Manajemen Risiko adalah proses pengendalian risiko
secara berkelanjutan mulai dari identifikasi, penilaian
risiko, penetapan program pengendalian, pelaksanaan
program pengendalian, monitoring dan evaluasi risiko.
6. Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan ujung
tombak penyelenggara pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat di wilayah kerjanya.
7. Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang
diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
8. Penilaian risiko adalah proses perkiraan kemungkinan
terjadinya suatu kejadian yang tidak diinginkan disertai
perkiraan besarnya akibat dalam jangka waktu tertentu.
9. Risiko adalah kesempatan untuk terjadinya cidera/
kerugian dari suatu bahaya, atau kombinasi dari
kemungkinan dan akibat.
10. Risiko kesehatan adalah besarnya kemungkinan yang
dimiliki oleh suatu bahan, proses atau kondisi untuk
menimbulkan kesakitan, gangguan kesehatan, dan
penyakit akibat kerja yang dipengaruhi oleh magnitude
of hazard (konsentrasi dan dosis), efek rating (tingkat
dampak: fatality, very serious, serious, moderate, Low,
trivial), probabilitas (kemungkinan), frekwensi pajanan,
durasi pajanan
11. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah penetapan
standar pelaksanaan pekerjaan baik secara resmi
1 12
2
maupun tidak resmi oleh manajemen tentang tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan pekerja sebagai acuan
dalam bekerja.
12. Standard Precaution. yaitu pengurangan terjadinya
penyakit infeksi yang disebabkan penularan kontak
langsung terhadap bahan infeksius maupun alat yang
tidak steril atau mengandung bahan infeksius.
13. Tenaga Kesehatan Kerja adalah setiap orang yang
mengabdikan dirinya di bidang kesehatan kerja serta
memiliki kemampuan yang meliputi pengetahuan dan
atau keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan
berjenjang dan pelatihan kompetensi dalam bidang
kesehatan kerja dan bidang-bidang lain serta memenuhi
kode etik yang bersifat melayani masyarakat berkaitan
dengan pekerja yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan kerja.
1 13
3
BAB II
PENGENALAN POTENSI BAHAYA DI PUSKESMAS DAN
MASALAH KESEHATAN YANG DITIMBULKANNYA
A. Potensi Bahaya
Puskesmas sebagai tempat kerja mempunyai potensi bahaya
yang beragam terhadap kesehatan. Potensi bahaya tersebut
terdapat disetiap ruangan baik di dalam maupun di luar
gedung yang dapat timbul dari lingkungan tempat kerja,
proses kerja, cara kerja, alat dan bahan kerja yang dapat
menimbulkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Kerja (KK).
Tujuan pengenalan potensi bahaya di Puskesmas dan
masalah kesehatan yang ditimbulkannya adalah agar petugas
Puskesmas dapat melakukan pengendalian risiko dengan
benar sehingga terhindar dari berbagai masalah kesehatan
yang diakibatkan dari pekerjaannya (PAK dan KAK).
Potensi bahaya di Puskesmas dapat di kelompokkan sebagai
berikut:
1. Potensi bahaya umum yaitu potensi bahaya yang sama
terdapat di setiap ruangan seperti tabel di bawah ini:
1 14
4
10
2. Potensi bahaya khusus yaitu potensi bahaya spesifik
yang terdapat di ruang tertentu antara lain:
11
12
13
14
3. Potensi Masalah Kesehatan Kerja di Luar Gedung
Potensi masalah kesehatan kerja di luar gedung dapat
dilihat pada contoh berikut
15 15
B. Hirarkhi Pengendalian Bahaya Kesehatan dan
Keselamatan
Kerja Secara Umum
Idealnya pengendalian risiko K3 di Puskesmas dapat
dilakukan sesuai dengan hirarki pengendalian sebagai
berikut:
Men
Menghilangkan
Penggantian
Engineering/rekayasa
Administrasi
16 16
3. Rekayasa teknik: Pengendalian risiko melalui
perubahan desain atau modifikasi peralatan, sistem
ventilasi dan proses yang mengurangi sumber
eksposur, contohnya penutupan/isolasi mesin
kompresor ruang poli gigi.
4. Administrasi: Mengatur cara kerja, mencakup pemilihan
waktu pekerjaan, kebijakan-kebijakan dan aturan lain,
contohnya Standar Prosedur Operasional (SPO),
pengaturan shift kerja, imunisasi dll.
17 17
5. Alat Pelindung Diri (APD):
merupakan upaya pencegahan
oleh pekerja dengan
menggunakan berbagai alat
untuk melindungi tubuh dari
potensi bahaya, contohnya
sarung tangan, apron, masker,
google, penutup kepala, sepatu
boot dll.
18 18
BAB III
PELAKSANAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
DI PUSKESMAS
A. TAHAP PERENCANAAN
19 19
Pembentukan tim K3 di Puskesmas ditetapkan melalui
Surat Keputusan Kepala Puskesmas yang menyangkut
susunan organisasi, tugas dan tanggung jawab setiap
20 20
pegawai. susunan organisasi inti tim K3 di Puskesmas
minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Penanggung
Jawab Pelayanan Kesehatan Kerja, Penanggung Jawab
Sarana Prasarana. Tim K3 di Puskesmas melibatkan
seluruh koordinator ruangan dengan latar belakang
pendidikan kesehatan yang berbeda seperti dokter,
dokter gigi, perawat, bidan, ahli gizi, sanitarian, asisten
apoteker dan penyuluh kesehatan. Tim K3 diharapkan
mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang
kesehatan kerja.
Tugas Tim K3 di Puskemas yakni memberikan
rekomendasi dan pertimbangan kepada kepala
Puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
K3 dan membuat program K3 di Puskesmas.
Fungsi dari Tim K3 ini mengumpulkan dan menganalisa
seluruh data dan menginformasikan permasalah K3 di
Puskesmas, membantu kepala Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan upaya promosi
K3, koreksi, pelatihan dan penelitian kecil tentang K3
di Puskesmas, melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan program K3. Semua pegawai Puskesmas
terlibat dalam pelaksanaan K3 di Puskesmas.
3. Perencanaan K3 di Puskesmas
Setelah adanya komitmen dan terbentuknya tim K3
di Puskesmas, bersama Kepala Puskemas membuat
rencana kerja K3 di Puskesmas.
Dalam perencanaan K3 Puskesmas Tim sebelumnya
melakukan identifikasi atau Mapping potensi bahaya
setiap ruang di Puskesmas yakni administrasi, ruang
21 21
pelayanan kesehatan dan ruangan lainnya serta tempat-
tempat lain
22 22
yang ada di lingkungan Puskesmas seperti sumur,
tempat pembuangan sampah, garasi dari berbagai
golongan bahaya potensial dibandingkan dengan
perencanaan yang ada.
Hasil identifikasi dituangkan dalam matrik seperti contoh
di bawah ini.
23 23
B. TAHAP PELAKSANAAN
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO), rambu,
petunjuk K3
Agar pelaksanaan kegiatan K3 di Puskesmas berjalan
sesuai dengan standar perlu disusun SPO meliputi:
SPO cara kerja/pelayanan, SPO pengelolaan alat, SPO
penggunaan APD, SPO pengelolaan limbah, dll.
2. Pembudayaan K3 melalui pemanfaatan SPO,
Sosialisasi SPO yang telah disusun pada seluruh jajaran
petugas Puskesmas sesuai dengan tempat kerjanya.
3. Penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana yang
mendukung dan menunjang pelaksanaan K3 di
Puskesmas.
4. Pelayanan kesehatan kerja dan tanggap darurat,
- Pelayanan kesehatan kerja merupakan pelayanan
kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan sebelum
bekerja, berkala dan khusus untuk petugas
kesehatan yang paling berisiko di Puskesmas
seperti petugas Poli IGD dan laboratorium.
Pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan
memberikan pengobatan dan perawatan pada
petugas Puskemas yang menderita sakit termasuk
peningkatan kesehatan fisik dan mental.
- Mapping lingkungan tempat kerja (area yang
dianggap berisiko dan berbahaya),
- Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat,
membuat rambu-rambu jalan keluar evakuasi
apabila terjadi bencana.
24 24
5. Pengelolaan alat berupa kegiatan penyediaan dan
pemeliharaan peralatan Puskesmas agar layak
digunakan dengan selalu di kalibrasi dan sertifikasi.
6. Pengelolaan limbah dilakukan seperti penyediaan
fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah
padat, cair dan gas, pengelolaan limbah medis dan non
medis.
7. Peningkatan kemampuan sumber daya
Merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan bagi petugas Puskesmas dalam
bekerja yang sehat dan aman antara lain dengan
mengirim pegawai Puskesmas mengikuti pelatihan
tentang pencegahan infeksi, pelatihan tentang
penatalaksanaan alat.
8. Penyediaan dukungan
sarana dan prasarana
K3 yang mendukung
pelaksanaan kegiatan
K3 di Puskesmas
dengan menyediakan
alat K3 secara
sederhana (APAR,
APD, antiseptik, vaksin dll.)
9. Monitoring dan evaluasi yaitu kegiatan pemantaun
yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran K3 dengan
melakukan inspeksi dan pengujian sesuai dengan
objeknya sehingga perlu dilakukan identifikasi potensi
bahaya di setiap ruang administrasi, ruang pelayanan
kesehatan dan ruangan lainnya serta tempat-tempat lain
yang ada di lingkungan Puskesmas seperti sumur,
25 25
tempat pembuangan sampah, garasi dari berbagai
golongan
26 26
bahaya potensial dibandingkan dengan perencanaan
yang ada.
27 27
3) Memasang leaflet, poster dan penyebaran
brosur
4) Menginformasikan PHBS di tempat kerja
5) Melaksanakan latihan fisik, bimbingan rohani,
rekreasi
b. Upaya Preventif
Pelaksanaan upaya preventif dengan menggunakan:
1) Penerapan prinsip pencegahan berupa
:penerapan cuci tangan, penggunaan sarung
tangan, barier protection (penggunaan lotion,
masker, apron, mengganti tensi meter yang
menggunakan merkuri dengan tensi meter
digital, mengganti bahan tambal gigi amalgam
dengan bahan seperti Glass Ionomer
Composite, mengurangi sumber eksposur,
contohnya penutupan/isolasi mesin kompresor
ruang poli gigi, pengaturan shift kerja,
penyusunan SPO dan lain lain
2) Pemberian immunisasi pada petugas kesehatan
diberikan dengan memperhatikan tingkat
risiko penularan. Saat ini diharapkan petugas
kesehatan dapat diberikan imunisasi Hepatitis
B dan Influenza serta imunisasi yang tersedia
sesuai kebutuhan.
3) Penatalaksanaan limbah Puskesmas termasuk
pembuangan sampah.
- Limbah domestik/ rumah tangga
28 28
Limbah yang berasal dari kegiatan non
medis, seperti kegiatan dapur, sampah dari
pengunjung, dll yang tidak mengandung
29 29
kuman infeksius. Termasuk pula
didalamnya kardus obat, plastik
pembungkus syringe, dan benda lainnya
yang tidak mengandung dan tidak
terkontaminasi kuman patogen atau bahan
infeksius. Limbah ini ditampung dalam
kantong hitam, untuk selanjutnya dibawa
ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
- Limbah benda tajam
Yaitu materi padat yang memiliki sudut
lancip dan dapat menyebabkan luka iris
atau tusuk. Contohnya jarum suntik, kaca
sediaan, infus set, ampul/ vial obat, dll.
Limbah benda tajam tidak boleh dilakukan
recapping langsung ditampung dalam
safety box atau kontainer lain yang kuat
dan tidak bocor sebelum ditimbun. Daur
ulang dari limbah benda tajam sangat tidak
dianjurkan.
- Limbah infeksius
Yaitu limbah yang diduga mengandung
patogen (virus, bakteri, parasit, dan
jamur) dalam jumlah yang cukup untuk
menyebabkan penyakit pada pekerja yang
rentan, misalnya kultur dan stok agen
infeksius dari aktifitas laboratorium, limbah
hasil operasi dari pasien penderita penyakit
menular, limbah pasien yang menderita
penyakit menular dari bagian isolasi, alat
atau materi lain yang tersentuh oleh orang
sakit.
30 30
Limbah infeksius ditampung dalam wadah
yang kuat dan tidak bocor, dan dipilah
dari sumbernya. Limbah infeksius tidak
boleh dicampur dengan limbah jenis lain.
Bila terjadi pencampuran dengan limbah
non infeksius maka limbah non infeksius
dianggap sebagai limbah infeksius.
Penyimpanan sementara limbah infeksius
di Puskesmas tidak lebih dari 48 jam sejak
mulai penyimpanan dengan persyaratan
penyimpanan diruang khusus, tertutup,
ada pencatatan jumlah timbulan limbah
setiaphari, tidak memungkinkan binatang
pengerat keluar masuk termasuk
pembatasan akses orang untuk masuk
ketempat tersebut.
- Limbah Patologis
Yaitu limbah yang berasal dari jaringan
tubuh, limbah jenis ini harus ditampung
dalam kontainer/wadah yang kuat dan
tidak bocor misalnya organ tubuh, janin,
darah, muntahan, air seni, dan cairan
tubuh lainnya. Pengolahannya sama
seperti limbah infeksius, jika dalam bentuk
padat maka di olah dengan alat
pengolahan limbah padat jika dalam bentuk
cair maka harus di olah melalui instalasi
pengolahan air limbah (IPAL).
- Limbah Farmasi
Yaitu limbah yang mengandung bahan-
bahan farmasi seperti produk farmasi, obat,
vaksin, serum yang sudah kadaluarsa, dan
31 31
lainnya. Limbah farmasi dapat
dikembalikan kepada produsennya
sementara bila terjadi tumpahan obat dan
menggunakan pasir absorben untuk
menyerap tumpahannya atau sesuai
dengan lembar data keselamatan yang ada
dari produsen. Pasir absorben atau materi
penyerap tumpahan farmasi ini termasuk
limbah B3 dan harus dikelola dan diolah
secara khusus oleh pihak yang bisa
mengelola limbah tumpahan farmasi.
- Limbah Kimia
Yaitu yang mengandung zat kimia berasal
dari aktivitas diagnostik, pemeliharaan
kebersihan, dan pemberian desinfektan.
Contohnya formaldehid, zat kimia untuk
rontgen, dan lain lain, jika dalam jumlah
kecil limbah kimia dapat disatukan dengan
limbah infeksius dalam pengolahannya.
- Limbah Logam Berat
Adalah limbah medis yang mengandung
logam berat dalam konsentrasi tinggi
biasanya sangat toksik, seperti limbah
merkuri dari bocoran peralatan kedokteran
(termometer, alat pengukur tekanan darah,
dll) penampungan dipisah dengan limbah
lainnya dan penampunganya harus kuat
dan tidak bocor serta menguap. Dalam
pengolahannya sebaiknya bekerjasama
dengan Dinas/badan lingkungan hidup
setempat.
32 32
5) Deteksi Dini melalui Medical Chek Up (MCU)
- Pemeriksaan prakerja atau sebelum kerja
dilakukan pada pegawai baru yang akan
mulai kerja atau kepada pegawai pindahan
atau mutasi dari tempat lain atau antar
tempat kerja untuk mendapatkan data
dasar status kesehatan calon atau petugas
puskesmas.
- Pemeriksaan berkala dilakukan kepada
seluruh pegawai Puskesmas minimal
1 (satu) tahun sekali untuk mengetahui
perubahan status kesehatan pekerja
secara dini.
- Pemeriksaan kesehatan khusus
dilaksanakan kepada pegawai yang
mengalami pajanan tertentu untuk menilai
adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu
terhadap pegawai atau golongan pegawai
tertentu (pegawai laboratorium dan bagian
radiologi).
c. Upaya Kuratif
Pelaksanaan tindakan pengobatan bagi petugas
Puskesmas yang mengalami gangguan kesehatan
selama melakukan pekerjaan
1) Penatalaksanaan kecelakaan kerja seperti
tertusuk jarum bekas /benda tajam alat tindakan
medis
2) Penatalaksanaan cedera akibat kecelakaan
kerja
33 33
3) Pengobatan penyakit akibat kerja (PAK)
mengikuti pedoman penatalaksanaan penyakit
akibat kerja.
4) Melakukan rujukan kasus
d. Upaya Rehabilitatif
Pengendalian melalui upaya rehabilitatif ditujukan
untuk mencegah kematian dan kecatatan yang
semakin berat.
Misalnya pada petugas kesehatan yang tertusuk
jarum, dilakukan pemantauan status HBsAg,
konseling untuk HIV AIDS.
Rekomendasi terhadap penempatan kembali
pekerja sesuai kemampuannya dan pentahapan
untuk dapat kembali pada pekerjaan semula setelah
sembuh dari sakit/ kecelakaan kerja.
34 34
Evaluasi dilakukan secara internal oleh Tim K3 Puskesmas
setiap tahun yang bertujuan untuk menilai pelaksanaan K3
yang telah dilakukan tahun terakhir dan hasilnya digunakan
untuk perencanaan kegiatan selanjutnya. Evaluasi yang
dilakukan meliputi input, proses dan output dengan
menggunakan instrumen (terlampir).
35 35
BAB IV
STANDARD PRECAUTION (KEWASPADAAN
STANDAR) DI PUSKESMAS
36 36
terinfeksi. Mikro organisme transien mudah dibersihkan
dari tangan
37 37
melalui gesekan mekanis pada tangan dan pencucian dengan
sabun atau deterjen.
Jenis cuci tangan sendiri dapat dikelompokan menjadi tiga
yaitu:
1. Cuci tangan rutin
Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan
sabun PH netral selama 10–15 menit, pada kondisi tidak
tersedia air dan tangan dalam keadaan tidak kotor oleh
darah atau tidak kotor oleh bahan organik lainnya dapat
menggunakan larutan gliserin dan alkohol 60% - 90%
2. Cuci tangan aseptik
Cuci tangan dengan sabun antiseptik selama 1 menit
pada air mengalir dan dilakukan sebelum tindakan non
bedah yang memerlukan tindakan aseptik
3. Cuci tangan bedah
Membersihkan tangan kuku dan lengan menggunakan
sabun antiseptik (4% chlorhexidin atau detergen yang
mengandung povidon iodine 0,75% selama 3-5 menit (5
menit untuk pencucian pertama dan 3 menit untuk setiap
pencucian berikutnya). Posisi tangan lebih tinggi dari siku
dan jangan menutup kran dengan tangan yang sudah
dicuci.
38 38
Indikasi cuci tangan sesudah tindakan yakni:
Saat hendak pulang ke rumah, setelah memeriksa pasien,
setelah menyentuh membrana mukosa, darah atau cairan
tubuh lain, setelah membuka sarung tangan, setelah dari
toilet dan setelah bersin atau batuk.
Gambar cara mencuci tangan yang benar
39 39
40 40
Cara Mencuci Tangan dengan Larutan Berbahan Dasar Alkohol
2
Gosok ibu jari kiri berputar Gosokkan dengan memutar ujung Gosok pergelangan tangan kiri
dalarn genggaman tangan jari-jari tangan kanan di telapak dengan menggunakan tangan
kanan dan lakukan sebaliknya tangan kiri dan sebaliknya kanan dan lakukan sebaliknya
{DJ 20-30sec
��
... setelan kering kedua tangan
anda kini aman
41 41
B. Pemakaian Sarung Tangan dan Alat Pelindung Lain
Pemakaian sarung tangan dan alat pelindung lain sebagai
alat pencegah kontak dengan darah serta cairan tubuh lain
yang diduga terkontaminasi meskipun penggunaan sarung
tangan tidak mengurangi risiko perlukaan tapi terbukti dapat
mengurangi volume paparan material infeksi dan secara
bermakna mengurangi risiko terpapar.
Sarung tangan terbuat dari bahan vinil atau lateks yang dapat
melindungi dari paparan bahan cairan, benda tajam dan
pemakaian hanya untuk satu pasien.
Berdasarkan penggunaannya sarung tangan terdiri dari:
1. Sarung tangan bedah
yang berupa sarung
tangan steril yang
digunakan pada
prosedur tindakan
dimana mungkin
terjadi kontak dengan
darah atau jaringan di
bawah kulit.
2. Sarung tangan untuk
pemeriksaan/tindakan
rutin
Dipakai untuk tindakan rutin dimana terdapat kontak
dengan selaput mukosa intak pada saat melakukan
tindakan, dan juga untuk mengurangi risiko terhadap
paparan darah atau cairan lain saat tindakan.
3. Sarung tangan untuk membersihkan tempat kerja.
Merupakan sarung tangan tebal yang terbuat dari karet
yang dipakai untuk kerja membersihkan permukaan
42 42
peralatan, lantai yang terkontaminasi, menangani limbah
dll.
4. Pemakaian alat pelindung lain yakni apron, masker,
sepatu, kacamata dll bergantung pada jenis tindakan
yang akan dikerjakan atau tingkatan paparan dengan
darah dan cairan tubuh lain saat melakukan tindakan.
43 43
C. Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam untuk Mencegah
Perlukaan
Penularan penyakit Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV/AIDS di
fasilitas kesehatan sebagian besar adalah akibat kecelakaan
dengan jarum atau benda tajam yang terkontaminasi.
Kecelakaan tersebut di atas umumnya dapat dicegah oleh
petugas kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbangkes tahun 1998
menunjukan bahwa 85% suntikan imunisasi yang dilakukan
oleh petugas kesehatan ternyata tidak aman (satu jarum
dipakai berulang) dan 95% petugas kesehatan mencoba
ketajaman jarum dengan ujung jari.
Tindakan mencegah kecelakaan jarum dan alat tajam yang
lain untuk mengurangi risiko kecelakaan tersebut dilakukan
dengan:
1. Memperhatikan secara cermat
ketika menggunakan jarum
dan alat tajam lainnya
2. Meletakan jarum yang sudah
dipakai pada tempat yang
kedap tusuk
3. Memastikan bahwa setiap
ruangan tindakan memiliki
tempat pembuangan sampah
4. Menggunakan sarung tangan
tebal saat mencuci peralatan
tajam serta saat menangani limbah
5. Tindakan menyerahkan alat/benda tajam secara
langsung
antar petugas (teknis hands free)
44 44
6. Tidak membengkokkan, mematahkan atau menutup
kembali jarum bekas pakai, jika terpaksa menutup
kembali menggunakan teknik satu tangan.
7. Menggunakan forcep atau pinset saat mengerjakan
jahitan
D. Penatalaksanaan Peralatan
Penatalaksanaan peralatan dilakukan untuk menjamin
peralatan dalam kondisi steril. Semua alat, bahan dan obat
yang akan dimasukkan ke dalam jaringan yang steril harus
dalam keadaan steril.
Proses penatalaksanaan peralatan melalui 4 tahapan yakni:
1. Dekontaminasi
Merupakan proses merendam peralatan pada
larutan klorin 0,5% selama 10 menit segera setelah
melakukan tindakan yang bertujuan membunuh virus
dan mikroorganisme lain. Proses dekontaminasi juga
dapat mencegah pengeringan darah dan jaringan pada
peralatan sehingga segera dilakukan apabila
penggunaan telah selesai.
Alat atau bahan yang harus didekontaminasi adalah:
peralatan operasi/tindakan, jarum dan semprot yang
akan dipakai ulang, sarung tangan, kontener untuk
tempat penyimpanan peralatan.
2. Pencucian
Merupakan langkah mencuci dan menyikat peralatan
dengan sabun atau deterjen sebelum dilakukan sterilisasi
atau desinfeksi tingkat tinggi. Proses pencucian harus
menghilangkan darah, cairan tubuh lain dan jaringan
45 45
serta bahan organik serta kotoran. Pencucian dapat
menurunkan jumlah mikroorganisme pada peralatan.
46 46
3. Sterilisasi/Desinfeksi Tingkat Tinggi
Proses sterilisasi ini
bertujuan menghilangkan
seluruh mikroorganisme
dan direkomendasikan
pada peralatan yang
kontak dengan darah
atau jaringan bawah
kulit. Proses ini dapat
dilakukan dengan uap
panas bertekanan
tinggi, panas kering atau
mengunakan bahan kimia
Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan alternatif
penatalaksanaan instrumen apabila sterilisasi tidak
tersedia atau tidak mungkin dilaksanakan. DTT tidak
membunuh semua mikroorganisme khususnya bakteri
dengan endospore seperti tetanus dan gas ganggren
sehingga dianjurkan untuk tetap memakai sterilisasi
apabila kejadian penyakit tetanus masih sering di
temukan. DTT dapat dilakukan dengan cara merebus,
menggunakan bahan kimia atau menggunakan uap
panas.
4. Penyimpanan
Penyimpanan yang baik pada
prinsipnya sama dengan
sterilisasi karena akan tetap
menjamin peralatan tersebut
steril.
47 47
Cara penyimpanan alat tersebut meliputi:
a. Peralatan dibungkus
Pembungkusan peralatan bertujuan untuk menjaga
tetap sterilnya peralatan. Umur steril peralatan
sangat dipengaruhi oleh packing, handling, jumlah
petugas yang menangani packing, kebersihan,
kelembaban dan suhu penyimpanan.
b. Peralatan tidak dibungkus
Peralatan yang tidak dibungkus harus segera
digunakan setelah proses sterilisasi.
48 48
2. Sampah medis
Merupakan hasil dari kegiatan
diagnostik, pengobatan
dan atau immunisasi. Yang
termasuk dalam kelompok ini
adalah darah atau cairan
tubuh, material yang
mengandung darah, sampah
organik dari jaringan tubuh
serta benda tajam seperti
jarum suntik, jarum jahit,
skalpel, pipet, tabung dll yang
infeksius
3. Limbah berbahaya adalah
limbah kimia yang mempunyai
sifat racun, radiasi.
49 49
cairan tubuh pasien. Petugas kesehatan harus
memperhatikan keselamatan dirinya dan orang lain. Jika
petugas kesehatan mengalami
50 50
kecelakaan kerja (terluka), seharusnya dicatat dan dilaporkan
kepada yang berwenang untuk mendapatkan pertolongan
lebih lanjut (misalnya di Puskesmas/RS, kepada atasannya
atau tim K3) harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada
atasannya. Sebaiknya petugas kesehatan yang terpajan
harus diberikan immunisasi. Petugas kesehatan yang
mendapatkan kecelakaan kerja (terluka) seharusnya
diberikan konseling. Dokter praktik sebaiknya melaporke RS
terdekat.
Langkah-langkah yang penting adalah :
a. Jangan panik
b. Segera keluarkan darah dengan memijat bagian tubuh
yang tertusuk dan cuci dengan air mengalir atau air
dengan jumlah banyak dan gunakan sabun atau anti
septik
c. Jika darah mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, cuci dan gunakan sabun dan air mengalir
d. Jika darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur
dengan air beberapa kali
e. Jika darah terpercik pada mata, cucilah mata dengan air
mengalir (irigasi) atau garam fisiologis
f. Jika darah memercik kehidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air
g. Luka tertusuk tidak boleh dihisap (memakai mulut)
h. Lapor ke tim Panitia Infeksi Nosokomial (PIN) dan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Setiap pajanan
dicatat dan dilapor dalam 24 jam.
51 51
tajam bekas pakai terhadap status HIV, HBV, HCV
52 52
ii. Petugas yang terpapar diperiksa status HIV, HBV, HCV
jika tidak diketahui sumber paparannya
iii. Bila status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan
dalam masa inkubasi tidak perlu tindakan khusus untuk
petugas, tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan
konseling
iv. Bila status pasien HIV, HBV, HCV positif maka tentukan
status HIV, HBV, HCV petugas kesehatan tersebut
53 53
cairan sinovial/pleura/ perikardial/peritonial/amnion
pasien dengan HIV positif
54 54
Pemberian Profilaksis Pasca Pajanan dengan ARV
Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan (Sesuai
kategori Pajanan dan Kadar RNA HIV dari sumber)
55 55
Anti Retro Viral (ARV) yang di gunakan pada HIV/AIDS
ARV Lini 1 yang tersedia di Indonesia :
- ZDV/AZT/ZIDOVUDIN
- 3 TC/LAMIVUDIN
- D4T/STAVUDIN
- NVP/NEVIRAPINE
- EFV/EFAVIRENS
56 56
BAB V
INDIKATOR KEBERHASILAN K3 DI PUSKESMAS
57 57
48
BAB VI
PENUTUP
49
Lampiran Evaluasi Pelaksanaan K3 di Puskesmas.
KERJA DI PUSKESMAS.
NAMA PUSKESMAS : :
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
ALAMAT; :
TANGGAL PELAKSANAAN EVALUASI;
:
PELAKSANA EVALUASI
1.......................................................................................Jabatan ....................
2.......................................................................................Jabatan ........................
3.......................................................................................Jabatan ...................
4.......................................................................................Jabatan ................
...... A. Perencanaan;
B.PELAKSANAAN K3 DI PUSKESMAS
50
a. Alat sterilisasi
b. Alat medis
c. Alat K3
d. Kalibrasi alat
e. dll
6 Pengelolaan Limbah
a. Limbah Padat
b. Limbah cair
c. Limbah Gas
d. Limbah Medis
e. Limbah Non Medis
7 Peningkatan Kapasitas SDM
a. Pelatihan K3
eksternal
b. Pelatihan K3
Internal c. Sosialisasi
K3
d. Sosialisasi
Pencegahan
8 Infeksi e.Sarana
Penyediaan dll dan
dukungan K3
a. Wastafel air
mengalir dan sabun
b. APAR
c. APD
d. Sterilisasi
(Autocklaf basah
kering, dll)
e. Anti septik
9 f. Vaksin
Monitoring dan Pemantauan
K3 di Puskesmas
10 Penilaian Risiko K3 di
Puskemas (sesuai mapping)
11 Pengendalian Risiko
Kesehatan:
a. Promotif
b. Preventif
c. Kuratif
d. Rehabilitatif
(sesuai Pedoman)
51
CEKLIST
MANAJEMEN K3
PUSKESMAS KECAMATAN
TAHUN
Ada Tidak
A. Ta hapPere ncanaa
n.
1. Komitmen :
Lembar kain ata u kertas ya ng susa h ditanga ni semua pe tugas
2. Kebijakan :
a. Adanya S.K Kepala P uskesmas te nta ng pelaksa naa n K3 b.
Dukunga n sumbe r da ya
SDM untuk pelaksa naan K3
Dana
Sarana ( Perala tan pe ndukung K3 )
Prasarana ( Ruanga n K3 )
c. Pembe ntuka n tim pelaksa na K3
Adanya S.K tim pelaksa na K3
Tugas da nfungsi tim
d. Me laksanaka n ke waspadaan sta
ndar e. Pemb uata n SPO K3
f. Memb uat re ncana kerja K3
g. Me netapka n i ndikator
B. Ta hapPelaksa naa n K3
B1. Dalam ged ungPuskesmas.
1. Sosialisasi K3 kepada semua petugas
2. Peningkata n kemamp uan petugas K3
3. Ide ntifikas baha ya po te nsial :
a. Umum
b. Khusus / Spesifik
4. Penilaian Resiko K3.
5. Pengenda lian Resiko
K3 : I. SecaraUmum
a. Meng hila ngka n ba ha
ya
b. Substitusi / me
52 ngganti c. Rekayasa Te
hnik
d. Administrasi :
- Cara kerja ya ng a man
I. SecaraUmum
a. Meng hila ngka n ba ha
ya b. Substitusi / me
ngganti c. Rekayasa Te
hnik
d. Administrasi :
- Cara kerja ya ng a man
- Bekerja sesuai SPO
- Pengatura n waktu ke rja ata u shift kerja
- Kebijakan / Atura n
C. Pengawasa n
- Dilakukan ole hKepala P uskesmas
- Fogging
- Pemanta ua n
C. Pengawasa n
- Dilakukan ole hKepala P uskesmas
- Kepala Dinas Kesehata n Ti ngkat Kab / Kod ya
55
CEKLIST
IDENTIF IKAS I BAHA YA POTENS IAL
PUSKESMAS KECAMATAN …………….
RUANGAN………….
TAHUN……..
A. PotensiBaha ya
Umum
1. Fisik :
a. Baha nba ng
unan
Dinding
Lantai
Atap
b. Pintu masuk ke
luar c. Tata letak rua
ngan d. Ukuran rua
nga n
e. Penca ha yaa
n f. S uhu
Panas
Dingin
Lembab
g. Ventilasi
h. Listrik
Kabel terke lupas digigit tikus
Konslet
Beban listrik berlebi han
Dll, sebutka n………….
i. Dll, seb utka n…………
2. Kimia
Debu
Dll, sebutka n………..
3. Biologi
Lalat
Kecoak
Tikus
Nyamuk, je ntik
Dll, sebutka n…………
4. Ergonomi
a. Porsidudukterla lu lama ( > 6ja m
)
b. Posisistatis
56 c. Dll, sebutka n……………
4. Ergonomi
a. Porsidudukterla lu lama ( > 6ja m
)
b. Posisistatis
c. Dll, sebutka n……………
5. Psikososial
a. Hub unga
nsesamapetugas b.
Bebankerja
c. Ketidakpuasan
d. Kesejahte raan
e. Dll, sebutka n………….
6. Sanitasi
a. Sampah
b. Sumber Air
c. Dll,seb utka n………….
7. Gaya Hid up
a. Polamakan
b. Ola hraga
c. Merokok
d. Perilaku
e. Dll,seb utka n………….
B. Potensi ba ha ya khusus /
spesifik
1. Fisik
Benda ta jam / Jarum suntik
Alatmedis
Pendingin rua ngan
- AC
- Kipas angin
- Jendela terb uka
Komputer
Sinarro nsen
Gense t
Bising
Suhupa nas
Api
Tabung gas
Lantai
- Licin
- Kasar / berge lomba ng
Ta ngganaik
- Pegangan 57
- Tinggi>20 cm
- Lebar>20 cm
Dll,seb utka n………..
Ta ngganaik
- Pegangan
- Tinggi>20 cm
- Lebar>20 cm
Dll,seb utka n………..
2. Kimia
a. Desinfekta n b.
Merkuri
c. Glassiono mer composite d.
Silikat
e. Kloretil
f. Laruta n
Kimia g. Reagen
h. Debu
i. Gas
j. Asap
k. Obat
l. Klorin
m. Sabun
n. Dll,seb utka n………….
3. Biologi
a. Virus
b. Bakteri
c. Jamur
d. Parasit
e. Dll, sebutka n………….
4. Ergonomi
a. Posisi janggal
b. Gerakan berula
ng c. Angkata ngkut
d. Duduk la
ma e.
Posisistatis
f. Dll, sebutka n…………..
5. Psikososial
a. Bebankerja
b. Kerja mo noton
c. Keadaang awat darurat
d. Hub unga n pe tugas denga
npasien e. Shift ke rja
58 f. Perilakumerokok
g. Kecandua n oba t
h. Masala h Ruma hTa ngga
i. Dll, sebutka n…………….
d. Hub unga n pe tugas denga
npasien e. Shift ke rja
f. Perilakumerokok
g. Kecandua n oba t
h. Masala h Ruma hTa ngga
i. Dll, sebutka n…………….
59
CEKLIST
POTENS I BAHA YA D IL UAR GEDUNG
PUSKESMAS PUSKESMAS
KECAMATAN…………….. TAHUN…………
1. Fisik
a. Kendaraan roda d ua / roda
empat b. AlatMedis
c. Jarum suntik da n be nda
tajam d. Dll, sebutka
n………………..
2. Kimia
a. Debu
b. Organo
fospat c. Obat-
obata n d.
Vaksin
e. Laruta n
3. Biologi
a. Bakteri
b. Virus
c. Dll, sebutka n………….
4. Ergo nomi
a. Duduk la ma > 6
jam b. Posisi janggal
c. Dll, sebutka n …………..
5. Psikososial
a. Bebankerja
b. Cemas
c. Dll, sebutka n ………….
\
60
CEKLIST PELAYANAN
KESEHATAN KERJA BAGI
PETUGAS
PUSKESMAS KECAMATAN…………….
TAHUN…………
A. Pencega han
1. Pencegaha n p rimer ( promo tif )
Penyuluha n ba ha ya pote nsial da n
Gangg ua n kese hata n yang timb
ul
Penggunaa n APD yang bena r
Sosialisasi SPO
Asupan Gi zi
Pelatiha n K3
Ola hraga
PHBS
Kebersihan lingkunga n
Konseling
Mana jeme nstres
Pengelolaa n hipertensi da n pe
nyakit
Degenerative lai nnya
Rekreasi bersama
Binroh
2. Pencegaha n sekunder ( Spesific Protection )
Penggunaa n APD sesuai de nga n pote nsi ba ha
ya
Pelaksanaa n pela ya nan sesuai de ngan
Kewaspadaan sta ndar
Pengenda lian ad ministra
tif
Pengenda lian teknis
Pemakaian APD
Imunisasi
3. Pencegah antertier ( Early Diagnosis a nd Pro mpt Trea tme
nt ) Deteksidinimelalui MCU
a. Pemeriksaan kese hata n
pekerja
b. Pemeriksaan kese hata n berka
la c. Pemeriksaan kese hata n
khusus d. Surveila nce medis
e. Surveila nce lingkunga
n
B. Pengobata n
a. Pengobatan PAK segera saat ditemukan
61
b. Penatalaksa naa n tertusuk jarum suntik / be nda tajam
c. Penatalaksa naa n kece lakaan
kerja d. Penatalaksa naa n ga wat
darurat
B. Pengobata n
a. Pengobatan PAK segera saat ditemukan
b. Penatalaksa naa n tertusuk jarum suntik / be nda
tajam c. Penatalaksa naa n kece lakaan kerja
d. Penatalaksa naa n ga wat darurat
e. Penatalaksa naa n pasca pa jana n
f. Pelaya na n kete rgantungan obat-obata
n g. Rujuka n
C. Dis Ability
Evaluasi kemba li untuk bekerja
D. Re habilitatif
a. Evaluasi ti ngkat kecacata n
b. Menyesuaikan pekerjaa n de nga n ko ndisi petugas
c. Mengga nti pekerjaa n sesuai denga n kemamp ua n petugas
E. Pencata ta n da nPelapora n
62 62
SPO PENGELOLAAN LIMBAH PADAT PUSKESMAS
63 63
SPO CARA KERJA PELAYANAN
64 64
SPO PENGGUNAAN APD
65 65
SPO PENGELOLAAN ALAT
66 66